Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Isteri yang Liar

Status
Please reply by conversation.
Padahal ini cerita salah 1 cerbung fav ane, syng skali gak bsa sampe tmt
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bojo gemblung...
Saran nih om...
Om matiin ja tu armin biar ntr lisna jdi janda yg binal dan ekseb...
 
Up... dulu Biar gak tenggelam,

Semoga Threadnya masih berlanjut.
 
Alfred?? Who is Alfred??

*baca ulang cerita sebelumnya*

Anyway, thx suhu udah update lagi ceritanya. Ditunggu cerita2 selanjutnya
 
Baru baca..nih cerita terbaik, alur nya ga ribet jadi bikin sangat terangsangg.. lanjut hu
 
Terakhir diubah:
Ayo roy rebut lisna dari amri.. buat banyak anak
 
Terakhir diubah:
Part 4

Malam yang cerah, dengan bulan yang bersinar terang kontras dengan suasana siang tadi hingga sore yang diguyur hujan. Aku sedang menyiapkan makan malam untuk suamiku. Apa yang terjadi tadi siang hingga sore terus terbayang dalam benakku, meski aku menyibukan diriku dengan tugas-tugas rutin rumah tangga. Suamiku sudah siap di meja makan. Alisha belum akan pulang dari rumah kakek neneknya hingga minggu malam.
Hendra yang hanya datang ke kota ini karena dia sudah bekerja di kota lain telah pergi. Dia pulang ke Kota tempat dia bekerja. Aku bersukur bahwa dengan begitu aku tidak akan terjebak dengan perselingkuhan panjang. Cukup sekali itu saja meski sangat berarti.
Usai makan malam kami langsung pergi ke kamar tidur. Sesampainya di kamar aku berkaca didepan cermin..Aku merasa Armin mengawasi diriku yang sedang melihat ke cermin, secara reflek aku menoleh kepadanya yang baru saja berguling di atas ranjang sambil menyalakan TV dengan remote control. Aku tersenyum menatapnya. Aku beranjak dari tempatku berdiri di depan meja rias, kemudian aku menghampiri dirinya.
“Selamat malam, sayangku! I love you” ucapku mesra seraya mengecup pipi Armin. Suamiku itu tersenyum. Armin kemudian bangkit dari ranjang mendekatiku, dia berdiri dibelakangku sambil mendekapku dari belakang.
“Lisna, kau masih muda dan cantik! Sayang sekali bila kecantikan kamu tidak mendapat pimbalan yang semestinya. Aku kasihan padamu, Sayangku!” ujar suamiku.
Aku tidak menjawab. Selalu saja Armin memulai dengan kata-kata itu kalau melihat suasana yang dirasa mendukung. Seperti saat ini ketika dia merasa saatnya sedang tepat. Sambil berkata seperti itu dia mendekapku erat. Aku menggeliat berusaha melepaskan dekapannya karena aku kesulitan untuk bergerak, Armin melepaskan dekapannya.
“Aku tidak menyerah dengan ideku sayang.” ujarnya kemudian.
Aku tahu Armin lagi-lagi akan membahas ide konyol yang sering kali malah membuat kami ribut. Aku membalikkan badan dan kini berhadap-hadapan dengannya.
“Hmmmm! Kenapa sih papah gak nyerah dengan keinginan gila itu!” ujarku ketus. Aku meninggalkannya untuk kemudian berguling diranjang.
“Aku sangat merasa bersalah melihat tubuh sexy dan wajah cantik kamu tidak mendapatkan sesuatu yang seharusnya bisa kamu dapatkan.”
“Waduh..pah capek deh! Terus harusnya aku gimana?” tanyaku memotong pembicaraannya.
Sementara muncul perasaan aneh dalam diriku. Bukankah siang tadi apa yang disarankan dan bahkan diinginkan suamiku telah aku lakukan. Tapi aku masih saja merasa tidak enak untuk bilang setuju dengan ide-idenya. Harga diriku sebagai wanita tentu tidak bisa segampang itu langsung bilang bahwa aku setuju dengan seluruh idenya dan bahkan aku telah melakukannya. Malah terpikir dibenakku untuk merahasiakan saja apa yang telah terjadi. .

“Coba dengarkan dulu penjelasanku! Aku berpikir begini bukan karena tidak cinta lagi. Tapi demi karena aku cinta padamu maka aku sangat ingin melihat kamu bisa meraih kebahagiaan dalam segala hal termasuk sex. Jadi merelakan kamu untuk meraihnya dari orang yang mampu melakukannya tentu saja yang kamu sukai.” ujar Armin tenang.
“Itu tetap saja ide gila pah! Aku bukan pelacur, aku perempuan baik-baik” ujarku tersinggung
Mau tidak mau aku tersinggung dan marah. Sama saja Armin telah meremehkan aku. Dikiranya aku wanita yang tipis iman sampai mau menyerahkan tubuhku untuk kepuasan sesaat. Muncul juga rasa bersalah. Jiwaku letih, bertahun-tahun aku bisa mempertahankannya, aku berusaha membunuh segala keinginan yang selalu bergelora dalam tubuhku. Tapi siang tadi semua runtuh. Kuakui aku kalah oleh nafsu. Aku beralasan pada diriku sendiri bahw itu terjadi karena aku masih muda baru 27 tahun. Usia segitu sedang gairah-gairahnya untuk memadu kasih.
Malam semakin larut, hujanpun kembali turun dengan derasnya membuat suasana menjadi dingin menggigil sehingga membuatku enggan untuk beranjak dari tempat tidur, paling nyaman bergelung di balik selimut. Namun, mata ini tak mampu terpejam. Kulihat Armin tertidur dengan pulas dibalik selimut dengan dengkurannya yang halus. Betapa enaknya suamiku itu, bisa tidur sepulas ini, iri aku dibuatnya. Badanku penat tapi mata ini tak bisa memicingkan mata sekejap pun. Bayangan percintaan yang begitu dahsyat dengan Hendra terus berkecamuk.
Aku tak bisa tidur, berkali-kali aku membalikkan badan, aku berusaha menelusupkan tanganku di bawah bantal agar bisa terpejam, percuma saja, aku tetap tak bisa tidur. Aku meraih majalah, kunyalakan lampu kamar, aku mencoba membaca dengan harapan segera mengantuk. Armin terjaga dari tidurnya karena lampu kamar aku nyalakan. Aku lupa Armin tidak bisa tidur dalam keadaan terang benderang.
“Belum tidur?” tegur suamiku.
“Belum ngantuk. Maaf pah aku bikin kamu bangun ya? Kalau begitu aku pindah ruang tamu saja!” ujarku seraya bersiap turun dari tempat tidur. Armin menarik tanganku lembut.
“Tidak usah pindah. Di sini saja!”ujarnya seraya memelukku. Ada rasa bersalah yang bergelora dan meletup-letup dari dalam tubuhku saat Armin memelukku seperti ini. Aku pun menarik nafas panjang. Kucoba untuk menepiskan perasaan itu. Aku berusaha menutupi perasaan bersalahku dengan tetap membaca majalah, namun tak membantuku sama sekali. Armin semakin erat memelukku dan aku semakin didera perasaan bersalah.
“Lisna, seandainya kamu mau menerima usulku, coba dengar sebentar…..” ujar Armin sendu.
“Maksudku, kita ini tetap sebagai suami istri tapi aku ikhlas bila kau mau berkencan dengan orang yang kau suka. Aku merasa kasihan kepadamu. Aku tak ingin kau menderita, sayang.” ujarnya lagi seraya membelai-belai pundakku. Aku diam tak bergeming, aku tak ingin meladeni omongannya.

“Iya deh pah aku akan pikirkan.!” ujarku.
“Wah aku senang kamu sudah mau memikirkannya.”
“Sekarang mending kita tidur ……..!” Kataku sebelum suamiku semakin bersemangat karena kalimatku yang memberi harapan baginya.
Hanya satu saja masalah dari ide suamiku itu bagi diriku. Aku merasa direndahkan, merasa bahwa suamiku menganggapku seorang wanita yang harus dipuaskan nafsu birahinya. Aku tidak mau dianggap seperti itu meski hati kecilku tidak bisa berbohong bahwa aku butuh kepuasan birahi.
***
Hari-hari selanjutnya aku dilanda kebingungan sendiri karena tidak memiliki cara yang elegan untuk bilang bahwa aku menyetujui ide suamiku. Aku terlalu gengsi untuk itu. Terpikir berbagai susunan kalimat yang semua terasa konyol dalam bayanganku kalau terucap dari mulutku. Seperti apa raut wajahku saat mengucapkan kalimat persetujuanku tentang hal gila itu. Ah mungkin aku terlalu bertele-tele dan mempersulit sesuatu yang sebenarnya sudah aku lakukan dan aku benar menikmatinya.
Aku merasa bersalah kalau merahasiakan sesuatu yang sebenarnya dianjurkan dan diizinkan oleh suamiku. Tapi perasaaan gengsi dan beragam hal lain membuat aku menjadi tidak bisa semudah itu untuk bicara dengan suamiku. Dan ketika kembali malam tiba saat sebelum tidur suamiku sudah tidak takut lagi membahas hal itu. Aku menanggapi dengan sekedarnya tapi tidak dengan penolakan yang keras sehingga Armin sampai pada kesimpulannya sendiri bahwa aku sudah mulai lunak dan tidak lagi dalam posisi menolak keras. Maka dia berani memberi ide untuk mengenalkan aku dengan temannya.
“Begini lo mah, aku akan mengenalkanmu pada seseorang, dia dulu sahabatku, masih bujangan, karena patah hati dia tidak mau menikah.” ujar Mas Irwan tenang.
“Kau gila, pah! Aku pasti dianggap perempuan murahan oleh temanmu itu. ” ujarku agak kesal. Aku sebenarnya ingin mengatakan bahwa aku bisa mencari sendiri laki-laki yang aku sukai. Tapi lagi-lagi aku tak sanggup dan merasa tidak berharga bila mengucapkan itu.
“Coba dulu mah... anggap saja kenalan biasa.” Bujuk Armin.
“Papah benar-benar gila ...” ujarku kesal.
Esok harinya saat suamiku di kantor dan anakku sedang menonton TV aku tak bisa konsentrasi memasak dan mengerjakan pekerjaan rutin di rumah. apa yang kukerjakan selalu salah. Mau tidak mau aku jadi kepikiran dengan ide gilanya itu. Aku benar-benar tersinggung dan marah. Armin telah merendahkan aku dengan menyerahkan kepada temannya. Seolah aku wanita tidak berharga yang seenaknya diberikan kepada pria lain. Dikiranya aku wanita yang tipis iman sampai mau menyerahkan tubuhku untuk kepuasan sesaat. Aku menjadi sangat kesal dengan suamiku.
Saat jam satu siang ponselku berdering, Tertera nama suamiku dilayar ponselku.. Ternyata dia menghubungiku, aku enggan menerimanya, ku biarkan saja panggilan itu berhenti dengan sendirinya. Armin masih tak putus asa, dia mengirimku sms .
“Lis, kamu masih marah ya? Pulang kantor aku harap kamu sudah gak marah lagi”. sms-nya pun kuabaikan.
Baru kali ini ada rasa enggan untuk menantikan suamiku pulang kerumah dari kantor, padahal biasanya, setiap hari selalu ada kerinduan yang tersirat untuk ingin terus bersama dan berada dekat dengan Armin suamiku. Aku merasa sangat tak nyaman kalau kembali terus membahas ide dia.
Malam ini kembali tiba. Saat Alisha telah tidur Armin kembali mengajakku membahas ide dia.
“Lisna, gimana apa kamu masih kesal padaku sayang? tanya Armin sendu.
“Gak pah ... aku tahu kamu lakukan itu karena kamu sayang aku.”
“Syukurlah kalau kamu mulai mengerti. kita ini tetap sebagai suami istri yang saling mencintai sayang. tapi aku ikhlas bila kau mau berkencan dengan sahabatku. Aku merasa kasihan kepadamu. Aku tak ingin kau sebagai wanita tidak pernah mendapatkan kepuasan seperti layaknya seorang isteri sayang.” ujarnya lagi seraya membelai-belai pundakku. Aku hanya diam tak bergeming.
“Hari minggu depan ini, akan kuajak dia kemari! Namanya Firman. Aku harap kamu bisa menerimanya. Sekedar teman kencan, say! Kamu boleh bercinta dengan dia tapi kamu jangan jatuh cinta padanya” ucap Armin sambil mematikan lampu.
Suamiku itu kemudian mendekapku dengan erat. Aku pun balas mendekapnya erat seraya membelai-belai rambutnya, tak terasa ada butiran hangat meleleh dari pelupuk mataku. Maafkan aku suamiku……..!
***
Armin nampak berusaha mewujudkan idenya. Firman sahabat Armin datang ke rumah, orangnya ternyata sangat ramah dan pandai bercanda. Dia juga bisa akrab dengan anakku Alisha. Hanya aku yang agak kaku menyambutnya. Tentu saja aku merasa sangat malu pada Firman. Karena pasti dikepalanya terbersit pikiran bahwa wanita ini sebentar lagi akan menjadi teman kencannya. Seorang wanita isteri temannya bersedia berkencan dengan orang yang bukan suaminya.
Firman laki-laki pilihan suamiku. Seolah-olah aku seperti perempuan lacur yang sedang dijual seorang germo. Aku hanya menunduk sambil makan. Hanya sesekali aku menimpali omongan mereka.
Setelah makan malam bersama itu tidak langsung berlanjut dengan kencan. Tentu harus melalui proses perkenalan. Untuk itu Firman menjadi sering datang ke rumah, kadang kami pergi bertiga tanpa membawa Alisha. Hal itu dilakukan agar aku dan Firman bisa saling berinteraksi. Ah…sungguh rencana yang gila. Apa bedanya aku ini dengan pelacur, melayani laki-laki lain yang bukan suamiku hanya demi mempertahanankan rumah tanggaku.
Armin nampaknya senang melakukan ini. Yang penting rumah tangga tetap utuh katanya, Dan aku juga akan memperoleh kepuasan batin dari laki-laki lain. Sudah hampir tiga minggu kami selalu jalan bertiga, namun, aku belum berani untuk berkencan dengan Firman berdua saja. Baru setelah sebulan aku mulai berani jalan berdua dengan Firman.. Aah….Suatu pengorbanan yang besar dari seorang suami yang rela istrinya berduaan dengan laki-laki lain demi cintanya pada sang istri.
Keramahan Firman membuat aku menjadi tidak kikuk lagi kepadanya. Aku mulai lancar berkomunikasi dengannya. Seringkali saat sore hari kami berjalan-jalan menyusuri kota kami yang sejuk. Sebenarnya Firman cukup tampan, rambutnya ikal dibelah pinggir, hidungnya mancung, dan tubuhnya tinggi atletis. Aku juga heran, mengapa orang sekeren Firman tidak menikah hanya karena menyesali masa lalunya.
Bersambung.
Ceritanya keren
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd