Setelah 4 hari kami istirahat di resort Cap d'agde Prancis Selatan, kami bersiap-siap menuju Barcelona Spanyol. Perjalanan ke kota wisata pantai yang terkenal itu akan menggunakan kereta rel.
Anggota rombonganku 5 orang ibu sudah kelihatan segar dengan pakaian casual. Kami meninggalkan Cap d agde agak lebih awal. Jam 11 jemputan kami sudah datang dan siap mentransfer ke Montpellier. Kami diangkut dengan minibus kapasitas 10 orang. Tidak disangka supirnya cewek setengah baya. Dia sangat cekatan, namun hanya bisa berkomunikasi dalam bahasa Prancis.
Kami mencarter mobilnya sampai keberangkatan kereta jam 5 sore. Aku tanya apakah mengenal kota Montpellier. Dia bilang pernah lama tinggal di sana. Aku minta dia membawa kami ke restoran Asia yang enak di kota Itu. Dia hanya mengangkat jempol.
Perjalanan dari Cap d'agde ke Montpellier kami tempuh sekitar 40 menit. Pemandangan pemandangan sepanjang jalan cukup menawan dengan kebun-kebun anggur sejauh mata memandang.
Kota Montpellier adalah sebuah kota yang cukup besar. Bangunan di kota ini berpadu antara bangunan kuno dan modern. Supir membawa kami ke restoran Thai, kalau tidak salah ingat namanya Royal Orchid Thai Restaurant. Melihat restoran Thai ibu-ibu senang, aku juga, karena kami bakal ketemu nasi dan makanan pedas.
Seperti orang tidak makan seminggu, mereka memesan banyak sekali lauk. Aku berkali-kali menerjemahkan menu dalam bahasa Prancis. Karena kami heboh pemiliknya yang kelihatan orang Thai mendekat. Pertama dia tegur aku dalam bahasa Thai, aku jawab, " Indonesia," dia lalu mengangguk-angguk. Aku tidak paham benar nama-nama makanan dalam menu Thai sehingga si pemilik restoran berkali-kali mendeskripsikan jenis-jenis makanannya.
Makanan yang kami tunggu memang agak lama, mungkin tukang masaknya bingung, karena bebagai macam jenis dipesan oleh kami. Tante supir yang ikut kami ajak semeja, senyum-senyum saja melihat kelakuan ibu-ibu yang heboh.
Selesai makan, perut kenyang, supir menawarkan keliling kota . Kota Montpellier memang indah dimusim panas. Ibu-ibu menyebutnya kota ini kota peler, karena pengucapannya memang agak ribet sih. Supir menawarkan melihat bangunan—bangunan kuno. Namun ibu-ibu kurang berminat soal peninggalan sejarah. Aku lalu minta supir untuk mencari pusat perbelanjaan yang letaknya tidak jauh dari stasiun kereta Montpellier St-roch.
Jika melihat pusat perbelanjaan, ibu-ibu paling senang. Meski tidak belanja mereka melakukan semacam studi banding. Barang-barang yang dijajakan lebih banyak barang fashion dan parfum.
Sekitar jam 4 kami sudah tiba di stasiun kereta Montpellier St-roch. Aku akhirnya tenang setelah semua ibu-ibu menempati tempat duduknya masing-masing. Kami akan menempuh perjalanan selama hampir 5 jam. Aku mengingatkan ibu-ibu agar ketika turun di Barcelona harus ekstra hati-hati. Banyak sekali pencopet yang sangat lihai. Barcelona adalah kota turis, maka wisatawan adalah target utama para pencopet.
Stasiun Barcelona-estacio De Franca sudah keliatan agak sepi. Di pintu keluar namaku sudah terpampang dipegang oleh seorang lelaki agak berumur. Kami bersalaman dan dia memperkenalkan guide yang aku pesan dari tanah air, seorang wanita muda manis. Dengan agak terpatah-patah dia menyambut kami dengan bahasa Indonesia. Stella dia memperkenalkan namanya. Kami dibawa ke hotel dengan bangunan modern yang jangkung di tengah kota. Menurut Stella, hotel ini memiliki 44 lantai. Dia mengurus chek-in dan mengantar kami ke kamar. Kamar suite room yang memiliki connecting door. Hotelnya mewah sekali dan kamar yang kami tempati sangat besar dengan interior bagaikan kamar raja-raja Eropa.
Stella membrif kami sebentar bahwa kota Barcelona adalah kota pencopet. Oleh karena itu kami diminta berhati-hati jika berjalan-jalan di kota, karena tukang copet di kota ini sangat trampil.
Kalau soal copet-mencopet, aku pernah belajar dari pergaulanku dengan anak-anak proyek Senen di Jakarta. Jadi aku sudah mempersiapkan diri menghadapi mereka dan paham, bagian-bagian mana yang biasanya menjadi target. Namun ilmu mencopet yang biasanya aku gunakan untuk sekedar hiburan dalam bergaul, kurahasiakan dari ibu-ibu rombonganku. Aku menjelaskan pada ibu-ibu untuk mewaspadai dompet dan tempat-tempat surat penting serta uang. Mereka rupanya sudah mempersiapkan kantong khusus untuk meletakkan barang-barang berharga.
Stella menawarkan wisata malam di Barcelona. Dia menawarkan tempat dugem yang kondang di kota ini. Kami setuju untuk menghabiskan malam ini dengan berdugem ria.
Sebuah club dengan dandanan Eropa abad pertengahan penuh dengan pengunjung, Stella telah mereserved kursi untuk kami ber tujuh Pertunjukan diawali dengan penampilan cabaret, dari mulai mereka berpakaian minim sampai para penari cewek-cewek cantik bugil di atas pentas. Seni pertunjukkannya sangat profesional. Setelah itu muncul beberapa penari bugil dan diakhiri dengan pertunjukan live show hubungan badan pria dan wanita di atas pentas. Meski cover charge nya tergolong mahal, tetapi kami puas.
Kami melanjutkan dugem dengan acara disco di tempat lain. Sebuah hall yang cukup besar gemerlap dengan kilatan lampu. Disco ini merupakan disco internasional karena pengunjung umumnya turis. Aku bisa memastikan itu karena bahasa yang mereka gunakan bukan Spanyol. Pengalaman dugem di Barcelona tampaknya sesuatu keharusan jika mengunjungi kota wisata ini. Kami berdugem sampai jam 2 pagi, lalu kembali ke hotel. Semua kelihatannya gembira dan puas.
Stella mendampingi kami terus, dan dia juga akan memandu kami sampai kami ke Madrid. Kami kembali ke hotel untuk istirahat. Menjelang tidur ibu-ibu repot membersihkan muka dan membersihkan segalanya. Ibu-ibu itu membuka baju dan hanya mengenakan celana dalam mondar mandir. Stella bingung melihat begitu bebasnya anggota rombonganku berkeliaran dalam keadaan semi nude. Dia bertanya, apakah di Indonesia juga ada kehidupan nudist. " Ada tetapi di Bali dengan wilayah yang sangat terbatas," kata ku yang juga hanya mengenakan celana dalam.,
Mungkin Stella ingin menyesuaikan lingkungan dia pun kemudian membuka semua bajunya sampai tinggal celana dalamnya. Dia mengenakan G string, sehingga bokongnya yang montok dan putih terekspos.
Aku sudah bersiap-siap tidur, tiba-tiba Tante Henny dari kamar sebelah memanggilku. Mereka minta aku datang ke kamarnya karena Stella kelihatannya seperti kesakitan. Dengan hanya mengenakan celana dalam aku mengikuti Tante Henny.
"Porqué," tanyaku pada Stella.
"dolor de estĂłmago," kata Stella sambil memegang perutnya. Dia merasa perutnya sakit. Stella memegang perutnya bagian ulu hati.
Kelihatannya Stella kambuh maagnya. Aku lalu mencoba menekan telapak tangannya antara ibu jari dengan jari telunjuk. Aku tekan pelan. Stella berteriak. Tidak salah lagi ini maagnya yang kambuh. "paciente," kataku memintanya dia sabar.
Aku meminta Stella menahan sakit di bagian tangan kirinya yang aku tekan-tekan. Ini lebih baik dia merasa sakit di tangan, dari pada di perutnya. Stella mengangguk. Kami duduk berhadap-hadapan. Payudaranya yang tidak tertutup kelihatan putih dan menantang cukup besar. Aku sambil menerapi tangannya memperhatikan payudara Stella. Pemiliknya tidak peduli, karena sedang cengar-cengir menahan sakit. Sementara aku celegukan menelan air liur melihat payudara Stella yang sangat indah.
Sekitar 15 menit terapi, Stella mulai tidak lagi merasa sakit baik di bagian tangan yang aku tekan, maupun di uluhatinya. Dia minta istirahat sebentar untuk meredakan rasa sakit di tangan. Dia heran, mengapa tangan yang ditekan, tetapi sakit di bagian perutnya bisa reda. Aku lalu menyombongkan terapi dari belahan Timur.
Setelah istirahat sejenak aku melanjutkan dengan menekan telapak tangannya sebelah kanan. "por favor peerse," kataku dengan bahasa Spanyol yang rada ngaco mempersilahkan jika dia ingin buang angin. Stella kaget dan bingung, "seguro," katanya meyakinkan aku apakah benar aku meminta dia kentut, " si " kataku
Stella lalu memiringkan tubuhnya dan lepaslah gas dari pantatnya. Suaranya cukup keras, sampai terdengar di kamar sebelah. Stella menutup mukanya, dia malu kentut di depanku. Aku jelaskan jika dia berhasil kentut, berarti sakit diperutnya segera sembuh. "Si," katanya dengan nada panjang setengah tidak percaya. Aku juga minta Stella bersendawa, "eructo, " kataku .
"Si si," katanya.
Stella bersendawa ber kali kali Aku jelaskan mungkin Stella tidak kuat minum beralkohol sehingga magnya kambuh. Dia mengaku memang sudah lama tidak minum-minuman keras. Namun karena tadi terbawa suasana, akhirnya dia mencoba minum, akibatnya magnya kambuh.
Kuterangkan bahwa terapinya belum tuntas, karena ada bagian simpul syaraf di tubuh yang juga harus di tekan agar magnya benar-benar sembuh, jadi tidak mengganggu jadwal memandu kami. Stella senang, dia ingin merasakan sensasi di pijat refleksi.
Aku memintanya dia pindah ke kamarku karena Tante Henny yang satu bed dengan Stella kelihatannya sudah ngantuk berat.
Stella tidur tengkurap di bedku dan aku mulai melancarkan tekanan-tekanan refleksi mulai dari kaki sampai ke sekujur tubuhnya. Aku tentu saja tidak melewatkan menekan simpul-simpul syaraf erotis. Reaksinya mulai terlihat, Stella kelihatan gelisah dan sesekali mendesis. Dia mengatakan pijatanku enak dan merangsang. Berkali-kali dia mendesis sambil mengucapkan " estimular".
Aku mulai berpikir, akankah aku menerkam Stella sepagi ini. Apa pun yang akan terjadi dia harus dibersihkan dulu terutama sekitar kemaluannya. Aku memainkan bagian yang merangsang dia kencing. Benar saja tidak lama dia minta aku berhenti karena dia kebelet pipis. Aku minta dia membersihkan dengan sabun semua bagian pribadinya agar bakteri yang mengganggu kesehatan dapat dihilangkan. Stella paham dan mengangkat jempol.
Kembali dari kamar mandi, Stella sudah tidak mengenakan celana dalam lagi. Dia tenang saja jalan bugil. Aku menduga, tekanan pada syaraf erotisnya telah membuat Stella "berkeinginan" dan rasa malunya hilang.
Aku ingin mengulang sedikit mengenai siapa aku. Pada cerita-cerita sebelumnya, terutama di seri "Harem" aku mempunyai kemampuan memijat refleksi dan hipnotherapi. Oleh karena kemampuanku itu, aku berhasil menerapi ibu-ibu yang kelebihan berat badan. Kelima ibu-ibu yang bersamaku keliling Eropa ini adalah pasienku yang telah berhasil menurunkan bobot badan mereka. Mereka adalah para wanita terhormat dan kaya raya di Indonesia. Aku yang membuat mereka gila sehingga mau bertelanjang di wilayah nudis dan melakukan pesta orgy bersamaku, karena selama di Eropa ini mereka melepaskan semua atributnya, dan semuanya adalah penggemar fanatikku. Aku dinilai mampu memuaskan hasrat sex mereka dan kreatif dalam mengatur perjalanan keliling Eropa. Meskipun mereka di tanah air orang-orang terhormat dan kaya raya, tetapi pada dasarnya adalah wanita biasa, yang punya nafsu dan memiliki keinginan melakukan sensasi yang rada gila. Itulah makanya mereka terpuaskan berpetualang bersamaku. Meskipun umurku kini sekitar 25 tahun, tetapi ibu-ibu yang berusia antara 35 sampai 42 merasa tenang dibawah naunganku selama perjalanan ini.
Kembali ke Stella, aku melanjutkan therapi dan terus memacu syaraf birahinya melalui tekanan syaraf sensual. Dia makin gelisah dan nafasnya memburu. Aku pura-pura tidak tahu, maka setelah usai memijat aku berbaring disampingnya berpura-pura siap berangkat tidur. Stella tidak memberiku keempatan. Dia langsung menyerang dengan ganas menciumi seluruh tubuhku dan terakhir menghisap kemaluanku. Kuakui foreplay yang dimainkan Stella cukup luar biasa. Rasanya aku tidak perlu membalas serangan, karena dia sudah "tinggi". Yang harus kulakukan adalah bertahan agar jangan keburu "meledak" ejakulasiku.
Aku berusaha berkonsentrasi meredakan rangsangan yang merambat ke seluruh tubuh melalui olah pernafasan. Sementara itu Stella terus menyerang diriku dan dia sudah tidak sabar lagi langsung membenamkan kemaluanku kedalam vaginanya. Dengan gerakan ganas dia seperti mengendarai diriku. Aku tetap berusaha tenang.
Stella mengaku baru sekali ini merasakan orang Asia. Menurut dia penisku keras sekali sehingga sangat mengganjal di dalam vaginanya. Menurut dia penisku adalah yang paling enak yang pernah dia rasakan. Aku tidak perduli apakah itu benar apakah hanya puja-puji biasa, yang penting aku menikmati kuda putih malam ini.
Foreplay yang kumainkan melalui pinjatan refleksi dampaknya agaknya melebihi foreplay biasa. Stella seperti kuda gila mengendaraiku. Dia sudah tidak perduli lingkungan, sehingga dia mengomel sendiri dan merintih-rintih merasakan nikmatnya kemalauannya kena sodok penis Asia.
Rupanya Stella termasuk wanita yang mudah mendapat orgasme. Baru 5 menit dia memacuku sudah berteriak histeris dan jatuh telungkup di pelukanku. "extraordinario," katanya menggambarkan rasa yang luar biasa enaknya. Aku juga merasakan betapa kerasnya kedutan di dalam rongga senggamanya menjepit penisku.
Biasanya vagina yang baru mengalami orgasme, rasanya lebih legit. Aku membalikkan badannya dan kini aku yang memacu kuda putih. Dengan posisi konvensional, aku mulai mencari posisi terbaik untuk merangsang bagian dalam vagina Stella. Pencarianku lebih mudah karena Stella sangat reaktif. Begitu disodok bagian yang enak dia langsung berceloteh " si si si," . Mungkin kalau bahasa Inggris maksudnya yes yes yes.
Aku hajar terus, sementara dia makin berisik dan tiba-tiba dia menarikku dalam dalam sambil berteriak "ah mi dios" yang kira-kira kalau diterjemahkan dalam bahasa Inggris "oh my God". Sebenarnya aku sudah mulai mencapai tahap akan berorgasme. Karena dihentikan jadi hilang nikmatnya. Aku hanya menikmati jepitan vaginanya yang rasanya semakin ketat. Aku berhenti sebentar lalu langsung kuhajar kembali dan Stella merintih-rintih. Aku kosentrasi kepada tujuan ejakulasi. Sekitar 2 menit aku merasa mulai akan meledak ejakulasiku dan genjotan makin kupercepat. Meledaklah lahar putih ke dalam liang vagina Stella. Sedang aku menikmati kontraksi orgasmeku, Stella lalu menarik kembali dalam-dalam pantatku dan dia mengeluh panjang, keluhan nikmat. Aku tidak jelas benar dia merancu apa.
Setelah sekitar 5 menit kami istirahat dengan badan penuh keringat, lalu jalan bersama ke kamar mandi untuk saling membersihkan diri. Stella jalan memelukku . badannya lebih tinggi dariku. Padahal aku 175 cm. Dia mungkin hampir mendekati 180 cm. Menurut dia penisku tidak termasuk big size, tetapi kenapa rasanya nikmat sekali.
Dia bercerita pernah berhubungan dengan penis yang cukup besar, tetapi tidak nikmat. Rasanya malah sakit. Apa sih rahasianya, tanya Stella penasaran. Kuceritakan banyak hal sebenarnya yang mempengaruhi seorang wanita itu merasa nikmat dalam berhubungan. Secara singkat kujelaskan bahwa wanita itu merasa nikmat berhubungan, jika dia sudah cukup bernafsu. Pada titik seorang wanita sudah on lalu pria memasukinya, maka setiap gerakan dirasakan sebagai aliran listrik yang menjalarkan kenikmatan. Faktor lainnya adalah penis yang keras dan kaku, memberi rasa nikmat di dalam vagina wanita. Sebab penis yang keras akan menekan lebih kuat G spot di dalam vagina. "Ibarat lapar, makan apa pun meski lauknya sederhana , pasti rasanya enak. Sebaliknya kalau belum ingin makan, makanan senikmat apapun pasti makannya kurang berselera," kata ku membuat perumpamaan.
Kami tidur bersama dalam satu selimut. Stella masih penasaran dan terus bertanya. Dia tanya kenapa dirinya bisa jadi terangsang seperti itu tadi, padahal dia merasa aku tidak merayunya. Aku katakan saja itu rahasia dari Timur. Dia ngambek dan minta dijelaskan. Akhir aku buka rahasia, bahwa aku tadi menekan simpul-simpul syaraf erotis. "Bayangkan sakit perut yang begitu hebat saja bisa hilang dengan hanya di tekan simpul syarafnya, apalagi syaraf rangsangan, pastinya lebih mudah," kataku.
" Kamu jahat, aku dijahilin, "katanya setengah merajuk.
Kami baru bisa tidur sekitar jam 4. Sementara anggota rombonganku dari tadi sudah mendengkur. Mereka terlalu banyak minum alkohol, sehingga tidurnya seperti orang mati, tidak mendengar ada perang Indo – Spanyol yang berisik .
Sekitar jam 8 pagi aku baru terbangun. Stella masih mendengkur. Dia tidur nyenyak sekali setelah dihantam orgasme berkali-kali. Kudengar di kamar mandi sudah ada suara gemericik. Aku segera menyusul, karena desakan kebelet pipis. Kulihat Tante Dina dan Tante Venny sedang mandi dengan shower. Aku sekalian ikut nimbrung mandi bersama.
Dasar perempuan, meskipun usianya lebih tua, tetapi naluri ingin dimanjakan lelaki tetap aja ada. Mereka minta aku menggosok tubuhnya dengan sabut mandi. Aku diinterview Tante Dina. "Tadi malam Stella kamu makan ya," tanyanya.
"Abis dia yang minta, aku diperkosa," kataku
"Ah dasar lu gak bisa lihat barang yang bening," sambung Tante Venny.
Karena merasa aku dipojokkan, timbul keisenganku. Aku tidak sekedar menggosok tubuh mereka, tetapi aku menekan seperti gerakan urut di titik-titik simpul erotisnya. Aku mau tau, apa mereka bisa menahan hawa nafsunya jika simpul syarat nafsunya aku mainkan.
Kelihatannya manjur juga. Tante Dina mulai menggenggam penisku yang masih loyo. Tante Venny malah memelukku dari belakang. Payudaranya ditekan dan digeser-geserkan ke punggungku. Mereka mulai on. " Tau rasa sekarang, tadi ngeledek gua sih," batinku.
Aku pura-pura tidak perduli dan tetap menggosok tubuh Tante Dina. Meski aku abai, tetapi penisku tidak bisa diajak kompromi. Dia pelan-pelan bangun juga. Sedang kami asyik, Stella masuk ke kamar mandi. Dia terkejut menyaksikan adegan kami bertiga. Tante Venny memberi isyarat agar Stella masuk saja. Mungkin karena kebelet kencing yang amat sangat Stella lalu masuk dan duduk di toilet. Suara desiran kencingnya panjang sekali, menandakan tekanan kencingnya sangat kuat .
Stella aku ajak sekalian mandi. Dia mulanya ragu, tetapi Tante Dina menarik tangannya. Jadilah kami di ruang shower mandi berempat. Air mandi kami jadi melimpah kemana-mana. Stella bergabung dan aku menggosokkan sabut mandi dan sabun ke tubuhnya. Aku juga memainkan urutan erotis sambil menggosok sabut bersabun. Dia mendesah-desah, sementara batang penisku sudah diremas-remas Tante Venny. Ketika posisiku berdiri Tegak Tante Dina malah mengulum penisku yang masih bersimbah sabun.
Mereka berdua sudah terangsang hebat gara-gara kukerjai. Tante Dina lalu berdiri dan menungging sambil menuntun penisku agar memasuki vaginanya. Kuturuti saja yang dia mau, Aku menggenjot Tante Dina sementara Tante Venny memeluk dan menciumiku. Stella yang sudah on hanya bisa menonton. Tante Dina bisa mencapai orgasmenya dalam posisi nungging. Dia lalu duduk dilantai karena katanya dengkulnya lemas. Melihat batangku lepas dari Tante Dina , Tante Venny mengikuti langkah Tante Dina. Dia pun lalu nunging di depanku dan menuntun penisku masuk ke gerbang vaginanya. Aku genjot Tante Venny. Dia juga bisa mencapai orgasmenya dan duduk disamping Tante Dina. Kedua mereka sudah tidak perduli duduk di lantai dan rambutnya basah. Melihat 2 wanita sudah KO, rupanya Stella penasaran, Dia pun lalu nungging di depanku. Namun karena dia lebih tinggi dari aku , maka dia harus menekuk sedikit lututnya. Posisi penisku tidak horizontal memasuki vaginanya tetapi agak 45 derajat.
Stella mulai berisik dengan racauannya berbahasa Spanyol. Entah akibat urutanku tadi atau karena dia menonton pertempuran ku dengan Tante Dina dan Tante Venny. Stella cepat sekali mencapai orgasme. Sementara aku kurang merasakan sensasi menyodok vagina dari belakang. Sebab itu aku agak sulit mencapai orgasme pada posisi itu. Apalagi belum lama habis bertempur dengan Stella.
Aku tidak berambisi berejakulasi. Aku kembali mandi meski penisku mengacung. Kami kembali membersihkan diri dan kemudian saling mengeringkan dengan handuk.
Stella kembali memujiku. " Hebat amat kamu bisa melawan 3 wanita sekaligus tanpa ejakulasi," katanya.
Aku jengah juga dengan pujian itu. Kukatakan saja, " jangan 3, 6 pun bisa kulawan, "kataku.
"Seguro," katanya meyakinkan kebenaran kata-kataku.
Kebanyakan nyodok, perutku jadi lapar. Aku minta semua anggota rombongan agar bersiap untuk breakfast di restoran bawah.
Sudah lewat jam 9 saat baru kami memulai sarapan. Makanan masih banyak terhampar. Aku makan sekenyang-kenyangnya.
Acara di Barcelona, tidak ada yang khusus, kami hanya berkeliling kota dan melihat pantai sebentar. Selepas makan siang, agar ibu-ibu tidak ngantuk aku minta supir singgah di pasar. "Mercado ?" tanya supir kurang yakin bahwa rombongan ini ingin ke pasar. " si mercado senor" kataku.
Ibu-ibu senang sekali rupanya kuajak menelusuri pasar. Kami menonton betapa segar-segarnya sayuran serta buah-huahan. Selagi kami asyik berjalan aku dipepet 3 anak muda. Aku tahu mereka mau mencopetku. Orang di depanku seperti menjatuhkan sesuatu. Aku tahu ini jebakan. Dengan satu gerakan yang cepat dan tidak mereka sadari, ketiga jam tangan mereka sudah berhasil kulepas, juga dompet mereka sudah kukantongi. Dompetku berhasil mereka ambil dan dompet itu adalah dompet kosong.
Mereka kemudian berlalu, kupanggil mereka dan kutanyakan jam berapa sekarang. Mereka kaget bahwa jam tangannya sudah tidak ditempatnya lagi. Ketiga mereka jadi bingung saling bertanya. Lalu kutanya apa melihat dompetku. Mereka berlagak pilon mengatakan bahwa tidak ada melihat dompet. Dengan enteng aku jawab, bahwa aku juga tidak melihat dompet mereka. Serentak mereka memegang kantongnya dan mukanya langsung bingung. Kutanya sekali lagi apa benar mereka tidak melihat dompet ku, lalu salah satu dari mereka dengan agak ragu menyerahkan dompet ku. Kuambil dan kubuka di depan mereka bahwa dompet itu tidak ada isinya. Lalu aku salami mereka, " gracias" kataku berterima kasih.
Aku pura pura berlalu dan mereka masih bengong. Aku kemudian berbalik dan mengatakan " oh ya ada yang lupa," kataku sambil merogoh kantongku dan mengeluarkan 3 dompet dan 3 jam tangan lalu kuberikan kepada mereka. Mereka heran dan salah satu dari mereka langsung meminta maaf. Mereka bertiga menyalami ku. "Maaf kami tidak menyangka ilmu anda lebih tinggi, apa yang anda inginkan dari kami," kata mereka.
Aku lalu menunjuk rombonganku. Kukatakan kami akan berkeliling pasar, tolong dijaga agar rombonganku jangan sampai terganggu. Mereka langsung menyanggupi, "Si senor," kata mereka.
Adegan singkat kami itu rupanya diperhatikan oleh para pedagang di sekeliling. Mereka lalu bertepuk tangan. Ibu-ibu yang jalan agak ke depan berhenti dan berbalik. Tante Dina tanya, "ada apa sih." Ku jelaskan ada pencopet kecopetan
Ketika kujelaskan mereka tersenyum-senyum. Stella dengan muka heran lalu bertanya, " Anda pandai juga mencopet."
Kami aman berkeliling pasar, ketiga orang itu seperti melingkari rombonganku dan menjaga sekali jika ada kelompok pencopet yang mendekat. Aku jadi banyak disalami oleh para pencopet di pasar itu. " Raja copet," kata mereka menyebut diriku.
Iseng saja aku, ketika disalami jam tangan mereka ada yang kuloloskan lalu ku kembalikan lagi. Akhirnya jadi banyak pencopet yang menjagai rombonganku.
Kami dilepas oleh puluhan pencopet ketika meninggalkan pasar. Mereka tidak tahu bahwa ketrampilanku mencopet dipadukan dengan ketrampilan menyirep sekejap. Sehingga mereka tidak sadar sesaat ketika jamnya kuloloskan.
Dari pasar buah dan sayur mayur kami melanjutkan tour ke jalan yang paling terkenal di Barcelona, Las Ramblas. Kawasan ini adalah tempat yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Tempat ini juga terkenal dengan copetnya.
Supir kami mengingatkan agar kami lebih berhati-hati dengan barang kami, karena di Las Ramblas banyak sekali pencopet. Kami tiba di Las Ramblas. Stuasinya ramai sekali. Jalan yang memanjang mungkin sekitar 2 km dipenuhi oleh toko, cafe, hotel-hotel dan kios-kios cendera mata. Aku mengingatkan ibu-ibu rombonganku agar berhati-hati dengan barang bawaan mereka .
Seperti biasa aku mempersilakan ibu-ibu jalan di depan dan aku mengawasinya dari belakang. Mereka aku bebaskan menentukan arah. Sebab jika aku jalan di depan, sering kali ibu-ibu ini berhenti seenaknya, sehingga aku jadi terlalu jauh di depan.
Aku menyisir orang-orang di sekitar rombongan kami. Dari pandangan mereka aku segera bisa menebak mana yang pencopet dan mana yang bukan. Tante Shinta mulai didekati 3 orang cewek. Penampilan mereka seperti ABG, tetapi aku patut menduga mereka adalah kawanan copet. Aku mendekat ke bu Shinta. Benar saja ketika Tante Shinta sedang melihat pajangan souvenir, tas tangannya yang lengah dijaga dibuka oleh salah satu dari ABG. Cepat sekali mereka membuka restleting dan mengambil sesuatu. Handphone rupanya yang dikutil aku pura-pura kesandung dan menabrak ketiga remaja itu. Tanganku dengan sigap menyabet handphone mereka bertiga.
Ketiga remaja itu kaget karena ketabrak badanku. Mereka kemudian berlalu. Beberapa langkah menjauh dari rombongan ku, salah satu remaja yang bertugas menerima operan ribut dengan temannya. Aku hanya mendengar handphone hilang, yang lainnya kemudian juga meraba kantongnya mereka saling berpandang-pandangan. Ketiga mereka kehilangan handphone sekaligus.
Mereka melihat rombongan kami dan matanya lalu bertatapan denganku. Aku pura-pura menanyakan jam berapa sekarang. Salah satu dari mereka kaget, jam tangannya juga hilang.
Aku lalu bertanya. "Apa kalian lihat ada handphone jatuh kata ku." Mereka menggeleng. Mereka kudekati, dengan suara agak pelan ku tanya, mau tukeran HP enggak. Ketiga mereka saling pandang-pandangan . Aku menawarkan satu HP tuker 3 HP sambil kukeluarkan ketiga HP mereka. Mereka kaget dan segera mengeluarkan HP Tante Shinta. Mereka minta maaf langsung ketiganya memeluk dan mencium pipiku. " Maaf ya kami salah sasaran, " kata salah satu yang kelihatannya pimpinan kelompok.
" Ah tidak apa-apa, tapi kalian mesti menebus kesalahan," kataku.
Mereka bertanya menebus dengan cara apa, kalau kami tidak mau bagaimana. Wah bandel juga abg pencopet ini. Aku dengan tenang menjawab, kalian tidak punya ongkos untuk pulang. Aku kembali ke rombonganku dan menegur Tante Shinta. "Tante ini ada telepon,"
Tante Shinta kaget, "lho kok bisa ada dikamu,"
Aku jelaskan bahwa HP itu tadi dicopet sama 3 remaja itu aku menunjuk 3 abg yang sedang kebingungan
Mereka masih sibuk mencari dompetnya masing-masing, ketiga dompet mereka sudah raib. Aku kerjai ketika mereka memeluk dan menciumku tadi. Mereka lalu mendekat, "oke senor, kami harus bagaimana,"
Aku minta mereka mengawal ibu-ibu selama di Las Hambras, kujanjikan ada uang lelah untuk itu. Mereka lalu berseri seri. Salah satu dari mereka dengan gaya centil remaja bertanya, tapi senor tadi mengambil dompet kami ya. Ah mungkin teman kalian yang mencopet. "ah anggak mungkin katanya, kami kenal pencopet di sini semua," kata yang lain.
Aku lalu menunjuk salah satu dari mereka yang membawa ransel. "Coba mungkin di dalam ransel itu," kataku.
Mendengar penejalasanku, si pembawa ransel langsung menyanggah, Ah mana mungkin, jam tanganku aja hilang dompetku juga . Tapi temannya bersikeras untuk memeriksa isi ransel itu. Di situ memang ada 3 dompet mereka berikut jam tangan. Mereka menjerit gembira sehingga menarik perhatian orang disekelilingnya. Pedagang disekitar situ yang mengenali remaja copet itu, bersuit-suit dan bertepuk tangan. "Wah pertunjukan yang luar biasa," kata salah seorang dari pedagang itu. Rupanya adegan kami tadi dilihat terus oleh para pedagang di situ.
Sebentar saja kami jadi pembicaraan di sekitar wilayah itu. Seorang berbadan tinggi besar dan ganteng mendatangiku. Aku sudah siap-siap. Tapi mukanya ramah dan tersenyum. "Senor saya membawahi anak-anak di Las Hambras, kami merasa mendapat kehormatan anda berada di sini, saya jamin selama di wilayah sini rombongan anda tidak akan ada yang berani mengganggu.
Dia memperkenalkan dirinya Juan Pablo. Ketiga abg itu dipanggil dan sepertinya dimarahi. Si Pablo terus mendampingi kami selama di Las Hambras. Situasi Las Hambras memang ramai sekali. Rasanya kalau ke Barcelona tidak mampir di sini pasti rugi.
Ibu-ibu rombonganku sudah gatal saja ingin memborong barang-barang yang dipajang di situ. Cara para pedagang disitu memang pandai. Mereka menyusun pajangannya sangat menawan. Hampir satu jam kami berjalan dan sudah terasa lelah. Pablo menawarkan kami istirahat sebentar, dan dia berjanji akan mentraktir kami untuk ngopi dan makan snack. Tawaran itu kami terima, tetapi kami menolak ditraktir. "ibu-ibu ngomong dalam bahasa Indonesia, buat apa ditraktir pakai duit copetan, nggak usah ah kita juga mampu bayar sendiri."
Pablo hanya angkat bahu dengan gesture pasrah. Tempat yang dipilih Pablo memang enak, warung kopi dengan teras dan tempat duduk yang bisa melihat pemandangan orang lalu lalang. Aku minta bill ke waiter. Aneh ketika waiter kembali dia bukan membawa bill malah membagikan kartupos suasana Las Hambras. " Kata boss anda tidak usah bayar, elogioso," kata waiter.
"Saya sudah bilang anda kan tamu kehormatan di sini, " kata Pablo.
Stella yang sejak kecil di Barcelona terheran-heran melihat sambutan masyarakat Las Hambras kepada kami. Dia berbisik kepadaku, "Anda sangat beruntung dikawal oleh bos mafia di sini. Stella menambahkan semua barang yang dibeli ibu-ibu tadi dikasi harga murah sekali. Saya saja belum tentu bisa dapat harga semurah itu kalau belanja di sini," kata Stella.
Las Ramblas mengingatkan ku Pasar Baru di Jakarta. Bedanya di Pasar baru tempat pedestrian tidak ada pohon dan Las Ramblas banyak pohon dan jalannya lebih panjang dan lebih lebar.
Kami kembali ke hotel setelah kaki pegal dan mata agak berat juga meski sudah ditendang kopi.