Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hitam Duniamu, Putihnya Cintaku (HDPC)

CHAPTER 1

"Ahhh ...!" Andin mendesah pelan di tengah-tengah
permainan Bima sang Suami.

Hubungan percintaan yang selama satu Minggu ini sangat Andin nantikan, akhirnya terlaksana setelah Andin terus meminta kepada Bima.


Andin


Bima memaju-mundurkan pinggulnya, menikmati gesekkan dari penyatuan tubuh yang mereka lakukan.
Gerakannya begitu lemah di mata Andin. Gerakan yang dirasa kurang membuat Andin merasa puas.

"Mas! Tak bisakah dipercepat lagi!" tanya Andin.

Ia terpaksa mengatakannya. Karena jika tak diutarakan, Bima tak pernah mau mengerti apa yang menjadi keinginan Andin. Ia seperti tak mau tahu hal seperti apa yang harus ia lakukan untuk kepuasan Andin.

"Ahhh.... " Bima tak menimpali.

Ia masih berkutat dengan apa yang tengah ia lakukan. Menikmati lubang kenikmatan Andin dengan kejantannya yang
imut-imut seperti cabai rawit.

"Andin! Aku mau sampai, Ndin! Ahhh...!" tutur Bima sambil melenguh.

"Tak bisakah ditahan dulu, Mas! Aku juga ingin merasakannya!" pinta Andin.

Lagi-lagi Bima sama sekali tak memperdulikan ucapan Andin. Ia terus memaju mundurkan penis nya.

Dan kemudian ...

"Ahhhhh ..." Bima melenguh panjang.

Cairan hangat pun menyembur ke bagian terdalam tubuh Andin. Tanda bahwa laki-laki tersebut telah memperoleh
kenikmatannya. Kenikmatan diri sendiri, tanpa mempedulikan sang Istri yang tengah begitu kecewa atas kegagalannya.

Bima turun dari tempat tidur, ia langsung melenggang ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Andin, ia bergegas teduduk dari posisinya semula, memunguti baju-baju miliknya yang telah tergeletak sembarangan di permukaan kasur.

Butiran bening tak terasa menetes dari kedua netra Andin. Ia sering seperti ini. Kegiatan bercintanya selalu gagal. Bima jarang sekali membuat Andin merasa puas
di tengah nafsunya yang terlalu besar jika
dibandingkan wanita lain kebanyakan. Tetapi Bima seperti tak dapat mengimbanginya. Apalagi Bima adalah tipe laki-laki yang tak terlalu mementingkan hal-hal yang berbau ranjang.

Pintu kamar mandi terbuka, Bima melenggang dengan badan yang sudah terlihat segar. Ia melirik sekilas ke
arah Andin sembari satu tangannya sibuk
mengeringkan rambutnya dengan handuk yang dibawanya dari kamar mandi.
Bima melihat sorot kesedihan di mata istrinya. Ia sudah hafal betul tabiat Andin. Wanita tersebut selalu seperti ini jika Bima tak dapat memberikan kepuasan
setelah berhubungan intim.

Tetapi mau bagaimana lagi, memang beginilah adanya Bima. la terlalu sulit untuk memberikan puncak kenikmatan untuk Andin. Apalagi durasi waktu yang sering diminta Andin baginya teralalu sering.

"Lain kali aku akan usahakan lebih lama lagi!" tutur Bima dengan logat suara dingin seperti biasa.

"Kapan? Seminggu lagi dua Minggu lagi?"

"Entahlah!"

"Ayolah, Mas. Aku tak akan bisa menunggu selama itu!" rengek Andin.

Kali ini sembari beranjak berdiri
menghampiri Bima yang tengah berada di depan cermin untuk mengenakan t-shirt yang baru saja ia ambil.

"Kamu tau kan kesibukanku!" balas Bima.

Kata-kata seperti itulah yang selalu terucap jika sang istri menuntut untuk diberikan kebutuhan batin sesering mungkin. Bima selalu beralasan karena pekerjaan,
karena kesibukannya, dan rasa lelah karena seharian beraktivitas.

"Kau tak tahu rasanya jadi aku, Andin. Aku kepala rumah tangga di sini. Aku yang menafkahi kamu juga Gea. Aku yang bekerja karas untuk kalian. Aku yang membuat kalian bisa hidup mewah seperti ini."

"Lihatlah! Karena kerja kerasku aku memiliki segalanya yang orang lain belum tentu bisa mendapatkannya. Seharusnya kamu sudah bisa bersyukur. Kamu sudah memperoleh apapun yang kamu inginkan. Kamu sudah
bisa bersenang-senang dengan harta yang aku cari. Kau bisa belanja, pergi kemanapun kamu mau, atau melakukan hal apapun."

" Terserah kamu! Aku tak pernah melarangmu. Tetapi satu yang aku minta,
Andin! Jangan pernah menuntutku agar aku bisa menjadi yang kamu mau."

Mendengar ucapan Bima, Andin hanya bisa terdiam. la selalu kalah dalam berucap jika itu mengenai harta yang berhasil diperoleh oleh Bima. Karena bernar ucapan laki-laki tersebut. Berkat dialah, keluarga ini
menjadi kaya raya, juga menjadi salah satu keluarga terpandang di kota ini.

"Dan satu lagi ...." ucap Bima ketika langkahnya hampir keluar dari ruangan kamar mereka.

"Aku rasa kau butuh pengobatan Andin. Nafsumu terlalu besar untuk ukuran wanita normal seusiamu. Dan jujur, aku sama sekali tak menyukainya."

Seketika perasaan Andin begitu terpukul mendengar ucapan Bima tersebut. Ucapan yang seharusnya tak perlu diungkapkan sejelas itu.

** *
Imelda duduk seorang diri di salah satu sofa club malam selagi teman-temannya sedang having fun di lantai diskotik. Menikmati alunan musik sembari meminum Vodka yang mereka pesan.


Imelda

Imelda belum berkeinginan mengikuti apa yang mereka lakukan. Karena kini ia masih mengisap rokok yang terselip dijemari lentiknya. Rokok yang menjadi kebiasaannya bertahun-tahun yang lalu saat ia begitu
depresi menghadapi biduk rumah tangganya yang berantakan.

Seorang pemuda tampan melihat ke arahnya. Pemuda berkisaran umur dua puluh tahunan, dengan penampilan kekinian khas anak muda yang terlihat begitu menarik.

Dia Nao, Mahasiswa semester lima yang sering berkeliaran di tempat-tempat seperti ini. Mencari sosok wanita seperti Imelda. Wanita mapan yang mampu memberikan kemewahan karena perasaan suka terhadap laki-laki muda seperti dirinya.

Nao melemparkan senyum ke arah Imelda. Dan wanita berusia empat puluh tahunan itu pun membalas senyuman tersebut.
Nao beranjak dari tempat duduknya yang semula. Ia berjalan berlahan-lahan mendekat ke arah Imelda.

"Boleh saya duduk di sini, Tante!" ucap Nao setelah sampai di hadapan Imelda.

"Ya. Tentu," jawab Imelda.

Ia sama sekali tak keberatan dengan keberadaan Nao. Karena sebetulnya ia pecinta laki-laki muda dan selalu haus akan sentuhan laki-laki yang bisa menyenangkannya.

la sudah kerap kali berkencan dengan laki-laki seumuran anaknya tersebut. Maka ia pun dapat mengenali laki-laki seperti
apa yang kali ini ia temui. Laki-laki penyewa
jasa untuk memuaskan nafsu perempuan-perempuan berumur sepertinya.

"Tante tak ikut bersama teman-temannya?" Nao memulai obrolan.

"Enggak. Aku sedang malas untuk turun bersama mereka," jawab Imelda.

"Tante, mau saya temenin?"

Imelda tersenyum menanggapi tawaran tersebut. Senyum yang menandakan bahwa ia setuju dengan apa yang Nao ucapkan. Karena jika dilihat dari paras Nao, tak ada alasan untuk Imelda menolaknya.

Nao begitu tampan. Kulitnya bersih untuk ukuran laki-laki. Dan yang paling utama, badannya termasuk ideal. Ia lumayan gagah meskipun usianya masih terlalu muda.

"Perkenalkan, Tante. Saya Nao." Nao mengulurkan tangannya ke arah Imelda.

"Aku Imelda." Imelda pun menjabat uluran tangan tersebut.

"Tante mau saya temenin di tempat lain?"

Lagi-lagi Nao menawarkan sesuatu kepada Imelda. Dan kali ini sebuah kalimat yang menjurus. Kalimat yang sudah sangat dimengerti oleh Imelda.

"Kamu bisa menyenangkanku?"

"Tentu, Tante. Saya tak akan membuat Tante kecewa."

Imelda pun tersenyum. Lalu kemudian, ia segera beranjak dari tempat duduknya.

"Baiklah," tutur Imelda.

Ia kemudian melangkah menuju pintu keluar club. Sedang Nao mengikuti langkahnya dari
belakang.

Beberapa saat kemudian ....

Imelda dan Nao masuk ke sebuah kamar hotel berbintang. Imelda lalu duduk di tepian ranjang intuk menunggu mangsa nya itu.

Nao dengan segala keahlian nya memuasakan Tante Girang mulai mencumbu bibir Imelda. Imelda nampak terkejut dengan serangan Nao yang begitu agresif.

Senyuman terpancar di wajah Imelda, ciuman itu begitu nikmat baginya. Mereka terus berciuman sambil meremas pelan area tubuh mereka masing-masing.

"Saya lepas ya Tante bajunya" ucap Nao.

Imelda hanya mengangguk menyetujui yang diucapkan Nao. Seluruh pakaian yang dikenakan sudah terlpeas. Kini Imelda sudah bertelanjang bulat.

Nao lalu mencumbu lagi bibir Imelda, lalu turun ke leher dan menuju bukit keindahan yang dimiliki oleh Imelda. Payudara yang begitu indah meski usia nya sudah berada di kepala 4 itu masih terlihat kencang. Tak ragu lagi Nao menjilati seluruh payudara Imelda kanan dan kiri secara bergantian.

"Ahhh...Nao..." lirih Imelda.

Ciuman nya lalu turun lagi menuju lembah kenikmatan yang terpampang jelas di wajah Nao. Dia melihat nya dengan tatapan lapar, seperti seekor serigala yang sudah ingin memakan mangsanya.

Jilatan lembut Nao berikan, bentuk vagina Imelda begitu terawat, maklum lah istri pejabat kota.

"Oucchhh...Naooooo...."

Nao semakin gencar menjilati permukaam vagina Imelda. Tubuh Imelda pun merespon rangsangan yang Nao berikan hingga sebuah kenikmatan meluncur dari tubuh Imelda yanv membuat tubuhnya bergetar hebat seakan tersetrum listrik 10000 watt.

"Hhhh...hhh...hhh..." desah pelan Imelda yang menimmati orgasme pertamanya itu.

Tanpa menunggu lama, Nao membuka seluruh pakaian nya secara cepat sampai dia bertelanjang bulat seperti Imelda. Imelda berusaha melihat tubub atletis Nao dan melihat ukuran penis Mahasiswa itu lebih besar dan panjang dibanding punya suaminya.

"Naa..Naaooo...ituu...be..besar sekalii..." ucap Imelda terbata-bata.

Nao tak menjawab, dia memberi sedikit ludah ke penis nya. Lalu penis itu dia arahkan menuju liang surgawi sang Tante girang.

"Oucchhh...Naoo...emmmm....penuhhhh" desah Imelda.

Mata Imelda terpejam ketika Nao berhasil memasukan penis itu semakin dalam. Wajah Imelda meringis perih menahan sakit bercampur kenimatan itu.

Nao begitu bersemangat memberikan service kepuasan kepada klien nya itu. Dia membolak balikan tubuh Imelda sampai bunyi Plak..ahhh..plokk..ahhh... terdengar di kamar hotel itu.

"Oohhh..Tante...aku..akuu..mauuu..." teriak pelan Nao..

"Dalam...di dalam Nao...ahhh..."

Nao mengerti, dia menambah kecepatan rpm genjotan nya semakin dan semakin cepat. Imelda terus berteriak kencang seperti di film jepang. Kecepatan itu terhenti dengan sendirinya. Nao telah selesai memberi kepuasan kepada Imelda. Cairan kenikmatan itu dia benamkan di dalam vagina legit milik Imelda.

Nafas mereka berdua terengah-engah. Nao kemudian mencium mesra bibir Imelda sampai akhirnya berbaring disamping Imelda.

Mereka benar-benar melakukan percintaan di tempat tersebut. Nao memberikan servisan terbaik untuk wanita yang rupanya adalah seorang istri pejabat tersebut.

Imelda begitu menikmatinya. Ia sangat puas dengan apa yang dilakukan oleh Nao. Seorang laki-laki yang masih terlalu muda, namun nampaknya sudah memiliki pengalaman luar biasa dalam pekerjaan gelap seperti ini. la begitu pintar dalam memberikan kenikmatan kepada seorang perempuan.

"Kamu sudah lama menggeluti pekerjaan ini?" tanya Imelda dengan kepalanya yang bersandar di dada bidang Nao yang polos.

"Belum terlalu lama, Tante," jawab Nao sambil mengusap lembut rambut panjang Imelda.

"Benarkah?"

"Ya."

"Kenapa kamu sudah begitu lihai."

"Karena demi uang. Saya belajar demi dapat
memuaskan pelanggan."

"Jujur sekali jawabanmu," celetuk Imelda sambil tersenyum kecil.

"Kamu masih kuliah?"

"Masih Tante"

"Di Universitas MTG."

Imelda mengangguk kecil menanggapi jawaban Nao sembari membatin,

"Ada ya, universitas dengan nama
kayak gitu?"

"Kenapa kamu memilih pekerjaan yang seperti ini?"

Lagi-lagi pertanyaan sensitif yang Imelda lontarkan.

"Karena saya tak memiliki kelebihan apapun lagi, Tante. Saya hanya punya kelebihan paras tampan saya ini saja."

"Kamu mnelakukannya untuk biaya kuliah?"

"Salah satunya," jawab Nao.

Imelda sesaat terduduk. Ia meraih tas tangan yang semula ia letakkan di atas nakas. Ia merogoh sesuatu di dalam tas tersebut. Rupanya ia merogoh uang dalam
jumlah banyak, lalu ia berikan kepada Nao.

"Aku sangat puas dengan pekerjaan kamu, Nao," tutur Imelda. Nao pun nampak tersenyum sembari menerima uang tersebut.

"Masih kurangkah? Jika iya, aku akan mentransferkan kekurangannya ke rekening kamu. Karena saat ini hanya itulah uang cash yang aku bawa."

"Tidak, Tante. Ini sudah lebih dari cukup. Makasih ya, Tante," ucap Nao sembari melemparkan senyum ke arah Imelda.

Senyuman lugu yang mungkin akan
membuat orang lain mengira Nao adalah lelaki baik-baik, bukan seorang pekerja s*ex komersial.

"Kamu ingin mengenal lagi orang-orang sepertiku? Yang bersedia mengucurkan dana jika kamu berhasil memuaskan mereka?"

"Tentu, Tante!" Nao begitu bersemangat.

Imelda menyodorkan kartu nama ke arah Nao. Kartu nama yang berisi alamat lengkap tempat tinggal Imelda.

"Datanglah ke tempatku hari Minggu besok. Kami sedang ada acara kumpul-kumpul. Aku akan mengenalkanmu pada teman-temanku."

"Baik, Tante. Saya pasti akan ke sana."

Setelah perbincangan tersebut, Imelda segera membersihkan diri sebelum ia meninggalkan kamar hotel yang masih ditempati oleh Nao.

Berpisah dengan laki-laki muda tersebut dengan membawa kenangan kenikmatan yang tak pernah ia peroleh dari Suaminya
yang seorang peselingkuh.

Kini Nao pun hanya sendirian, masih terduduk di atas ranjang tidurnya dengan kondisi tubuhnya yang masih polos. Ia melihat dengan saksama uang yang saat ini berada di tangannya. Uang pemberian Imelda karena pekerjaan haramnya.

Nampak senyuman kecil yang keluar dari bibirnya. Senyuman puas atas apa yang ia peroleh hanya dalam waktu beberapa jam ini.
Nao mengambil handphone yang semula berada di dalam kantong celananya yang tergeletak sembarangan di lantai. la berniat menghubungi seseorang.

"Halo, Sus!" sapanya lewat sambungan telepon yang tengah digenggamnya kepada seorang yang sedang ia telepon.

"Sebentar lagi saya akan mentransfer uangnya. Jadi tolong sampaikan kepada Dokter, jangan pernah menyerah untuk menyelamatkan Ibu saya. Karena
untuk masalah biaya, saya pasti bisa membayarnya," tutur Nao.

Sebuah ucapan yang diiringi kilatan kesedihan di kedua matanya.

To be continued ....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd