Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hasrat, Nafsu dan Permainan

Bimabet
BAB 7​

Mitha saat ini sangat kesal dengan pola tingkah laku Luki yang dengan sengaja melalaikan tugas-tugas yang telah ditetapkan, tapi dia ingat artikel yang pernah di baca yang menyatakan tidak boleh melakukan sesuatu dalam keadaan emosi karena akibatnya akan berdampak buruk.

Beberapa hari telah berlalu, Mitha berusaha mencari jawaban mengenai masalah yang di alaminya. Dia sangat tau bahwa Luki ingin mendapatkan hukuman darinya karena dengan sengaja melalaikan tugasnya dirumah, tapi hukuman seperti apa yang harus diberikan kepada Luki, Mitha ingin hukuman yang diberikan kepada Luki akan membekas di ingatan Luki bahwa dirinya sangat serius, dan membuat Luki tidak akan melakukan kesalahan dengan sengaja.
Ditengah rasa putus asa yang kuat, Mitha mendapatkan notifikasi dari emailnya yang berasal dari seorang Femdom kemudian memeriksa email tersebut

“Hai Mitha, saya telah membaca keluhan yang telah kamu kirimkan kepada saya tapi saya kurang mendapat penjelasan yang lebih detail, untuk itu saya akan memberikan anda waktu untuk bertemu dengan saya secara langsung pada hari Jumat jam 15.00 di café XXX dan ini nomor kontak saya 08xxxxxxxx08, balas pesan ini jika kamu setuju”
Tertanda


Mist Vani

Mulut Mitha terbuka lebar dia tidak percaya bahwa dia akan mendapat bantuan bagaimana cara mengatasi masalah ini. Dengan cepat langsung membalas pesan tersebut bahwa dia setuju, kemudian menyadari bahwa hari jumat adalah esok hari Mitha menjadi tidak sabar, tapi dia berusaha tetap tenang.

Setelah melakukan pemeriksaan pekerjaan dan berkas-berkas yang telah dikirimkan Sherly sampai tengah hari kemudian Mitha bersiap untuk bertemu dengan Mist Vani sebelum perjalanan dia telah membuat beberapa pertanyaan di dalan buku catatannya, Mitha sampai terlebih dahulu kemudian menghubungi Mist Vani bahwa dia telah berada pada lokasi yang telah ditetapkan.

Tidak berapa lama pintu café terbuka terlihat seorang wanita cantik berusia 40 tahun kulitnya yang putih berjalan dengan percaya diri memasuki café kemudian menekan nomor kontak dan melakukan pemanggilan lalu melihat sekeliling siapa yang menjawab panggilannya, mencermati sudut lokasi wanita tersebut melihat seseorang melambaikan tangannya lalu berjalan menuju meja tersebut.

“Nama kamu?”

“oh, maafkan saya, perkenalkan nama saya Mitha, kalau tidak salah anda bernama Mist Vani” ujar Mitha

“itu saya, kamu tidak perlu memanggil saya dengan Mist karena kamu dan saya tidak melakukan suatu perjanjian atau dalam sesi apapun cukup panggil Vani saja tapi jika kamu tidak berkenan panggil saja kak Vani, karena aku belum terlalu tua untuk kamu panggil Bu” jawab Vani sambil tersenyum lembut

“baiklah, salam kenal kak” ujar Mitha

“sama-sama” balas Vani

“Jadi apa permasalahan yang bisa saya bantu untuk mengatasinya?” Tanya Mist Vani

“Saat ini saya merasa bahwa suami saya dengan sengaja melalaikan tugas yang aku berikan kepadanya, seperti menghendaki saya untuk memberikan hukuman tapi permasalahan disini saya sangat bingung bagaimana cara menghukumnya tapi memberikan efek jera kemudian dia meminta kepada saya untuk membawa orang lain kedalam urusan kamar tidur kami” jelas Mitha

“Mh………. Untuk membawa orang lain pada saat ini ketika kamu baru memulai hal ini sebaiknya lakukan dengan perlahan karena kamu merupakan pasangan suami istri, bukan orang yang membayar untuk melakukan permainan, hal ini sangat jauh berbeda dan rentan terhadap segala resiko yang berada di luar kendali, kamu juga harus melihat apakah keinginan itu terjadi karena apa yang dia lihat sewaktu online dan pengaruh terbawa suasana aktifitas kalian sebelumnya, juga orang yang di inginkan adalah laki-laki atau perempuan, apakah itu orang tersebut dominant atau sub seperti dirinya.”

Mist Vani membiarkan penjelasan yang disampaikan kepada Mitha dapat dipahami dengan baik, sambil menyesap minumannya.

“Jika itu masalah hukuman yang akan diberikan saya harus bertanya sesuatu kepada mu terlebih dahulu, …….Apa kamu bersikap mudah atau keras terhadapnya?” Tanya Mist Vani

“Aku terkadang memukulnya tapi itu hanya dengan tangan” jawab Mitha

“Berarti kamu bersikap mudah terhadapnya, hal ini tidak bisa dibiarkan, sebab dia akan menganggap semua ini hanya mudah. Untuk mengatasinya kamu harus mendapatkan perhatian penuh darinya, itu berlaku untuk segala aspek dan lihat sejauh mana dia mampu, kamu harus membuat dia menyebutkan kata aman atau kata peringatan yang dia miliki dan aku sangat yakin sampai saat ini dia tidak pernah menggunakan kata itu.” Ujar Mist Vani.

“Memang dia belum pernah menggunakan kata aman dan peringatan yang dia miliki.” Ujar Mitha

“Satu hal yang penting kamu harus mempunyai kontrol penuh atas dirinya dari segala aspek, dan terutama sekali harus membuat rencana sebelum permainan. Semua tahap harus diperhatikan terutama keselamatan, sedikit bekas luka tidak apa-apa anggap itu sebagai pengingat bahwa kamu yang memegang kendali.” Jelas Mist Vani.

“Sekarang aku lebih memahami bagaimana hal ini berjalan.” Ucap Mitha dengan senyum kepuasan.

“Jika kamu tidak keberatan kamu bisa menceritakan semua aktifitas mu, aku akan melihat dan menilai, kirimkan saja pesan agar kita dapat bertemu dan mencari lebih dalam sejauh mana ini bisa berjalan.”

“Terima kasih atas bantuanya kak.” Ucap Mitha

“Tidak apa-apa, aku senang membantu, apalagi kalian pasangan suami istri.” Ujar Mist Vani.

Selanjutnya Mitha kembali kerumah, melakukan aktifitas seperti biasanya dan membuat rencana tentang apa yang akan dilakukan, memeriksa berkali-kali untuk meyakinkan tidak ada kesalahan yang berakibat fatal.

Seminggu waktu berlalu dengan cepat bagi Mitha tapi terlalu lama bagi Luki karena melakukan aktifitas perkuliahan dengan membosankan tanpa hubungan intim dengan Mitha.
Setelah makan malam bersama Luki bertanya “Apa ada masalah sayang?”

“Tidak ada, kenapa?” ujar Mitha

“Entahlah,…… aku takut kamu merasa bosan, karena sudah lama sekali kita tidak melakukannya.” Jawab Luki.

Mitha hanya diam tidak menjawab pernyataan Luki.

Kemudian Mitha menatap Luki dengan sorot mata yang tajam “Sekarang pergi ke kamar tidur kita, lepaskan semua pakaian mu, masuk kedalam kamar mandi kemudian pasang penutup mata yang terletak di atas rak, lalu tunggu aku disana.”

“Ya Nyonya.” Ujar Luki dan langsung bergegas.

Mitha kemudian pergi kekamar tidur anak mereka, mengambil pakaian dominantnya yang baru. Pakaian tersebut berbahan dari kulit berwarna merah, dibagian payudara berlubang sehihngga menampilkan payudaranya yang telanjang dan menutup bagian perutnya sedangkan untuk bagian vagina dan pantatnya terbuka dengan bebas lalu memasang sepatu yang menutupi kaki sampai lututnya.
Setelah mengamati penampilannya lalu meletakkan tangannya di vagina, merasakan kelembaban disana, Mitha tersenyum pada dirinya sendiri ‘bagaimana bisa aku sangat terangsang hanya dengan memakai pakaian ini’ lalu Mitha berjalan ke kamar tidurnya, membuka lemari dan mengambil beberapa peralatan lalu membawa kekamar mandi diruangan tidur mereka. Melihat Luki menunggunya dengan sabar.

“Mulai malam ini segalanya akan lebih sulit bagimu ingatlah kata-kata amanmu” ujar Mitha.

Tangan Luki mulai gemetar “Ya Nyonya” dengan suara yang hampir tidak terdengar.

“Kamu telah banyak menghabiskan waktu di internet untuk mengunjungi situs BDSM, dari semua itu apakah orang sepertimu memiliki rambut pada pangkal kontolnya?” Tanya Mitha.

“Tidak ada satupun, Nyonya” jawab Luki

“Nah, karena kamu adalah milikku seutuhnya itu akan menjadi suatu kehormatan bagiku, untuk pertama kali aku akan mencukur semuanya.” Ujar Mitha.

“Ya Nyonya” dengan suara berbisik ujar Luki.

Penisnya berdiri keras seperti kayu, batangnya bergerak-gerak mengikuti detak jantungnya, dia sangat terangsang sekali walaupun aku belum menyentuh penisnya.

“Sebaiknya tenangkan dirimu dan santai, kamu tidak inginkan kita menghabiskan malam ini di UGD kan” kata Mitha dengan ucapan menggoda

Luki mengambil nafas dalam-dalam “Tidak Nyonya”

Aku mengambil pisau cukur di dalam lemari kecil yang tergantung di atas rak dan mulai mencukur dengan perlahan, ada erangan kecil yang keluar dari mulutnya, aku tidak tau apa yang membuatnya bersemangat, melanjutkan kebagian testisnya.

“Berbalik, kemudian membungkuk lalu lebarkan pantat mu!” ucap ku

Mulutnya menganga terkejut dengan perintahku tapi dia langsung melakukannya.

“Bukankah ini seharusnya tidak memiliki rambut juga kan?” Tanya Mitha

Luki tergagap “Ya Nyonya.”

Setelah selesai aku memukul pantatnya “Kelihatan bagus dan mulus aku menyukainya.”

Lalu aku menggodanya memainkan jariku di kisaran lubang anusnya dilanjutkan dengan memasukkan satu jari telunjukku kedalam, dia mendesah “ahh…..”

Kemudian aku memintanya berbalik menghadapku terlihat jelas precumnya mengalir kebawah seperti benang, aku tersenyum melihatnya.

Kemudian aku mengambil handuk kimono yang tergantung di pintu kamar mandi dan memakainya aku tidak ingin dia melihatku menggunakan pakaianku di kamar mandi. Selanjutnya aku meminta untuk membuka penutup matanya.

“Apa kamu tau semua ini?” tanyaku

“Ini tas berisi perlengkapan enema Nyonya” jawab Luki dengan nada kekhawatiran.

“Apa kamu pernah menggunakan ini sebelumnya?” tanyaku dengan lembut

“Sama sekali belum pernah Nyonya” jawab Luki

“Kalau begitu ini akan menjadi malam pertama bagi kita berdua dengan pengalaman baru.” Ucap Mitha

Luki memperhatikan bagaimana cara merakit alat tersebut dengan takjub, sebenarnya semiggu ini aku belajar cara merakit dan menggunakan alat ini, aku ingin tampil percaya diri di hadapan Luki, dan aku juga telah menggunakan alat ini selama dua hari.

Selanjutnya aku mengisi pada bagian kantong plastik dengan air hangat dicampur dengan garam non yodium yang berfungsi untuk memurnikan, diteruskan dengan melumasi probe ukuran kecil

“Ambil ini, terus berbalik dan perhatikan cacing.” Ujar Mitha dengan tegas

Luki menarik nafas dalam-dalam untuk mengendalikan ketegangan pada dirinya. Lalu mengikuti perintahku.

“Lebarkan pantat mu cacing” desis Mitha

Luki menarik nafas dalam-dalam lagi. Dia mengeluarkan erangan rendah saat aku memasukan jari ku lagi ke lubang anusnya.

“Mmmm … kamu sangat ketat sebaiknya rileks jangan melawan atau ini akan menjadi malam yang panjang dan menyakitkan” desis Mitha

“Ya Nyonya” ujar Luki dengan suara serak

Kemudian aku melepaskan jariku dari lubang anusnya “Anak baik” ujarku

Aku mengulang ini lebih kurang 5 menit dan aku mulai merasa bahwa dia siap kemudian memasukkan probe kecil tersebut dengan mudah, selanjutnya aku membuka katup pada kantong plastik yang berisi air hangat tadi dan mengalir kedalam perutnya. Luki mengerang dan merintih saat enema pertamanya masuk. Aku tau apa yang kulakukan sangat merendahkan baginya, anggota tubuhnya tegak dengan sempurna dan sangat jelas bagiku bahwa dia menikmati semua ini.

“Apa yang kamu rasakan cacing?”

“Saya merasa kenyang Nyonya dan saya harus ke toilet, tolong Nyonya saya tidak bisa lagi menahannya” Ujar Luki

“Tentu saja, aku tidak ingin kamu membuat kekacauan disini, silahkan lalu bersihkan dirimu” ucap ku sambil tersenyum, lalu mengulangi lagi semua proses tadi selama 30 menit.

Selama proses berlangsung Mitha memperhatikan raut wajah Luki, terlihat jelas ada rasa malu bercampur dengan kepuasan serta elemen ketundukkannya, hal ini memberikan perasaan bangga yang tak terukur bagi Mitha terhadapa suaminya.

“Apa kamu menikmatinya cacing?” ujar Mitha

Wajah Luki merah merona “Ya Nyonya”

“Bagus aku juga menikmatinya, sekarang pakai penutup matamu dan mari kita lanjutkan” ujar Mitha dengan tersenyum.

Aku membuka handuk kimono dan menggantungnya di kamar mandi, kemudian menarik penisnya yang keras seperti kayu membawanya ke kamar tidur kami aku merebahkan tubuhnya dengan posisi terlentang dengan posisi pantat sedikit naik lalu mengikat pergelangan tangan dan kaki empat sisi tiang ranjang, kemudian membuka penutup matanya. Ada keterkejutan di wajahnya melihat pakaian ku.

Aku berhenti sejenak dan mengeluarkan dua buah dildo berukuran 10 cm dan 15 cm lalu meletakkan di meja “Sekarang pilih yang mana akan aku gunakan untuk mengambil pantat perawan mu”

Luki sangat gugup ada ketakutan dimatanya kemudian melihat ke ukuran yang 10 cm, kemudian aku mengambil dildo tersebut dan memasang pada strapon lalu memberi pelumas pada dildo dan lubang anusnya serta memberi bantal pada pantatnya.

Aku kembali ke sisi tempat tidur dan menatap matanya, Luki mengambil nafas dalam-dalam untuk menangkan dirinya, aku mencoba menahan senyum melihat kegugupannya.

"Apakah kamu siap?" bisikku dengan serak.

"Ya, Nyonya," katanya dengan suara nyaris di atas bisikan.

Dia tersentak saat aku perlahan mulai mendorong kepala dildo ke dalam anusnya. Pergelangan tangannya tertarik pada pengekang dalam upaya untuk menarik diri dariku dan berusaha menghindari ada rasa ketidaknyamanan di wajahnya.

Mitha mendorong ke depan lagi tetapi anus Luki berusaha menolak dan menghalangi setiap mili dari dildo yang terus melaju. Pikiran pertama Mitha sebelum melakukan ini mencoba melakukannya dengan kasar tetapi Mitha mengurungi niatnya dengan melakukan perlahan.

Aku menatap matanya. Ada ekspresi panik di wajahnya dan dia hampir mengalami hiperventilasi. Dia sangat takut dan aku tahu membuat pengalaman pertamanya tidak dapat ditoleransi. Kemudian menambahkan pelumas pada dildo.

Aku mencondongkan tubuh ke depan dan menciumnya dengan penuh gairah.

"Tidak apa-apa, Sayang," bisikku di telinganya. "Ini akan membantu mu membuatnya lebih mudah."

Aku kembali menegakkan tubuhku, mengambil kemaluannya di tanganku, dan mulai perlahan mengocoknya. Napasnya yang panik dan sesak dengan cepat berubah menjadi erangan kesenangan. Sementara aku terus mendorong dengan perlahan.

"Ya, Sayang, santai dan biarkan Nyonya memasukimu."

Dia kembali menegang ketika kepala dildo sudah masuk seperempat dan aku bisa merasakan perlawanan.

Aku mencengkeram kemaluannya sedikit lebih erat dan mengocoknya lebih cepat, "Tidak apa-apa, Sayang, santai saja," bisikku sensual.

Dia mengambil napas dalam-dalam dan aku bisa melihat kesenangan terukir di wajahnya.

"Oh, Tuhan………" Luki mengerang.

Aku hanya bisa tersenyum. "Anak baik, santai saja," bujukku menggoda.

“Rasanya enak sekali, Nyonya,” katanya di sela-sela erangan kenikmatan.

Semua ini diluar perkiraanku saat melihatnya di masuki oleh dildo ada kesenangan diwajahnya.

"Ya, Sayang, tarik napas dalam-dalam dan santai saja."

Aku terus mengocoknya dengan mantap. Aku harus memiliki kesabaran dalam upayaku mendorong dengan perlahan.

Aku memperhatikannya saat rasa sakit datang pada anusnya aku berhenti sejenak dan mengocok penisnya dengan lembut.

"Kamu menerimanya dengan sangat baik, Sayang, kita hampir sampai," kataku memberi semangat.

Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa seperti satu jam, buah zakar pada dildo menempel di pantatnya dan dia tertusuk sepenuhnya.

"Kamu berhasil, Sayang! Sudah masuk semuanya, bagaimana rasanya?"

Dia masih menghirup dan menghembuskan napas dalam-dalam, tapi suaraku sepertinya menenangkannya.

"Rasanya sangat nikmat, Nyonya, dan aku merasa sangat kenyang." Ujar Luki

Aku terus perlahan mengocok penisnya, memberi waktu untuk terbiasa dengan memiliki sesuatu yang begitu asing di dalam tubuhnya.

Aku hanya bisa tersenyum karena dia terlihat sangat bahagia.

"Bukankah kamu sudah lama menginginkan semua ini terjadi?"

Dia hanya ragu-ragu selama beberapa detik.

"Oh, iya, Nonya, itu sudah lama ...lama sekali……"

"Bagaimana rasanya mengakui kebenaran? Pasti terasa menyenangkan bukan"

"Oh, ya, Nyonya, memang ... melegakan ..."

Saya harus mengakui bahwa saya sedikit terkejut. Semua yang kami lakukan dalam gaya hidup ini, Setiap langkah yang kami ambil, setiap jembatan yang kami lewati, sepertinya membawa kami lebih dekat dan membuat pernikahan kami lebih kuat.

"Apakah kamu siap, Sayang?"

Mata kami bertemu.

"Ya, Nyonya ... tapi tolong ... pelan-pelan di awal."

Mata kami bertemu dan senyum lebar merekah di wajah kami berdua.

Perlahan aku mulai menggerakkan pinggulku ke belakang dan Luki mengeluarkan erangan yang dalam dan serak. Kepala dildo terus bergerak dengan sangat lembut mulai bergerak maju. Aku melanjutkan gerakan lembut ini dengan mudah selama beberapa menit sampai lubangnya terbuka kemudian merasakan ada sedikit perlawanan dari anusnya.

“Oh … Oh …” erangnya senang.

Aku melihat saat lengannya berjuang melawan pengekangan. Namun, dia tidak terlihat berusaha untuk menjauh dariku.

"Oh, Nyonya," erangnya, "rasanya sangat enak."

Aku tahu dia tidak dalam kondisi bahaya dan cukup jelas bahwa rasa sakit yang dia alami dapat diatasi dengan melihat raut wajahnya.

Saatnya untuk meningkatkannya.

Aku berhenti mengocok penisnya dan meletakkan kedua tangan ku di dadanya, hal ini tentu saja membuatku lebih fokus. Perlahan tapi pasti, aku mulai menambah kecepatan, yang menyebabkan dia mengerang sangat keras. Beberapa detik kemudian, matanya tertutup dan seolah-olah dia telah pergi dan berada di dunia lain kemudian matanya terbuka dan menatapku dengan lembut.

Suara dildo yang bercampur dengan pelumas bergema di seluruh ruangan saat aku menghentak dan menampar tubuh Luki. Aku melihat saat dia mencoba melepaskan diri dari ikatan. Namun ikatan itu terlalu kuat dan mengunci.

"ahhhh, …….ahhh……. ahhh ..."

"Apa kamu menyukai dildo di dalam dirimu?”

Butuh beberapa detik baginya untuk menjawab pertanyaanku. Jelas, mentalnya terguncang dengan ejekanku.

“Oh, Nyonya… aku menyukainya… aku menyukainya…” erangnya di antara helaan napas kenikmatan.

Aku kembali menegakkan tubuhku, melepaskan tanganku dari dadanya, dan melihat ke bawah. Penisnya memiliki warna merah kehitaman yang tampak hampir menyakitkan. Pre-cum mengalir ke pankal batang penisnya, membentuk kolam becek pada saat air hujan menyirami tanah. Aku cukup yakin bahwa rangsangan yang paling minimal akan menyebabkan dia keluar dengan cepat.

Kemudian aku tiba-tiba berhenti dan membiarkan dildo tersebut terbenam di lubang anusnya. Luki mengerang dengan keras tepat saat aku ambruk di atasnya.
Kami berdua membutuhkan waktu sekitar satu atau dua menit untuk mengatur nafas dan menenangkan diri.

"Apa kamu menyukai sampai sejauh ini, Sayang?"

“Ya Nyonya, … ya… ya… aku menyukainya,” katanya sambil masih berusaha mengatur napas.

Aku membiarkan dildo keluar dari pantatnya. Aku memperhatikan kondisi anusnya. Itu terbuka dan tampak bengkak serta kemerahan karena dorongan tanpa henti yang aku lakukan.

Mata kami bertemu. "Apakah kamu siap untuk sedikit lagi, Sayang?"

Penisnya sangat kaku, seperti besi. Pembuluh darahnya membengkak dan membesar yang membuat anggotanya memiliki warna yang hampir kehitaman. Itu tampak seperti akan meledak hanya dengan menyentuhnya.

"Oh, ya, Nyonya, saya siap."

Aku menyejajarkan kepala dildo dan mendorongnya ke lubangnya dengan satu dorongan panjang dan halus. Dia menggumam saat testis plastik dildo menempel di tubuhnya.
Tanpa peringatan, aku mendorong dan menghentak dengan sangat keras. Luki mengerang tidak jelas dan terengah-engah karena seranganku yang tak henti-hentinya. Aku melihat ke bawah dan memperhatikan bahwa semburan kecil pejuh menyembur dari kepala dan kemaluannya bahkan tanpa sentuhan!

Setelah beberapa menit, aku mulai merasakan tenaga ku berkurang dan aku sangat sadar bahwa aku tidak akan mampu mempertahankan kecepatan ku. Saat aku terus mendorong dan menghentak dengan kejam, aku memegang dan meremas dengan keras sekaligus mengocok dengan kuat.

"Oh, crooot ... oh, crot ..."

"Crooot ... crot ..." Luki terkesiap.

Dalam hitungan detik, tembakan pertama sampai ke dahinya. tembakan berikutnya tidak sekuat yang pertama dan mendarat di pipi dan dagunya. semburan terakhir ke perutnya dan cairan yang tersisa ditambahkan ke kolam yang sangat mencolok yang sudah terkumpul di perutnya.

Kami berdua butuh beberapa menit untuk sepenuhnya mengatur napas. Sebelum kami melanjutkan, ada satu tugas lagi yang akan dilakukan Luki. Namun, tidak mungkin baginya untuk melakukannya dalam keadaan tak berdaya. Itu berarti aku harus memberinya sedikit bantuan.

Aku meluncur dari tubuh Luki dan bergerak di antara kedua kakinya. Matanya melebar saat dia melihatku menjilati dan menelan pejuh dari perutnya. Kemudian aku pindah ke tubuhnya dan mulai menjilat peju dari pipi dan dahi serta dagunya. Setelah mengumpulkan sebanyak yang mampu aku dapatkan, mata kami bertemu dan kami berbagi ciuman dan lidah kami saling menggelitik lalu memberikan pejuh didalam mulutku kedalam mulutnya. Begitu bibir terpisah aku berbisik ditelinganya “telan pejuh mu, Sayang”

Sambil menarik nafas Luki menelan pejuhnya sendiri.
 
Kami berdiam diri sejenak menikmati sisa-sisa kenikmatan, kemudian aku mulai berdiri melepaskan semua ikatannya dan meminta untuk membuat jus jeruk. Luki berdiri dan hendak ke kamar mandi “jangan pernah mencoba untuk membersihkannya” ucap Mitha dengan tegas

Dia berhenti dan berbalik keluar membuat jus jeruk untuk ku dan untuknya dan membawa kedalam kamar tidur, aku membiarkan dia menghabiskan minumannya

Aku menyesap jus jerukku sebelum berbicara.

"Aku mengalami sedikit kesulitan untuk memahami sesuatu." Ujar Mitha

Matanya menunduk malu. "Aku akan berusaha membantu semampuku, Nyonya."

"Sebulan yang lalu, apakah saya memberi Anda daftar tugas mingguan?" Tanya Mitha

Matanya tetap tertuju pada lantai. "Ya Nyonya." Jawab Luki.

Sesaat ada keterkejutan diwajahnya, Luki tidak mengira aku menanyai tentang tugas-tugas yang aku berikan padanya.

“Sudah berapa lama kamu melakukan ini?”

Dia berhenti untuk beberapa saat. "Tiga minggu, Nyonya."

Saya menunggu selama satu menit penuh, untuk menciptakan efek dramatis. Saat ini aku memang sangat marah padanya, tetapi pada kesempatan lain aku juga senang dia tidak mencoba menyembunyikan kesalahannya dengan berbohong.

"Menurut mu apa itu cara yang tepat untuk melayani Nyonya mu?"

"Tidak Nyonya"

"Jadi, siapa di antara kita yang tidak memenuhi kesepakatan?"

Aku melihat air mata terbentuk di ujung matanya.

"Aku belum memenuhi kesepakatan kita, Nyonya." Ujar Luki

Aku memberinya tatapan jijik. "Aku sangat kecewa padamu. Mungkin kita harus melupakan ini dan kembali ke pernikahan kita dulu."

Dia dengan cepat melirikku dan mata kami bertemu. Terlihat ekspresi kaget dan ketakutan di wajahnya.

"Jangan, Mitha... maafkan aku... maksudku, Nyonya." Dia melihat ke bawah lagi dengan sangat malu.

"Aku mulai merasa bahwa ini adalah lelucon bagimu. Aku telah setuju untuk mengubah pernikahan kita, mengikuti apa yang kamu inginkan, tapi begini sikapmu?"

Dia terus menundukkan kepalanya dan menolak untuk menatap mataku. Garis-garis air mata mengalir di wajahnya dan jelas hukuman keras ini memiliki efek yang sangat mendalam pada dirinya. Aku berhenti selama satu menit penuh sehingga dia bisa secara mental menginternalisasi terhadap apa yang ku katakan. Dia harus mengetahui dan memahami bahwa aku sangat serius.

"Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan aku tidak peduli, tapi satu hal yang pasti aku tidak pernah berhenti mencintaimu. Namun, aku sangat kecewa dengan sikapmu mengabaikan aturan dan pekerjaan dengan sengaja, kamu tidak menunjukkan keseriusan dalam hal ini."

"Maafkan saya, Nyonya," katanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar seperti bisikan.

"Aku tahu kamu minta maaf, tapi permintaan maaf sederhana saja tidak akan cukup. Harus ada konsekuensi untuk perilaku tidak sopan dan terang-terangan seperti itu."

Aku melihat ke bawah dan tangannya gemetar. Hebatnya, aku juga melihat bahwa dia mengalami ereksi yang sangat mencolok di pangkal pahanya. Sangat jelas bahwa dia menyesali tindakannya, tetapi saya tidak tahu bahwa hukuman aku akan menghasilkan efek fisik seperti itu juga. Ada rasa sakit di dalam hati ku saat berkata-kata kasar terhadapnya.

Aku mengambil beberapa napas dalam-dalam dan diam-diam menghitung sampai sepuluh. Tanpa disadari aku dapat mengatasi emosiku dan mengembalikan ketenaganku. Tiba-tiba, aku teringat kata-kata bijak Mist Vani bergema di otak ku: "Jangan pernah memberikan hukuman ketika Anda marah."

Mata kami bertemu. "Duduklah."

Dia duduk di tepi tempat tidur dan aku menarik kursi dan duduk di depannya.

"Aku ingin kamu mendengarkan apa yang akan aku katakan. Dua bulan lalu, ketika aku menyetujui perubahan dalam pernikahan kita, aku mengatakan kepada mu bahwa hal ini harus berjalan bukan hanya dalam kamar tidur tetapi juga diluar kamar tidur, serta kita harus melakukan dengan kondisi nyata."

"Ya, Nyonya, aku ingat," katanya dengan sungguh-sungguh.

"Hari ini adalah pertama kalinya aku merasa seperti permainan."

Dia menundukkan kepalanya karena malu.

"Lihat aku." Ucap Mitha dengan tegas dengan sorot mata yang tajam

Kami saling bertatapan.

"Aku akan mengajukan pertanyaan yang sangat serius. Apa kamu ingin terus menjalani gaya hidup ini bersama ku?"

"Ya, Nyonya. Melebihi dari apapun di dunia ini." Jawab Luki

"Bagus. Aku senang mendengar jawabanmu." Ujar Mitha.

Aku menghela napas lega. Mendengar jawaban dari Luki.

"Aku sangat tahu bahwa manusia selalu melakukan kesalahan dan tidak ada yang sempurna. Namun, ketika melakukan kesalahan harus ada konsekwensi, dan itu membutuhkan pertanggungjawaban. Apa kamu mengerti?"

"Ya Nyonya." Jawab Luki

"Ambil kotak kayu dari bawah tempat tidur."

Aku melihat saat dia berlutut dan menarik peti kayu yang berisi mainan seks kami keluar dari bawah tempat tidur. Ia kembali duduk di tepi ranjang.

Saya membuka peti dan mengeluarkan tongkat kayu sepanjang 91 cm. Itu memiliki diameter besar pas untuk peganganku. Hebatnya, itu sangat fleksibel dan kuat serta seperti senjata yang mengancam. Pada saat pertemuan kami yang lain Mist Vani memberikan saran tentang alat hukuman yang akan aku gunakan, reaksi pertama ku tentu saja menolak. Namun, Mist Vani membantuku dalam memilih peralatan yang tepat dan berlatih bagaimana cara menggunakannya sehingga meminimalkan resiko cedera.

"Aku sangat yakin kamu pasti tau fungsi dan kegunaan benda ini?"

Mulutnya terbuka karena shock dan matanya tidak pernah lepas menatap tongkat tersebut.

"Yy-ya, Nyonya," dia tergagap, "aku tahu apa itu."

"Apa kamu tau bagaimana orang menggunakannya?"

Matanya selalu menatap pada tongkat yang ada di tanganku saat kami berbicara. Ada ekspresi ketakutan di matanya, hal ini tentu saja membuatku khawatir. Namun sangat berbeda dengan birahinya, ereksi pada penisnya semakin keras, ini adalah hal yang sama pada waktu aku menghancurkan lubang anusnya.

"A-aku pernah melihat di salah satu film yang aku tonton Nyonya."

"Apa kamu tahu mengapa kamu akan dihukum?"

Untuk pertama kalinya sejak saya mengeluarkan tongkat, mata kami bertemu.

"Ya, Nyonya. Itu semua karena aku tidak mematuhi aturan dan tidak menyelesaikan daftar tugas."

"Itu benar. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak akan mentolerir sikap yang tidak patuh dan tidak mengikuti aturan, apa kamu mengerti?" ucapku dengan sedikit keras

"Ya, Nyonya."

Aku mulai melunakkan suaraku. "Karena aku mencintaimu, aku meluangkan waktu yang tepat untuk menghukummu agar kamu bisa menjadi tipe suami yang patuh seperti yang kita inginkan."

Air matanya kembali mengalir dan dia tersenyum. Sangat penting baginya untuk memahamisemua ini, meskipun aku sangat marah dengan perilaku dan sikapnya tetapi secara pribadi aku tidak marah.

"Terima kasih banyak, Mitha... maksudku.. Nyonya."

Aku mengangguk. "Kamu akan menerima lima pukulan dari tongkat ini. Setelah setiap pukulan yang kamu terima, kamu harus menghitung. Apa kamu mengerti?"

Tangannya mulai gemetar lagi, namun walaupun air matanya mengalir tetapi disana ada ketenangan di dan kegembiraan yang beberapa menit sebelumnya tidak ada. aku dapat mengatakan bahwa dia mengalami berbagai emosi secara bersamaan yang bercampur dari rasa gentar hingga kegembiraan.

"Aku mengerti, Nyonya."

"Bagus, sekarang berbaliklah agar aku bisa mengikatmu."

Tanpa berkata-kata, dia berdiri, berbalik, dan meletakkan tangannya di setiap sisi tempat tidur di samping tiang ranjang. Aku mengambil borgol kulit tebal yang terpasang pada ikatan rantai di dasar tempat tidur kami, tepatnya di atas karpet. Aku kemudian menempelkan binding kulit ke masing-masing pergelangan tangannya. Lalu aku berdiri, meraih tongkat, dan mengambil waktu sejenak untuk mengamatinya. Disini dia terlihat sangat rentan, sangat tidak berdaya, sangat bergantung pada belas kasihan. Sekarang aku merasa sangat terangsang vaginaku panas dan lembab, ketika aku bergerak, aku bisa mencium bau diriku sendiri dan aku yakin Luki juga bisa mencium baunya. Aku menyentuh pantatnya dengan ujung tongkat sehingga aku bisa melihat dia bergetar.

"Apa kamu siap?"

Seluruh tubuhnya gemetar mengantisipasi pukulan yang akan datang. "Ya, Nyonya," katanya dengan suara nyaris di atas bisikan.

Tanpa peringatan, aku mengayunkan tongkat dengan keras dan berdampak sempurna pada kedua daging pantatnya dengan suara retak yang memenuhi seluruh ruangan dan bergema di dinding. Luki mendengus dengan keras dan membenamkan kepalanya di selimut tempat tidur kami. Beberapa detik kemudian dia bisa menenangkan diri dan mengangkat kepalanya dari kasur.

"Satu."

Aku melihat ke bawah dan bekas merah tua sudah mulai terbentuk di pantatnya. Melihat efek tongkat dari satu pukulan, pikiran ku langsung dipenuhi keraguan dan tidak terlalu yakin bagaimana dia bisa melewati ini.

Hatiku sedih melihatnya!

Bisakah dia menangani empat serangan lagi? Haruskah aku menggunakan sesuatu yang lain. Haruskah aku membatalkan ini, atau setidaknya meringankan pukulanku? Tidak dia belum mengucapkan kata amannya!


Ini harus dilakukan, dan aku harus melihatnya sampai selesai.

Aku mengangkat tongkat lagi dan memukulnya dengan kekuatan sebanyak pukulan pertama. Sekali lagi suara retak memenuhi kamar tidur kami dan Luki menarik kekang yang terkunci dengan kuat. Dia mengalami hiperventilasi dalam upaya menemukan jalan keluar dari rasa sakitnya.

"Dua."

Pukulan keras.

Serangan ketiga mendarat di bawah dua lainnya dan Luki melompat keras ke arah kepala tempat tidur dalam upaya bawah sadar untuk menghindari serangan gencar. Lagi-lagi borgol kulit dan pengikat rantai menahannya untuk tidak bergerak lebih jauh. Aku bisa mendengar napasnya yang berat, hiperventilasinya, dan lagi-lagi pikiranku dibanjiri keraguan dan ketakutan.

"Tiga."

Suaranya memberi ku fokus dengan menyingkirkan keraguan, pertanyaan, dan pikiran negatif.

Ayo Mitha kamu harus kuat masih ada dua lagi. Kuatkan dirimu.

Retakan.

"Kuning...... kuning..." Luki tergagap saat menggunakan kata peringatannya untuk pertama kalinya.

Serangan keempat telah mendarat hampir tepat di tempat serangan kedua secara tidak sengaja, dan pasti menghasilkan rasa sakit yang tidak bisa dia atasi.

Sial, salah target.

"Apa kamu baik-baik saja?" Tanya Mitha dengan acuh tak acuh

Dia menarik napas dalam-dalam beberapa kali dan mengendalikan dirinya. "Ya Nyonya."

"Kamu punya satu yang tersisa, apa kamu ingin melanjutkan?" Tanya Mitha dengan nada mengejek

Dia berpikir selama beberapa detik sambil diam-diam merenungkan pilihannya.

"Ya, Nyonya, aku ingin tetap dilanjutkan."

Saat ini aku merasakan kebanggaan padanya. Padahal aku sangat keras padanya. aku bahkan berpikir dia akan berhenti. Namun, dia tetap ingin menyelesaikannya. Kemudian aku mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri dan kembali ke karakter.

"Baiklah, cacing. Sudah berapa?"

Dia mengambil napas dalam-dalam. "Empat, Nyonya."

Aku menurunkan tongkat dengan perlahan, membidik dan fokus untuk memastikan pukulan terakhir akan berada di bagian bawah pantatnya dan tidak di dekat empat lainnya. Aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama dua kali.

Memukul.

Luki berteriak dan menarik lagi pengekangannya. Empat bekas merah-hitam-biru yang sangat dalam telah terbentuk di bagian pantatnya yang gemuk. Kepalanya terkubur jauh di dalam selimut dan aku bisa mendengar suara isakan lembut. Butuh satu menit penuh sebelum dia agak tenang. Tanpa peringatan, dia mengangkat kepalanya dari kasur.

"Lima."

Aku sangat bangga padanya. Dia menerima hukumanku dengan sangat baik. Aku dulu merasa tidak terlalu menghormati dan menghargai suamiku tapi melihat keadaannya sekarang dia rela menanggung segalanya untukku. Pada saat ini dia telah merubah semua itu, bagiku dia adalah suami yang sempurna untukku.
 
BAB 9​

Aku melonggarkan borgol dari pergelangan tangannya.

"Tetap diam disana agar aku bisa mengoleskan krim, sayang."

Aku merogoh peti ‘harta karun’ yang terbuka dan mengeluarkan sebotol krim putih tebal yang berfungsi membantu penyembuhan dan memberinya rasa nyaman. Saat mengoleskan krim, aku memeriksa bekas pukulanku pada pantatnya. Meskipun hukumannya berat, aku telah memberikan hukuman ini dengan sempurna, seperti yang telah diinstruksikan Mist Vani kepada ku, yaitu dengan tidak melukai kulit dan tidak ada darah.

Setelah selesai menutupi bekas pukulan dengan krim, aku berdiri di tepi tempat tidur dan melepas semua atribut dan pakaianku sampai telanjang, aku berbaring disamping suamiku dan memeluknya erat-erat. Setelah beberapa detik dia menangis, menangis hampir tak terkendali, dan dengan lembut aku mengusap rambutnya sambil memeganginya. Aku telah membaca bahwa tangisan seperti ini sangat umum terjadi setelah sesi emosional yang intens. Namun,ada juga beberapa air mata di mataku saat aku menghiburnya. Ini adalah pengalaman yang sangat emosional bagi kami berdua, dan elemen hukumannya membuatku terkejut. Setelah beberapa menit dia berteriak dan saya terus memeluknya dengan penuh kasih sayang. Akhirnya, kami melepaskan pelukan lembut kami.

"Apa kamu baik-baik saja dengan semua yang telah kita lakukan?"

Dia mengambil napas dalam-dalam. "Ya, Nyonya," katanya lembut.

Luki berpikir selama beberapa saat. "Aku tidak pernah mengira kamu akan ..." Dia berhenti lagi untuk mengumpulkan pikirannya. "Aku tidak menganggap serius aturanmu, Mitha."

Aku berusaha keras untuk tetap memasang wajah datar itu karena ekspresinya begitu jujur dan rapuh... seperti anak kecil.

"Aku tahu kamu tidak melakukannya dengan serius."

Aku menatap matanya, membiarkannya berpikir mencari kata-kata yang tepat dan aku tidak ingin mengganggunya saat dia merenungkan tindakannya dan melihat reaksiku atas tindakanya.

"Kurasa aku tidak menganggapmu serius sampai pagi ini."

Aku meraih tangannya dan menggenggamnya dengan lembut. "Aku tahu kamu tidak terlalu yakin." Aku berhenti sejenak untuk mencoba menemukan kata yang tepat. "Agar gaya hidup ini lebih bermakna, itu harus nyata bagi kita berdua, dan aku pikir kita telah mengambil langkah besar hari ini untuk menuju tujuan itu."

Dia tersenyum.

"Jika kamu pernah memiliki masalah dalam menyelesaikan tugasmu, kamu harus memberitahuku agar kita bisa mendiskusikannya, oke ... karena mengabaikan tugasmu tidak akan diizinkan." Ucap Mitha

Dia menatap mataku. "Aku mengerti itu sekarang, dan mulai saat ini semua tugasku akan selesai saat kamu menginginkannya."

Kami menikmati beberapa saat keheningan yang nyaman. Terlepas dari peristiwa-peristiwa penuh gejolak yang baru saja kami alami, aku merasa begitu dekat dengannya, sangat mencintainya. aku masih kagum bagaimana gaya hidup ini lebih menyatukan kami. Kami berkomunikasi jauh lebih baik dan pernikahan kami terasa jauh lebih kuat. Dia telah melakukannya dengan baik mengambil hukumannya sehingga dia membutuhkan hadiah. Dengan lembut, aku meraih ke bawah, di antara kedua kakinya dan perlahan mengusap penisnya.

Tindakan ku yang tiba-tiba pada saat dia lengah membuatnya sedikit melompat.

"Apa kamu suka tanganku di penismu, sayang?" Aku merayu dengan menggodanya.

Dia menutup matanya dan mulai mengerang pelan saat aku dengan lembut mengocok penisnya, aku sangat terkejut bahwa dia sangat mudah terangsang tidak butuh waktu lama untuk membuat penisnya kembali ereksi dengan keras. Aku menyadari bahwa akhir-akhir ini percintaan kami berputar di sekitar dia selalu memberikan ku orgasme, tetapi pada saat ini aku benar-benar sangat ingin memberikan kesenangan baginya.

Aku bisa mendengar napasnya memburu saat aku dengan penuh kasih mengocok penisnya ke atas dan ke bawah. Erangannya yang rendah dan serak membuat ku mengetahui bahwa dia menyukai tanganku berada di penisnya.

"Katakan pada Nyonya apa yang kamu inginkan, sayang," kataku serak.

"Tolong... tolong taruh mulutmu pada penisku," pintanya.

“Tidak semudah itu sayang, jika kamu memberikan aku orgasme dengan mulut dan lidah mu sebanyak 2 kali kamu akan mendapatkan hadiah” ucapku sambil menantangnya

“Berikan aku memek mu aku mampu membuatmu orgasme 2 kali dengan mulut dan lidahku.” Ucapnya dengan yakin menjawab tantanganku.

Aku mengambil posisi diatas kemudian menduduki wajahnya dimana memekku berada tepat di atas mulutnya dia mulai menciumi menghisap dan menjilati semua bagian memekku tanpa melewatinya, aku yang telah terangsang sejak pertama kali berusaha kuat menahan orgasme ku

“Ahhhhhh……… ahhhhh…….” Desah ku

Aku menggoyangkan memekku, lidahnya menyapu labia ku menghisap dan mencium klitorisku aku sudah tidak kuat menahan orgasme

“Ahhhhhh……… ahhhhh…….” Aku mengerang orgasme ku datang dengan cepat dan kuat

Tubuhku bergetar tapi Luki tidak berhenti dia terus melakukannya lagi kali ini lebih agresif seakan-akan dia tidak memperdulikan kondisi ku dan dirinya
Aku terus mendesah menerima kesenangan dan kenikmatan yang diberikan Luki gairah ku meningkat dengan cepat lebih kurang 10 menit aku telah menghajar memekku pada wajahnya dan sesekali membawanya untuk menjilati lubang anusku merasakan lidahnya menusuk dan berputar-putar aku mencapai orgasme ku yang kedua.

“Ahhhhhh……… ahhhhh…….”

“Ahhhhhh……… ahhhhh…….”

“Ahhhhhh……… ahhhhh…….” Semprotan cairan kewanitaanku benar-benar membuat wajah suamiku berkilat tubuhku bergetar dengan hebat kemudian aku ambruk disamping tubuhnya.

Luki menatapku dengan tersenyum

Aku mengambil nafas dalam-dalam menenangkan diriku kemudian aku bergerak melepas borgol kulit ditangan dan kakinya memberikannya kebebasan.

Luki membuka kakinya dan aku berlutut. Penisnya tampak tegak hampir menyakitkan dan sejumlah besar precumnya sudah menetes dari lubang kencingnya. Aku menggunakan kuku untuk menggaruk kedua paha bagian dalam dengan lembut, yang menyebabkan dia mengeluarkan erangan.

Aku mulai mengambil penisnya dan mulai dengan lembut memberikan kocokan ke atas dan ke bawah. Matanya melirikku dan dia mulai memompa pinggulnya ke atas dan ke bawah, mengangkatnya dari kasur.

"Apa kamu ingin mulut dan lidahku menyentuhmu, sayang?" ujarku menggodanya

"Oh, ya, Mitha... oh, ya, tolong, ya..."

Perlahan-lahan aku menurunkan mulutku padanya, memutar-mutar lidahku menggoda di atas kepala penisnya. Aku bisa mendengar erangan dan nafasnya terengah-engah di atasku. Jelas sekali dia menyukai dengan apa yang ku lakukan.

Aku mengendurkan tenggorokanku dan membawanya lebih dalam ke mulutku, dan setelah beberapa menit air liur menetes ke kemaluannya dan terkumpul di kolam kecil pada testisnya.

Dia dengan penuh kasih mengacak-acak rambutku saat aku terus memanjakannya. Setelah beberapa menit, napasnya mulai berubah dan aku tahu dia semakin dekat. Sebenarnya aku tergoda untuk membiarkan dia menumpahkan semua pejuh didalam mulutku dan mengalir ke tenggorokanku, tetapi sebaliknya memutuskan untuk tidak melakukannya. Aku membuka mulutku dan melepaskan penisnya keluar dari mulutku.

"Aku ingin merasakanmu di dalam diriku, sayang."

Senyum lebar merekah di wajahnya. "Aku menginginkan itu lebih dari apapun, Mitha."

Kemudian aku bangkit bergerak ke tepi tempat tidur mengambil pelumas, menuangkannya diatas kepala penisnya lalu aku mengambil posisi menempatkannya di lubang anusku.

“Bagaimana dengan lubang anusku yang perawan apa kamu menginginkannya. Sayang?” ujar Mitha

Luki tergagap “K-k-kumohon tolong berikan anus perawan mu Mitha`…….. m-maksudku Nyonya.”

“ah…. Kamu memang pintar bagaimana cara meminta dengan baik” ujar Mitha dengan desahan dan detak jantungnya berdegup dengan cepat.

Mitha menurunkan pantatnya sementara tangan Luki melebarkan buah pantatnya, kepala penis Luki mulai menyelinap kedalam lubang pembuangan Mitha dengan perlahan, setelah Mitha merasakan bagian kepala penis Luki masuk Mitha mendiamkan sejenak lalu kembali menurunkan pantatnya kebawah dengan perlahan. Mata Luki terbuka dengan lebar merasakan penisnya di pijat di lubang anus Mitha bukan saja terasa seperti di pijat bahkan penisnya dicengkeram dengan kuat, sensasi ini meningkatkan gairah mereka berdua. Mitha terus menurunkan pantatnya melahap habis keseluruhan batang penis Luki dan mendiamkan sejenak untuk menarik nafas dalam-dalam dan mulai menarik keatas dan kebawah dengan perlahan dan mulai menambah kecepatan rasa sakit diawal penetrasi sudah hilang diganti rasa nikmat yang kuat.

Sementara Luki menggosok klitoris Mitha dengan jempol tangannya Mitha mulai mendesah dengan keras, lebih kurang sepuluh menit Mitha kembali meraih orgasme

“Oh…..oh…… aku keluar….. oh…….”

Mitha ambruk di atas tubuh Luki nafasnya memburu kemudian menatap mata Luki, penis Luki masih keras seperti batu, setelah tenang sejenak Mitha kembali bangkit dan memasukkan lagi penis Luki di lubang vaginanya dengan satu dorongan kuat tubuh Mitha kembali meluncur kebawah dengan cepat energy Mitha sudah terkuras lalu berhenti sejenak dan mulai menggoyang pantat dengan perlahan.

Mitha mendengarnya mengerang saat dia mendorong pinggulnya ke atas dan menyelipkan dirinya ke dalam tubuhku. Kami melingkarkan tangan satu sama lain dan bergerak perlahan, penuh semangat, hasrat, nafsu dan gairah saat tubuh kami melebur bersama. Saat tubuhku bergerak di atasnya, aku tahu bahwa beberapa erangannya adalah hasil dari gairah birahi dan kenikmatan kami. Namun, aku juga menyadari bahwa beberapa erangannya yang lain akibat dari pukulan yang kuberikan pada pantatnya sebelumnya. Berat badan pada diriku yang berada di atas dan goyangan pinggul ku yang berputar menyebabkan rasa sakit yang cukup besar di pantatnya yang baru dipukul.

Melihat kondisinya yang bercampur antara rasa sakit dan nikmat hal ini menyebabkan aku menyadari ada rasa kekuatan mengalir melalui pembuluh darahku. Rasa sakit fisik yang dia alami, bahkan saat kami bercinta, itu akan menjadi pengingat ketidak patuhannya dan aku yakin pada kemampuan ku untuk memaksakan kehendak ku padanya bagaimana membimbing pernikahan kami ke arah yang ku inginkan.

Kami bergerak dalam harmoni yang sempurna, sebagai satu kesatuan. Aku suka merasakannya di dalam diriku, menungganginya, meremas kemaluannya dengan otot-otot di vaginaku. Saya perlu merasakan hubungan itu dengannya dan kami perlu memperkuat ikatan antara istri dan suami dan antara Domme dan sub.

Aku mendapatkan orgasme ku yang kedua dengan penisnya di vaginaku

“Oh…….oh…….

“Oh…….oh…….

“Oh…….oh……. desahan Luki dan Mitha secara bersamaan

Pejuhnya menembak kedalam rahimku aku merasakan kehangatan didalam sementara Luki merasakan Penisnya dibanjiri cairan orgasme istrinya. Dan untuk pertama kalinya sejak kami mendefinisikan ulang pernikahan kami, aku tidak membuatnya membersihkan spermanya dari dalam diriku.

Tubuh kami lelah, nafas memburu, mecoba mencari ketenangan di sisa-sisa kenikmatan kami dengan saling berdiam diri. Aku merebahkan tubuhku kesamping tubuhnya dan kembali menatapnya ada senyuman kepuasan diwajah suamiku.

Setelah beberapa menit aku berdiri kemudian berjalan ke samping tempat tidur suamiku, lalu mencium dahinya sambil berbisik “Apa kamu mau mandi bersamaku?” mulutnya terbuka bereaksi mendengar ajakanku dengan sisa tenaga yang dimilikinya dia bangkit dari tempat tidur kemudian Mitha mengenggam jemari suaminya berjalan menuju kamar mandi, kami dengan santai mandi bersama dan menyabuni tubuh satu sama lain. Rasanya begitu intim, sangat romantis... seketika terlintas bayangan waktu mandi bersama pada saat bulan madu. Aku hanya tersenyum mengingat kenangan itu.

Kami mengeringkan satu sama lain kemudian aku memeriksa bekas di pantatnya dan menerapkan lapisan krim lagi. Aku sangat senang melihat tanda merah tua sudah mulai kehilangan rona merah pekatnya saat kulitnya mulai sembuh. Setelah saya selesai merawatnya, kami berbaring di tempat tidur saling berpelukan setelah sebelumnya merapikan kondisi ranjang kami yang berantakan. Aku memperhatikan wajahnya seakan ingin menyampaikan suatu hal padaku.

“Sayang, apa ada sesuatu yang ingin dikatakan?” ucapku dengan lembut dan memcium bibirnya.

"Aku bersumpah padamu, Mitha, aku sedang menjalani mimpiku, terima kasih telah bersedia melakukan ini bersamaku." Ujar Luki dengan suara serak

Air mata terbentuk di kelopak matanya. Ya Tuhan, dia menjadi sangat emosional!

"Kita masih belajar untuk saling percaya dalam hal gaya hidup ini, bukan?" Tanya Mitha

"Kurasa memang begitu, dan kita sedang menjalaninya" jawab Luki mengakui.
 
Terima Kasih Om, Tante, Kakak, Adek, dan para Suhu yang telah meluangkan waktu uuntuk membaca cerita ini
Maaf Update agak Lama :semangat::semangat::beer::beer:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd