lagi bosen abis. main game. berkhayal....
Nana mengernyitkan matanya yang sipit. "APA SIH RAHASIAAN SEGALA?!"
Anggia terkekeh. "Udah, elu duduk aja di sofa. Bentar lagi... umm... mabelas menit lagilah." Temannya yang gemuk bahenol sexy ini menggeser duduknya di sofa panjang, kakinya mengangkang. Ia rebahan di atas bantal, sembari tangannya menyambar sebutir strawberry di coffee table yang mewah. Kedua payudaranya yang besar nampak membusung, putingnya menonjol. Di villa ini, mana pernah Anggia memakai beha?
Nana memutar matanya. Ia agak menyesal kok mau diajak nginap oleh Anggia, dengan acara rahasia. Lagipula, apalagi sih yang rahasia dari Anggia? Sejak akrab di acara opspek waktu masuk kuliah, cewek ini menjadi teman dekatnya dan menjadikan dirinya tempat curhat dan cerita tentang bagaimana pengalaman ngentot dengan kakak-kakak tingkat. Mulanya Nana risih, tapi karena orang tua Anggia kaya raya sehingga anak itu juga royal bukan main, Nana mau saja berteman dan kecipratan duitnya. Sangat lumayan untuk menutupi kebutuhan bulanan. Ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka sejak Nana masih bayi. Ibunya.... Nana tidak tahu bagaimana ibunya, dan kadang-kadang tidak ada transferan duit sama sekali selama sebulan. Kalau sudah begitu, Anggia selalu membantunya dengan senang hati, tanpa pernah bertanya buat apa. Cuman lima juta, katanya.
Cuman?!
Tapi ya gitu, anak ini cabul bukan main. Sedangkan Nana tidak pernah bermain dengan lelaki, tidak pernah pacaran. Tidak pernah ciuman. Apalagi ngentot!
Bukan berarti Nana berpenampilan buruk. Sebaliknya, kalau mau, dia mudah mendapatkan pekerjaan jadi foto model. Tubuhnya tinggi, kulitnya halus, matanya sipit, dadanya bulat besar. Bapaknya asli dari Palembang, tapi matanya sipit. Ibunya asli dari Manado, masih keturunan Portugis. Pantatnya bulat -- itu bagian yang paling membuat Anggia iri -- dengan kaki yang panjang, betis yang berisi. Pinggulnya ramping, jadi benar-benar bertubuh seperti gitar Spanyol. Dan kecantikan itu....
Begini, kalau ada perempuan mempunyai buah dada sebulat dan sebesar Nana, maka kebanyakan mata lelaki akan terpaku pada dadanya. Nenen. Tetek. Toket. Besar, tapi bulat, tidak seperti buah pepaya yang menggantung. Dengan puting yang menonjol, nampak dari baju walaupun Nana tidak pernah melupakan BH nya. Wajar kalau lelaki akan menatap ke dada, tapi di hadapan Nana, mereka akan terpukau dengan kecantikan wajah, dengan rambut hitam tergerai sebahu. Mata yang modelnya sipit seperti orang Tionghoa Palembang, tapi warna mata agak kehijauan seperti mata orang Portugis.
Dengan penampilan seperti itu, Nana tidak kekurangan lelaki yang mengejarnya. Tapi dia tidak mau lelaki -- ia dan ibunya sudah cukup menderita karena ayahnya yang mendadak jadi sok agamis kemudian terus menikahi perempuan lain. Nana juga menjadi sangat sinis dan sangat tidak percaya pada segala ajaran agama dari pihak ayahnya. Hah, disuruh pakai jilbab? Disuruh solat? Omong kosong, kelakuan masih bajingan seperti itu! Malah yang jadi pelakor itu perempuan berjilbab yang tidak tahu malu, kata ibunya. Nana belajar dari ibunya untuk tidak percaya pada lelaki, maka dari kecil sampai kuliah begini dia tidak pernah pacaran. Tidak ada lelaki yang berhasil mendekatinya.
Entah bagaimana, kok malah punya teman baik yang hobinya seks. Ya sudahlah. Nana memandang keluar dari balkon lantai dua yang penuh kaca, memandang ke arah lautan lepas dan matahari yang baru saja terbenam. Ia sudah beberapa kali menginap di villa Anggia, tetap saja terpesona dengan pemandangan matahari terbenam di balik cakrawala.
Lima belas menit kemudian, terdengar pintu bawah dibuka. Mata Anggia yang sebelumnya sayu mendadak berbinar-binar. "Asyik!" serunya. Ia terus melompat berdiri dari kursi.
Dari tangga muncullah dua orang pemuda yang gagah. Nana mengenali mereka sebagai senior dari jurusan geodesi.
"Hai Gia sayang!"
"Iiihh.... Dro baru datang sih! Ditungguin! Kangen!" lantas Anggia terus menyosor memeluk pemuda itu dan tanpa malu-malu mencium bibir pemuda itu. Pemuda yang bernama Indro terus memeluk gadis itu, tangannya meremas pantat Anggia yang hanya memakai celana super pendek dari kain tipis.
"Eh.... ada Nana juga. Halo Nana, saya Irfan," kata pendamping si Indro dengan berbinar. Ada cewek paling cantik di kampus mau main di sini juga?
Tapi Anggia buru-buru melapaskan ciumannya lantas menyanggah Irfan. "Eh, jangan gangguin Nana, pokoknya anggap aja dia kagak ada. Kita main aja bertiga di sini."
"Bertiga di sini?" tanya Indro
"Iyalah, gua udah sange banget nungguin kalian" jawab Anggia
"Terus ada Nana... kan...." kata Irfan termangu-mangu. Barangnya dah mengeras membayangkan bisa menggauli Nana.
"Gila lu Fan, dia sih duduk aja di sana gak bersuara. Biar nonton aja," kata Anggia lagi agak ketus. "Pokoknya kalian berdua gak boleh apa-apain Nana!"
"Sini sayang, cium gua aja...." kata Anggia sambil mendesah.
Indro menciumnya, sambil kedua tangannya meremas tetek Anggia yang besar. Jelas lebih besar dari Nana. Putingnya juga agak hitam besar.
Kalau tidak salah, dulu waktu SMA Anggia sempat hamil, tapi terus mengalami keguguran kandungan. Akibatnya, kedua nenennya besar dan berputing besar agak hitam -- tahu gak, kalau perempuan hamil tuh yang membesar lebih dulu adalah teteknya?
Sementara, Irfan berjongkok di belakang Anggia, terus memelorotkan celananya. Ia bernafsu melihat pantat yang kuning langsat bulat besar itu, yang hanya dibungkus oleh G-String. Hanya kain sebesar telapak tangan yang menutupi memek yang tembem dan nampak basah.
Sambil berjongkok, Irfan mulai menciumi dan mengigit pantat kuning langsat di depannya.
Nana melongo. Jadi, ini yang dibilang sebagai rahasia itu?
--sambung nanti ya--
Nana mengernyitkan matanya yang sipit. "APA SIH RAHASIAAN SEGALA?!"
Anggia terkekeh. "Udah, elu duduk aja di sofa. Bentar lagi... umm... mabelas menit lagilah." Temannya yang gemuk bahenol sexy ini menggeser duduknya di sofa panjang, kakinya mengangkang. Ia rebahan di atas bantal, sembari tangannya menyambar sebutir strawberry di coffee table yang mewah. Kedua payudaranya yang besar nampak membusung, putingnya menonjol. Di villa ini, mana pernah Anggia memakai beha?
Nana memutar matanya. Ia agak menyesal kok mau diajak nginap oleh Anggia, dengan acara rahasia. Lagipula, apalagi sih yang rahasia dari Anggia? Sejak akrab di acara opspek waktu masuk kuliah, cewek ini menjadi teman dekatnya dan menjadikan dirinya tempat curhat dan cerita tentang bagaimana pengalaman ngentot dengan kakak-kakak tingkat. Mulanya Nana risih, tapi karena orang tua Anggia kaya raya sehingga anak itu juga royal bukan main, Nana mau saja berteman dan kecipratan duitnya. Sangat lumayan untuk menutupi kebutuhan bulanan. Ayahnya sudah pergi meninggalkan mereka sejak Nana masih bayi. Ibunya.... Nana tidak tahu bagaimana ibunya, dan kadang-kadang tidak ada transferan duit sama sekali selama sebulan. Kalau sudah begitu, Anggia selalu membantunya dengan senang hati, tanpa pernah bertanya buat apa. Cuman lima juta, katanya.
Cuman?!
Tapi ya gitu, anak ini cabul bukan main. Sedangkan Nana tidak pernah bermain dengan lelaki, tidak pernah pacaran. Tidak pernah ciuman. Apalagi ngentot!
Bukan berarti Nana berpenampilan buruk. Sebaliknya, kalau mau, dia mudah mendapatkan pekerjaan jadi foto model. Tubuhnya tinggi, kulitnya halus, matanya sipit, dadanya bulat besar. Bapaknya asli dari Palembang, tapi matanya sipit. Ibunya asli dari Manado, masih keturunan Portugis. Pantatnya bulat -- itu bagian yang paling membuat Anggia iri -- dengan kaki yang panjang, betis yang berisi. Pinggulnya ramping, jadi benar-benar bertubuh seperti gitar Spanyol. Dan kecantikan itu....
Begini, kalau ada perempuan mempunyai buah dada sebulat dan sebesar Nana, maka kebanyakan mata lelaki akan terpaku pada dadanya. Nenen. Tetek. Toket. Besar, tapi bulat, tidak seperti buah pepaya yang menggantung. Dengan puting yang menonjol, nampak dari baju walaupun Nana tidak pernah melupakan BH nya. Wajar kalau lelaki akan menatap ke dada, tapi di hadapan Nana, mereka akan terpukau dengan kecantikan wajah, dengan rambut hitam tergerai sebahu. Mata yang modelnya sipit seperti orang Tionghoa Palembang, tapi warna mata agak kehijauan seperti mata orang Portugis.
Dengan penampilan seperti itu, Nana tidak kekurangan lelaki yang mengejarnya. Tapi dia tidak mau lelaki -- ia dan ibunya sudah cukup menderita karena ayahnya yang mendadak jadi sok agamis kemudian terus menikahi perempuan lain. Nana juga menjadi sangat sinis dan sangat tidak percaya pada segala ajaran agama dari pihak ayahnya. Hah, disuruh pakai jilbab? Disuruh solat? Omong kosong, kelakuan masih bajingan seperti itu! Malah yang jadi pelakor itu perempuan berjilbab yang tidak tahu malu, kata ibunya. Nana belajar dari ibunya untuk tidak percaya pada lelaki, maka dari kecil sampai kuliah begini dia tidak pernah pacaran. Tidak ada lelaki yang berhasil mendekatinya.
Entah bagaimana, kok malah punya teman baik yang hobinya seks. Ya sudahlah. Nana memandang keluar dari balkon lantai dua yang penuh kaca, memandang ke arah lautan lepas dan matahari yang baru saja terbenam. Ia sudah beberapa kali menginap di villa Anggia, tetap saja terpesona dengan pemandangan matahari terbenam di balik cakrawala.
Lima belas menit kemudian, terdengar pintu bawah dibuka. Mata Anggia yang sebelumnya sayu mendadak berbinar-binar. "Asyik!" serunya. Ia terus melompat berdiri dari kursi.
Dari tangga muncullah dua orang pemuda yang gagah. Nana mengenali mereka sebagai senior dari jurusan geodesi.
"Hai Gia sayang!"
"Iiihh.... Dro baru datang sih! Ditungguin! Kangen!" lantas Anggia terus menyosor memeluk pemuda itu dan tanpa malu-malu mencium bibir pemuda itu. Pemuda yang bernama Indro terus memeluk gadis itu, tangannya meremas pantat Anggia yang hanya memakai celana super pendek dari kain tipis.
"Eh.... ada Nana juga. Halo Nana, saya Irfan," kata pendamping si Indro dengan berbinar. Ada cewek paling cantik di kampus mau main di sini juga?
Tapi Anggia buru-buru melapaskan ciumannya lantas menyanggah Irfan. "Eh, jangan gangguin Nana, pokoknya anggap aja dia kagak ada. Kita main aja bertiga di sini."
"Bertiga di sini?" tanya Indro
"Iyalah, gua udah sange banget nungguin kalian" jawab Anggia
"Terus ada Nana... kan...." kata Irfan termangu-mangu. Barangnya dah mengeras membayangkan bisa menggauli Nana.
"Gila lu Fan, dia sih duduk aja di sana gak bersuara. Biar nonton aja," kata Anggia lagi agak ketus. "Pokoknya kalian berdua gak boleh apa-apain Nana!"
"Sini sayang, cium gua aja...." kata Anggia sambil mendesah.
Indro menciumnya, sambil kedua tangannya meremas tetek Anggia yang besar. Jelas lebih besar dari Nana. Putingnya juga agak hitam besar.
Kalau tidak salah, dulu waktu SMA Anggia sempat hamil, tapi terus mengalami keguguran kandungan. Akibatnya, kedua nenennya besar dan berputing besar agak hitam -- tahu gak, kalau perempuan hamil tuh yang membesar lebih dulu adalah teteknya?
Sementara, Irfan berjongkok di belakang Anggia, terus memelorotkan celananya. Ia bernafsu melihat pantat yang kuning langsat bulat besar itu, yang hanya dibungkus oleh G-String. Hanya kain sebesar telapak tangan yang menutupi memek yang tembem dan nampak basah.
Sambil berjongkok, Irfan mulai menciumi dan mengigit pantat kuning langsat di depannya.
Nana melongo. Jadi, ini yang dibilang sebagai rahasia itu?
--sambung nanti ya--