HUJAN BESAR TERCURAH di atas lapangan itu, membasahi semua jalan dan bangunan serta orang-orang. Langit berubah menjadi semakin kelabu, membuat tebing batu tinggi di belakang nampak menjadi hitam dan menyeramkan. Semua berlarian berteduh dari air yang seperti digelontorkan dari langit.
Nana menatap tubuh perempuan tua tak bernyawa yang tergeletak di tanah. Jubahnya yang tadi kering segera kembali menjadi basah kuyup, namun Nana tidak terlalu mempedulikannya. Ia lebih memikirkan tentang betapa tidak berharganya nyawa manusia di dunia Kriloga.
"MALAAA!!!" seru seorang anak perempuan Glosk berlari-lari, terus berjongkok di tubuh perempuan yang tidak lagi bernyawa itu. "Mala kenapa? Malaaaa..... kenapaaaaa...... hu hu hu" isak tangis bocah perempuan itu pecah di antara kerasnya derai hujan yang lebat. Nana tersentuh hatinya, ia terus berjongkok dan mengusap kepala berambut biru yang basah kuyup, yang menangis sesenggukan di depan jenazah.
Menyadari ada usapan tangan di kepalanya, perempuan itu terus mendongak, menatap wajah cantik Nana. Dari sedih, raut wajahnya seketika menampilkan rasa takut yang amat sangat, seperti melihat monster. "Maa... Maaf! Maaf! Maaf!" kata bocah itu berulang kali sambil terus berlutut. Nana terus menarik tangan bocah yang terasa kurus kecil, supaya berdiri. Dengan menggigil, tubuh kecil itu berdiri.
"Yuk ke sana. Di sini hujan lebat," kata Nana. Bocah perempuan itu ikut saja ke mana Nana menarik tangannya dengan patuh. Mereka berteduh di bawah bangunan yang menjorok ke depan, membentuk lorong yang gelap.
"Siapa nama kamu?" tanya Nana dengan suara ramah
"Namaku... eh, namaku Mirna," jawab si bocah. Ia nampak lebih tenang setelah mendengar suara Nana tidak galak.
"Halo Mirna, namaku Nana," balas Nana sambil menjabat tangan mungil kurus. Gadis kecil itu memandang Nana dengan wajah keheranan.
"Ehhh... Kak... Kak Nana, boleh aku memanggilmu kakak?" tanya Mirna
"Boleh," sahut Nana lagi
"Ahhhh! Tidak pernah ada yang sebaik ini terhadap Mirna! Kecuali Mala... tapi... Mala sudah..."
"Mala itu ....apamu?" tanya Nana
"Mala ya... Mala! Kami semua diasuh Mala!"
"Eh? Jadi kalian... kalian tinggal di mana?"
"Uh? Kakak tidak tahu?"
"Ya, Kakak baru sampai di Gua Panas"
"Oh, pantas! Kami semua di pekarangan luar, tempat kaum Glosk"
"Pekarangan luar?"
"Iyaaa! Begini di Gua Panas, kaum Glosk tinggal di pekarangan luar. Lalu di pekarangan dalam tinggal kaum Edisk. Sedang para Akirosk dan tuan-tuan Blendosk tinggal di dalam gua"
Nana melihat ke lapangan yang ada di belakangnya, memanjang sampai ke pintu gerbang.
"Maksudnya, pekarangan luar itu di balik pintu gerbang?"
"iyaaa, kaum Glosk di pekarangan luar, di sisi luar pintu gerbang"
"dan di sebelah sini pintu gerbang, adalah pekarangan dalam?"
"Betul! ini kita berada di bagian pekarangan dalam"
"Kenapa Mala dan Mirna ada di pekarangan dalam?"
"Oh, itu... eehhhh.... begini, Mala sudah tiga hari pergi meninggalkan kami. Jadi kami semua berusaha mencari Mala... terus Mirna mencari juga ke pekarangan dalam...."
"Mirna bisa melewati pintu gerbang itu?"
"WAAAHHH, mana mungkin?! Tidak tidak tidak," jawab Mirna cepat sambil menggelengkan kepala
"Lho, lantas bagaimana bisa ke sini?"
"Itu karena Mirna hebat!"
"Oh ya, hebat betulan?"
"Ahahaha.... hanya Mirna yang tahu! Mirna hebat!"
Nana menegakkan kepalanya. Alisnya yang tebal terangkat sebelah.
"Masa iya sih?"
Mirna memberengutkan pipinya. Cemberut.
"Kok tidak percaya Mirna hebat?"
Nana tersenyum memandang bocah perempuan itu, yang nampak semakin manis saja.
"Ya, kan cuman ngomong aja" goda Nana
"Mirna buktikan!"
"Bagaimana?"
"yuk, ke sini!" ajak Mirna menarik tangan Nana. Mereka terus bergerak menelusuri lorong-lorong, sesekali menembus hujan yang tak kunjung berhenti. Hanya karena hujan lebat, tidak ada yang memperhatikan dua sosok tubuh berlari-lari melintasi jalan dan lapangan. Mirna terus membawa Nana ke sisi lain dari gerbang, dekat dengan tebing tinggi. Sebuah jalan setapak licin karena hujan nampak mengarah ke atas, ke balik dua buah batu besar. Mirna menunjuk ke sana, jadi Nana membawanya naik ke atas, terus melintas dua batu besar. Yang mereka jumpai adalah jalan tebing buntu yang tinggi, penuh dengan semak belukar yang lebat, hampir menutupi kepala Mirna yang kecil.
"Lho, ini buntu kan?"
"Hehehe.... kelihatan buntu, tapi ke sini Kak," ajak Mirna. Ia menarik tangan Nana ke sebelah kiri, ternyata di balik belukar tinggi ada sebuah pintu gua! Mereka memasuki lorong gua yang sempit, sehingga Nana harus memiringkan tubuhnya yang ramping. Orang besar yang gendut mustahil bisa melalui jalan itu.
Jalan gua itu gelap, tetapi dengan yakin Mirna membawa Nana berkelak-kelok di dalam gua, hingga akhirnya mereka keluar di sisi lain yang juga ditutupi oleh semak belukar tinggi, disertai sebuah jalan setapak mengarah ke bawah. Mirna membawa Nana menuruni jalan setapak itu, hingga mereka sampai di bagian belakang sebuah perkampungan, nampaknya tempat tinggal kaum Glosk, di bawah tebing, dikelilingi oleh jurang dan hutan.
"Sini, sini..."Mirna menarik tangan Nana masih di bawah hujan lebat, melewati beberapa lorong hingga tiba di sebuah rumah kayu yang ukurannya cukup besar.
"Naahh, betul kan? Mirna hebat, kan Kak?"
"Yaa.... Mirna hebat," sahut Nana. Gadis itu nampak senang sekali dipuji Nana. Mereka terus menghampiri rumah kayu itu. Seorang perempuan muda, nampaknya remaja, melihat kedatangan mereka dari jendela. Ia terus membuka pintu dan memanggil Mirna.
"Mirnaaa! Aduh! Mirnaaa! Dari mana aja kamu?"
"Kak Larsi, Kak Larsi.... Mala... itu Mala..."
"Eh, Mala? MALAAA... " nyaring panggilan perempuan muda yang bernama Larsi. Tapi Mirna terus menggelengkan kepalanya kuat-kuat
"Kak Larsi, Mala sudah... sudah mati.... huaaaaaaa! Mala sudah matiiiii!" seru Mirna sambil berlari merangkul Larsi dan membenamkan wajahnya di dada Larsi yang besar.
"Apa? Mala? Bagaimana? Di mana....?"
"Di pekarangan dalam, Kak Larsi... hu hu hu... kakak baik ini menemukan Mala, tapi Mala sudah mati"
Larsi seperti baru menyadari kehadiran Nana di sana. Ia memandang Nana dengan curiga, karena Nana masih memakai jubah dan menutupi kepalanya.
"Eh... maaf maaf! Kakak ini siapakah?" tanya Larsi sambil membungkuk hormat, kebiasaan kaum Glosk.
"Halo Larsi, saya Nana," jawab Nana sambil mengulurkan tangan. Larsi menjabat tangannya dengan hormat diiringi rasa takut.
"Tidak apa-apa, saya juga baru kok tiba di Gua Panas," jawab Nana.
"ohhh... ya... sini mari masuk, Kak Nana, mari masuk," jawab Larsi menghormat lagi.
"Ah, saya tidak akan lama. Ini hanya mengantar Mirna, dan memang kasihan dengan Mala. Oh ya, biasanya Mala mengurus kalian? Mengapa Mala bisa ada di pekarangan dalam?"
"Oh itu... ehhh.... gimana ya..."
"Tidak apa-apa, saya hanya penasaran saja."
Mereka terus masuk ke dalam. Di ruang depan ada sebuah dipan kayu sederhana, dengan meja kecil di sebelahnya menyala lilin yang besar. Larsi duduk di dipan, diikuti Nana dan Mirna. Larsi mulai bercerita.
"Kira-kira seminggu yang lalu, kakak tertua kami Landa datang mencari Mala. Ia mau meminta kalung Santara, peninggalan kaum Glosk, yang dipegang oleh Mala. Katanya supaya mendapat keringanan hukuman dari tuan Veejay Blendosk, kalau tidak serahkan maka akan dipotong kaki dan tangan lalu disetubuhi sampai mati.
Mala biasanya baik dan pasti membantu, tapi kali ini ia menolak keras! Landa marah sekali dan bilang Mala ternyata kejam kepada anak-anaknya sendiri! Terus, ternyata diam-diam Landa masuk kamar Mala dan mencuri kalung Santara.
Begitu Mala tahu Landa mencuri kalung, ia terus pergi mengejar, terus pergi... dan sampai sekarang belum kembali!
Jadi kami semua mencarinya.
Tapi... ternyata... kata Mirna, Mala sudah mati...." air mata turun meluncur di pipi Larsi yang cantik. Nana terus memeluk gadis remaja bertubuh sintal itu, sambil mengerahkan tenaga dan mengeringkan jubahnya yang basah.
"Kalung Santara itu... apa?"
"Ah, bukan apa-apa! Itu, peninggalan kaum Glosk di Gua Panas"
"Glosk di Gua Panas?"
"Begini, seratusan tahun yang lalu, kaum Glosk yang menemukan Gua Panas, kemudian mulai menggali dan membuat jalan lorong di dalamnya. Kaum Glosk melarikan diri dari mahluk jahat, jadi membuat Gua Panas sebagai tempat tinggal yang aman.
Tapi kemudian pada suatu hari ada tuan Akirosk yang terluka oleh mahluk jahat, terus dibawa masuk ke dalam gua untuk ditolong. Setelah sembuh, Akirosk itu pergi kembali ke tuannya. Tak lama kemudian, sepasukan Akirosk masuk dan mengusir semua kaum Glosk dari dalam gua. Malah kaum Glosk terus disuruh membuat gerbang pertahanan.
Sebagai gantinya, mereka menaruh kaum Glosk di pekarangan luar, ya tempat ini sekarang, yang dibilang juga aman karena dikelilingi tebing dan hutan. Kemudian kaum Glosk harus bekerja untuk mereka.
Kaum Edisk membuat perkampungan di luar Gua Panas, jadi tempat yang disebut pekarangan dalam. Para Akirosk dan Blendosk tinggal di dalam gua.
Konon kata Mala, ada legenda kalau kaum Glosk menemukan harta karun di dalam Gua Panas, terus membuat pintu rahasia dan kunci untuk membukanya adalah kalung Santara. Tapi yahhh... itu kan cuman cerita dongeng Mala, supaya kami senang. Mana mungkin kaum Glosk bisa punya harta?"
"Cuma dongeng ya?"
"Yaaaa.... kaum Glosk tidak bisa apa-apa! Kebanggaan kami hanya bersetubuh..." kata Larsi sambil mendorong kedua payudaranya yang besar ke atas. Dua bulatan yang kenyal dan putih itu nampak bulat sempurna. "di luar bersetubuh, bisa apa lagi? Kami hanya jadi pekerja kasar, jadi tukang angkut saja. Kami bisa apa lagi?"
Nana memandang Larsi yang seksi. Ia juga memandang Mirna, yang ternyata sudah tertidur di dipan dengan lelapnya. Bagaimana caranya, seorang bocah yang bersemangat seperti Mirna, yang berani mengatakan dirinya hebat, kelak akan menjadi perempuan dewasa seperti Larsi yang percaya bahwa kaum Glosk tidak bisa apa-apa, selain bersetubuh saja?
Mereka masih bercakap-cakap membahas tentang berbagai hal, seperti bagaimana kaum Glosk harus bercocok tanam bagi diri mereka sekaligus semua yang di Gua Panas, bagaimana mereka menghadapi mahluk jahat yang sesekali datang ke pekarangan luar, dan segala macam lagi. Pada prinsipnya, ini adalah perkampungan kaum yang terjajah, sekaligus berbahagia dengan penjajahan itu!
Selagi mereka bicara, tahu-tahu pintu digedor-gedor orang di luar
"AWAS!! ADA KENDOFILL DAN TEMAN-TEMANNYA! SEMUA DISURUH KE LAPANG" seru orang di luar pintu
"Wah, apa itu Kendofill?" tanya Nana
"Aduh... mereka itu para Akirosk, mereka yang sering ke sini dan mengangkut para perempuan Glosk untuk dipakai alat bersenang-senang" jawab Larsi dengan cemas. Nana terus ingat bagaimana ada Akirosk yang merantai perempuan Glosk berjalan beriringan ke Gua Panas. Rupanya mereka itu Kendofill, di bawa dari pekarangan luar terus ke dalam.
Monster berambut merah!
Mirna dibangunkan untuk terus masuk dalam rumah, bersembunyi bersama anak-anak laki dan perempuan lain. Larsi dan Nana terus keluar dari rumah, berjalan ke lapang. Hujan sudah berhenti, hari sudah sore. Jalanan sangat becek dan berlumpur sehabis didera hujan lebat.
Sambil berjalan, Nana mengerahkan ilmu menurut naskah Halimun Cakrawala. Ia mendorong auranya lenyap, sehingga menjadi serupa dengan para Glosk yang tidak punya cakra. Dari berbagai penjuru para Glosk bergegas berjalan, hingga ke pinggir lapangan. Mereka terus berlutut di barisan paling belakang dari hadapan para Kendofill. Nana mengikuti Larsi di sebelahnya, turut berlutut juga di barisan belakang sambil tetap memakai jubah bertudung yang menutupi kepalanya.
"SEKARANG JUGA PUASKAN TUAN KALIAN KENDOFILL!" seru seorang Akirosk dengan arogan. Ia menarik tangan seorang perempuan muda Glosk yang berlutut paling depan. Perempuan itu lantas disuruh berdiri, dan dengan sebelah tangan seluruh pakaian yang sedikit menutupi tubuh sintal itu ditarik lepas.
Telanjang bulat, perempuan itu disuruh membungkuk ke depan. Akirosk itu lantas mengeluarkan kontolnya yang sudah mengeras, terus menghujamkan ke memek di antara belahan pantat yang bulat sempurna. Semua Glosk terdiam, tidak ada yang mengangkat muka, sementara si Akirosk itu menggenjot kontolnya keluar masuk memek tembem dan membuat perempuan Glosk merintih-rintih dan mengerang-ngerang keras.
Tak lama kemudian, lelaki kekar itu mengejang, sambil membenamkan kontolnya dalam, jelas muncrat di dalam. Ia nampak puas.
"SEKARANG, SERAHKAN SEMUA KALUNG YANG ADA! KALAU TIDAK, KALIAN SEMUA BOLEH MATI!" serunya lagi. Para Akirosk berdiri berjejer, sambil mengeluarkan pedang bengkok. Dengan rambut merah mereka, nampak seperti sebarisan setan yang siap menjagal manusia.
Nana ragu, ia tidak mungkin melawan begitu banyak Akirosk. Kalau pun ia melawan, berapa banyak Glosk yang akan mati? Tapi, Nana merasa harus melakukan sesuatu.
Nana terus bangkit berdiri. Larsi dengan panik berusaha memegangi tangan Nana, menariknya untuk tetap berlutut. Tapi gadis itu malah terus berjalan maju ke depan.
"JANGAN GANGGU PARA GLOSK!" kata Nana dengan keras dan tegas.
"OHOHOHO.... LIHAT ADA SIAPA INI," seru Akirosk pertama yang disebut Kendofill. Ia berusaha memandang siapa perempuan yang memakai jubah bertudung dan berani bersuara.
Nana berdiri di depan Kendofill. Ia membuka tudungnya.
Semua orang tercengang. Ada yang terus berlutut lebih dalam.
Para Akirosk seketika memberi hormat, membungkuk dalam.
Tak pernah mereka membayangkan ada seorang Homosk di antara para Glosk!
"Tuanku Putri!" seru mereka hampir bersamaan.
"Tuan Putri sedang apa di sini?" tanya Kendofill dengan nada mengecam. Rupanya Akirosk ini sudah membaca diri Nana, mendapati kalau perempuan di depannya tidak punya aura apa-apa. Hanya seorang biasa saja, maka ia menjadi lebih berani.
Homosk atau bukan, kalau tidak punya kekuatan, bisa apa? Sayangnya para bawahannya, Akirosk yang lain terlanjur menaruh hormat pada Homosk tak berdaya ini.
Kendofill melahap penampakan Nana yang cantik sexy. Air liurnya nyaris keluar, membayangkan nikmatnya mengentot seorang perempuan Homosk! Tetapi ia tidak berani sembrono, bagaimanapun Homosk punya pengaruh besar di Kriloga.
"Apa urusanmu, wahai Kendofill? Antarkan aku menemui tuanmu Veejay," kata Nana dingin.
Kendofill tidak menyangka akan dijawab demikian. Terperangah, akhirnya ia mengajak seluruh pasukannya pergi meninggalkan pekarangan luar. Kini Nana yang berjalan di tengah mereka. Ia merasa seperti menjadi perempuan yang terantai, walau ia tidak memakai apa-apa. Para Akirosk itu terasa berbeda, terasa mengancam.
Tidak semua Akirosk sama. Di Lembah Kesuburan, para Akirosk terasa menenteramkan. Di Gua Panas, mereka menjadi lebih mengerikan dari mahluk jahat. Tapi Nana tidak berkata apa-apa. Mereka membawanya melintasi gerbang, melewati pekarangan, terus masuk ke dalam mulut Gua Panas yang berbentuk segitiga. Mereka menelusuri dinding gua yang mempunyai jalan batu melingkar naik terus ke atas.
Sampai ke depan pintu kamar Veejay, seorang Blendosk penguasa Gua Panas.
Mereka berhenti di depan pintu yang setengah terbuka, di mana terdengar erangan perempuan, banyak perempuan, bersahut-sahutan dari balik pintu. Nana tertegun.