Chapter 26: Ada Apa di Villa Melody? dan Resolusi Galuh!
Sebuah benteng.
Tempat itu tampak seperti sebuah benteng.
Pekarangan rumah putih tersebut mungkin tidak sebesar dan seluas Roy’s Mansion, namun bangunannya yang besar dan tembok besi tinggi menjulang mendeskripsikan betapa miripnya rumah tersebut dengan sebuah benteng.
Perkenalkan, tempat ini adalah
Villa Melody, hunian seorang General Manager dari Idol Group tercinta yang juga dikenal sebagai sang informan Holy Grail,
Melody Nurramdhani Laksani. Lingkupnya luas lengkap dengan taman berpohon rindang, belakangnya terdapat kolam renang, puncak bangunannya terdapat sebuah area terbuka dengan rumput sintetis sebagai alas. Jika dikira – kira, mungkin tempat ini secara total berlantai 5.
Tak tanggung – tanggung, tampak beberapa penjaga berjas hitam terlihat berkeliling area villa. Mungkin mereka adalah satpam rumah tersebut?
“Jadi bagaimana? Ada perkembangan?” Ucap suara seorang gadis dari dalam ruang tengah villa tersebut.
Sebuah ruang bercahaya tampak bersinar disusul oleh riuh suara para gadis di ruang tengah villa tersebut, nampaknya ada beberapa orang yang sedang berkumpul di dalam sana.
“Saya sudah membawa
dua orang itu, namun nampaknya si
toket gede sempat memberontak dan kusimpan dia di sel besi bawah tanah villa ini... Tapi saya sudah bawakan satunya lagi, dan dia rupanya setuju untuk bergabung...” Ucap gadis lembut berkulit sawo matang.
Siapakah yang memberontak lalu dikurung itu? Dan siapa juga yang setuju bergabung?
“Terimakasih,
Jinan... Dimana orang tersebut?” Balas sang ‘nyonya’.
“Feni, ayo masuk...” Ajak Jinan menuntun Feni yang berada di belakangnya untuk menghadap pada sang nyonya.
Feni pun menurut masuk, wajahnya menyiratkan tatapan ambisius tanpa ada kesan gentar sedikitpun.
Ruangan tersebut berisi 5 gadis yang kini berbaris menghadap seseorang yang duduk disebuah sofa megah. Tak salah lagi, orang yang berada dihadapan barisan para wanita itu adalah Melody lengkap beserta hijab khas dirinya. Nampaknya perkumpulan tersebut adalah sebuah ‘organisasi’ dan Feni adalah orang yang baru saja mendaftar.
“Feni, kamu sudah bersedia untuk bergabung bersama
Melody’s Circle?” Tanya Melody sambil menatap Feni.
“Saya bersedia, Kak Me—Maksud saya Nyonya Melody.” Balas Feni.
“Baiklah, kamu sudah paham kan organisasi seperti apa kita ini?”
“Paham Nyonya... Kita akan di didik untuk menjadi informan yang handal untuk client kita, terlepas dari info apapun itu.” Balas Feni.
“Bagus! Selamat datang di
Melody’s Circle! Sekarang
Gracia, Jinan, Dey, dan
Eli tolong bekerjalah dengan baik bersama Feni ya...” Ucap Melody memberi komando pada 4 gadis lainnya.
“SIAP!” Serentak 4 gadis tersebut mengiyakan apa yang Melody perintahkan.
Itulah Melody’s Circle, sebuah organisasi rahasia yang dipimpin langsung oleh Melody yang beroperasi sebagai penyedia informasi bawah tanah mengenai para gadis jeketi dan artis disekitaran mereka. Kini Melody telah berhasil merekrut pion baru, ia adalah Feni yang masih belum diketahui motif bergabungnya.
Mereka pun saling sapa dan mencairkan suasana, dilanjut Melody yang menengguk minuman berupa teh hangat yang berada disampingnya. Setelah melenguh dan berganti posisi, ia kembali menatap anak – anak buahnya.
“Apa kabar peserta pertama, Galuh?” Tanya Melody yang menyorot Eli.
“Siap nyonya! Bang Galuh tuh tampaknya masih galau nih, kayanya dia butuh bantuan informasi member atau kepalanya bisa meleduk karena ga dapet kandidat!” Balas Eli penuh keceriaan, sama seperti dirinya saat berada di panggung.
“Oke, Eli tolong carikan celah untuk intervensi masalah Galuh. Itu adalah salah satu tanggung jawab kita pada
CERO memberikan informasi pada peserta.” Balas Melody.
“Yaaahhh... Tapi kan Holy Grail tinggal seminggu lagi? Kalo gak sempet gimana donk? Hummmmzzz...” Balas Eli menunjukan wajah ekspresif.
“Kamu sendiri yang tau konsekuensinya jika gagal itu kaya gimana, sayang...” Ucap Melody tersenyum misterius penuh ancaman.
“Hiiikkk! S-s-s-siap nyonya! Eli laksanakan!” Lanjut Eli yang ketakutan.
“Baiklah... Lalu bagaimana kabar dari para
peserta lain
, Gre?” Tanya Melody, kini sorot matanya tertuju pada Gracia.
“Semua informasi telah tersampaikan kepada seluruh peserta yang membutuhkan, namun nampaknya ada sedikit masalah...” Balas Gracia yang kemudian membuka coach-board berlapis kertas informasi yang ia kumpulkan.
“Hmm? Masalah apa?” Tanya Melody.
“Informasi lapangan menunjukan bahwa 4 dari 5 peserta tampak menuju kemari dengan motif mereka masing – masing. Namun nampaknya tujuan mereka
kurang menyenangkan...” Balas Gre.
“Hoooo... Apa yang ingin mereka lakukan padaku?” Tanya Melody dengan tatapan merendahkan.
“Menurut data yang dikumpulkan...
Roy datang membawah amarah,
Kris datang bersama agen pemerintah,
Adam datang bersama Veranda yang tampak mengincarmu dan juga
Kodrat masih belum jelas namun yang pasti Natalia tampak tak senang dengan nyonya.” Jelas Gre sambil membaca data yang ia genggam.
“Hmmm... Setelah informasi yang kuberikan pada mereka, kini mereka mau berbalik menyerangku?” Ucap Melody yang kemudian beranjak dari duduknya.
Kelima gadis yang berbaris pun serentak mundur dan berlutut dihadapan nyonya mereka.
“Coba saja...” Lanjut Melody tersenyum.
“Mungkin jika kubantai mereka... Aku bisa dapatkan
Holy Grail dari
CERO? Hmmmm... Hahahahaha!”
“Melody’s Circle...” Sahut Melody.
“Siap Nyonya!” Serentak kelima gadis tersebut merespon.
“Siapkan tubuh kalian... Kita akan
perang...”
---
***
---
Sementara itu, di rumah sang buas...
TOK TOK TOK
Rumah itu diketuk dari luar.
Namun
Galuh, sebagai pemilik rumah justru hanya terdiam murung dengan tatapan yang kosong. Kehidupannya baru saja terengut, segala aspek dari mulai percintaan, karir, hingga pertemanan telah hilang dilahap oleh kebuasan dirinya sendiri.
‘
Kini mungkin aku tak masalah mati...’ Gumam Galuh dalam pikirnya.
‘Satu minggu lagi menuju hancurnya kepalaku oleh chip peledak ya...’
‘Sial... Lama sekali...’
Galuh masih belum bangkit dari galaunya, seluruh perabotan rumah tampak berserakan menyatu dengan kaleng bir dan botol minuman yang entah sudah ia tenggah berapa lama. Ia pun sudah tak mengetahui berapa lama ia berdiam diri dalam ruangan gelap tersebut, yang ia pikirkan hanyalah rasa bersalahnya dan rasa ingin mati.
TOK TOKK TOKK
Pintu kembali diketuk oleh seseorang, kini Galuh yang mulai merasa jengkel pun mengangkat mukanya dari lututnya. Wajahnya tampak terpuruk kusut yang sesekali terbatuk – batuk.
“Siapa kau, brengsek?! GULPPP—” Bentaknya kepada orang dibalik pintu disusul dengan dirinya yang kembali menenggak botol minuman ditangan.
“Galuh! Buka!” Samar – samar suara seorang wanita berteriak dibaliknya.
“Gak dikunci bego!” Balas Galuh.
CKREKKK
Pintu terbuka menunjukan sosok siluet wanita yang Galuh kenal, seorang wanita yang sedari awal sudah menjadi support system untuk Galuh. Matanya berair menatap sosok tersebut, namun ia tidak mau senang duluan, ia masih takut sosok tersebut justru membencinya, sama seperti orang – orang lainnya.
Sosok itu adalah
Thalia Ivanka.
“GALUHH!!!”
Vanka berlari setelah menutup pintu menuju Galuh yang terduduk lesu di tembok sandarannya, lalu segera memeluk Galuh.
“Vanka...” Balas Galuh lirih.
Vanka mendekap kepala Galuh erat di dadanya, ia mendekap Galuh sangat erat seolah takut kehilangan sosok pria tersebut.
“Galuh... Aku ngerti perasaanmu... Tapi kamu jangan kaya gini plis... Aku takut...” Ucap Vanka sambil mengelus kepala Galuh yang bersender di dadanya.
“Tapi Vanka... Aku udah kehilangan semuanya...” Balas Galuh yang mulai gemetaran.
Mata Galuh mulai berlinang, bibirnya bergetar, dadanya terasa sesak mau memuntahkan segala perasaan yang ia pendam sendirian.
“Semua ini bukan seluruhnya salahmu... Dan manusia memang melakukan kesalahan...” Balas Vanka.
!!!
“Aaargghhh!!! Vanka! Maafkan aku!!!”
Seluruh emosi dari perasaan Galuh meluap dalam pelukan hangat Thalia Ivanka, air matanya yang sudah tak kuasa terbendung pun terluapkan, ia menangis sekeras – kerasnya dalam pelukan Vanka. Disisi lain Vanka pun memeluk Galuh semakin erat, keduanya saling memejam air mata dalam sunyi tangis Galuh.
Tanpa perlu mengeluarkan kata – kata apapun lagi, mereka berdua larut dalam hangatnya pelukan masing – masing.
Tangisan Galuh menyiratkan segala emosi yang dipendamnya.
Eratnya pelukan Vanka menyuratkan segala rasa empatinya terhadap apa yang Galuh rasakan.
Galuh beruntung masih memiliki Vanka.
.
.
.
.
.
.
“Udah ya? Jangan nangis lagi... Kamu harus bangkit...”
Begitu ucap Vanka, kini keduanya sudah lebih tenang dan saling duduk bersenderan di tembok. Sesekali tampak Vanka ikut meminum botol vodka yang ada di hadapan mereka berdua.
“Makasih banyak Vanka...”
Galuh tersenyum menoleh kesampingnya, Vanka yang ia selalu liat di ranjang adalah Vanka si jablay masokis yang hanya peduli akan sex. Namun kali ini, ia menyadari betapa berharganya seorang Vanka untuk Galuh.
“Udah biasa aja lagi... Liat nih, kaos aku jadi basah! Toket aku jadi nyeplak deh! Hahahaha!” Balas Vanka berusaha mencairkan suasana.
“Hahahaha gapapa, biar orang pada nafsu liat kamu nanti pas jalan balik...” Lanjut Galuh membalas candaan Vanka.
“Sialan!”
Keduanya pun larut dalam tawa.
“Vanka...” Panggil Galuh memotong canda tawa mereka.
“Iya?”
“Kenapa sih gak bisa kamu aja yang jadi kandidatku di Holy Grail...” Ucap Galuh kembali kedalam ratapannya.
Vanka memegang pipi Galuh dan mengangkat kembali kepalanya agar menatap Vanka mata ke mata.
“Kan sudah kubilang, orang yang sudah mengikuti Holy Grail tak bisa ikut kembali... Tapi kamu tak usah khawatir soal itu... Aku akan bantu carikan kandidat untukmu kok...” Ucap Vanka.
‘
Tapi yang kusuka kan kamu... duh!’ Ucap Galuh penuh gemas dalam pikirnya.
Galuh tersenyum membalas ucapan Vanka, ia kembali meneguk minumannya.
“Ceritain dong seperti apa pasanganmu saat itu dan seperti apa Holy Grail War itu...” Lanjut Galuh bertanya.
Vanka tersenyum simpul, ekspresinya seolah tak mau membahas hal tersebut.
“Itu pembahasan untuk nanti ya kalau soal pasanganku... Tapi yang hanya bisa kukatakan kalau soal Holy Grail War sih kamu harus siapkan tubuh agar bisa sex lebih lama dan lebih kuat... Kamu gak akan tau apa yang ada di dalam sana...” Balas Vanka sambil mengingat ancaman CERO jika dirinya membeberkan Holy Grail terlalu banyak kepada orang lain.
“Begitu ya... Lalu, kira – kira kamu ada saran untukku mencari kandidat baru? Soalnya mau Melati, Shani ataupun Desy udah gak mungkin nih...” Tanya Galuh.
Mata Vanka tampak berbinar mendengar pertanyaan Galuh yang barusan, nampaknya sang pria buas satu ini secara perlahan sudah mulai sembuh dari galaunya. Setidaknya, Galuh sudah punya motivasi untuk tetap hidup saja sudah menyenangkan untuk Vanka.
“Kalau kita datangi member atau ex-member sekarang bisa – bisa kita salah kaprah! Apalagi akhir – akhir ini lagi rame banget isu soal
Sang Pemerkosa Ex-Member, meski kabarnya dia udah ditangkap agen intelejen negara sih...” Balas Vanka menjelaskan dengan sepenuh hati.
“Lalu?” Tanya Galuh.
“Kudengar dari CERO katanya Melody adalah sumber informasi untuk peserta yang sedang kehilangan arah...” Ucap Vanka pelan.
“Heeee? Melody? Serius? Dulu waktu aku masih kerja kayanya dia gak terlihat seperti orang yang terlibat dengan hal – hal beginian...” Balas Galuh setengah percaya.
“Itu dia yang bikin
tricky, karena sedari awal aku masuk jeketi pun Melody sulit dibaca... Aku pun sebenernya kurang setuju jika kamu harus ke Melody...” Ungkap Vanka.
“Kenapa tuh?” Tanya Galuh.
“Rekomendasi ini berdasar dari CERO langsung, dia tuh orangnya licik... Aku takut kamu justru dijebak...” Balas Vanka.
“Hmmm bener juga... Tapi kayanya aku tak punya pilihan lain...” Ucap Galuh disusul oleh dirinya yang mulai beranjak dari duduknya.
Vanka menatap Galuh yang mulai mendapatkan kembali motivasinya, ia pun kemudian beranjak dan berdiri disamping Galuh.
“Kau benar... Kamu tak punya pilihan lain... Tapi setidaknya, biarkan aku membantumu kali ini, oke?” Ucap Vanka tersenyum.
“Tentu saja, tolong tahan aku sebelum kejadian seperti Insiden Desy terulang ya, Vanka?” Balas Galuh yang juga tersenyum.
Keduanya bergandeng tangan, keluar dari rumah tersebut dengan wajah yang cerah.
“
Ayo, kita datangi Melody!”
Galuh and Vanka join the party!