Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY IMMORTAL GIRL

NANA DAN RISI BARU SAJA BERJALAN BEBERAPA BELAS KM, ketika suara desingan terdengar keras dari arah atas. Sigap, Nana mencabut pedangnya dan membuat gerakan lebar ke samping. TRAAANNNGG!! Tangan Nana yang memegang pedang sampai mendadak kesemutan menahan benturan pedang dengan tombak yang berbelok arah lantas menancap lebih dari setengah ke dalam batu gunung yang keras!

"Sial, para perampok itu kembali lagi, dan nampaknya mereka membawa orang yang lebih kuat!" desis Risi. Dari langit seperti seekor elang besar, turun seorang perompak berambut merah awut-awutan, menyerang dengan cengkeraman tangan. Risi menggerakkan dua belah pedang pendeknya, menciptakan kerlipan bintang-bintang yang bertubi-tubi menyerang perampok yang datang, namun serangan itu dengan mudah ditangkis oleh si perampok.

"Bintang jatuh!!" seru Nana keras sambil menyabetkan pedang disertai cakra api yang kuat. Pedangnya menghasilkan gemuruh diikuti bola api yang terang, menderu ke perampok. Kekuatannya berkali-kali lipat serangan Risi, maka si perampok menyilangkan tangan di depan wajah kemudian mendorong ke bawah. Segumpal bola cakra hitam menerjang keluar, tepat menghadang bola api dari pedang Nana.

BUUUMMM! Kedua gumpalan itu beradu di udara. Si perampok yang tubuhnya masih melayang di udara terus terpental mundur puluhan meter ke belakang, demikian juga Nana dan Risi terdorong keras. Mereka memakai tenaga dorongan untuk melompat ke depan, berusaha melarikan diri dari kejaran perampok. Pukulan itu membuat perampok jatuh ke tanah berbatu, tapi ia tidak terluka. Sebaliknya ia terus berlari mengambil tombak yang tertancap di batu, menariknya keluar dengan mudah seperti hanya tertancap di tahu!

"Haahhh.... Tuan Putri, celaka! Perampok itu sudah tingkat renatal!" seru Risi menyadari kekuatan akirosk jahat. Kekuatan si rampok itu jauh melebihi kekuatan mereka, maka satu-satunya cara mereka harus melarikan diri. Masalahnya, mereka berlari turun gunung yang berbatu dan berjurang dan tidak benar-benar tahu arah. Salah melangkah, bisa jatuh dalam jurang yang dalam!

Dengan ilmu Peri Air, Nana bisa bergerak jauh lebih cepat dibandingkan Risi. Tetapi ia tidak mau meninggalkan teman, sehingga Nana berlari berdampingan. Tak lama kemudian, si perampok muncul lagi di udara dan kembali melontarkan tombak, kali ini mengarah ke Risi.

"Awasss!!" seru Nana cepat, sehingga Risi segera berkelit. Tapi tak urung, tombak itu menyerempet pahanya, terus tertancap lagi di tanah berbatu. Risi yang pahanya terluka jatuh terguling, menjadi sasaran empuk perampok yang kembali melontarkan bola yang tercipta dari cakra hitam.

Gadis itu menatap ngeri ke arah bola energi yang seperti naga hitam besar, siap untuk menelannya bulat-bulat! Nana yang masih berjarak beberapa meter dari sana terus mengulurkan telunjuknya yang bercincin ke arah Risi. ZZAAAAPPP! Risi seketika terhisap masuk ke dalam dimensi cincin, sekejap kemudian bola cakra hitam itu menghantam tanah dan menciptakan lubang besar selebar lima meter!

Guncangan besar akibat hantaman bola cakra hitam menyebabkan beberapa batu gunung longsor, terus bergemuruh turun dari puncak ke arah Nana dan si perampok. Nana menggunakan ilmu peri air sepenuhnya, terus "mengalir" dengan sangat cepat ke arah bawah, mengikuti batu-batu yang menggelinding. Memang batu-batu itu berbahaya, namun si perampok juga harus menjaga diri dari batu, bukan?

Nana dan si perampok dengan gesit berkejar-kejaran di antara batu-batu yang menggelinding. Berulang kali si perampok mengirimkan pukulan bola cakra hitam, yang nyaris mengenai Nana, menghancurkan batu besar di sampingnya dan pecahan batu berhamburan. Untung Nana mengenakan baju zirah yang sepenuhnya tahan terhadap pecahan batu yang tajam!

Mereka bekejaran turun gunung sejauh dua ribu meter, ketika Nana yang ada di depan merasa sebuah ancaman besar muncul. Berkat jurus Raksasa Bumi, ia bisa merasakan ada sebuah denyut kuat di depan, energi bumi yang sangat besar dan mengancam! Ketika ia melihat ada sebuah celah batu kecil di depan, di antara dua batu sebesar mobil yang menonjol, Nana melompat sejajar dengan tanah menuju celah kecil itu.

Ancaman yang dirasakan Nana terbukti muncul, ketika mahluk jahat kadal raksasa tiba-tiba saja muncul dari celah besar di depan dan langsung menyemburkan cairan asam yang keras dari mulutnya! Nana yang meluncur di tanah segera mengaktifkan cincin dimensi, dan dirinya berpindah masuk ke dalam ruang dimensi cincin! Yang tertinggal hanyalah sebongkah cahaya biru kehijauan yang berkerlipan dan masuk persis ke celah batu kecil sempit di tanah, terlindung di antara dua batu sebesar mobil itu.

Semburan asam keras itu bahkan sanggup melelehkan batu. Perampok akirosk menghantamkan bola cakra hitam ke depan, tetapi tidak bisa menahan semburan asam. Si perampok meloncat tinggi ke atas, memakai ilmunya untuk melayang. Si kadal yang marah melihat buruannya luput terus mendongakan kepala dan menyembur kuat. Melihat semburan datang, si perampok memilih mengelak dengan kembali ke permukaan bumi. Melihat buruannya turun, kadal raksasa itu terus meloncat mengejar, hendak menerkam. Sreeett! Baju si perampok robek terkena terkaman kadal, tetapi ia sendiri berhasil mengelak, lantas melompat mundur jauh ke belakang!

Kegagalan menangkap buruan membuat si kadal bertambah murka. Mahluk itu dengan sigap terus melompat dan mengejar si perampok yang berbalik arah naik ke atas gunung, memanfaatkan batu-batu gunung yang sesekali masih meluruk turun. Si kadal berulang kali terhantam batu, namun sepertinya ia tidak merasakan apa-apa dan tetap mengejar dengan cepat.

"Tuan Putri!" seru Risi melihat Nana tiba-tiba saja muncul di ruangan itu. Risi duduk di antara tumpukan perbekalan yang mereka bawa, sementara blackie melompat-lompat di antara barang-barang baru yang menarik perhatiannya. Kini ruangan itu tidak lagi sangat membosankan.

"Haaaaahhhhh.... Itu tadi berbahaya sekali...." kata Nana letih sambil terus duduk di lantai. "Lepas Dendra!" serunya dalam hati, dan seluruh baju zirah itu menghilang lenyap, kini Nana bertelanjang bulat duduk dengan lelah di lantai. Melihat itu, Blackie dengan cepat melompat ke antara kedua kaki Nana, mencari memek gadis itu untuk dijilati.

"hei Blackie, Blackie... Jangan sekarang! Aduh! Sana pergi!" usir Nana. Seluruh badannya terasa sakit dan lelah. Tapi, apakah mereka selamat? Nana memakai kekuatan mentalnya melihat keluar, tapi ia hanya melihat dua sisi batu di kiri kanan, sedangkan di atasnya langit terlihat berwarna vanilla. Tidak ada bayangan si perampok maupun mahluk jahat.

"Kita.... Istirahat saja dulu di sini," kata Nana
"Tuan Putri, ini ada di manakah kita sekarang?" tanya Risi
"Ini... Ingat waktu kita menemukan baju zirah? Zirah yang aku pakai disebut Dendra. Ruangan ini merupakan bagian dari zirah Dendra, suatu ruang di tempat lain."
"Lalu... Bagaimana kita bisa keluar dari sini?"
"Ya... Kita keluar saja, nanti kalau sudah aman."
"Maksud Tuan Putri?"
"Jangan khawatir, Risi. Hanya butuh pikiran saja."
"Oh..." Risi tidak berkata-kata lagi.

"Lukamu bagaimana, Risi?"
"Sedikit kulit tersobek saja, Tuan Putri"
"Buka zirahnya, sini aku obati"
"Ah, tidak usah merepotkan Tuan Putri"
"Apa sih, nanti malah infeksi. Ayo buka!"
"Baiklah, Tuan Putri"

Risi memejamkan matanya dan berkonsentrasi. Baju zirah cakra terus terlepas dari seluruh tubuhnya. Ia pun bertelanjang bulat. Pahanya sebelah kanan terluka besar, sobek terserempet tombak. Darah masih mengalir dari sana, dan di sekitar luka ada bengkak yang memerah lebam kehitaman.

"Hah, ternyata parah juga"
"Uh... Ya, Tuan Putri"

Nana mendekat. Mengagumi tubuh telanjang Risi yang putih halus, dengan tetek yang bulat besar, pinggang yang ramping. Paha yang kuat dan ramping. Tubuh wanita pejuang yang terlatih dan indah. Sedikit banyak, Nana merasa tubuhnya tidak seindah dan seseksi Risi.

Ia mengerahkan jurus Peri Air membawa aliran Air Suci ke atas luka di paha Risi, yang dengan cepat membuat luka yang merekah itu tertutup kembali, bahkan bengkaknya pun berangsur-angsur hilang.

"uuuggghhh.... Tuan Putri...." Risi memejamkan mata, nafasnya tersengal-sengal. Nana menjadi heran, apa yang terjadi dengan Risi?

Tetapi wanita itu malah terus merenggangkan kedua kakinya mengangkang. Memeknya terlihat besar merah, lubangnya besar! Entah bagaimana, mungkin sudah banyak sekali memek itu didera kontol besar mengobok-oboknya. Mendadak usil, Nana terus mengarahkan telapak tangannya ke memek yang besar itu, merasakan denyutan-denyutan dari jaringan yang terkoyak.

Nana mengerahkan cakra Air Suci dan membungkus memek Risi. Karuan saja, Risi merintih keras, orgasme! Tubuhnya berkedut-kedut keras, dan cairan memek memancar keluar. Nana terus mengerahkan jurus Peri Airnya mengikat kembali yang terkoyak, menyatukan kembali jaringan yang sudah melebar. Perlahan-lahan memek Risi kembali menguncup, menutup seperti memek perawan. Tetapi Nana tidak mengembalikan selaput daranya. Sepanjang proses itu, Risi terus menerus dilanda orgasme hebat sehingga matanya membelalak dan wajahnya merah padam.

"Nah, sudah," kata Nana sambil tersenyum. Cukup limabelas menit untuk menyembuhkan Risi.

Risi tidak bisa menjawab, dalam waktu lima belas menit itu ia mengalami orgasme terhebat dan terus menerus yang terlama di dalam hidupnya. Setelah selesai, Risi lunglai dan terus tertidur lelap. Melihat itu, Nana juga terus berbaring dan menutup mata.

Kehebohan bertubi-tubi kali ini sangat melelahkannya.
 
PAGI HARI DI GUNUNG BERBATU INI TERASA PANAS TERIK, dengan bebatuan yang panas terhampar sejauh mata memandang. Nana telah mengenakan pakaian lamanya kembali, kain yang membelit buah dada dan pantat selangkangannya saja, hanya kali ini ia juga memakainya menjadi kerudung menutupi kepala dan rambutnya. Risi juga memakai pakaian serupa, dan sejak peristiwa malam itu ia menjadi lebih pendiam dan kehilangan aura arogannya sebagai Akirosk pejuang.

Hah, kini Risi seperti gadis yang malu-malu kucing! Tetapi ia masih tetap cekatan dan gesit, terus melangkah di depan Nana.

"Risi?"
"Ya, Tuan Putri?"
"Err... Apakah kamu tahu Kota Tinggi?"
"Ya, Tuan Putri. Sudah beberapa kali ke sana, dahulu bersama Tuan... Eh... Veejay"
"Oh. Jalan lewat sini?"
"Ya, Tuan Putri. Ini jalan yang lebih cepat sampai. Jalan lain memutari gunung, jauh lebih lama"
"Tunjukkan jalannya ya."
"Ya, Tuan Putri."

Dengan langkah ringan gadis itu terus berjalan cepat di depan Nana. Mereka terus menuruni gunung berbatu, dan tanah menjadi lebih banyak dipenuhi semak belukar setinggi pinggang di sebelah kiri dan kanan jalan tanah berbatu. Menjelang matahari persis ada di atas kepala, Risi menunjuk satu bukit dengan pohon-pohon rindang.

"Kita ke sana dulu, Tuan Putri. Di sana ada sumber air untuk perbekalan"

Nana mengangguk, mereka terus berbelok ke bukit. Benar saja, di sana ada sebuah kolam kecil dan banyak pohon di kiri dan kanannya. Airnya nampak bersih dan bening. Dengan riang, Nana terus melepas kainnya dan bertelanjang bulat menceburkan diri. Risi masih berjalan di depan ke arah lapang kecil, bermaksud untuk membuat api di sana.

"Eh? Awas, Tuan Putri!" seru Risi ketika mendengar suara ceburan air di belakangnya.
"Kenapa?" seru Nana
"Ada ular! Mahluk jahat ular!" seru Risi lagi

Baru saja Risi berseru, Nana melihat ada gerakan air di sisi lain dari kolam. Air yang bening menunjukkan seekor ular besar bergerak dengan cepat meluncur ke arahnya!

Nana tidak takut, sebaliknya di dalam air ia terus memasang kuda-kuda untuk melancarkan jurus Peri Air. Benar saja, ular itu bergerak sangat cepat di air, jauh lebih cepat dibandingkan di darat, dan menerkam Nana. Tangan Nana yang sudah siap terus menjalankan jurus Peri Air. Lima semburan air seperti naga menghadang ular yang menerkam, menahannya di atas permukaan.

Dengan cepat Nana bergerak di bawah air, kemudian tubuh telanjang yang indah itu bergerak ke atas, telapak tangan menjadi seperti pedang, menancap di bagian bawah kepala ular. Oleh karena kekuatan pukulan Nana, ular itu terbawa naik ke atas, terus ke sisi kolam yang berbatu. Telapak tangan Nana yang tadinya membuka seperti pedang, kini mengepal keras. Kepala ular itu terbanting ke atas batu, dan kepalan tangan Nana yang mungil menghantam kuat, meremukkan kepala ular. Kepala pecah berdarah-darah membasahi batu-batu di pinggir kolam.

Cakra air +245
Cakra air +200
Cakra air +263

...
Cakra air +927

"Cek cakra air!"
Cakra air tingkat pengatasan 4 225844 / 600000
Wuih, tambahan yang lumayan dari satu mahluk jahat.

Nana merasakan kekuatan cakra airnya kembali meningkat. Gadis itu masih bertelanjang bulat, memandang tubuh ular yang berkelojotan lalu terdiam tak bergerak, panjangnya sekitar delapan meter dengan lingkaran tubuh sebesar balok kayu besar. Risi yang memandang peristiwa itu hanya terpesona.

"Yah... Setidaknya, sekarang kita punya daging untuk makan siang," kata Nana ringan. Ia kembali masuk ke dalam kolam, bermain air sambil membersihkan segala darah dan kotoran yang lengket sejak kemarin. Melihat itu, Risi juga terus membuka bajunya bertelanjang, tubuh yang tinggi kekar dengan tetek besar itu terus masuk juga ke dalam air. Ketika badan menjadi bersih, pikiran pun menjadi lebih tenang.

Ketika sudah puas, kedua perempuan cantik itu keluar dan berpakaian. Risi terus menguliti ular dan mengambil dagingnya, mengeratnya untuk dibakar di atas api. Nana ingat ada Blackie, yang terus ia keluarkan. Anak singa hitam itu sangat senang sehingga ia berlari-lari di sekitar kolam, kemudian berhenti untuk turut menikmati daging ular yang merah segar.

Setelah semuanya selesai, keduanya kembali berjalan menuju Kota Tinggi. Setelah mandi, sama sekali tidak ada tanda-tanda bekas pertempuran hebat. Kini yang terlihat hanya seorang perempuan Akirosk tinggi besar yang cantik dengan baju kain mewah, diikuti perempuan lain berkerudung yang nampak lebih cantik lagi, berjalan beriringan.

Melintas padang, mereka melewati hutan seperti pohon-pohon pinus yang tidak terlalu rapat. Keluar dari sana, mereka melalui kebun-kebun, dan mulai menemukan rumah penduduk petani, kebanyak kaum Glosk yang berambut biru. Kini lebih banyak orang yang berjalan keluar dari tempat pertanian, melangkah menuju Kota Tinggi. Banyak yang menggunakan gerobak mengangkut hasil tani, ditarik oleh para lelaki Glosk berambut biru yang kekar-kekar. Melihat perempuan Akirosk, tidak ada yang berani mengangkat muka, semuanya menunduk dengan hormat kepada Risi.

Setelah bertemu penduduk, Risi dan Nana bisa beristirahat di penginapan yang ada di desa. Risi masih tetap menjadi gadis pemalu di hadapan Nana, sepertinya sepenuhnya mendedikasikan diri menjadi budak Nana dan tidak berani memandang mukanya. Mengetahui kebiasaan orang Akirosk, Nana membiarkan saja perilaku Risi, sambil memperhatikan bagaimana kehidupan menjadi lebih semarak.

Dahulu di Lembah Kesuburan atau di Rimba Hijau, tidak ada kumpulan orang sebanyak ini. Benar-benar tempat yang terpencil dan tidak banyak orang. Tetapi di sini sudah ada ribuan orang yang berlalu lalang. Hmm... Mungkin Kota Tinggi sudah berisi jutaan orang, pikir Nana.

Waktu berlalu cepat, kini mereka melalui rumah-rumah yang berderet padat, pasar, dan lapangan di mana kaum Edisk dan Glosk beraktivitas.

"Kita sudah dekat?" tanya Nana
"Ya Tuan Putri, perjalanan kita sekitar dua hari lagi sampai di Kota Tinggi"
"Baiklah... Eh... Kini jalan di sebelahku saja ya"
"Ya Tuan Putri"
"Er... Risi?"
"Ya Tuan Putri?"
"Bisakah menghilangkan panggilan Tuan Putri itu? Panggil saja Nana padaku"
"Ya Tuan... Eh.. Nana" wajah Risi mendadak jadi bersemu merah dadu
"Nah, begitu lebih enak"
"Ya Nana"

Haehhhh.... Nana memutar bola matanya. Akirosk ini benar-benar tidak tahu soal pertemanan di antara cewek!

Perjalanan menuju ke Kota Tinggi mengarah ke atas, semakin lama semakin terjal, dan rumah penduduk malah menjadi semakin jarang. Sebagai gantinya Nana melihat ada pos-pos penjaga di mana banyak lelaki Akirosk berjaga dengan tombak dan tameng. Para lelaki itu semua -- tanpa kecuali -- memandang lekat-lekat kepada Risi. Lelaki mana yang tidak tertarik dengan gadis berambut merah secantik dan seseksi itu?

Untungnya Risi membawa aura bangsawan di dalam dirinya, jadi tidak ada tentara yang mengganggu, hingga akhirnya mereka sampai ke depan gerbang pintu masuk Kota Tinggi. Penjaga terus menemui Risi dan Nana yang hendak masuk.

"Ada keperluan apakah Tuan-Tuan Putri datang ke Kota Tinggi?" tanya si penjaga Akirosk yang tinggi besar, bahkan lebih tinggi daripada Risi.
"Kami datang dari Gua Panas, hendak menemui Tuan Rajamoorpha," jawab Risi
"Siapakah kalian?" tanya si penjaga itu lagi.

Nana melangkah ke depan, melepaskan kerudung kepala yang menutupi rambut hitam lebatnya. Ia terus mengacungkan plakat tanda penguasa ke depan wajah si penjaga. Karuan saja, penjaga itu terus berlutut di hadapan Nana!

"Maaf, maafkan hamba, Tuanku Putri! Selamat datang di Kota Tinggi! Kami segera sampaikan kepada Tuanku Rajamoorpha!"

Setelah mengatakan itu, si penjaga terus bangkit dan terus berteriak memanggil teman-temannya, memberitahukan kedatangan Putri Homosk dengan plakat tanda penguasa! Sebagian berlari memberitahu kantor pemerintahan, sebagian lain menyiapkan ruangan tempat menerima tamu terhormat.

"Lewat sini, Tuan Putri," kata seorang lelaki Edisk berambut ungu dengan sangat hormat. Nana dan Risi mengikutinya masuk ke dalam bangunan batu yang menempel dengan struktur pintu gerbang. Di dalamnya ada ruangan mewah dengan kayu berukir halus, juga sebuah kamar mandi besar berlantai pualam.

"Silakan Tuan Putri beristirahat dulu di sini, sebentar lagi kami antarkan kepada Tuanku Rajamoorpha," kata si Edisk lagi.

Melihat kamar mandi, Nana bersorak gembira di dalam hatinya. Yess.... Bisa mandi lagi! Mandi adalah kegiatan mewah di Kriloga!

Ia terus mandi, membersihkan semua debu dan kotoran dari perjalanan, terutama membersihkan tumit kaki yang pecah. Hmm.... Cakra Air Suci mengalir dan menyembuhkan kedua kakinya, kini menjadi mulus kembali. Nana memandang senang. Kalau saja orang di dunianya tahu bagaimana bisa membuat tumit menjadi bagus begini, jerawat hilang, bekas luka hilang, hanya dengan cakra air.... Haa!

Nana memakai kebaya hijau tuanya kembali menutupi tubuh yang indah. Risi juga mandi dan mengenakan baju zirah perak hijau, nampak gagah perkasa! Kedua perempuan cantik ini terus dijemput dan diantar ke arah gedung istana Prefektur Ooki, dengan sebuah kolam besar berbentuk bulat berada di depannya.

Tidak banyak seremoni atau protokol, keduanya terus masuk dan disambut oleh seorang Akirosk tua, mungkin panglima tentara, dan bertiga mereka terus masuk ke ruangan dalam dan menemui Rajamoorpha, penguasa Prefektur Ooki di yang bertahta Kota Tinggi.
 
Bimabet
NANA BERSIAP DAN MENGERAHKAN HALIMUN CAKRAWALA sehingga auranya nampak sepenuhnya seperti orang biasa. Ketika dua pintu setinggi gajah itu di buka, Nana terus melangkah masuk setelah diberi tanda. Ketika ia melangkah, semua memandang, takjub melihat Homosk secantik itu! Melintasi setengah ruangan, tanpa disadari Nana berhenti ketika melihat orang yang berdiri di depannya.

Rajamoorpha adalah seorang Homosk berambut hitam keriting dan persis seperti orang India. Nana tidak menyangka akan menemui pria tinggi besar tegap bertelanjang dada dengan hiasan emas melingkari, dengan wajah ganteng, alis hitam lebat, rahang kuat, dan macho total! Untuk sesaat Nana terpana menatap lelaki ganteng dewasa itu.

Ruangan besar itu seperti ballroom, atau balairung. Rajamoorpha berdiri di depan kursi besar yang menempel ke dinding penuh hiasan dan bendera-bendera. Banyak orang di sebelah kiri dan kanannya, sebagian berambut pirang, Blendosk, dan sebagian lagi berambut merah, Akirosk. Semua memandang Nana dan Risi yang berjalan masuk. Nana dan Risi berdiri di depan Rajamoorpha yang nampak gagah bagaikan raja yang bertahta.

Nana memberi hormat dengan mengepalkan tangan di depan, wajahnya tegak memandang Rajamoorpha. Ia mengingat dirinya juga seorang Homosk, jadi tidak perlu menunduk menyembah.

Yang lain, termasuk Risi, semua menunduk dalam-dalam memberikan hormat sesuai tradisi Kriloga. Tidak ada yang bersuara.

"Selamat datang di Kota Tinggi," ujar Rajamoorpha sambil tersenyum kepada Nana. Matanya berbinar melihat kecantikan Nana yang berambut hitam, memakai kebaya hijau dengan tetek bulat besar yang menerawang di balik renda-renda, putingnya nampak mengintip dengan warna merah muda.

"Eh... salam hormat, Tuanku Rajamoorpha," kata Nana dengan kikuk, wajahnya terus menjadi merah. Sebagai perempuan 20 tahun, pertemuan semacam ini benar-benar membuatnya salah tingkah.

"Dan Tuanku Putri adalah....?" Selidik Rajamoorpha
"Oh... eh, nama saya Nana, Tuanku Raja..." Nana mengeluh dalam hati. Tidak ada yang memberitahunya bagaimana harus bersikap bertemu pemimpin Prefektur Ooki. Harus bagaimana? Ngomongnya apa? Yang nggak bikin malu tuh seperti apa?

"Salam kenal, Putri Nana," kata Rajamoorpha sambil masih tersenyum melihat kekikukan perempuan muda di hadapannya, "ada apakah datang ke Kota Tinggi?" tanyanya sambil terus duduk di kursi besar di belakangnya.

"Oh... umm... begini," Nana mengeluarkan plakat tanda penguasanya, "saya datang dari Lembah Kesuburan, beberapa bulan yang lalu mahluk-mahluk jahat telah berhasil memasuki. Mahluk jahat juga menguasai desa Rimba Hijau. Saya diberi plakat ini dan diminta oleh Lambas untuk memberi kabar ke Gua Panas, kemudian dari sana berangkat ke Kota Tinggi. Dan... eh, Respira di Gua Panas mengatakan kalau persenjataan di Gua Panas sudah berkurang, karena... eh, Veejay tidak mengelolanya dengan benar, dan minta kebijakan dari Tuanku Rajamoorpha," tutur Nana sambil mengingat-ingat pesan dari Respira.

Duh, aku ini ngomong apa? Keluh Nana dalam hati. Bayangkan ada pertemuan dengan pejabat tinggi dan ngomong belepotan seperti begini.

Rajamoorpha mengernyitkan keningnya dalam-dalam. Pancaran matanya yang semula cerah, mendadak menjadi gelap, wajahnya menjadi sangat serius. "Respira kita kirim berbulan-bulan yang lalu dan tidak memberi kabar apa-apa, siapa itu Veejay? Bukankah penguasa Gua Panas seharusnya Akhlik?"

"Eh... Veejay entah bagaimana datang dan menguasai Gua Panas dengan memakai ilmu pengikat sukma, Tuanku Rajamoorpha. Respira dan yang mengikutinya turut terikat, sedang penguasa Gua Panas sebelumnya, saya tidak bertemu dengannya," jawab Nana

"Dan di Lembah Kesuburan, ada Rambada yang menjaga dengan Tirai Arkanian, bukan?"

"Rambada ternyata dikuasai oleh mahluk jahat, dan ia terus mematikan Tirai, sehingga mahluk jahat menyerang, katanya dipimpin oleh Orompok."

"Astaga. Orompok! Itu penguasa para mahluk jahat!"

"Ya. Rambada dikuasai oleh Kilinoi, mahluk perampas sukma," sahut Nana, "tapi ia sekarang sudah mati. Lambas yang meminta saya untuk memberi kabar, karena Lambas juga terluka oleh pisau beracun Rambada."

"Lambas ini siapa ya? Penguasa Lembah Kesuburan memang Rambada, bukan?"

"Lambas ini seorang Blendosk, kawan main Rambada. Hanya, Rambada menjadi cendikia, sedang Lambas tidak suka pejabat, dia terus jadi pencari cakra"

Nana merasa ada yang aneh dengan pertanyaan Rajamoorpha, jadi ia hanya tidak menjelaskan seluruh peristiwa yang terjadi. Apakah Rajamoorpha mau mempercayainya?

"Reginar!" Seru Rajamoorpha. Seorang Akirosk tua terus bangkit dan menunduk di depan Rajamoorpha. "Bawa pasukan seratus orang ke Lembah Kesuburan. Lihat seperti apa keadaanya!"

Seratus orang? Nana mengingat ada lebih dari seratus Akirosk yang mati di Arkana. Buat apa seratus orang lagi pergi ke sana?

"Maaf, Tuanku Rajamoorpha, tetapi mahluk-mahluk jahat itu sangat banyak di Lembah Kesuburan," tukas Nana.

Rajamoorpha menoleh, wajahnya seperti tidak senang mendengar celetukan Nana.
"Tidak apa-apa, biar mereka mencari tahu dulu seperti apa situasinya," katanya dengan nada kesal. Nana berdiam diri, tidak menjawab.

"Rislika!" Seru Rajamoorpha lagi. Seorang Blendosk terus datang ke depan memberi hormat. "Rislika ajak Genori dan pasukannya ke Gua Panas. Bantu Respira untuk segera mengerjakan senjata lagi di sana."
"Siap, Tuanku Rajamoorpha!" jawab Rislika. Ia terus beranjak keluar.

Sedikit banyak, Nana terkesan. Tidak banyak pembahasan, tetapi Rajamoorpha ini bekerja cepat merespon beritanya.

"Nah, Putri Nana, mungkin kita harus menunggu beberapa bulan lagi sebelum mereka mengabarkan hasilnya. Sementara itu, silakan Putri Nana tinggal di Kota Tinggi," kata Rajamoorpha lagi, mendadak suaranya jadi ramah.

"Baiklah, kalau begitu saya mohon undur diri," sahut Nana lagi sambil memberi hormat. Rajamoorpha mengangguk. Nana terus berpaling dan berjalan mengarah keluar dari ruangan besar.

"Rinjan!" seru Rajamoorpha lagi, "tentunya Putri Nana perlu pengantar selama berada di Kota Tinggi, bukan?"

Seorang pria Blendosk terus berdiri dan memberi hormat. Nana mendengar itu terus berhenti dan berpaling kembali ke arah Rajamoorpha. Ia kembali mendekapkan kedua tangannya.

"Terima kasih, Tuanku Rajamoorpha"
"Hahaha, jangan sungkan, selamat bersenang-senang di Kota Tinggi!"

Blendosk bernama Rinjan itu terus memberi hormat kepada Nana. Mereka terus berjalan ke luar. Orang-orang yang melihat Nana semua menunduk memberi hormat sambil memperhatikan dengan penuh rasa penasaran.

"Mari, ke sebelah sini, Tuanku Putri," kata Rinjan dengan manis. Nana memperhatikan lelaki Blendosk di depannya, seorang yang masih nampak muda, mungkin belum tiga puluh tahun, dengan rambut pirang panjang sebahu. Wajahnya bersih dan tampan, tapi gerak geriknya kemayu. Seperti perempuan.

"Terima kasih, Rinjan," kata Nana dengan manis, "kalau boleh tahu, Rinjan ini... pencari cakra juga?"

"Aaahh, tidak, tidak Tuanku Putri. Saya hanya seorang cendikia saja, ya hanya cendikia" katanya dengan gaya lebay melambai.

Buset. Siapa bilang di Kriloga tidak ada waria?

"Mari, mari, kita jalan-jalan di Kota Tinggi," kata Rinjan lagi. Nana mengangkat sebelah alisnya, lalu terus melangkah mengikuti lelaki itu. Kota Tinggi ada di atas kaki gunung, ukurannya tidak terlalu besar, merupakan sebuah benteng alam yang kuat.

Nana tertarik melihat sebuah gedung yang berwarna merah muda, nampak menonjol di sebelah kiri jalan. "Apakah ini?" tanyanya kepada Rinjan.

"Oh, itu, itu adalah akademi Erostois"
"Akademi Erostois?"

"Ah iya, seperti yang biasa, anak-anak Glosk dan Edisk yang paling cantik dan berbakat dipilih dari semua wilayah di Prefektur Ooki untuk dilatih di akademi Erostois," ujar Rinjan, "mau melihat-lihat?"

Nana tiba-tiba teringat dengan Mirna, gadis kecil di Gua Panas. Ah, mengapa aku melupakannya sama sekali? Bagaimana keadaannya sekarang? pikir Nana. Para Glosk dan Edisk sedari kecil sudah dikumpulkan, terpisah dari orang tua mereka. Rupanya di Kota Tinggi juga sama, hanya mereka memilih dan membawa anak-anak terbaik.

Apakah Mirna juga seharusnya dipilih untuk ke mari, ya?
Nana melangkah masuk ke akademi Erostois.

Dalam banyak ruangan, nampak anak-anak kecil belajar membaca dan menulis. Ada juga yang belajar menari, juga bernyanyi. Di lapangan, nampak anak-anak Glosk berlarian bermain bola. Suasananya seperti di sekolah dasar.

"Anak-anak tinggal di asrama, tuh di sebelah sana," kata Rinjan. Ia terus mengajak Nana masuk lebih dalam, lalu naik tangga ke lantai dua. Di sini nampaknya jadi tempat anak-anak yang lebih besar, banyak anak remaja.

Salah satu kelas menarik perhatian Nana. Dari jendela kelas, ia melihat anak-anak remaja itu duduk dengan tertib tanpa bersuara, memperhatikan. Di depan kelas, sepasang Glosk dewasa bertelanjang bulat dan... bersetubuh. Guru mereka seorang Edisk menjelaskan langkah demi langkah: bagaimana meremas tetek. Bagaimana mengemut kontol. Bagaimana menjilat memek. Seperti apa posisi kaki mengangkang yang tidak menimbulkan cedera.

Anak-anak di kelas memperhatikan dengan tekun. Nana terpana memperhatikan itu semua.

"Yah... Begitulah, mereka belajar dengan tekun sebelum melakukan inisiasi. Ini belum seberapa, mereka juga harus praktek lho," kata Rinjan dengan senang memamerkan kelas persetubuhan.

"Praktek? Saya kira mereka harus inisiasi lebih dahulu?"
"Oh, tidak, tidak sampai benar-benar, hanya latihan rabaan saja."

Rinjan mengajak mereka berkeliling terus sampai di ujung, masuk ke dalam ruangan. Sang guru beserta anak-anak Glosk dan Edisk yang bertelanjang bulat semua berbalik dan terus memberi hormat.

"Ahhh... Ayo teruskan, teruskan," kata Rinjan sambil melambaikan tangan.

Anak-anak itu berbalik ke depan. Seorang gadis berambut ungu terbaring di atas ranjang besi setinggi pinggang. Kedua tangan dan kakinya diikat ke keempat tiang-tiang ranjang. Anak-anak lain bergantian maju, meremas tetek, mengelus memek. Nana melihat gadis itu wajahnya cantik, putih. Dadanya sudah membesar, juga bulu-bulu memeknya sudah cukup lebat. Memeknya basah oleh lendir.

Satu kelas itu berbaris satu per satu maju, baik lelaki maupun perempuan, dan melakukan sesuatu, kemudian berputar ke belakang barisan. Di rangsang seperti itu, anak gadis meronta merintih-rintih kuat, hingga akhirnya mengejang-ngejang, orgasme.

"Yak, Nelda sudah, turunkan dia. Berikutnya Yolvam, naik ke sini!" seru sang guru. Anak-anak membuka ikatan ke kaki tangan anak perempuan, yang dengan lemah terus turun dari ranjang, terus duduk di bangku samping.

Kini yang naik adalah seorang remaja lelaki. Kontolnya sudah mengacung keras. Ia naik ke atas ranjang, dan teman-temannya mengikat tangan dan kakinya. Kegiatan itu berlangsung lagi: mereka bergantian maju dan meremas kontol, mengelus puting.

Seorang gadis Edisk yang tinggi dan cantik, wajahnya merah dadu, teteknya bulat besar dengan puting merah muda, dengan bulu-bulu jembut ungu lebat, pinggang ramping, pantat bulat besar, melangkah naik. Anak lelaki yang terikat itu terkesiap. Baru saja gadis itu memegang kontolnya, CROOOTTTT... semburan maninya sampai ke langit-langit. Tak urung seluruh kelas tertawa dan bertepuk tangan.

"Hah, semua lelaki langsung ejakulasi begitu disentuh oleh Adel. Kalau begitu, berikutnya Adel yang naik!" seru si guru. Murid-murid lelaki bersorak. Tetapi Adel dengan tenang menerima tantangan, ia terus naik menggantikan anak lelaki itu, memberi tangan dan kakinya diikat terpentang. Mereka kembali beraksi. Adel meringis setiap kali anak lelaki berkesempatan, mereka langsung menyentuh memeknya, memelintir itilnya. Wajah gadis itu merah menahan birahi.

Rinjan mengajak mereka keluar dari ruangan praktek.
"Itu melatih mereka untuk bersetubuh dengan nikmat dan melayani para pejabat tinggi di Kota Tinggi," kata Rinjan lagi.
"Tapi mereka sendiri belum bersetubuh?"
"Oh tidak, mereka semua masih belum bersetubuh. Di Kota Tinggi, inisiasi biasa dilakukan di Rumah Hijau, dalam suatu pelelangan"
"Rumah Hijau?"
"Itu rumah utama di kawasan inti. Jangan kuatir, tempat tinggal Tuan Putri persis ada di sebelah Rumah Hijau, jadi nanti bisa lihat. Barangkali berminat juga?" goda Rinjan. Sambil bicara mereka terus pergi meninggalkan akademi Erostois.

Nana tidak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya perlahan. Rinjan terus mengajak mereka melihat pasar, melihat tempat hiburan, melihat kehebohan para putri berbelanja. Nana tiba-tiba menyadari sebuah masalah besar:

Dia tidak punya uang.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd