coolcaesar
Semprot Baru
- Daftar
- 28 Oct 2023
- Post
- 30
- Like diterima
- 497
Halo agan2 semua gw Jeri gw dokter saat ini uda spesialis Bedah di Jakarta.
Gw mau coba menceritakan pengalaman real gw saat gw jadi dokter PTT (pegawai tidak tetap) saat tahun 2012 di suatu daerah sangat terpencil (ST) di Maluku Utara.
Gw laki2 lulus dokter dari salah satu Univ swasta di Jakarta 2011 akhir saat itu umur 24 th, gw ras Chindo tinggi 179cm BB ideal, status belum menikah saat itu dan masih perjaka ting2 tulen (riwayat gw pacaran 1x dan itu pun hanya dry sex sama pacar ane maksudnya ga pernah buka celana hanya kissing, petting (MMC), dan gesek2 sampe orgasme atau muncrat dalam celana karena gw tergolong masih anak muda baik2, polos sama takut juga kalau ngehamilin pacar gw berhubung masih banyak cita2 yg gw impikan ke depannya).
Cita2 gw mau ambil spesialis Bedah saat itu tp berhubung gw hanya orang biasa sangat sulit untuk masuk sekolah spesialis, apalagi gw CHINDO (no sara), jadi gw merencanakan ambil program PTT ke daerah terpencil selama 1 tahun yang konon katanya kalau dokter sudah mengabdi ke daerah terpencil dapat meningkatkan poin pertimbangan diterima saat daftar spesialis.
Setelah daftar dan ambil program Dokter PTT gw dapet ditempatkan di daerah dengan kriteria Sangat Terpencil (ST) di Provinsi Maluku Utara pulau halmahera bagian utara, daerah kota TOBELO. Kalau mau tau gambaran lokasinya gw harus naik pesawat dari Jakarta ke Ternate kurleb 4 jam, lalu dari Ternate nyebrang ke Halmahera naik kapal laut (kapal speed) kurleb 1 jam, lalu dari pelabuhan ke Tobelo naik mobil taksi avanza kurleb 5 jam.
Setelah semua proses penempatan selesai gw di tugaskan di sebuah puskesmas di salah 1 desa, dan karena gw Dokter PTT gw tinggal di Rumah Dinas Bersama dengan pegawai PNS lain di Puskesmas itu.
Rumah dinasnya lokasi persis menempel di belakang puskesmas, rumah cukup luas kurang lebih 9x10m, isi 3 kamar tidur (1 kamar dijadikan gudang barang2 puskesmas), 1 ruang tengah ada sofa dan TV, 1 ruang dapur, dan 1 kamar mandi. Nah gw tinggal di salah 1 kamar di rumah Dinas itu yang mana 1 kamar lainnya sudah ditempati oleh pegawai puskesmas lainnya, pasangan suami istri perawat dan punya anak 1 laki-laki (nah istri perawat inilah yang nantinya gw lakukan hubungan terlarang itu sebut saja namanya Sifa dan suaminya Deril).
Sebenarnya selama awal2 di Desa biasa saja apalagi karena gw Dokter satu-satunya di Puskesmas di Desa itu jadi diterima sangat baik dengan semua pegawai RS, masyarakat sekitar, dan mereka sangat terbantu dengan adanya seorang Dokter.
Selama 3 bulan pertama semua berjalan normal, selain gw masih beradaptasi di mana kehidupan di desa terpencil pasti berbeda di Jakarta, di Desa gw listrik hanya 10-12 jam sehari (yaitu mulai pukul 18.00 sampai 06.00 pagi dan siang pemadaman sampai sore lg begitu seterusnya) tapi tak jarang listrik sering tidak nyala sama sekali karena listrik Desa pakai tenaga BBM alias Genset besar bahan bakar diesel di PLN desa, jadi kalau suatu saat BBM tidak masuk atau belum terkirim ke Desa pasti listrik tidak nyala, dulu sangat berbeda distribusi BBM ke daerah terpencil dibanding sekarang BBM sudah 1 harga (waktu 2012 premium masih 25rb seliter di Desa). Lalu mengenai air pakai PDAM kadang nyala kadang mati juga, kalau mati harus menimba sumur dan masukan air melalui lubang di dinding kamar mandi yang mengalir ke bak mandi. Dan begitupun dengan sinyal yg saat itu hanya ada Telkomsel 1 tower kecil yg ditenagai listrik genset yang sering on off juga.
Namanya hidup monoton di Desa kecil, puskesmas, rumah dinas, jalan2 di pantai ntah mancing, mati listrik, mati sinyal, mati air, damai tidak ada hiburan lainnya pasti ada titik bosan dan jenuh, temen gw bilang kalau lu di Desa uda terlalu lama dan liat wanita2 di Desa mulai mikir "oh cantik juga, manis juga, boleh juga" itu uda bahaya harus segera cuti ke kota buat refreshing pikiran dan mata, takutnya bisa terjadi hal2 yg sangat diinginkan. Jadi biasanya kalau sudah begitu 2-3 bulan gw cuti ke Ternate trus refreshing staycation seminggu di penginapan atau rumah dokter PTT lain.
Kehidupan gw dan hubungan dengan pegawai2 di puskesmas sangat kondusif, karena gw Dokter laki2 Chindo ga jelek2 amat ya seperti biasa mulai dari bidan2, perawat wanita dan pegawai wanita lain di puskesmas sering goda2 sedikit, sering dijodoh2in sama yg jomblo2 juga dan becanda2an seperti pada umumnya lah ya. Tapi karena memang gw mengambil PTT ini sudah jelas tujuannya buat syarat poin ambil sekolah spesialis jadi gw tidak pernah sedikitpun terbesit untuk cari jodoh ataupun macam2 sama pegawai2 wanita atau masyarakat Desa, isitilahnya CARI AMAN karena gw pendatang dari luar supaya situasi kondusif, tidak ada masalah dan gw cepat menyelesaikan tugas saya selama 1 tahun lalu pulang Jakarta.
Nah kehidupan gw di Rumah Dinas juga sangat kondusif, Deril sama Sifa pasangan suami istri yg serumah Dinas sama gw juga pasangan muda ke duanya perawat medis dan status PNS daerah, usia gw sama Deril hampir sama 24 th dan Usia Sifa 22 th dan anaknya baru usia 1 th. Karena 1 rumah gw buat kerja sama ke mereka untuk urusan makan minum, berhubung gw dokter dengan gaji PTT kurleb 9 jt-15jt saat itu (pusat+insentif+pasien praktek pribadi) jadi gw mengambil inisiatif yang mengisi semua keperluan dapur seperti beras, minyak, sayur, ikan telur, mie instan dsbnya, dan mereka yg urus soal masak dan makanannya, intinya gw siap makan aja dan mereka sudah tidak perlu keluar uang sama sekali untuk urusan dapur.
Pasangan Deril dan Sifa terlihat sangat bahagia, tidak pernah bertengkar, dan hubungan yang sangat harmonis apalagi sudah ada anak usia 1 th. Sifa istri muda 22 th orang asli Manado karena PNS dan ikut Suami jadi dia ditempatkan di puskesmas sesuai domisili Suami yang asli orang Maluku Utara. Sifa perawakan tidak gemuk dan tidak kurus apalagi ibu habis melahirkan anak 1 tahun bisa dibilang ideal semok, wajah manis tidak terlalu cantik tapi tidak jelek sampai ga enak di pandang (mungkin Sifa hanya sedikit tidak terurus dari orang Manado tinggal di Desa sangat terpencil). Saat di puskesmas Sifa berpakaian layaknya perawat seragam kemeja dan rok putih rapi dengan pin Dinas Kesehatan dan kadang seragam khas PNS nya. Tapi setelah balik ke Rumah Sifa sangat santai kalau berpakaian, biasa hanya pakai piayama oversize terusan bahan kaos yang sampai ke paha. Jadi kalau kita bertiga sedang duduk ngobrol2 bercerita segala macam di ruang tengah, Piayama Sifa sering terangkat sampai pahanya tersingkap, tak jarang saat dia menaikan kaki nya di sofa, paha bagian dalam sampai terlihat, dan juga karena piayam oversize seringkali gw ngeliat pangkal dada dan Branya lewat lubang lengan kalau dia sedang menunjuk atau mengangkat tangan (ternyata semua tindakan dia yg gw nanti akhirnya tanyakan kalau semua itu dia sengaja lakukan). Ya awalnya ga ada sekilas pun terbesit nafsu, atau tertarik sama Sifa, gw selalu mikir oh paha, oh beha, oh susu, meski berulang kali yang ternyata dia diam2 lancarkan serangan2 kecil yang terus menerus tiap hari tanpa gw sadari.
bersambung....
Bonus baju putih:
Bonus baju linmas:
Lanjutan:
Part 2
Bonus
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Bonus 2
Part 8
Part 9
Part 10
Gw mau coba menceritakan pengalaman real gw saat gw jadi dokter PTT (pegawai tidak tetap) saat tahun 2012 di suatu daerah sangat terpencil (ST) di Maluku Utara.
Gw laki2 lulus dokter dari salah satu Univ swasta di Jakarta 2011 akhir saat itu umur 24 th, gw ras Chindo tinggi 179cm BB ideal, status belum menikah saat itu dan masih perjaka ting2 tulen (riwayat gw pacaran 1x dan itu pun hanya dry sex sama pacar ane maksudnya ga pernah buka celana hanya kissing, petting (MMC), dan gesek2 sampe orgasme atau muncrat dalam celana karena gw tergolong masih anak muda baik2, polos sama takut juga kalau ngehamilin pacar gw berhubung masih banyak cita2 yg gw impikan ke depannya).
Cita2 gw mau ambil spesialis Bedah saat itu tp berhubung gw hanya orang biasa sangat sulit untuk masuk sekolah spesialis, apalagi gw CHINDO (no sara), jadi gw merencanakan ambil program PTT ke daerah terpencil selama 1 tahun yang konon katanya kalau dokter sudah mengabdi ke daerah terpencil dapat meningkatkan poin pertimbangan diterima saat daftar spesialis.
Setelah daftar dan ambil program Dokter PTT gw dapet ditempatkan di daerah dengan kriteria Sangat Terpencil (ST) di Provinsi Maluku Utara pulau halmahera bagian utara, daerah kota TOBELO. Kalau mau tau gambaran lokasinya gw harus naik pesawat dari Jakarta ke Ternate kurleb 4 jam, lalu dari Ternate nyebrang ke Halmahera naik kapal laut (kapal speed) kurleb 1 jam, lalu dari pelabuhan ke Tobelo naik mobil taksi avanza kurleb 5 jam.
Setelah semua proses penempatan selesai gw di tugaskan di sebuah puskesmas di salah 1 desa, dan karena gw Dokter PTT gw tinggal di Rumah Dinas Bersama dengan pegawai PNS lain di Puskesmas itu.
Rumah dinasnya lokasi persis menempel di belakang puskesmas, rumah cukup luas kurang lebih 9x10m, isi 3 kamar tidur (1 kamar dijadikan gudang barang2 puskesmas), 1 ruang tengah ada sofa dan TV, 1 ruang dapur, dan 1 kamar mandi. Nah gw tinggal di salah 1 kamar di rumah Dinas itu yang mana 1 kamar lainnya sudah ditempati oleh pegawai puskesmas lainnya, pasangan suami istri perawat dan punya anak 1 laki-laki (nah istri perawat inilah yang nantinya gw lakukan hubungan terlarang itu sebut saja namanya Sifa dan suaminya Deril).
Sebenarnya selama awal2 di Desa biasa saja apalagi karena gw Dokter satu-satunya di Puskesmas di Desa itu jadi diterima sangat baik dengan semua pegawai RS, masyarakat sekitar, dan mereka sangat terbantu dengan adanya seorang Dokter.
Selama 3 bulan pertama semua berjalan normal, selain gw masih beradaptasi di mana kehidupan di desa terpencil pasti berbeda di Jakarta, di Desa gw listrik hanya 10-12 jam sehari (yaitu mulai pukul 18.00 sampai 06.00 pagi dan siang pemadaman sampai sore lg begitu seterusnya) tapi tak jarang listrik sering tidak nyala sama sekali karena listrik Desa pakai tenaga BBM alias Genset besar bahan bakar diesel di PLN desa, jadi kalau suatu saat BBM tidak masuk atau belum terkirim ke Desa pasti listrik tidak nyala, dulu sangat berbeda distribusi BBM ke daerah terpencil dibanding sekarang BBM sudah 1 harga (waktu 2012 premium masih 25rb seliter di Desa). Lalu mengenai air pakai PDAM kadang nyala kadang mati juga, kalau mati harus menimba sumur dan masukan air melalui lubang di dinding kamar mandi yang mengalir ke bak mandi. Dan begitupun dengan sinyal yg saat itu hanya ada Telkomsel 1 tower kecil yg ditenagai listrik genset yang sering on off juga.
Namanya hidup monoton di Desa kecil, puskesmas, rumah dinas, jalan2 di pantai ntah mancing, mati listrik, mati sinyal, mati air, damai tidak ada hiburan lainnya pasti ada titik bosan dan jenuh, temen gw bilang kalau lu di Desa uda terlalu lama dan liat wanita2 di Desa mulai mikir "oh cantik juga, manis juga, boleh juga" itu uda bahaya harus segera cuti ke kota buat refreshing pikiran dan mata, takutnya bisa terjadi hal2 yg sangat diinginkan. Jadi biasanya kalau sudah begitu 2-3 bulan gw cuti ke Ternate trus refreshing staycation seminggu di penginapan atau rumah dokter PTT lain.
Kehidupan gw dan hubungan dengan pegawai2 di puskesmas sangat kondusif, karena gw Dokter laki2 Chindo ga jelek2 amat ya seperti biasa mulai dari bidan2, perawat wanita dan pegawai wanita lain di puskesmas sering goda2 sedikit, sering dijodoh2in sama yg jomblo2 juga dan becanda2an seperti pada umumnya lah ya. Tapi karena memang gw mengambil PTT ini sudah jelas tujuannya buat syarat poin ambil sekolah spesialis jadi gw tidak pernah sedikitpun terbesit untuk cari jodoh ataupun macam2 sama pegawai2 wanita atau masyarakat Desa, isitilahnya CARI AMAN karena gw pendatang dari luar supaya situasi kondusif, tidak ada masalah dan gw cepat menyelesaikan tugas saya selama 1 tahun lalu pulang Jakarta.
Nah kehidupan gw di Rumah Dinas juga sangat kondusif, Deril sama Sifa pasangan suami istri yg serumah Dinas sama gw juga pasangan muda ke duanya perawat medis dan status PNS daerah, usia gw sama Deril hampir sama 24 th dan Usia Sifa 22 th dan anaknya baru usia 1 th. Karena 1 rumah gw buat kerja sama ke mereka untuk urusan makan minum, berhubung gw dokter dengan gaji PTT kurleb 9 jt-15jt saat itu (pusat+insentif+pasien praktek pribadi) jadi gw mengambil inisiatif yang mengisi semua keperluan dapur seperti beras, minyak, sayur, ikan telur, mie instan dsbnya, dan mereka yg urus soal masak dan makanannya, intinya gw siap makan aja dan mereka sudah tidak perlu keluar uang sama sekali untuk urusan dapur.
Pasangan Deril dan Sifa terlihat sangat bahagia, tidak pernah bertengkar, dan hubungan yang sangat harmonis apalagi sudah ada anak usia 1 th. Sifa istri muda 22 th orang asli Manado karena PNS dan ikut Suami jadi dia ditempatkan di puskesmas sesuai domisili Suami yang asli orang Maluku Utara. Sifa perawakan tidak gemuk dan tidak kurus apalagi ibu habis melahirkan anak 1 tahun bisa dibilang ideal semok, wajah manis tidak terlalu cantik tapi tidak jelek sampai ga enak di pandang (mungkin Sifa hanya sedikit tidak terurus dari orang Manado tinggal di Desa sangat terpencil). Saat di puskesmas Sifa berpakaian layaknya perawat seragam kemeja dan rok putih rapi dengan pin Dinas Kesehatan dan kadang seragam khas PNS nya. Tapi setelah balik ke Rumah Sifa sangat santai kalau berpakaian, biasa hanya pakai piayama oversize terusan bahan kaos yang sampai ke paha. Jadi kalau kita bertiga sedang duduk ngobrol2 bercerita segala macam di ruang tengah, Piayama Sifa sering terangkat sampai pahanya tersingkap, tak jarang saat dia menaikan kaki nya di sofa, paha bagian dalam sampai terlihat, dan juga karena piayam oversize seringkali gw ngeliat pangkal dada dan Branya lewat lubang lengan kalau dia sedang menunjuk atau mengangkat tangan (ternyata semua tindakan dia yg gw nanti akhirnya tanyakan kalau semua itu dia sengaja lakukan). Ya awalnya ga ada sekilas pun terbesit nafsu, atau tertarik sama Sifa, gw selalu mikir oh paha, oh beha, oh susu, meski berulang kali yang ternyata dia diam2 lancarkan serangan2 kecil yang terus menerus tiap hari tanpa gw sadari.
bersambung....
Bonus baju putih:
Bonus baju linmas:
Lanjutan:
Part 2
Bonus
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Bonus 2
Part 8
Part 9
Part 10
Terakhir diubah: