Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA High Hopes (Part IV.2 Updated)

Status
Please reply by conversation.
Part II: Invitation

Aku terbangun membuka kedua mataku. Ah, sudah pagi. Aku bangkit dari posisi tidurku dan mengambil posisi duduk. Kulihat jam, menunjukkan jam 6 pagi. Hari ini hari Jumat dan tidak ada jadwal kuliah. Ah, tapi kan ada tugas yang harus dikumpul. Aku segera memeriksa smartphone mililikku apakah ada kabar Jason tentang tugas kuliah kami. Mungkin dia juga ingin mengumpulkan tugasnya sendiri jadi aku tidak usah keluar rumah hari ini.

Benar saja, ada pesan masuk dari Jason. Kulihat dia mengirim pesan itu pukul 2 pagi. Sepertinya dia begadang untuk menyelesaikan tugasnya.

“Woi

Udah beres nih

Ini lu yg ngumpulin sendiri yah

Gw kirim ke email lu ntar lu print

Jangan lupa batesnya sampe jam 12

Gw mau istirahat dan nanti ada urusan”

Begitulah isi chat darinya. Ternyata aku tinggal bertugas untuk mengumpulkan. Yasudahlah, lagipula masih banyak waktu untuk bersiap-siap. Aku pun hanya mengiyakan perintah Jason.

Aku beranjak keluar dari kamarku untuk mencari segelas susu di dapur. Kuambil sekarton susu dari kulkas lalu menuangkannya ke secangkir gelas. Kulihat di ruang tamu ada pembantu rumah tanggaku, sedang menyapu. Seperti yang pernah aku bilang, aku tinggal sendiri, namun ada pembantu yang setiap pagi datang untuk bersih-bersih rumah lalu pulang lagi saat kerjaannya sudah beres. Hari Sabtu dan Minggu pun ia libur.

Setelah kuhabiskan gelasku, akupun mandi, dan mencetak tugasku. Kemudian aku bersantai sebentar di halaman belakang rumah, tepatnya di dekat kolam ikan koi milik ayahku. Entah sejak kapan aku mulai sering ke berdiam disini. Awalnya aku hanya kesini sekedar memberi makan ikan namun semakin lama aku semakin sering kesini untuk menghabiskan waktu sambil memperhatikan ikan-ikan yang berenang dan mendengarkan gemercik air mancur yang menenangkan. Seolah membuatku melupakan tentang kesendirian yang belakangan ini aku rasakan.

Tanpa sadar sekarang sudah hampir pukul 10, pembantuku pamit untuk pulang karena kerjaannya telah selesai. Mengingat deadline tugas sampai jam 12, aku bergegas ke garasi dan menyalakan mobilku untuk berangkat ke kampus.



Done.

Tugas sudah kukumpulkan dan sekarang aku berpikir apa yang akan kulakukan selanjutnya. Tentu saja aku bingung apa yang harus kulakukan selain pulang dan menghabiskan sisa akhir pekan ini sendirian di rumah. Aku bisa saja jalan-jalan kemanapun tapi kalau sendiri buat apa. Mengajak Jason pun percuma karena dia pasti sudah ada rencana sendiri dengan pacarnya.

Seketika aku ingat dengan Shania, sejak kemarin malam hingga sekarang dia belum menghubungiku. Ditengah lamunanku dalam perjalanan menuju parkiran, aku melihat sesosok perempuan yang sepertinya tidak asing bagiku. Aku coba mendekat kemudian berdiri di sebelahnya. Ternyata benar, ini kan Gracia. Sedang apa dia kesini lagi? Sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku karena dia sedang sibuk dengan layar handphone-nya.

“Um, hei! Gracia kan?”

Gracia menolehkan kepalanya dan bereaksi agak terkejut saat melihatku. “Loh, Kak Yuda? Kakak ngapain disini?”

“Uhhh... kan ini kampus gua wajar dong kalo gua disini. Harusnya tuh gua yang nanya lu ngapain kesini lagi?”

“Eh, iya yah. Ini kak, aku kesini ngambil nih berkas-berkas soal seminar kemaren. Harus ada yang diurusin lagi” ucapnya sambil menunjukkan tumpukan kertas yang ia gendong ditangan kirinya.

“Oh, I see. Lu sendirian?”

“Hu’um. Sendiri aja nih. Kenapa kak? Nyari Kak Shania yah?” tanyanya seperti mengejekku.

“Hah? Kok jadi Shania sih? Ga kok. Sekarang lu mau kemana emang?”

“Hahahaha. Ini aku mau ke rumah Kak Shania”

“Ada yang nganterin?”

Gracia hanya menggelengkan kepala.

“Gua anterin aja gimana?”

Gracia mengangguk sambil tersenyum kemudian ia mengecek handphone-nya dan sepertinya membatalkan pesanan taksi online yang dia dapat.

“Yaudah, yuk. Mobil gua ke arah sini,” kataku sambil mengajaknya

“Ah oke, kak”

“Itu sini biar gua aja yang bawain,” tawarku padanya untuk membawakan berkas-berkas yang ia bawa. Dari kemarin ribet juga ngeliat dia selalu bawa barang banyak.

“Nih, kak. Makasih yah”

...

Sesampainya di mobilku, aku menaruh barang-barang Gracia di kursi belakang sementara Gracia masuk dan duduk di depan.

“Ke rumah Shania?” tanyaku sembari duduk di kursi pengemudi dan menyalakan mesin mobil.

“Iya. Eh bentar, aku belom nanya. Kakak emang gaada kegiatan lain? Aku ngerepotin ga sih ini?”

Actually, I’ve got nothing else to do. So, tenang aja. Lagian udah duduk di mobil gini masa baru nanya kaya gitu sih.”

“Hehehe. Maaf kak, aku lupa kita baru kenal. Abis berasa udah kenal lama aja gitu jadi aku mah iya-iya aja,” katanya sambil tersenyum.

“Lah gapapa kok. Gua malahan seneng jadi ada temen buat pulang,” kataku yang dibalas Gracia dengan anggukan.

Akupun mengendarai mobilku keluar kampus. Ah, shit. Baru inget ini jam istirahat makan siang jadi jalanan macet tak terelakkan. Yaudahlah, setidaknya, aku jadi punya waktu lebih buat ngobrol sama Gracia.

“Macet, kak,” ucap Gracia sambil melihat kondisi jalan di depan.

“Uh-huh. Umm, Gracia,” kataku sambil menoleh ke arahnya.

“Ya, kak?” balas Gracia sambil membalas tatapanku.

Aku hanya terdiam dan malah memperhatikan dirinya. Rambut panjang, kulit putih, dan senyuman manis dengan bibir yang, hmm…

“Lu cantik juga yah,” ucapku dalam hati.

“Kakak ganteng juga yah,” ucap Gracia dengan sangat jelas.

“Hah? Eh?” aku agak terkejut dengan pernyataannya barusan, apalagi dengan nada bicaranya yang begitu polos. Aku tersenyum dan tertawa sedikit, “hahaha… bisa aja kalo ngomong.”

“Kok malah ketawa sih? Beneran kok, kakak kalo aku perhatiin ini ganteng tau. Ganteng aja deh, ga ganteng banget. Biar ga kegeeran.”

“Iya deh iya. Makasih yah. Lu juga cantik kok,” kataku membalas pujiannya.

“Cantik aja apa cantik banget?”

“Cantik banget deh,” balasku.

“Cantikan mana sama kak Shania?” tanya Gracia sambil menyipit-nyipitkan matanya seolah meminta jawaban jujur dariku.

Woah, that’s a difficult one. Kalian berdua sama-sama cantik, tapi kebetulan lu yang lagi disini jadi lu yang lebih cantik.”

“Hm… nyari aman gitu sih jawabnya,” balas Gracia dengan memasang muka yang pura-pura kecewa.

“Hahaha… ya abisnya, lu daritadi bawa-bawa Shania mulu. Kenapasih emangnya?”

“Ya gimana yah? Kakak jomblo kan?” entah Gracia dapat kesimpulan darimana kalau aku tidak punya pacar.

Yes, I’m single. Why?

“Nah. Kak Shania juga lagi gapunya pacar tuh. Mau ga aku jodohin? Jarang-jarang abisnya ada cowok yang tahan sama marah-marahnya dia kaya kakak kemarin.”

“Hm?” lagi-lagi aku dibuat terkejut dengan apa yang dikatakan perempuan ini. Tapi untuk masalah jodoh-jodohin aku ga tertarik. Jadi aku tidak akan menjawab penawaran Gracia dan hanya akan balik menggodanya, “tergantung sih itu. Lu sendiri punya pacar ga?”

“Hm?” Gracia sedikit memiringkan kepalanya kebingungan namun kemudian tersenyum, “tergantung sih itu.”

“Tergantung gimana?”

“Tergantung kalau kakak mau sama aku, aku jadinya gapunya pacar aja deh,” ucap Gracia sambil nyengir dan menaik-naikkan alis kanannya. Ekspresi mukanya sangat lucu.

“Hah? Apaan sih?” kataku yang bingung.

“Apaan sih?” Gracia hanya mengulang perkataanku seolah-olah mengejek.

Kamipun akhirnya tertawa terheran-heran dengan percakapan yang daritadi kami lakukan. Ditengah asiknya tertawa, Gracia tiba-tiba terdiam.

“Tapi, aku emang lagi gapunya orang yang aku sayang kok,” ucap Gracia secara pelan namun terdengar jelas di telingaku. Dia menundukkan kepalanya sebentar lalu menolehkannya ke jendela di sebelah kirinya.

Belum sempat aku bertanya ada apa dengan dirinya, terdengar suara nada dering ponsel yang nyaring. Itu dari handphone Gracia. Ada yang menelepon. Dia pun mengangkatnya dan aku hanya kembali fokus menyetir di jalanan yang masih cukup macet ini.

“Halo, kak Nju… Iya, lagi di jalan nih… Hah? Serius? Yaaahhh… Terus gimana dong? Oh… Yaudah deh… Iya, gapapa… dadah.”

Gracia mematikan teleponnya dan menilai dari ekspresi mukanya, dia baru saja mendengar kabar yang tidak menyenangkan.

“Siapa?” tanyaku.

“Kak Shania,” jawabnya sambil memasang muka cemberut.

“Oh, lu tadi manggil dia apa? Nju?” tanyaku lagi.

“Iya, kan dia juga kadang dipanggilnya Shanju, kadang dipendekin lagi jadi Nju. Aku juga biasanya juga dipanggil Gre sih, kak,” jelasnya.

“Oh gitu. Terus kenapa Shania nelpon lu?”

“Heuh… jadi katanya dia mau pergi ada urusan jadinya aku gausah dateng ke rumahnya, gitu.”

“Oh, yaudah kalo gitu lu gua anter pulang aja yah?”

“Eh, jangan. Aku males kalau harus ngurusin berkas-berkasnya di rumah. Bawaannya suntuk nanti.”

“Umm… jadinya kamu mau kemana?” tanyaku.

“Di rumah kakak ada siapa aja?” Gracia balik bertanya.

“Oh, gua di rumah sendiri sih. Orang tua lagi ga disini. Kenapa emang?”

“Nah, yaudah. Kita ke rumah kakak aja yah.”

“Hah? Ngapain?”

Please, ayolah kak. Aku ga ngerepotin kok. Cuman numpang beresin itu bentar aja,” ucapnya memohon sambil menunjuk barang-barangnya yang ada di jok belakang.

Aku menengok ke arahnya, Gracia memasang ekspresi muka memelas penuh harap untuk aku menerima permintaannya. Yah, kalo udah begini aku mana tega untuk menolak. Aku menarik nafas panjang.

“Yaudah, ok. Let’s go,” kataku mengiyakan permintaannya.

“Yeyyy… Makasih, kak!” balas Gracia bahagia sambil menepuk-nepuk kecil tangannya. Aku hanya membalas dengan anggukan dan senyuman.



Akhirnya kamipun sampai di rumahku. Aku memakirkan mobilku di garasi luar lalu kami turun dari mobil. Aku mengambil kunci rumah dari saku celanaku lalu membukakan pintu.

Welcome, to my little house. This way, please,” aku mempersilahkan Gracia untuk masuk.

Dia masuk sambil melihat kanan kiri seperti menyusuri setiap sudut rumahku, kemudian dia berbalik badan kepadaku dan berkata, “little? Kak, this place is huge!

Aku hanya tertawa kecil dan menyuruhnya untuk duduk di sofa yang berada di ruang tamu.

“Ok. Lu tunggu disini dulu yah, Gre. Gua mau masukin mobil ke garasi dalem terus sekalian barang-barang lu gue turunin. Jangan kemana-mana.”

Akupun meninggalkan Gracia sendirian. Lalu, setelah selesai memasukan mobil aku membawa tas dan berkas milik Gracia kedalam. Namun saat aku kembali ke ruang tamu,

“Gracia, ini gua taro sini yah. Loh? Gre? Kemana lagi dia, dibilang disuruh tunggu juga.”

Aku mencarinya ke kamar mandi, ruang tengah, dapur sampai ke halaman belakang namun tidak ada juga. Aku panggil namanya juga dia tidak menjawab. Ah iya, ruang baca. Aku langsung pergi ke ruang tengah dan menuju pintu yang berada di dekat tangga ke lantai dua yang ternyata sudah terbuka sedikit. Aku masuk dan ternyata benar Gracia ada di dalam.

“Halo, kak. Hehe,” sambutnya sambil dadah ke arahku.

“Lu tuh yah, dibilangin suruh tunggu juga malah pergi. Dipanggilin diem aja lagi. Kalo mau main petak umpet bilang-bilang.”

“Yeee… diisengin dikit aja juga. Eh ini foto keluarga kakak yah?” Gracia menunjuk ke arah dinding yang terhiasi dengan beberapa foto-foto anggota keluargaku.

Ruangan dimana kami berada sekarang adalah ruangan membaca yang biasanya dipakai oleh mamaku. Aku jarang masuk kesini karena mamaku menyuruh ruangan ini harus selalu bersih. Disini terdapat banyak koleksi buku-bukunya. Selain buku juga terdapat sebuah meja yang dikelilingi kursi, sebuah sofa untuk satu orang yang biasa mamaku pakai sebagai tempat duduk untuk membaca, lemari tempat menyimpan berbagai pernak-pernik dan oleh-oleh dari berbagai macam tempat yang pernah keluarga kami kunjungi dan juga yang pasti terdapat foto-foto keluarga kami.

“Ah iya. Ini… haha… itu papa sama mama gua. Itu kakak gua, Daniel, yang lagi kuliah di Australia. And the one over there is me, Yuda,” jelasku kepada Gracia mengenai foto keluarga yang diambil sekitar 2 tahun yang lalu. Sesaat sebelum papa harus sibuk dengan urusan bisnis di luar pulau dan mama dengan setia menemani papa pergi.

Ah, I miss you Mom. I miss you Dad. And I guess, I miss you too Brother.

“Oh, kak Yuda punya kakak toh. Mirip yah mukanya. Disini dia foto sama siapa?” tunjuk Gracia ke foto kakakku yang lain bersama seorang wanita.

“Itu foto dia sama tunangannya. Nikahnya nunggu lulus kuliah di Australia katanya sih,” jawabku.

“Hmmm… kalo yang ini siapa?” Gracia menunjuk foto seorang anak kecil yang berada di pantai hanya mengenakan celana pendek.

“Errr… itu gua dulu waktu lagi liburan di Bali.”

“Astaga hahaha kakak dulu item banget yaampun, kok sekarang bisa berubah banget sih” wajah Gracia senang sekali saat mengejekku. Ga sopan banget nih orang ngetawain tuan rumah. Untung cakep.

“Udah-udah, keluar, yuk. Lu jadi ga tuh ngerjain kerjaan lu. Apa mau kerjain di ruangan ini aja?”

“Wah ide bagus. Aku kerjain disini aja yah.”

“Yaudah, eh, tapi lu udah makan belum?”

“Udah sih tadi sebelum ketemu kakak.”

“Oh kalo gitu gua buatin minum aja yah.”

“Ok.”



Aku membawakan segelas jus apel dan menaruhnya di meja tempat Gracia duduk. Dia sudah mulai sibuk dengan kerjaannya.

“Ini, Gre. Jangan sampe tumpah yah.”

“Wah, makasih kak. Iya gabakalan tumpah kok emang aku anak kecil apa?”

“Ngingetin aja. Oh iya gua mau makan, tapi disini kan gaboleh makan sama mama gua jadi kalo ada apa-apa gua makan di ruang tengah yah sambil nonton TV.”

“Yah, kak. Disini aja kenapa temenin aku. Lagian mama kakak kan lagi gaada.”

“Mau dia ada atau gaada yah. Dia bakalan tau kalo gua makan disini. Insting dia kuat. Udah ah gausah manja. Lagian kalo gua nemenin lu yang ada gangguin doang.”

“Yaudah deh, dadah kakak,” ucap Gracia sambil cemberut sedih tapi malah membuatnya terlihat lucu.

“Kaya mau kemana aja deh pake dadah segala. Yaudah, semangat ngerjainnya,” kataku sambil pergi ke luar ruangan.



Selesai memasak nasi goreng ayam untuk diriku sendiri, aku pergi ke ruang tengah untuk menyantapnya sambil duduk di sofa dan menonton TV. Baru mau menyendok makananku tiba-tiba Gracia keluar dari ruang baca sambil membawa jus apel yang sekarang tinggal setengah gelas. Dia menghampiriku lalu duduk di sebelah kiriku.

“Kenapa? Lu udah beres? Cepet amat,” tanyaku heran.

“Engga, belum. Cuman aku tiba-tiba laper.”

“Loh tadi katanya udah makan.”

“Ya, gatau tapi pas nyium aroma makanan aku jadi laper.”

“Hadeh. Yaudah bentar,” kataku sambil ingin berdiri

“Ih mau kemana?” tanya Gracia sambil menahanku berdiri.

“Mau ngambil sendok lagi lah. Bagi dua aja. Gua males masak lagi.”

“Gausah ambil sendok. Suapin aku aja. Aaakkk…” ucap Gracia sambil membuka mulutnya.

Really?

“Ihhh… suapin aja kenapasih,” Gracia mengambil tangan kananku yang memegang sendok lalu mengarahkannya untuk menyendok sesuap nasi kemudian dia secara paksa menuntun tanganku untuk menyuapinya.

“Hah… hah… fanas… kak…” dia mengipas-ngipas mulutnya dengan tangannya sendiri. Ya iyalah panas orang baru masak. Salah sendiri.

“Eh… nih-nih minum jusnya,” akupun mengambil jus apelnya lalu membantunya untuk minum agar dia tidak kepanasan.

“Aduh… makasih, kak.”

“Lu tuh yah. Makanya jangan aneh-aneh. Hahaha,” akupun hanya tertawa dengan kelakuan Gracia. Gracia seperti ingin berkata sesuatu namun tidak jadi dan malah ikut tertawa bersamaku.

Setelah kami berdua puas tertawa, ruangan menjadi hening. Saat aku ingin mengambil kembali piringku dari meja, Gracia mulai berbicara,

“Kak, aku mau tanya deh,” ucapnya dengan wajah yang serius.

“Apa?”

“Kita cuman berdua aja kan disini?”

Yeah,” balasku sambil mengangguk sekali.

“Kalo gitu…”

Gracia tersenyum dan tidak menyelesaikan kalimatnya dan dia malah mendekatkan dirinya kearahku.

“Gracia, lu ngapain? Gre… mmmhhh…”

To be continued…
 
Part III: Happiness

“Gracia, lu ngapain? Gre… mmmhhh…”

Bibir Gracia meyentuh bibirku. Awalnya kupikir itu hanya akan menjadi sebuah kecupan darinya, tapi ternyata tidak. Saat aku sadar Gracia mulai melumat bibirku, aku langsung mendorong tubuhnya menjauh dariku.

“Gre, apa-apaan sih?!”

Gracia hanya terdiam karena terkejut dengan reaksiku. Akupun hanya menatapnya tajam dengan heran. Beberapa saat kemudian, dia membuang mukanya dan menundukkan kepalanya.

“Ah, aku… maaf,” ucapnya pelan. Gracia berdiri dan langsung pergi meninggalkanku menuju ke ruang baca.

“Gracia, tunggu!” aku berdiri bermaksud ingin meraih dan menghentikannya namun aku tubuhku hanya terdiam dan membiarkannya masuk ke ruang baca.

Aku menarik nafas panjang kemudian kembali duduk untuk berpikir tentang hal yang terjadi. Aku tidak bodoh, jelas Gracia menginginkan diriku. Aku menolaknya bukan karena aku tidak suka dengannya namun karena aku hanya merasa tadi itu terlalu cepat. Kita baru bertemu, baru saling kenal, tidak seharusnya hal yang tadi itu terjadi. Ah, aku berpikir terlalu dalam. Harusnya aku tadi tidak mendorong dirinya keras-keras. Tapi, aku harus tau dulu apa alasan dia ‘menyerangku’ duluan seperti tadi. Aku harus bertanya padanya.

Nafsu makanku sudah hilang karena kejadian tadi. Aku menaruh makananku di dapur, kemudian aku langsung menuju ke ruang baca ke tempat dimana Gracia berada. Pintunya tidak dia tutup, aku bisa melihatnya sedang terdiam di sudut ruangan di kursi bersama kerjaannya yang ada di atas meja di depannya. Tanpa berucap kata aku mengetuk-ngetuk pintu agar dia sadar dengan kedatanganku. Gracia menengok ke arah pintu dan melihatku. Wajahnya terlihat murung sekali. Diapun tidak berkata apa-apa dan hanya membuang mukanya. Aku menghampirinya dan berdiri di sampingnya.

“Jadi… mungkin, ada yang pengen lu jelasin?” kataku setelah menghelakan nafas yang cukup panjang.

Gracia terdiam.

“Gua sih ga masalah yah nunggu lama disini. Ini kan rumah gua.”

Gracia masih terdiam. Namun beberapa saat kemudian dia mulai berbicara. Aku memperhatikannya berbicara sementara dia menghadap ke depan dengan tatapan kosong.

“Aku… ga lama ini baru aja putus sama cowo aku. Semenjak itu, aku gatau kenapa jadi sedih terus. Cuman kegiatan-kegiatan yang buat aku sibuk aja yang bisa bikin aku lupa sama apa yang aku rasain. Aku sempet mikir, mungkin aku bakalan lupa sama yang namanya bahagia. Lebay emang, tapi ya gimana. Sampai kemarin aku ketemu kakak. Aku awalnya ngerasa seneng karena aku liat kakak sama kak Shania kayanya cocok. Gitu aja sih. Tapi tadi aku ketemu kakak lagi, Kita ngobrol, kita ketawa. Aku tau itu cuman sebentar dan kita baru aja kenal. Tapi aku ngerasain kebahagiaan, aku jadi pengen terus bahagia sama kakak. Terus gatau kenapa aku malah ngelakuin hal bodoh tadi. Mungkin karena aku mikir dengan begitu kakak bakalan mau sama aku. Haha… bodoh yah. Aku bodoh yah kak?”

Aku agak terkejut mendengar penjelasan Gracia yang cukup panjang. Tapi aku mengerti maksud dia. Aku tak seharusnya malah membuat dia menjadi murung seperti ini. Kalo aku memang bisa membuatnya bahagia. Itulah yang seharusnya aku lakukan.

“Oh, wow. Sorry,” aku menghelakan nafas. “Gua masih gatau apa yang lu pikirin tadi, tapi gua sekarang ngerti apa yang lu rasain. Gua merasa tersanjung kalau emang itu yang lu rasakan. Soal ciuman tadi, gua agak kaget aja karena lu tiba-tiba gitu. Mungkin lain kali lu kasih aba-aba biar gua siap? Haha… Bahagia? Gua gatau apa gua bisa menuhin ekspektasi lu soal bahagia. Tapi gaada salahnya buat gua coba kan? Jadi…”

Aku menarik tangan Gracia agar dia berdiri. Akhirnya dia kembali menatap wajahku, matanya lesu penuh rasa bersalah. Aku merasa kasihan melihat raut wajahnya.

Aku mengelus-ngelus belakang kepalanya dengan tangan kananku, “bodoh? Mungkin. Tapi, tanpa kebodohan lu, gua gabakalan berani ngelakuin ini.”

Aku mendorong kepala Gracia ke arahku. Aku mencium bibirnya, kali ini aku menyambut kedua bibirnya itu. Gracia yang sedikit terkejut awalnya langsung menyambut ciumanku. Berbeda dengan tadi, kali ini kami saling melumat bibir satu sama lain. Sekarang aku benar-benar merasakan kelembutan bibir Gracia. Tanganku dari tadi sudah berhenti mendorong kepalanya, namun semakin lama kami berciuman aku tersadar Gracia semakin memajukan kepalanya sendiri sampai aku sedikit terdorong. Aku tidak tahu darimana tenaganya berasal, tapi Gracia ini benar-benar bernafsu sekali. Aku berusaha menahannya agar aku tidak sampai terjatuh.

Setelah beberapa saat, ciuman kami perlahan terlepas.

Felt better?” tanyaku yang dibalas sebuah anggukan dan senyuman dari Gracia.

Me, too.

Gracia kembali menyambar bibirku, kali ini lidahnya ikut beraksi. Ternyata yang pertama tadi hanya pemanasan. Akupun ikut berusaha mengimbangi permainan lidahnya. She’s pretty good at this. Decak suara mulut kami mengisi ruangan yang cukup kecil ini. Gracia memejamkan matanya menikmati setiap lumatan yang dia rasakan. Tangan kananku kembali meraih belakang kepala Gracia kemudian mengelus-ngelusnya. Perlahan tanganku turun menyusuri rambut panjangnya sampai ke punggungnya. Awalnya aku ingin mengarah ke payudaranya namun ada keraguan muncul dalam diriku, sehingga tanganku malah kembali aku naikan keatas masuk sela- sela rambutnya mengarah ke belakang lehernya. Baru juga kulit tanganku bersentuhan sedikit dengan bagian belakang lehernya itu, seluruh badan Gracia tiba-tiba seperti tersentak sampai ciuman kami terlepas.

“Ngh… Ih… KAK!” bentak Gracia sambil kemudian dia membersihkan daerah mulutnya yang belepotan dari air liur dengan punggung tangan kirinya.

“Eh, lu gapapa, Gre? Kenapa sih?” tanyaku bingung.

“Jangan pegang belakang leher aku ih. Aku gelian,” jelasnya.

Ohhh… Nice. Aku tahu titik lemahnya sekarang.

“Oh, maaf. Gua gatau.”

“Kalo mau, pegang ini aja,” Gracia meraih kedua tanganku lalu meletakannya di kedua payudaranya.

Aku secara pelan meremas kedua buah dada berukuran cukup besar itu dari luar kemejanya. Kulihat wajah Gracia menikmatinya. Aku menurunkan sedikit tubuhku agar aku bisa mencumbu leher Gracia. Saat kumulai menciumi lehernya, Gracia melenguh kecil. Ternyata daerah sensitifnya hanya pada belakang lehernya. Sebelum aku bisa mulai memainkan payudaranya lebih lama lagi, Gracia mendorong tubuhku. Aku menurut dan berjalan mundur sampai ke pojok ruangan letak dimana sebuah sofa yang biasanya ditempati mamaku untuk membaca. Gracia sekali lagi mendorongku hingga aku duduk, kemudian dia langsung duduk di pangkuanku.

If my mom ever found out about this, I’m gonna die.

Kami kembali berciuman sambil Gracia membuka kancing kemejanya sendiri satu persatu lalu melepaskan kemejanya itu dari tubuhnya. Setelah itu dia melepaskan ciumannya lalu membuka bajuku. Gracia ini agresif sekali, aku jadi tidak heran saat tadi dia main nyosor seenaknya. Aku terdiam memperhatikan tubuh bagian atasnya yang hanya tertutup bra bewarna kulit.

Kemudian Gracia membuka ikatan branya. Dua bongkahan berbentuk bulat sempurna itu kini terpampang jelas di hadapanku. Kedua tanganku refleks menggenggam kedua payudara itu. Akupun mulai meremas dan memijit kedua gunung kembar tersebut. Diriku tidak bisa menahan godaan puting milik Gracia yang bewarna kemerah mudaan itu dan aku langsung melahap dada sebelah kanannya dengan mulutku. Sensasi kenyal dan lembut semua dirasakan oleh tangan dan mulutku. Gracia yang dari tadi kuserang mulai tidak bisa diam dan dia menahan kepalaku untuk terus merasakan payudaranya itu.

“Mmmhhh… Kak… Terus isepin… Ahhh… udah lama gaada yang mainin tetek aku.”

Tanpa dimintapun aku terus menghisap payudara Gracia. Mulutku melahap sambil lidahku memain-mainkan putingnya yang sudah mengeras itu. Secara bergantian dua bukit kembar itu aku nikmati setiap ujungnya. Entah apa yang diucapkan Gracia karena yang bisa kudengar hanya desahan manjanya saja. Setelah itu aku beralih kembali melumat bibir seksinya. Tanganku juga tidak diam dan kembali meremas kedua payudara Gracia.

Kali ini ciuman kami tidak berlangsung lama, karena Gracia melepaskan ciumannya lalu mendorongku hingga bersandar di sofa kemudian dia mulai menciumi leherku. Aku yang terdiam menikmati tersadar kalau semakin lama ciumannya semakin turun. Dari leher turun ke dada lalu turun lagi ke perut dan tanpa sadar posisi Gracia sudah turun dari pangkuanku dan sekarang sedang berlutut di depanku. Gracia menatapku dan aku hanya terdiam sambil menelan ludah membayangkan apa yang akan dia lakukan setelah ini.

“Kak, aku buka yah?” sebuah permintaan darinya yang tidak mungkin aku tolak.

“I-iya,” jawabku dengan gugup. Meski bukan kali pertama aku melakukan ini, tapi sudah lama sejak terakhir kali aku melakukannya jadi rasa grogi ini menjadi muncul apalagi aku melakukan ini di tempat yang tidak seharusnya.

Gracia langsung membuka sabuk kemudian melepaskan celana jeansku. Kulihat Gracia tersenyum saat melihat sebuah tonjolan dari balik celana dalamku. Senyuman itu hilang sesudah dia melepaskan celana dalamku karena kini dia melihat batang penisku yang sudah berdiri tegak di depannya. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, namun sekarang dia hanya terdiam sambil memerhatikan penisku. Gracia memulai dengan tangan kanannya yang meraih dan menggenggam batang penisku. Tangannya yang halus itu perlahan mengocok penisku. Gracia melirik ke arahku sambil tersenyum, aku balas juga dengan tersenyum sambil menahan rasa enak yang mulai merasuki tubuhku. Aku pasrah karena saat ini Gracialah yang memegang kendali.

“Punya kakak gede banget deh,” ucap Gracia sambil sedikit mempercepat gerakan tangannya.

“Kamu suka kan?”

Gracia tidak menjawab, dia hanya tertawa kecil dan menghentikan kocokannya. Kemudian dia mencondongkan sedikit badannya ke depan dan memberikan sebuah kecupan manis pada kepala penisku dengan bibirnya. Dia menatapku dan kali ini dia sekilas memberikanku sebuah kedipan mata dengan memasang ekspresi wajah yang sangat nakal. Gracia kembali menundukan kepalanya, wajahnya yang sekarang tepat berada diatas penisku terhalang oleh rambut panjangnya. Dia kemudian membuang ludah yang jatuh tepat diatas kepala penisku yang kemudian perlahan mengalir kebawah. Tangannya yang dari tadi masih menggenggam batangku meraih cairan ludah itu lalu mengoleskannya hingga ke ujung bawah sehingga membasahi penisku. Gracia mulai menurunkan kepalanya dan perlahan memasukan penisku kedalam mulutnya. Aku mengambil nafas yang sangat panjang saat kumerasakan bibirnya mulai menyentuh kulit kejantananku. Kuluman Gracia terasa sangat nikmat meski baru beberapa senti saja penisku yang masuk ke dalam mulutnya.

“Ohhhhhh… Gre… Enak banget. Terusin, isepin kontol gua.”

“Mmmmmm,” suara desahan terdengar dari Gracia sibuk melahap daging milikku.

Gracia mulai menaik turunkan kepalanya secara perlahan namun pasti. Aku tidak bisa menahan sensasinya dan terus mengeluarkan desahan sambil menarik nafas dalam-dalam. Suara hisapan dan decakan terdengar dengan jelas dari mulut Gracia. Saat aku pikir tidak mungkin bisa merasakan nikmat lebih dari ini, Gracia mendorong kepalanya kebawah sampai ujung penisku. Kini penisku hilang tertelan oleh mulut Gracia, entah bagaimana dia bisa memasukan penisku yang besar ke dalam mulutnya tapi itulah yang terjadi sekarang rasanya sangat nikmat.

Holy fuck, Gre!!!

Gracia diam dan menahan mulutnya di ujung bawah penisku untuk beberapa saat. Beberapa detik kemudian Gracia seperti kehabisan nafas lalu menarik kepalanya dan melepaskan bibirnya dari penisku. Terlihat air liur yang cukup belepotan di daerah mulutnya. Gracia mengambil nafas sambil menatapku tersenyum dan merapihkan rambut yang menghalangi wajahnya. Tanpa berkata apapun, Gracia menaruh kedua tangannya di pahaku sebagai tumpuan kemudian ia kembali mempertunjukkan kemampuan oral sex-nya kepadaku. Kali ini dia menaikkan tempo hisapannya. Dia menaik turunkan kepalanya sangat cepat sampai rambutnya kembali berantakan. Aku hanya bisa diam dan menahan diriku agar tidak keluar terlalu cepat.

“Ahhhhh… Gre, lu jago banget gila.”

Gracia terus menghisap penisku dengan agresif dan tanpa ampun. Sampai akhirnya dia kembali melepaskan hisapannya. Dengan rambut yang berantakan menghalangi wajahnya dia menatapku dan memegang penisku dengan tangan kanannya. Sekarang dia menjilati bagian depan penisku dengan lidahnya dari atas sampai kebawah. Sesuatu yang sangat melegakkan setelah permainan sebelumnya yang brutal. Gracia perlahan menjilati seluruh sisi penisku seperti sedang menjilati es krim. Sampai akhirnya dia berhenti kemudian bangkit berdiri dan membuka celana dan celana dalamnya sendiri. Sekarang Gracia berdiri di depanku tanpa sehelai benangpun. Tubuh mulusnya yang indah kini terpampang jelas, namun aku terfokus pada vaginanya yang bersih tanpa bulu.

Gre bukannya tidak berhasil membuatku keluar, tapi aku yang berhasil menahan diriku untuk tidak keluar. Dan tadi adalah blowjob ternikmat yang pernah aku rasakan, jadi tidak ada salahnya kalau kali ini gentian aku yang memberikannya kenikmatan. Aku berdiri lalu memposisikan Gracia untuk duduk di tempatku tadi. Gracia mengerti maksudku dan diapun mengambil posisi santai. Sekarang bergantian aku yang berlutut di hadapannya.

“Gantian yah kak,” ucapnya.

With pleasure,” jawabku sambil mulai mendekatkan wajahku ke vaginanya. Sadar dengan pergerakanku, Gracia membuka lebar kedua kakinya. Vaginanya yang sudah cukup basah itu tercukur bersih dan sangat indah. Aku mencium aroma yang begitu memikat ketika sudah berhadapan langsung dengan liang kewanitaan milik Gracia dan aku mulai menjilati bibir gundukan bewarna merah muda miliknya yang sudah basah itu. Gracia mulai berdesah dengan nafas yang terengah-engah saat merasakan kenikmatan yang mungkin sudah lama tidak dia rasakan.

“Ohhh… Enak, kak. Ohhh…”

Tubuhnya mulai bergerak tidak karuan dan tangannya mulai memegang kepalaku. Aku mencium bibir vagina Gracia, sebelum akhirnya aku memasukan lidahku ke dalam lipatan vaginanya. Hal ini sedikit membuatnya menggila karena kedua pahanya terasa mulai menjepit kepalaku dan saat aku menengok dirinya dia sedang memejamkan matanya sambil meremas-remas kedua payudaranya sendiri.

“Ohhhhhh, yesss!!! Mmmhhh… please jangan berhenti, kak.”

Desahannya membuatku semakin bernafsu, tubuh Gracia terus menggelinjang di atas sofa. Aku tidak peduli dengan apa yang terjadi sekarang, yang penting aku bisa terus menikmati vagina wanita ini yang begitu lezat. Lidahku terus menyelinap keluar masuk celah lubang kewanitaannya. Aku rasa Gracia sangat menikmati ini dan menginginkanku untuk terus melanjutkan.

“Ahhh, kak! Jilatin, kak… Ohhh… Ahhh!!!”

Paha Gracia semakin lama semakin kencang menjepit kepalaku yang masih berada di selangkangannya, menandakan kalau saat ini dia tidak bisa menahan kenikmatan yang sekarang dia rasakan. Aku tidak ingin berhenti, aku akan terus menjilati vaginanya sampai dia keluar. Sambil terus lidahku berpetualang di vaginanya terasa basah dan hangat, tanganku kugerakkan menjelajahi pahanya yang mulus dan kemudian naik ke perutnya. Gracia membantu menuntun tanganku ke payudaranya yang besar dan akhirnya aku dapat kembali meremas kedua payudaranya yang sangat kenyal sambil terus menjilati daerah selangkangan wanita nakal ini.

“Ah… Ahhh… Kak, aku gakuat. Kak Yuda. Ahhh… Iyahhh… Ah... Ah… AHHH, KAKAAAKKK!!!”

Gracia menahan kepalaku di vaginanya dengan tangan, setelah beberapa menit permainan akhirnya aku berhasil membuat Gracia mengalami orgasme. Kurasakan tubuhnya mengejang kemudian dibarengi dia mengeluarkan cairan dari dalam vaginanya sembari melenguh keenakan. Aku menelan semua cairan asin yang keluar itu sampai akhirnya Gracia melemas dan membuka jepitan paha dan tangannya dari kepalaku. Aku berdiri sambil mengelap sisa-sisa cairan yang belepotan di mulutku. Aku melihat Gracia tergeletak duduk di sofa, nafasnya yang terengah-engah dan tubuhnya yang berkeringat menandakan kalau dia menikmati permainan lidahku.

“Hmm… Kak, aku pengen… Aku pengen kontol kakak,” pinta Gracia dengan nafas yang mulai teratur.

“Lu pengen apa? Gua ga denger,” aku menggodanya sedikit meskipun aku juga sangat ingin memasukan penisku yang sudah sangat keras ini ke vaginanya.

“Kak, ih! Aku bukan cuman pengen. Aku butuh kontol kakak. Masukin kontol kakak ke memek aku!” ucap Gracia yang kali ini lebih memaksa. Namun kupikir kita harus berpindah tempat dari ruangan ini dulu, bukan hanya karena ruangannya yang kecil tapi juga aku memang dari awal tidak melakukan hal seperti ini di tempat ini.

“Duh, tahan bentar yah. Gua juga udah pengen banget sebenernya tapi kita pindah tempat dulu yah ke kamar gua aja biar lebih enak. Yuk, sini berdiri,” kataku sambil menarik tangan Gracia membantunya berdiri. Sejenak kami terdiam dan saling bertatapan. Aku merapikan rambut Gracia yang menghalangi wajah cantiknya. Gracia tersenyum manis padaku, aku membalas senyumannya lalu mengajaknya ke luar ruangan.

Kami menuju lantai dua dimana kamarku berada. Tanpa sehelai benangpun kami berjalan berdua. Aku mempersilahkan Gracia berjalan di depanku saat menaikki tangga. Sebuah keputusan yang tidak aku sesali karena aku dapat dengan jelas melihat kedua buah pantat Gracia yang sangat montok itu berlenggak-lenggok saat menaikki tangga. Demi apapun, pantat Gracia ini besar sekali. Sesampainya di lantai dua aku menahan tangan Gracia.

“Gre, kamu nungging. Sekarang!” perintahku yang karena tidak tahan baru saja melihat kedua bongkahan pantat seksinya di depan mukaku.

“Hah? Eh, oke, kak,” Gracia yang terkejut langsung mengerti maksudku lalu menuruti perintahku dan diapun meletakkan kedua tangannya di tembok sebagai sandaran kemudian menunggingkan badannya membelakangiku dalam posisi berdiri. Aku yang awalnya ingin melakukan ini di dalam kamar sudah tidak bisa menahan diriku jadi aku langsung saja memutuskan untuk melakukannya disini. Akupun berdiri di belakangnya untuk bersiap sambil memandang tubuh indahnya terutama pantatnya yang montok.

“Gre, disini aja yah? Gua udah ga tahan nih.”

“Terserah kakak aja. Aku dimana aja asal kakak ngentotin akunya yang enak yah,” ucapnya sambil menolehkan kepalanya kebelakang melihatku.

“Oke. Siap yah aku masukin.”

Graciapun mengambil posisi bersiap. Selagi tangan kirinya tetap bertumpu pada tembok, tangan kanannya dia gunakan untuk sedikit membuka vaginanya membantu agar penisku mudah masuk dalam posisi doggystyle berdiri ini. Tanpa tergesa-gesa aku mengarahkan penisku yang sudah sangat keras ke vaginanya yang sudah sangat becek. Saat kepala ujung depan penisku sudah sedikit masuk, Gracia kembali bertumpu pada kedua tangannya lalu aku menahan desahanku saat penisku mulai masuk ke dalam mulut vaginanya, begitu pula dengan Gracia yang menundukkan kepalanya dan terdengar sedikit lenguhan yang dia tahan. Aku memasukkan penisku semakin dalam lalu perlahan mulai menggenjot dan menusuk ke dalam. Vagina milik Gracia terasa sempit, meski sudah bukan perawan tapi jepitannya sangat terasa seperti memijit batang penisku.

“Ah… ahhh…” suara desahan halus dikeluarkan Gracia tanpa berkata-kata menandakan dia nyaman dengan alunan tempo yang masih lambat ini.

Tapi kenyamanan itu akan segera aku ganti dengan kenikmatan karena aku menarik nafas yang dalam kemudian langsung memompa lubang itu dengan kecepatan tinggi, memaju mundurkan penisku ke dalam vaginanya dengan lancar karena kondisinya yang sudah becek. Suara selangkanganku yang bertabrakan dengan pantatnya yang ikut bergetar setiap aku menusuk vaginanya itu berbarengan dengan suara desahan Gracia yang semakin keras.

“Ahhhhhh… ahhhhhhh… Kak, terusss… Enak… Kontol kakak enak… Ohhhhhh… Nggghhh…”

“Iya, Gre. Ahh… Memek lu juga enak banget.”

Plak. Plak. Plak. Gracia terus mendesah selagi aku terus menghantam vaginanya tanpa henti dengan pedang panjang milikku. Aku tidak tahu bisa bertahan lama jika ini berlangsung lebih lama lagi namun aku terus menyodok sekeras yang aku bisa karena ini terasa sangat enak. Gracia mendongakkan kepalanya keatas, tubuhnya ikut bergoyang mengikuti gerakan tusukanku, desahan dan lenguhan yang dia teriakkan membuatku semakin semangat untuk terus menyetubuhinya. Suasana rumahku yang biasanya sepi sangat kontras dengan hal yang sedang terjadi saat ini. Entah kenapa aku masih terus kuat menggenjot Gracia, kamipun tidak berbicara apa-apa dan hanya saling mendesah karena kenikmatan yang kami rasakan.

“Ahhh… Ayo, kak. Cepetin lagi. Ahhh… Dientot kak Yuda enak banget.”

Aku juga merasakan hal yang sama dengan yang dia katakan. Aku merespon permintaannya dengan mengangkat tangan kananku lalu menampar pantat bagian kanan Gracia sekeras-kerasnya sambil terus memompa vaginanya.

“AHHH!!! Gapapa kak. Ahhh… tampar aja pantat aku. Tampar… ahhh… lebih keras!”

Aku kembali mengangkat tanganku lalu menampar lagi pantat Gracia yang bergetar tanpa henti selama aku menghujam vaginanya. Akupun terus menggenjotnya tanpa henti sambil sesekali menampar bokong besarnya sambil tangan kiriku erat memegang pinggulnya. Setelah beberapa menit menghantam liang kewanitaan miliknya yang sempit dan nikmat itu, aku merasa tubuh Gracia mulai menggenjang dan jepitan vagina terasa semakin kencang.

“Kak… Ahhh… Aku udah gakuat… Kak… Annnggghhh…. Aku keluar… Ahhhhhhhhh!!!”

Kurasakan cairan hangat mengaliri batangku yang masih berada di dalam vaginanya dan beberapa cairan juga menetes kelantai tanda bahwa Gracia baru saja mengalami orgasme. Aku yang juga sudah diambang batasku melanjutkan genjotanku untuk beberapa saat kemudian segera mencabut penisku saat ingin keluar. Gracia yang tahu kalau aku sudah ingin orgasme sigap membalikkan badannya lalu berjongkok dan memegang penisku lalu memasukannya kedalam mulutnya.

“Gracia, gue keluar. Ahhh…”

Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Crot. Entah berapa kali aku menembakan spermaku ke dalam mulut Gracia, sperma yang sudah kutahan untuk tidak keluar dari Gracia mengocok penisku akhirnya aku tumpahakan ke dalam mulutnya. Aku melihat Gracia yang berlutut di bawah menatapku sebal sambil melepaskan penisku dari mulutnya dan pipinya mengembung karena penuh terisi spermaku. Hanya sekali tegukan dia menelan semua spermaku yang ada di mulutnya dan aku perhatikan tidak ada yang tumpah sama sekali. Graciapun berdiri sambil masih mengerenyitkan dahinya.

“Kak! Banyak banget sih keluarnya. Kaget aku tadi sampe penuh gitu mulut aku,” rengeknya.

“Eh, maaf maaf. Itu persediaan satu bulan belum pernah gua keluarin soalnya. Lagian gaada yang nyuruh lu buat nelen juga kan,” balasku padanya.

“Hah?! Serius satu bulan? Wah. Haha. Gapapa kok kak, lagian sperma kakak enak juga ternyata. Jadi mau lagi,” kata Gracia sambil tersenyum nyengir memperlihatkan gingsulnya padaku.

“Hmm. Lagi?” aku menengok kebawah ke arah penisku yang ternyata masih berdiri sedikit, Graciapun ikut menengok kebawah.

“Kakak masih kuat?” tanyanya dengan nada yang manja.

“Masih kok. Yuk ke kamar.”

“Hore! Ayo, kak! Lanjuuuut,” ucap Gracia sambil dia melompat kepunggungku dan aku pun reflek menangkap kedua kakinya. Akupun berjalan ke kamarku yang sudah tidak jauh sambil menggendong Gracia di belakangku.

To be continued…
 
Wah ada cerita yang bangkit dari kubur :matabelo:

Keep update hu, karyanya suhu bagus kok :thumbup
 
Author's note:
Selamat siang semuanya. Akhirnya balik lagi. Berapa bulan saya ilang yah? Kalo ada yang nanya kenapa tiba-tiba balik lagi. Well, shits happened in my life dan akhirnya banyak yang harus di prioritasin lagi jadinya ga sempet ngelanjutin. Tapi belakangan semua udah beres, terus balik jadi silent reader. Gak lama ini juga salah satu suhu nge-up thread saya lagi terus saya jadi mikir sayang juga nih kalo dianggurin. Jadi yah, yaudah dilanjutin meski mungkin ini gabakalan seperti apa yang saya rencanain di awal tapi saya usahain bakal tetap menarik untuk di baca. So, enjoy.

P.S. setelah ini update bakal semakin reguler, I hope.
 
Wah ada cerita yang bangkit dari kubur :matabelo:

Keep update hu, karyanya suhu bagus kok :thumbup
Ter-Edo Tensei thread-nya hahaha. Siap, hu. Suhu juga semangat.
i hope so~
Yeah
Waduh gracia ganas ternyata
Iya nih. Kok gitu yah?
Dude, this is perfect. Are you God of stensilan or something?
Said the God of Kampret. Just kidding. Btw, I'm a fan of your works, man. Hope you like mine.
 
Wah, comeback dengan double update. Mantap suhu

Alias

Gree.... :hua:
 
Wkwkwk sampe lupa inget pernah baca cerita ini di TL untungnya di update lagi.
Lagi updateannya Epic Comback hu,bagus lah buat ngeganti pas suhu ilang
 
Wkwkwk sampe lupa inget pernah baca cerita ini di TL untungnya di update lagi.
Lagi updateannya Epic Comback hu,bagus lah buat ngeganti pas suhu ilang
 
Akhirnya suhu kembaliiiii :((
Hahaha. Ini nih suhu yang bertanggung jawab karena telah ngeup thread saya lagi. Salam buat Mbul yah, hu.
What do you mean "hope you like mine." I love your work more than I will ever love mine, please don't suddenly stop and left this story incomplete.
Aye, sir. Thanks for the kind words. To be fair, these are still the early parts of my works and I think it will be hard for me to stay consistently good for the following chapters. But, eh, we'll see. I will try my best.
Wah, comeback dengan double update. Mantap suhu

Alias

Gree.... :hua:
Salah satu suhu panutan juga nih. Thanks, hu. Kak Yuds minjem Grenya dulu yah dari Kak Ads~
Wkwkwk sampe lupa inget pernah baca cerita ini di TL untungnya di update lagi.
Lagi updateannya Epic Comback hu,bagus lah buat ngeganti pas suhu ilang
Wkwkwkwk iya nih tiba2 dibisikin setan buat ngelanjutin karena emang udah ada draftnya sih, tapi itu bener2 masih konsep awal banget dan bagian endingnya masih belom diputusin. Tapi yah semoga suhu menikmati karya saya yang ada untuk saat ini.
Jadi ga sabar nunggu updatean selanjutnya....kira2 nju bakal se agresif gre gak yah hehe :pandajahat::pandajahat:
Akankah demikian? Hahaha. Kasian juga sih Yudanya kalo sampe dua Shanianya ini ganas dan menurut saya juga bakal ngebosenin kalo tipe mereka sama jadi bakalan ada SEDIKIT variasi, mungkin. Ditunggu aja yah.
 
this is masterpiece!!
Sebagai penggemar pantat Gracia, ku mengagumi cerita kni
 
Bimabet
Selamat datang lagi hu, semoga diberi waktu buat update regular ya hu. Regular yang 2 hari sekali gitu hahahaha
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd