Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY IMMORTAL GIRL

Bimabet
Keren nih petualangan SI Nana mencari kehidupan....wkwkwkwkkwwk
Ditunggu lanjuntinnya hu....
 
seumur2 di site ini baru ini nemu author keren..!!! udah selevel sama novel supernova
 
KESAKTIAN JURUS PERI AIR menjadi nyata saat Nana mengerahkan cakra air ke kedua kakinya. Ia kini bisa berlari cepat di atas permukaan air, sama seperti di atas tanah yang rata. Kadang-kadang ada mahluk jahat menyerang dari bawah permukaan air danau yang keruh antara coklat lumpur dan biru-hijau lumut, namun pukulan peri air yang berkilapan seperti permukaan air mampu seketika menghancurkan kepala mereka.

Nana berlari ke arah air terjun yang mengalirkan air ke danau, airnya bergemuruh di bawah jutaan meter kubik air yang deras turun dari ketinggian sekitar lima belas meter. Dari bawah air terjun, Nana mendongak ke atas, terus mengerahkan tenaganya. Wuzzzzz... Tubuh yang ramping itu melayang naik sampai di bagian atas sungai, terus menjejak di batu yang menonjol ke depan dan mendarat di permukaan air, sehingga Nana bisa meneruskan perjalanannya di atas sungai berlawanan arah alirannya. Karena ia menjejakkan kaki di permukaan sungai, tubuhnya tidak terbawa arus air yang deras di bawah. Nana melesat dengan cepat menelusuri sungai yang berkelak kelok naik ke arah hulu di atas. Kalau ada orang yang melihatnya, pasti mengira ia benar-benar Peri Air yang menari di atas permukaan sungai.

Tak lama kemudian, sungai ini mulai diapit oleh tebing batu tinggi di kiri dan kanan. Kira-kira seribu meter lebih jauh, terlihat tinggi di atas, dari sisi kiri ke kanan ada jembatan tempat Nana pertama kali melompat. Jelas tebing ini terlalu tinggi untuk dipanjat, maka Nana meneruskan larinya di atas sungai yang berbelok ke arah matahari terbit. Cara menentukannya mudah: karena sekarang ini sudah sore, matahari terbenam di belakangnya, maka di depannya itu kira-kira adalah tempat matahari terbit, bukan?

Semakin ke atas, sungai menjadi semakin kecil, di mana ada banyak aliran-aliran dari sebelah kiri dan kanan mengalir masuk, sebab yang ada di kiri dan kanan Nana adalah hutan yang lebat. Ia mulai kehilangan arah sebab harus berbelok-belok mengikuti sungai, sedang hutan itu mulai terlihat gelap karena hari semakin sore. Akhirnya Nana keluar dari sungai terus masuk hutan. Ia mencari pohon yang besar, tinggi, dan bercabang banyak, terus memanjat naik. Malam pun turun menyelimuti bumi.

Baru saja sampai di cabang besar, seekor binatang berbulu hitam seperti macan kumbang menyergapnya, nyaris tanpa suara. Hanya karena Nana kini tajam pendengarannya, suara kresekan dedaunan yang tiba-tiba membuatnya bereaksi cepat. Tangannya meninju dengan jurus sembilan matahari, muncul bola cahaya panas yang tiba-tiba menerangi bagian atas pohon. Bola api sebesar bola pingpong itu telak menghantam tubuh mahluk yang menerkam. Mahluk itu langsung terpental, terus jatuh ke bawah pohon. Bruukkk.... Diam, tidak bergerak lagi.

Deg deg deg deg.... Degup jantung Nana berdetak cepat saking kagetnya. Walaupun kini refleksnya terbukti bekerja cepat, tetap saja kekagetan melanda. Ia menjadi sangat waspada, apalagi masih mendengar ada suara keresekan dari tengah batang pohon. Nana bersiap menghadapi serangan berikutnya.

Eh?

Kok tidak ada yang menyerang? Sebaliknya... Suara apa itu?

Gadis itu dengan kewaspadaan tinggi dan tangan kanan dipenuhi cakra api, jurus sembilan matahari, berjalan mendekat. Tangannya bercahaya lembut menerangi bagian atas pohon yang gelap, dan... Tepat di pangkal cabang, Nana melihat ada seperti bidang datar yang sempit, kira-kira hanya 60x60 cm saja. Seukuran ubin granit lah. Di situ meringkuk tiga ekor binatang dengan bulu hitam belang putih, dengan bola mata berwarna kuning.

Itu... Anak-anak macan kumbang? Kenapa penampilannya seperti kucing angora begini? Mereka kelihatan sangat lucu, seperti boneka! Hiiihhhhh, menggemaskaaaannnn!! Nana mengambil seekor yang nampaknya paling lucu, kepalanya berputar menatapnya ke manapun ia bergerak. Nana mengambilnya dan memangku di tangan. Binatang itu terlihat senang ketika Nana menggaruk kepalanya.

Pada saat itu juga dari langit turun seberkas cahaya, tiba-tiba saja semuanya menjadi terang di bawah sinar kebiruan. Nana yang masih waspada, otomatis terus menjalankan jurus Bumi Bergerak. Ada bagian di mana cakra bumi dapat disusun menjadi perisai bagi tubuh, membentuk seperti kepompong yang kuat menutupi seluruh tubuh Nana.

Sinar itu tidak bisa mengenai tubuh Nana, tetapi mengenai kedua ekor anak binatang. Tiba-tiba saja, kedua ekor binatang kecil itu menjadi buas, langsung menerjang menyerang Nana yang masih memeluk seekor. Binatang yang dipeluk itu tidak terpengaruh, tetap jinak dan diam saja di dekap dada Nana dengan dua bulatan besar tetek yang hangat. Tapi kedua saudaranya menyerang berulang kali, terjatuh, terus meloncat serang lagi.

Nana menguatkan hati dan meninju dua ekor binatang buas ini. Binatang-binatang itu terus mati dan jatuh ke bawah, ke atas tanah.

Gadis itu memandang ke bawah, di mana tergeletak bangkai tiga mahluk jahat. Ia melayang turun, memeriksa. Ada kekuatan yang terasa muncul, nampaknya intisari Kai. Nana memakai pisau yang dibawanya, terus membelah perut mahluk berbulu hitam yang besar. Ia menemukan ada sebutir Kai kehijauan, sebesar kelereng.

Eh? Ternyata di kedua anak binatang juga terasa ada sesuatu. Maka Nana juga membelah perut dua anak binatang dan menemukan juga ada sebutir intisari Kai sebesar biji kacang hijau, warnanya kebiruan.

Sebentar.... Nana mengangkat anak binatang yang masih hidup. Ia mendeteksi kekuatan Kai dari binatang kecil di tangannya. Tidak ada sama sekali. Jadi.... Tadi sinar apa itu? Apa karena sinar itu, lantas binatang menjadi mahluk jahat? Begitukah?

Nana kembali melayang naik ke atas pohon. Ia menenteng binatang kecil seperti boneka lucu. Nana memejamkan mata, sementara tangannya mengalirkan cakra yang berpusat pada lautan cakra dan tiang besar di tengahnya. Sinar kuning menyala di kedua telapak tangan memancarkan cakra.

Begini, cakra berbeda dari Kai. Cakra diperoleh manusia dengan cara menyerap dan mengolah Kai yang terlihat seperti bintik-bintik merah. Udara penuh dengan Kai, demikianlah manusia mengisapnya dengan nafas, memutarkannya di dalam semesta tubuh, di lautan sukma dengan tiang cakra, dan mengubah Kai menjadi cakra, mengisi lautan serta membuatnya menjadi semakin luas.

Cakra itu yang kemudian bergerak keluar dari tangan Nana, terus menyinari tubuh binatang kecil ini. Nana merasakan seperti ada satu bagian yang kosong dalam tubuh mahluk mungil lucu berbulu. Ia mengisi ruang kosong itu dengan cakranya. Wuzzz.... Kepala binatang yang lucu itu nampak bersinar kuning juga. Tiba-tiba Nana merasakan seperti ada hubungan antara dirinya dengan binatang di tangannya, tiba-tiba Nana merasa mengerti apa maksud dan kehendak binatang itu.

"Kamu lapar ya?" kata Nana. Ia terus mengeluarkan bekalnya, beberapa sosis yang dibuat dengan Food Maker. Sepotong sosis diberikan kepada binatang serupa kucing yang terus memakannya dengan lahap. Nana tersenyum, kini ia mempunyai teman seperjalanan yang lucu.

Nana terus membaringkan dirinya di cabang yang besar. Binatang itu meringkuk diantara kedua dada bulat milik Nana.

Ia memandang mahluk lucu berbulu hitam belang putih itu. "Kamu namanya apa ya? Hmmm..... Black Panther? Nggaklah, kamu terlalu manis. Hah.... Ya sudah, kamu dipanggil blackie saja ya?"

Binatang itu mengejap-ngejapkan matanya yang kuning, seperti protes dengan nama blackie. Duh, apa Nana tidak bisa mencari nama yang lain? Blackie? Klise amat!

Tapi mahluk yang sudah kenyang dan merasa nyaman di antara bulatan hangat, seperti tidak terlalu peduli. Ia beringsut mencari posisi enak kemudian menaruh kepalanya di dada Nana. Gadis itu pun memejamkan matanya. Karena lelah berlari begitu lama, Nana segera tertidur pulas.

~~~~~~~~~~~

Keesokan paginya, Nana terbangun karena merasa ada yang lucu menggelitik di antara kedua pahanya.

Huh? Blackie?

Binatang itu menyelinap masuk di balik kain, ke selangkangan Nana yang tidak tertutup apa-apa. Nampaknya suka dengan wangi dari memek perempuan, Blackie terus masuk dan mulai menjilati memek Nana.

Karuan saja, Nana merasa sangat geli merasakan ada sebentuk bola berbulu di selangkangan, halus terasa hangat di paha dalam. Dan entah mengapa, jilatan Blackie yang cepat itu terasa sangat merangsang. Bukannya berhenti, Nana justru berbaring kembali dan memejamkan matanya. Nafasnya semakin memburu.

"uuggghhhh.... Blackieeeeee...."

wajah Nana semakin memerah, sementara matahari kembali menyinari langit vanilla. Tak lama, orgasme melanda Nana. Tubuhnya mengejang-ngejang. Memeknya melelehkan cairan yang terus dijilati habis oleh Blackie dengan senang.

Duh, pagi-pagi binatang ini bukan mencari susu, melainkan cairan memek!

Nana terus bangun dan mengeluarkan Blackie dari selangkangannya. Ia menatap mahluk di tangannya itu, tidak tahu harus marah... atau senang? Haaahhhh.... bagaimanapun, ini hanya seekor binatang kan?

Gadis itu, masih terengah oleh orgasmenya yang nikmat, terus mengeluarkan bekalnya. Roti dan sosis, dan sekotak susu. Ia mencoba memberikan susu kepada Blackie, namun binatang itu menolaknya. Okelah... Nana tidak memaksa. Blackie cukup senang dengan potongan sosis yang diberikan padanya.

Selesai makan, Nana terus naik ke atas puncak pohon. Kini ia kembali memakai jurus-jurus naga air, membuat tubuhnya ringan mencelat dari satu dahan pohon ke dahan pohon lainnya, mencari tempat yang tinggi.

Hutan terlihat memanjang terus ke arah matahari terbit, di mana di depannya ada sebuah bukit berwarna kebiruan. Apakah di sana ada tempat yang disebut Gua Panas? Nana menyipitkan matanya yang bulat cantik. Mengerahkan tenaga, dengan jurus naga air ia seperti melayang di atas tanah, di atas dedaunan, bahkan juga di atas bagian atas pepohonan dari satu dahan ke dahan lain.

Orgasme di pagi hari nampaknya memberi energi lebih. Boleh dicoba.

Beberapa ratus meter menjelang sampai ke bukit, Nana melihat ada jalan dari tanah. Ada beberapa orang yang berjalan, dan pemandangan di depannya membuat Nana terkejut. Sesuatu yang tidak pernah ia lihat sebelumnya: beberapa orang Akirosk besar-besar, memegang cambuk, mengarahkan serombongan perempuan berambut biru, Glosk yang dirantai. Para perempuan itu nampak menyedihkan, mereka sebagian besar tidak memakai baju, kecuali kain robek yang menutupi selangkangan. Beberapa bahkan bugil sama sekali. Tubuh mereka nampak berdarah berbilur-bilur bekas cambukan, juga berlepotan tanah kotor, dengan rambut gimbal. Warna rambut bukan lagi biru cerah seperti langit di bumi -- karena langit di sini warnanya vanilla -- melainkan biru kusam kecoklatan.

Biru dan coklat. Bukan warna yang bagus dilihat.

Nana terus mengeluarkan mahsirna dari tasnya, terus memakai kain ajaib yang membuat dirinya hilang lenyap dari pandangan. Dengan jurus naga air, ia meluncur tanpa suara melalui rombongan itu, terus ke arah bukit. Sebuah gerbang besar dari kayu dijaga oleh banyak Akirosk yang terlihat sangar garang. Tapi mereka tidak bisa melihat Nana mendekat, terus menyelinap di antara tubuh-tubuh besar kekar tegap. Nana terus masuk melalui gerbang.

Di depannya ada sebuah lapangan besar, dengan kios-kios penjual mengelilinginya. Para Edisk berambut ungu nampak berjualan berbagai macam barang di lapak-lapak dari kayu dan batu, sementara para Glosk kebanyakan laki-laki, berlalu lalang mengangkut barang di punggung mereka hingga terbungkuk-bungkuk -- seperti para kuli di pasar. Banyak Akirosk yang berjalan-jalan, dan sesekali ada Blendosk yang pirang, dikerumuni para Akirosk yang jadi pengawal, melintas lapangan itu bagaikan raja besar. Semua orang menundukkan kepala dalam-dalam setiap kali orang pirang itu melintas.

Beberapa meter berjalan, di pinggir jalan Nana melihat seorang perempuan tua Glosk terbaring di sudut yang gelap. Darah nampak mengucur dari kepalanya. Tidak ada seorangpun yang memperhatikan, apalagi menolongnya. Beberapa meter dari sana, ada sebuah jubah dengan penutup kepala tergantung di dinding, keadaannya basah berlumpur. Nana mengambil jubah kotor itu, melepaskan mahsirna terus melipat dan menyimpan, kemudian mengenakan jubah yang basah.

Nana mengerahkan cakra airnya, dan seketika itu juga jubah yang tadinya basah kotor menjadi kering dan bersih. Ia terus mengenakan penutup kepala, menutupi rambutnya yang hitam. Bergegas, Nana terus menghampiri Glosk yang terbaring lemah.

"Ibu, kenapakah?" tanya Nana. Ia melihat wajah perempuan tua berambut biru yang dahinya terluka besar. Dengan kekuatan air yang mengandung daya penyembuh, Nana terus menutup luka itu. Perempuan tua membuka matanya, dengan pancaran mata mengucapkan terima kasih. Nana lantas mengeluarkan kantung minumnya, memberi perempuan tua itu minum. Juga sepotong sosis disuapkan ke mulutnya.

"Te... Terima kasih," bisik perempuan tua itu.
"Istirahat dulu, Bu," jawab Nana
"Tidak... Tidak, ini... Tidak bisa ditunda. Ini... Ambillah ini...." perempuan tua itu mengulurkan tangan. Di tangannya ada sebuah kalung berhias hijau zamrud yang diukir seperti bunga. "Sampaikan... Sampaikan kepada Landa, jangan menyalahkan diri. Jangan, jangan menghukum diri.... Tolong..."

Perempuan tua itu suaranya melemah. Nana mengambil kalung dari tangannya. Perempuan tua itu mengangguk, lalu menutup matanya.

"Ibu!" seru Nana. Tetapi ibu itu sudah menghembuskan nafasnya yang terakhir.
 
cerita begini bagi sebagian orang sangat menarik... tapi di forum ini tidak banyak yg bisa paham fiksi begini... 😅
 
menarik ceritanya
 
HUJAN BESAR TERCURAH di atas lapangan itu, membasahi semua jalan dan bangunan serta orang-orang. Langit berubah menjadi semakin kelabu, membuat tebing batu tinggi di belakang nampak menjadi hitam dan menyeramkan. Semua berlarian berteduh dari air yang seperti digelontorkan dari langit.

Nana menatap tubuh perempuan tua tak bernyawa yang tergeletak di tanah. Jubahnya yang tadi kering segera kembali menjadi basah kuyup, namun Nana tidak terlalu mempedulikannya. Ia lebih memikirkan tentang betapa tidak berharganya nyawa manusia di dunia Kriloga.

"MALAAA!!!" seru seorang anak perempuan Glosk berlari-lari, terus berjongkok di tubuh perempuan yang tidak lagi bernyawa itu. "Mala kenapa? Malaaaa..... kenapaaaaa...... hu hu hu" isak tangis bocah perempuan itu pecah di antara kerasnya derai hujan yang lebat. Nana tersentuh hatinya, ia terus berjongkok dan mengusap kepala berambut biru yang basah kuyup, yang menangis sesenggukan di depan jenazah.

Menyadari ada usapan tangan di kepalanya, perempuan itu terus mendongak, menatap wajah cantik Nana. Dari sedih, raut wajahnya seketika menampilkan rasa takut yang amat sangat, seperti melihat monster. "Maa... Maaf! Maaf! Maaf!" kata bocah itu berulang kali sambil terus berlutut. Nana terus menarik tangan bocah yang terasa kurus kecil, supaya berdiri. Dengan menggigil, tubuh kecil itu berdiri.

"Yuk ke sana. Di sini hujan lebat," kata Nana. Bocah perempuan itu ikut saja ke mana Nana menarik tangannya dengan patuh. Mereka berteduh di bawah bangunan yang menjorok ke depan, membentuk lorong yang gelap.

"Siapa nama kamu?" tanya Nana dengan suara ramah
"Namaku... eh, namaku Mirna," jawab si bocah. Ia nampak lebih tenang setelah mendengar suara Nana tidak galak.
"Halo Mirna, namaku Nana," balas Nana sambil menjabat tangan mungil kurus. Gadis kecil itu memandang Nana dengan wajah keheranan.
"Ehhh... Kak... Kak Nana, boleh aku memanggilmu kakak?" tanya Mirna
"Boleh," sahut Nana lagi
"Ahhhh! Tidak pernah ada yang sebaik ini terhadap Mirna! Kecuali Mala... tapi... Mala sudah..."
"Mala itu ....apamu?" tanya Nana
"Mala ya... Mala! Kami semua diasuh Mala!"
"Eh? Jadi kalian... kalian tinggal di mana?"
"Uh? Kakak tidak tahu?"
"Ya, Kakak baru sampai di Gua Panas"
"Oh, pantas! Kami semua di pekarangan luar, tempat kaum Glosk"
"Pekarangan luar?"
"Iyaaa! Begini di Gua Panas, kaum Glosk tinggal di pekarangan luar. Lalu di pekarangan dalam tinggal kaum Edisk. Sedang para Akirosk dan tuan-tuan Blendosk tinggal di dalam gua"

Nana melihat ke lapangan yang ada di belakangnya, memanjang sampai ke pintu gerbang.
"Maksudnya, pekarangan luar itu di balik pintu gerbang?"
"iyaaa, kaum Glosk di pekarangan luar, di sisi luar pintu gerbang"
"dan di sebelah sini pintu gerbang, adalah pekarangan dalam?"
"Betul! ini kita berada di bagian pekarangan dalam"
"Kenapa Mala dan Mirna ada di pekarangan dalam?"
"Oh, itu... eehhhh.... begini, Mala sudah tiga hari pergi meninggalkan kami. Jadi kami semua berusaha mencari Mala... terus Mirna mencari juga ke pekarangan dalam...."
"Mirna bisa melewati pintu gerbang itu?"
"WAAAHHH, mana mungkin?! Tidak tidak tidak," jawab Mirna cepat sambil menggelengkan kepala
"Lho, lantas bagaimana bisa ke sini?"
"Itu karena Mirna hebat!"
"Oh ya, hebat betulan?"
"Ahahaha.... hanya Mirna yang tahu! Mirna hebat!"

Nana menegakkan kepalanya. Alisnya yang tebal terangkat sebelah.
"Masa iya sih?"

Mirna memberengutkan pipinya. Cemberut.
"Kok tidak percaya Mirna hebat?"

Nana tersenyum memandang bocah perempuan itu, yang nampak semakin manis saja.
"Ya, kan cuman ngomong aja" goda Nana
"Mirna buktikan!"
"Bagaimana?"
"yuk, ke sini!" ajak Mirna menarik tangan Nana. Mereka terus bergerak menelusuri lorong-lorong, sesekali menembus hujan yang tak kunjung berhenti. Hanya karena hujan lebat, tidak ada yang memperhatikan dua sosok tubuh berlari-lari melintasi jalan dan lapangan. Mirna terus membawa Nana ke sisi lain dari gerbang, dekat dengan tebing tinggi. Sebuah jalan setapak licin karena hujan nampak mengarah ke atas, ke balik dua buah batu besar. Mirna menunjuk ke sana, jadi Nana membawanya naik ke atas, terus melintas dua batu besar. Yang mereka jumpai adalah jalan tebing buntu yang tinggi, penuh dengan semak belukar yang lebat, hampir menutupi kepala Mirna yang kecil.

"Lho, ini buntu kan?"
"Hehehe.... kelihatan buntu, tapi ke sini Kak," ajak Mirna. Ia menarik tangan Nana ke sebelah kiri, ternyata di balik belukar tinggi ada sebuah pintu gua! Mereka memasuki lorong gua yang sempit, sehingga Nana harus memiringkan tubuhnya yang ramping. Orang besar yang gendut mustahil bisa melalui jalan itu.

Jalan gua itu gelap, tetapi dengan yakin Mirna membawa Nana berkelak-kelok di dalam gua, hingga akhirnya mereka keluar di sisi lain yang juga ditutupi oleh semak belukar tinggi, disertai sebuah jalan setapak mengarah ke bawah. Mirna membawa Nana menuruni jalan setapak itu, hingga mereka sampai di bagian belakang sebuah perkampungan, nampaknya tempat tinggal kaum Glosk, di bawah tebing, dikelilingi oleh jurang dan hutan.

"Sini, sini..."Mirna menarik tangan Nana masih di bawah hujan lebat, melewati beberapa lorong hingga tiba di sebuah rumah kayu yang ukurannya cukup besar.

"Naahh, betul kan? Mirna hebat, kan Kak?"
"Yaa.... Mirna hebat," sahut Nana. Gadis itu nampak senang sekali dipuji Nana. Mereka terus menghampiri rumah kayu itu. Seorang perempuan muda, nampaknya remaja, melihat kedatangan mereka dari jendela. Ia terus membuka pintu dan memanggil Mirna.

"Mirnaaa! Aduh! Mirnaaa! Dari mana aja kamu?"
"Kak Larsi, Kak Larsi.... Mala... itu Mala..."
"Eh, Mala? MALAAA... " nyaring panggilan perempuan muda yang bernama Larsi. Tapi Mirna terus menggelengkan kepalanya kuat-kuat
"Kak Larsi, Mala sudah... sudah mati.... huaaaaaaa! Mala sudah matiiiii!" seru Mirna sambil berlari merangkul Larsi dan membenamkan wajahnya di dada Larsi yang besar.
"Apa? Mala? Bagaimana? Di mana....?"
"Di pekarangan dalam, Kak Larsi... hu hu hu... kakak baik ini menemukan Mala, tapi Mala sudah mati"

Larsi seperti baru menyadari kehadiran Nana di sana. Ia memandang Nana dengan curiga, karena Nana masih memakai jubah dan menutupi kepalanya.
"Eh... maaf maaf! Kakak ini siapakah?" tanya Larsi sambil membungkuk hormat, kebiasaan kaum Glosk.
"Halo Larsi, saya Nana," jawab Nana sambil mengulurkan tangan. Larsi menjabat tangannya dengan hormat diiringi rasa takut.
"Tidak apa-apa, saya juga baru kok tiba di Gua Panas," jawab Nana.
"ohhh... ya... sini mari masuk, Kak Nana, mari masuk," jawab Larsi menghormat lagi.

"Ah, saya tidak akan lama. Ini hanya mengantar Mirna, dan memang kasihan dengan Mala. Oh ya, biasanya Mala mengurus kalian? Mengapa Mala bisa ada di pekarangan dalam?"

"Oh itu... ehhh.... gimana ya..."
"Tidak apa-apa, saya hanya penasaran saja."
Mereka terus masuk ke dalam. Di ruang depan ada sebuah dipan kayu sederhana, dengan meja kecil di sebelahnya menyala lilin yang besar. Larsi duduk di dipan, diikuti Nana dan Mirna. Larsi mulai bercerita.

"Kira-kira seminggu yang lalu, kakak tertua kami Landa datang mencari Mala. Ia mau meminta kalung Santara, peninggalan kaum Glosk, yang dipegang oleh Mala. Katanya supaya mendapat keringanan hukuman dari tuan Veejay Blendosk, kalau tidak serahkan maka akan dipotong kaki dan tangan lalu disetubuhi sampai mati.

Mala biasanya baik dan pasti membantu, tapi kali ini ia menolak keras! Landa marah sekali dan bilang Mala ternyata kejam kepada anak-anaknya sendiri! Terus, ternyata diam-diam Landa masuk kamar Mala dan mencuri kalung Santara.

Begitu Mala tahu Landa mencuri kalung, ia terus pergi mengejar, terus pergi... dan sampai sekarang belum kembali!
Jadi kami semua mencarinya.

Tapi... ternyata... kata Mirna, Mala sudah mati...." air mata turun meluncur di pipi Larsi yang cantik. Nana terus memeluk gadis remaja bertubuh sintal itu, sambil mengerahkan tenaga dan mengeringkan jubahnya yang basah.

"Kalung Santara itu... apa?"
"Ah, bukan apa-apa! Itu, peninggalan kaum Glosk di Gua Panas"
"Glosk di Gua Panas?"

"Begini, seratusan tahun yang lalu, kaum Glosk yang menemukan Gua Panas, kemudian mulai menggali dan membuat jalan lorong di dalamnya. Kaum Glosk melarikan diri dari mahluk jahat, jadi membuat Gua Panas sebagai tempat tinggal yang aman.

Tapi kemudian pada suatu hari ada tuan Akirosk yang terluka oleh mahluk jahat, terus dibawa masuk ke dalam gua untuk ditolong. Setelah sembuh, Akirosk itu pergi kembali ke tuannya. Tak lama kemudian, sepasukan Akirosk masuk dan mengusir semua kaum Glosk dari dalam gua. Malah kaum Glosk terus disuruh membuat gerbang pertahanan.

Sebagai gantinya, mereka menaruh kaum Glosk di pekarangan luar, ya tempat ini sekarang, yang dibilang juga aman karena dikelilingi tebing dan hutan. Kemudian kaum Glosk harus bekerja untuk mereka.

Kaum Edisk membuat perkampungan di luar Gua Panas, jadi tempat yang disebut pekarangan dalam. Para Akirosk dan Blendosk tinggal di dalam gua.

Konon kata Mala, ada legenda kalau kaum Glosk menemukan harta karun di dalam Gua Panas, terus membuat pintu rahasia dan kunci untuk membukanya adalah kalung Santara. Tapi yahhh... itu kan cuman cerita dongeng Mala, supaya kami senang. Mana mungkin kaum Glosk bisa punya harta?"

"Cuma dongeng ya?"

"Yaaaa.... kaum Glosk tidak bisa apa-apa! Kebanggaan kami hanya bersetubuh..." kata Larsi sambil mendorong kedua payudaranya yang besar ke atas. Dua bulatan yang kenyal dan putih itu nampak bulat sempurna. "di luar bersetubuh, bisa apa lagi? Kami hanya jadi pekerja kasar, jadi tukang angkut saja. Kami bisa apa lagi?"

Nana memandang Larsi yang seksi. Ia juga memandang Mirna, yang ternyata sudah tertidur di dipan dengan lelapnya. Bagaimana caranya, seorang bocah yang bersemangat seperti Mirna, yang berani mengatakan dirinya hebat, kelak akan menjadi perempuan dewasa seperti Larsi yang percaya bahwa kaum Glosk tidak bisa apa-apa, selain bersetubuh saja?

Mereka masih bercakap-cakap membahas tentang berbagai hal, seperti bagaimana kaum Glosk harus bercocok tanam bagi diri mereka sekaligus semua yang di Gua Panas, bagaimana mereka menghadapi mahluk jahat yang sesekali datang ke pekarangan luar, dan segala macam lagi. Pada prinsipnya, ini adalah perkampungan kaum yang terjajah, sekaligus berbahagia dengan penjajahan itu!

Selagi mereka bicara, tahu-tahu pintu digedor-gedor orang di luar
"AWAS!! ADA KENDOFILL DAN TEMAN-TEMANNYA! SEMUA DISURUH KE LAPANG" seru orang di luar pintu

"Wah, apa itu Kendofill?" tanya Nana
"Aduh... mereka itu para Akirosk, mereka yang sering ke sini dan mengangkut para perempuan Glosk untuk dipakai alat bersenang-senang" jawab Larsi dengan cemas. Nana terus ingat bagaimana ada Akirosk yang merantai perempuan Glosk berjalan beriringan ke Gua Panas. Rupanya mereka itu Kendofill, di bawa dari pekarangan luar terus ke dalam.

Monster berambut merah!

Mirna dibangunkan untuk terus masuk dalam rumah, bersembunyi bersama anak-anak laki dan perempuan lain. Larsi dan Nana terus keluar dari rumah, berjalan ke lapang. Hujan sudah berhenti, hari sudah sore. Jalanan sangat becek dan berlumpur sehabis didera hujan lebat.

Sambil berjalan, Nana mengerahkan ilmu menurut naskah Halimun Cakrawala. Ia mendorong auranya lenyap, sehingga menjadi serupa dengan para Glosk yang tidak punya cakra. Dari berbagai penjuru para Glosk bergegas berjalan, hingga ke pinggir lapangan. Mereka terus berlutut di barisan paling belakang dari hadapan para Kendofill. Nana mengikuti Larsi di sebelahnya, turut berlutut juga di barisan belakang sambil tetap memakai jubah bertudung yang menutupi kepalanya.

"SEKARANG JUGA PUASKAN TUAN KALIAN KENDOFILL!" seru seorang Akirosk dengan arogan. Ia menarik tangan seorang perempuan muda Glosk yang berlutut paling depan. Perempuan itu lantas disuruh berdiri, dan dengan sebelah tangan seluruh pakaian yang sedikit menutupi tubuh sintal itu ditarik lepas.

Telanjang bulat, perempuan itu disuruh membungkuk ke depan. Akirosk itu lantas mengeluarkan kontolnya yang sudah mengeras, terus menghujamkan ke memek di antara belahan pantat yang bulat sempurna. Semua Glosk terdiam, tidak ada yang mengangkat muka, sementara si Akirosk itu menggenjot kontolnya keluar masuk memek tembem dan membuat perempuan Glosk merintih-rintih dan mengerang-ngerang keras.

Tak lama kemudian, lelaki kekar itu mengejang, sambil membenamkan kontolnya dalam, jelas muncrat di dalam. Ia nampak puas.

"SEKARANG, SERAHKAN SEMUA KALUNG YANG ADA! KALAU TIDAK, KALIAN SEMUA BOLEH MATI!" serunya lagi. Para Akirosk berdiri berjejer, sambil mengeluarkan pedang bengkok. Dengan rambut merah mereka, nampak seperti sebarisan setan yang siap menjagal manusia.

Nana ragu, ia tidak mungkin melawan begitu banyak Akirosk. Kalau pun ia melawan, berapa banyak Glosk yang akan mati? Tapi, Nana merasa harus melakukan sesuatu.

Nana terus bangkit berdiri. Larsi dengan panik berusaha memegangi tangan Nana, menariknya untuk tetap berlutut. Tapi gadis itu malah terus berjalan maju ke depan.

"JANGAN GANGGU PARA GLOSK!" kata Nana dengan keras dan tegas.

"OHOHOHO.... LIHAT ADA SIAPA INI," seru Akirosk pertama yang disebut Kendofill. Ia berusaha memandang siapa perempuan yang memakai jubah bertudung dan berani bersuara.

Nana berdiri di depan Kendofill. Ia membuka tudungnya.
Semua orang tercengang. Ada yang terus berlutut lebih dalam.
Para Akirosk seketika memberi hormat, membungkuk dalam.
Tak pernah mereka membayangkan ada seorang Homosk di antara para Glosk!

"Tuanku Putri!" seru mereka hampir bersamaan.
"Tuan Putri sedang apa di sini?" tanya Kendofill dengan nada mengecam. Rupanya Akirosk ini sudah membaca diri Nana, mendapati kalau perempuan di depannya tidak punya aura apa-apa. Hanya seorang biasa saja, maka ia menjadi lebih berani.

Homosk atau bukan, kalau tidak punya kekuatan, bisa apa? Sayangnya para bawahannya, Akirosk yang lain terlanjur menaruh hormat pada Homosk tak berdaya ini.

Kendofill melahap penampakan Nana yang cantik sexy. Air liurnya nyaris keluar, membayangkan nikmatnya mengentot seorang perempuan Homosk! Tetapi ia tidak berani sembrono, bagaimanapun Homosk punya pengaruh besar di Kriloga.

"Apa urusanmu, wahai Kendofill? Antarkan aku menemui tuanmu Veejay," kata Nana dingin.

Kendofill tidak menyangka akan dijawab demikian. Terperangah, akhirnya ia mengajak seluruh pasukannya pergi meninggalkan pekarangan luar. Kini Nana yang berjalan di tengah mereka. Ia merasa seperti menjadi perempuan yang terantai, walau ia tidak memakai apa-apa. Para Akirosk itu terasa berbeda, terasa mengancam.

Tidak semua Akirosk sama. Di Lembah Kesuburan, para Akirosk terasa menenteramkan. Di Gua Panas, mereka menjadi lebih mengerikan dari mahluk jahat. Tapi Nana tidak berkata apa-apa. Mereka membawanya melintasi gerbang, melewati pekarangan, terus masuk ke dalam mulut Gua Panas yang berbentuk segitiga. Mereka menelusuri dinding gua yang mempunyai jalan batu melingkar naik terus ke atas.

Sampai ke depan pintu kamar Veejay, seorang Blendosk penguasa Gua Panas.

Mereka berhenti di depan pintu yang setengah terbuka, di mana terdengar erangan perempuan, banyak perempuan, bersahut-sahutan dari balik pintu. Nana tertegun.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd