Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Izinkan Aku Memilih

Karakter Wanita Favorit

  • Winda

    Votes: 248 41,2%
  • Zahra

    Votes: 64 10,6%
  • Hani

    Votes: 34 5,6%
  • Zakiyah

    Votes: 37 6,1%
  • Devi

    Votes: 2 0,3%
  • Mira

    Votes: 20 3,3%
  • Yanti

    Votes: 8 1,3%
  • Kintan

    Votes: 31 5,1%
  • Nayla

    Votes: 58 9,6%
  • Rina

    Votes: 46 7,6%
  • Sandra

    Votes: 15 2,5%
  • Novi

    Votes: 9 1,5%
  • Fatma

    Votes: 14 2,3%
  • Angel

    Votes: 16 2,7%

  • Total voters
    602
  • Poll closed .
Gak usah masa lalu nya suhu (Kan udah tau dari si badan babi) ..
Tapi kehidupan setelah kintan dan nayla di persatukan karena sama sama di kerjain oleh si germo yg di cerita sebelumnya itu loh....
Barangkali mereka berdua malah berkolaborasi dalam melayani BO tamu tamu yg berkelas... hehe..
Atau Mereka berdua Sudah Threesome sama bapake nayla mungkin..??
iyaaa itu maksudnya haha. nanti coba ane pikirin alurnya gimana haha. kalo dilihat dari sifatnya kintan sih kayaknya gabakal berkolaborasi haha. tp semua kemungkinan bisa terjadi
Mantap... gila ya bebas banget kos an hani
ahahaha. fantasy ane emang parah yaa. tp biar seru
Wieh seru ada adegan laga gak monoton jadinya mantabs
ahaha adegan laga. makasih hu
 
ane mau update nih hahaah. tapi pindah halaman dulu doong. biar enak updatenya jadi paling atas haha.
 
PART 6
Zahra:
Zahrantiara_Aulia_2.jpg


Winda:
Azwinda_Nursyifa_3.jpg


Zakiyah:
Nur_Zakiyah_2.jpg


Tia:
Anantya_Putri_1.jpg


Rani:
Rani_Nirmala_2.jpg


Yanti:
Diyanti_Rabbah_2.jpg
Satu-satunya hal yang bisa kuingat adalah aku terpental menabrak tumpukan kayu dan setelahnya aku merasa terbang meninggalkan tubuhku. Aku sangat bahagia karena saat ini aku hanya merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Hingga akhirnya, sekelilingku berubah menjadi arena yang menakutkan. Cuaca dari yang sangat membahagiakan batin, langsung berubah menjadi badai dengan petir-petir yang bersahut-sahutan. Setengah mati aku menghindari petir-petir yang menyambar ke arahku. Lama kelamaan, petir yang menyambar semakin banyak dan semakin acak dalam menyambar dan akhirnya…….

*CRAAASSHHHHH*

.

.

.


“HAAAAAAAAAHHHHHHHHH” Aku terbangun di suatu ruangan dengan banyak orang yang menggunakan masker berada di sekitarku.

“hhahh haaahh. Dok berhasil. Denyutnya sudah konstan kembali”

“oke syukurlah. Sekarang tolong kabari orang yang ada di luar itu”

“baik dok”

Begitulah sekiranya apa yang berhasil aku dengar dari percakapan barusan. Aku akhirnya mengetahui aku berada di sebuah kamar yang ada di dalam di rumah sakit. Saat ini tubuhku terpasang banyak sekali selang-selang yang membuat tubuhku tidak bebas bergerak dan juga banyak sekali sesuatu yang aku tahu adalah gips yang menyelubungi tangan dan kaki kiriku.

“diam dulu nak. Jangan banyak bergerak. Ini keajaiban kamu bisa hidup kembali. Setelah beberapa jam tidak ada denyut nadi di tubuhmu itu” Ujar seseorang yang kuketahui adalah dokter disampingku.

“beberapa jam?” batinku. “sudah berapa lama aku disini?” Aku masih terus berkecamuk dengan batinku sendiri.

Tak beberapa lama, aku mendengar pintu kamar dibuka dan aku melihat beberapa orang masuk ke dalam ruangan. Aku melihat kedua orang tuaku, Jordi, Zahra, Winda dan seseorang yang tidak kukenal.

Apa? Winda? Sebenernya sudah berapa lama aku disini?

Aku kembali berusaha bangkit namun hal itu ditahan oleh dokter yang berada di sebelahku.

Orang tuaku terutama ibuku langsung memeluk tubuhku sambil menangis. Ayahku hanya mengelus kepalaku sambil terus tersenyum lega karena aku sudah sadar.

“Mas, Yanti gimana?” Suaraku parau.

Jordi langsung mendekatiku. “tenang za, dia udah baikkan dua hari lalu. Mamat juga udah diringkus”

Aku menghela nafas lega.

Sesaat kemudian aku tersadar. DUA HARI YANG LALU?

“aku udah disini berapa hari maah?” suaraku masih parau.

“seminggu zaa. Mamah sama ayah langsung kesini pas dikasih kabar sama nak Winda” Ibuku menarik Winda mendekatiku.

Aku tersenyum melihat Winda.

Winda memasang raut wajah sangat sedih dan aku lihat ia menahan tangisannya. Aku langsung menggenggam tangan Winda dan ia membalas genggamanku.

“maaah, Rani berarti dirumah sendirian?”

“iyaa, dia jaga rumah. Soalnya lagi sibuk sama kerjaan katanya” Ibuku masih berada di sebelahku. Di sebelah Winda.

“mas Faza, mohon maaf kemarin saya tidak melihat mas Faza berada disana” Seseorang yang tidak kukenal akhirnya mengeluarkan suaranya.

“eemmmm?”

“iyaa za, bapak ini yang langsung bawa lo ke rumah sakit” ujar Jordi kali ini. “jadi………”

“lebih baik diceritakan jika kondisi Faza sudah baik” Bapakku memotong perkataan Jordi.

“ohh baik om. Mohon maaf”

Kedua orang tuaku kemudian meninggalkanku dan menuju sofa yang berada di ruangan itu. Kini tersisa Winda dan yang berada di sebelahku. Winda masih menahan tangisannya karena melihat keadaanku.

Sesaat kemudian aku melihat Zahra juga mendekatiku dan memeluk Winda dengan sangat erat.

“baik pak bu. Mungkin saya pamit. Semua biaya sudah saya tanggung, jadi bapak ibu sudah tidak perlu khawatir lagi” Suara dari seseorang yang tidak kukenal.

Kedua orangtuaku terlibat perbincangan dengan orang tersebut yang mungkin lumayan serius sehingga menyebabkan obrolan mereka berpindah diluar ruangan. Aku melihat Jordi masih duduk di sofa yang telah ditinggalkan oleh kedua orang tuaku.

“zaa cepet sembuh” Suara Winda sangat parau. Masih dalam pelukkan Zahra.

“aku udah sembuh win hahaha”

Winda hanya menggeleng dan matanya kian berkaca-kaca.

“Mas Jordi ceritain apa yang terjadi”

“lu gadenger tadi apa yang papahlu bilang -_-“

“gapapaa, gue udah baikkan kokk”

“yaudah terserah dehh” Jordi menghembuskan nafas. “jadi gini. Bapak tadi yang nabrak elo dan bawa elo ke sini. Gue juga baru tau setelah dikasih tau sama salah satu warga disana. Katanya ada yang ikut bantuin dan akhirnya gue dikasih tau lo dirawat dimana. Iya sorry gue telat kemarin. Karena pas banget gue balik ke kosan dan SMS lo sampe. Gue langsung berangkat tapi rada macet jadinya emang telat banget. Gue minta maaf za” Jordi menghela nafas lagi. “saat itu juga gue sama Jodi langsung ke rumah kosong yang disebutin sama Yanti tadi. Gue nunggu polisi kelamaan makanya kita berdua kalap dan langsung ke rumah itu. Gila si Toni sama Mamat. Kita merinding pas udah sampe sana. Kayak ada aura gelap banget pas kita berhasil mendobrak pintu rumah itu. Hampir aja nasib gue sama kayak lo za, cuman polisi tepat waktu datengnya. Pas kita berdua udah hampir pingsan, polisi dateng dan ngeringkus Mamat, Toni bisa kabur karena dia udah lebih gesit sekarang” Sekali lagi Jordi menghela nafas. “Sukur Yanti belum sempet di apa-apain sama mereka berdua pas kita dateng. Dia diem di kamarnya beberapa hari dan gamau keluar sama sekali. Kami semua udah berusaha cuman emang susah karena mungkin shock juga kali ya. Tapi dia udah mendingan dan udah mau di ajak pergi sama Nayla kemarin”

Tiba-tiba aku mendengar pintu terbuka dan terlihatlah dua pasang sejoli yang sangat menyebalkan. Ya mereka adalah Tama dan Zakiyah serta Dimas dan Tia. Seperti biasa, bukannya prihatin dengan keadaanku, mereka malah menertawaiku karena aku terlalu lemah. “badan doang berotot tapi gaada tenaganya” itulah bahan ejekan mereka terhadapku. Tapi tidak apa-apa. Itu membuktikan bahwa mereka benar-benar sahabatku.

Tak berapa lama lagi, semakin banyak yang datang menengokku. Teman-teman pengurus dipimpin oleh Jodi dan Nayla. Suasana ruangan semakin ramai dan semakin sumpek karena banyaknya orang yang berada di dalam ruangan tertutup. Melihat hal itu, Winda menyalakan air conditioner tanpa aku suruh. Aku semakin cinta dengan kekasihku ini. Peka nya luar biasa (haha).

Mereka membawakanku banyak sekali buah-buahan yang mungkin tidak bisa aku habiskan semuanya.

Satu jam berlalu, akhirnya Jordi dan Zahra pamit pergi dan disusul teman-teman pengurus menyisakan tinggal Winda dan dua pasang sejoli itu.

Suasana ruangan lengang beberapa saat. Orang tuaku belum juga kembali dan di ruangan hanya tinggal aku, Winda, Tama, Zakiyah, Dimas dan Tia.

“za, sorry gue lupa ngasih tau kalo Toni sama Mamat emang ada di rumah sebelah itu” Tama membuka topic obrolan. “pertama kali gue tau. Waktu itu gue lagi nyari makan dan pas ngelewatin rumah itu berasa kalo dirumah itu ada penghuninya. Engga cuman sekali, tapi beberapa kali gue ngerasain kayak gitu. Dan akhirnya gue kepo dan gue ngintip lewat jendela. Dan lu pasti udah mengduga apa yang gue liat.”

“apaan tam?” Dimas menimpali.

“iya tam gue tau. Udah gausah bahas itu. seenggaknya satu orang udah bisa ditangkep” Aku menghela napas. “dua taun mereka ngilang dan sekarang udah kuat banget. Gue masih merinding kalo inget kemarin. Mukanya. Gerakannya. GILA SEREM BANGET” Aku mulai mendengus kesal.

“udah zaa udah. Yang penting kamu selamat” Winda masih menahan tangisannya. Dia dengan telaten mengelus kepalaku.

“lain kalo kalo ada apa-apa sama Toni, kasih tau gue za. Gue janji akan bantuin nangkep Toni. Gue ada dendam pribadi juga sama dia” Dimas mengepalkan tangannya.

Aku hanya tersenyum menanggapi Dimas.

“aku penasaran aja win, mereka kok bisa kyak gitu. Latian macam apa yang bisa nerbangin orang pas orang itu lagi di tindih” Aku menaikkan nada bicaraku.

*UHUKUHUKUHUK*

Aku terbatuk dan kondisiku memburuk.

Hal yang kuingat pandanganku menjadi hitam dan aku tidak punya tenaga untuk sekedar membuat tubuhku tetap sadar.

*****

Aku kembali tersadar dan kali ini yang ada di sebelahku adalah Winda dan seseorang wanita yang aku belum ketahui yang sudah pergi kealam mimpinya. Mataku masih berkunang-kunang dan tubuhku masih sangat lemas.

Setelah beberapa saat akhirnya aku tahu bahwa wanita yang berada di sebelah Winda adalah kakak perempuan ku Rani. Nampaknya ia baru saja sampai walaupun aku tidak tau tepatnya kapan.

Aku kembali melihat sekelilingku dan hanya mendapati dua orang ini saja yang menemaniku.

Aku menghela nafasku dan mencoba untuk terlelap kembali namun gagal. Aku kini hanya memandangi pemandangan yang ada di langit-langit ruangan.

Aku bosan. Aku memainkan kepala Winda. Mengelusnya. Menarik-narik jilbabnya. Lucu sekali membayangkan jika dia terbangun nanti. Aku sekali lagi sangat bersyukur memiliki Winda. Dia masih berada di sampingku walau kondisiku seperti ini. Aku masih mengernyit sakit saat kucoba gerakkan tangan kiriku. Retak nampaknya. Begitu juga kaki kiriku masih sangat sakit apabila aku mencoba menggerakkannya.

Aku menghela nafas. Bingung. Hal apa lagi yang bisa aku lakukan.

15 menit berlalu. 30 menit. 1 jam. 2 jam berlalu tidak terasa.

Adzan tiba-tiba berkumandang dan aku langsung mencari jam dinding dan kudapati sudah pukul 04:40 pagi. Itu berarti waktunya sholat subuh. Tak lama setelah terdengar adzan, seorang wanita yang berada di sebelahku menggerakkan kepalanya dan melenguh.

“yaampun Faza, udah bangun. Kenapa ga bilang dari tadi?” Rani langsung berdiri dari duduknya.

“eemmm. Gatega. Lu pasti baru nyampe kan ran?” aku menjawab berbisik. Takut mengganggu Winda yang masih tertidur.

“engga kok. Semalem jam 10. Gantian sama ayah mamah yang jagain elu” Rani merengangkan badannya. “ini pacarlu ya?”

“iyaa haha. Kenapa emangnya?”

“semalem gamau pulang katanya. Nungguin elu sadar. Lu pake santet apaan deh bisa dapetin cewek cantik kayak gini hahah”

“ehehehe. engga lah gapake apa-apa kok. Cuman cinta yang tulus dan ikhlas aja” Aku mengusap kepala Winda yang membuat Winda terbangun.

“najis lu hahaha” Rani selesai meregangkan tubuhnya. “siapa namanya? Winda ya?” Rani merubah lawan bicaranya.

“iyaa mba hehe” Winda sudah terbangun dan berdiri dari duduknya.

“yuukk sholat dulu. Biarin nih anak sendirian dulu. Biar merenung hahaha” Rani menyebalkan sekali.

“hehehe iya mbaa. Aku sholat dulu ya zaa. Kamu cepet sembuh” Winda mulai beranjak.

“ehh ran, ambilin HP gue dong. Bosen gue”

Rani mengambilkan HP-ku yang ada di dekat meja. Kemudian ia pergi bersama Winda meninggalkanku sendirian.

Sekitar 15 menit aku bermain dengan HP-ku. Banyak sekali pesan-pesan yang masuk dan isinya adalah mendoakan agar cepat sembuh. Aku berniat untuk membalasnya satu-satu namun pulsa menjadi faktor pembatas niat baikku. Akhirnya aku memutuskan untuk membalasnya di grup chat media sosialku saja. Aku kemudian membuka media sosialku yang lain, dan tentu saja aku melewatkan banyak sekali informasi. Salah satunya pendaftaran menjadi asisten di salah satu laboratorium di kampusku. Aku mendengus kesal karenanya.

Aku beralih ke situs-situs berita dan ada satu berita yang menarik perhatianku yakni penangkapan salah satu mahasiswa yang diduga terlibat dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Aku membaca berita itu dengan seksama dan akhirnya ku ketahui adalah mahasiswa yang dimaksud adalah Mamat. Ditambah lagi keterangan bahwa yang bersangkutan melakukan perlawanan yang menyebabkan 3 anggota polisi terluka. Namun karena kalah jumlah, mahasiswa tersebut dapat diamankan oleh petugas.

Aku menghela nafas kecewa karena tidak ada keterangan apapun bahwa ada dua mahasiswa disana. Kemana satunya lagi? Aku melanjutkan mencari berita-berita yang terkait namun mendapatkan hasil nihil. Aku menyerah dan kembali meletakkan HP-ku di kasurku dan itu bersamaan dengan kembalinya Winda dan Rani ke kamar inapku.

*****

Tiga hari kemudian aku dinyatakan sudah boleh meninggalkan rumah sakit dan menjalani perawatan di rumah.

Aku kembali ke kamar kosku bersama keluarga dan Winda tentunya. Tama (disuruh oleh Winda) membereskan kamarku sebelum aku sampai kamar kosku. Kondisiku masih sama seperti saat dirumah sakit yaitu kaki dan tangan kiriku masih dibalut oleh gips namun kondisi fisik dan mentalku kian membaik. Orang tuaku dan Rani menjagaku terus, siang dan malam dan terkadang Winda datang menjenguk. Aku mulai bisa menggerakkan tangan dan kaki dua hari kemudian.

Keesokan harinya Rani harus kembali ke ibu kota karena masa cutinya sudah habis dan keesokan harinya lagi giliran ayah dan mamahku yang kembali ke ibukota melanjutkan bisnisnya. Aku sedikit sedih karena aku masih ingin bertemu mereka lebih lama lagi. Namun pekerjaan sekali lagi menjadi faktor pembatas pertemuan kami. Mereka bilang tidak apa-apa kami tinggalkan karena ada Winda yang selalu merawatku.

Kini kondisiku sudah lebih dan lebih baik lagi. Beberapa hari kemudian pasca ditinggal oleh keluargaku, aku sudah bisa membuka gips yang membelenggu kaki dan tanganku. Aku berusaha berjalan namun kaki kiriku terasa sangat lemas karena tidak digunakan beberapa minggu terakhir. Sehingga aku jatuh tersungkur namun dibantu oleh Winda bangkit dan aku melakukannya lagi dan lagi.

“winda, surat izinku udah masuk kan ya?” Aku bertanya disela-sela latihan berjalanku.

“udah kok za, kenapa?”

“minggu depan udah ujian kan ya? Nanti aku gaboleh ikut ujian kalo absenku kebanyakan”

“ooohh iyaa udah. Dan beberapa dosen malah nawarin kamu susulan kalo emang masih gakbisa”

*BRUG*

Aku terjatuh lagi karena kaki kiriku sangat lemas sekali. Dan tiap kali aku jatuh, Winda selalu ada untuk membantuku berdiri tanpa mengeluh sekalipun.

“weehh enak yaa. nanti aku tanya kamu lah kalo gitu apa aja soalnya hahaha” Aku baru saja berhasil duduk di kasurku.

“enak aja. Kalo soal kuliah aku gaakan bantuin kamu apapun weeek” Winda menjulurkan lidahnya. Lucu sekali.

Ya walaupun kami sepasang kekasih, namun jika sudah terkait dengan akademik dan prestasi, Winda tidak akan membantuku. Menurutnya, aku harus bisa mengejarnya karena nanti yang mengajari anak-anak kami kelak adalah kami berdua. Bukan hanya ibu atau bapak. Jadi harus sama kemampuannya. Ya Winda memang dilahirkan memiliki otak yang sangat encer. Beberapa kali aku memintanya untuk diajarkan hal yang aku tidak mengerti.

Oke stop dengan hal itu. Kini, setelah aku mengalami jatuh bangun yang amat banyak, aku berhasil berjalan. Walaupun belum normal seperti sedia kala, namun ini merupakan kemajuan yang penting. Aku terus berjalan mengelilingi kosan. Kemudian kulanjutkan pergi keluar dan mengelilingi kompleks kosanku. Ya tentu saja ada Winda di belakangku yang siap melakukan apapun jika terjadi sesuatu denganku.

“oiya win, kamu udah ketemu Hani?” Ujarku saat kami kembali ke kamarku.

“ya belum lah, gimana mau ketemu. Aku dari Wonosobo aja langsung ke kamu”

“kamu sih dikasih tau siapa win aku masuk rumah sakit?”

“Zahra kemarin. dia ngasih tau kalo kamu kecelakaan. Eh ternyata kamu abis berantem” suasana menjadi lengang. “gausah lah za berantem-berantem gitu”

“aku gak berantem win, niatnya. Aku gak nyangka Toni kemarin bisa kayak gitu. aku kaget pas lagi nindih dia, eh aku malah mental nabrak dinding. Aneh. Gimana caranya coba itu” Aku memandang tajam lantai yang ada di depanku.

“pokoknya gausah berantem lagi. Aku gamau kehilangan kamu gara-gara berantem. Gaada faedahnya” Winda tiba-tiba memelukku. Sangat hangat pelukan itu kurasakan.

Suasana lengang seketika. Aku masih memeluk tubuh Winda yang mungil itu.

“win, udah lama nih hehe” Aku masih memeluk tubuhnya.

“apaan sih zaa” Winda memukul-mukulkan tangannya ke dadaku. “lagi kayak gini masih aja kepikiran” lanjutnya.

“hehehe” Aku mengusap kepalanya yang masih terbunkus jilbab itu.

*TOKTOKTOK*

Seketika kami melepas pelukkan dan Winda dengan tanggap langsung membuka pintu kamarku.

“eehhh aku ganggu yaa. maaf deeh. Nanti aja aku kesini lagi” seorang wanita nampaknya terkejut saat melihat Winda yang membukakan pintu. Ia langsung beranjak pergi meninggalkan kami.

“ehh Yantiiii, udah gapapa. Orang kami ga ngapa-ngapain kok” Winda mengejar Yanti.

Winda berhasil mencegah Yanti yang akan pergi dari rumah ini. Aku melihat sedikit perbincangan antara Winda dengan Yanti dan akhirnya Yanti berbalik menuju kamarku lagi.

“zaa, aku minta maaf” Yanti melihatku prihatin.

“minta maaf buat apadeh yan?”

“yaa ituu. Urusanku sama mereka berdua malah jadi nyeret kamu sama yang lain juga. Trus juga kemarin aku malah gak jengukin kamu.”

“lohh ya engga gitu yan. Urusan mereka berdua ya urusan kita semua. Dan santai ajaaa yaan, kamu udah sembuh?”

“masih agak takut kalo ngebayangin lagi sih. Cuman harus di lawan biar gak keterusan”

Suasana lengang seketika. Winda hanya diam saja memperhatikan kemana arah perbincangan antara aku dan Yanti.

“oiya zaa. Ada yang harus aku sampein selain itu” tubuh Yanti gemetaran.

“apa itu?”

“Aku tau Toni ada dimana”

“HAH?” Aku sekilas melihat Wajah Winda yang tidak senang dengan topic obrolan ini.

“YANTI! Faza belum sembuh 100%. Jangan bahas apa-apa lagi” Winda memasang pandangan yang cukup mengerikan karena ia tidak pernah memperlihatkannya sebelum ini.

“maaf maaf. Tapi kamu harus tau za. Mas Jordi, Mas Jodi sama Mba Nayla juga udah aku kasih tau. Dan katanya malem ini mereka mau ketemu sama kamu. Makanya aku ngasih kabar dulu” Yanti menunduk.

Winda mendengus kesal. “za. Kamu masih belum sembuh” Suara Winda bergetar.

Aku terdiam sejenak. Aku kemudian memegang tangan Winda seraya menenangkannya. Aku merasakan tangan Winda gemetaran yang aku tau iya menahan tangisannya. Aku mengusap lembut tangannya dan seraya menariknya dan memeluknya. Badan Winda bergetar semua. Aku berusaha menenangkannya.

“shhshhsshh. Tenang. Aku gak papa kokk” Aku mengusap kepalanya.

“aku gamau kehilangan kamu zaa” tangis Winda tertahan di pundakku.

“kamu gaakan kehilangan aku. Percaya sama aku” Aku terus mengusap kepalanya. “tau dari mana yan?” Aku kembali fokus ke topic.

“kemarin aku dikasih tau Mas Jordi za. Katanya gak sengaja liat pas lewat situ” Yanti masih menunduk seperti menyesal.

Suasana kembali lengang menyisakkan Winda yang menangis terisak. Aku masih terus menenangkannya, namun isakannya malah kian besar.

Melihat hal itu, Yanti mungkin menjadi tidak enak kepadaku. Ia pamit dan meninggalkan kami berdua di dalam kamar.

*****
Pukul 9 Malam.

Suasana di rumah kos ku sedikit ramai karena ada tamu yaitu dua sejoli yang tidak mungkin bisa dipisahkan Dimas dan Tia. Dan juga ada wanita mungil kekasih Tama yaitu Zakiyah. Mereka bilang ingin menjengukku dan memberiku beberapa catatan kuliah. Walaupun aku sudah mendapatkan dari Winda tentu saja, namun kuharap catatan ini sedikit berguna (haha). Aku masih melanjutkan melatih kaki-kaki ku lagi karena sudah lama kaki-kaki ini tidak digunakan. Kondisi Winda sudah cukup tenang karena kedatangan tamu-tamu gila ini.

Sekali dua kali aku masih terus saja terjatuh belum lancar dalam berjalan. Tentu saja, teman-temanku bukannya membantuku berdiri, malah menertawaiku dan hanya Winda yang membantuku berdiri walaupun kadang-kadang sambil cengengesan juga.

“baru bisa jalan ya bu bayinya?” ledek Tama tiap kali Winda mencoba membantuku bangkit.

Winda hanya cengengesan.

Suara mobil tiba-tiba berhenti di depan kos-ku. Kami yang belum ada ide siapa gerangan yang membawa mobil malam-malam begini sedikit mengintip dari jendela dan akhirnya kami ketahui itu adalah Jordi dan Jodi. Kami lalu membukakan pintu.

“woee lagi rame nih” Jodi masuk duluan kemudian disusul Jordi.

Jordi menghampiriku dan menjabat tanganku.

“gimana za. Udah mendingan?” Jordi mengeluarkan sesuatu yang aku ketahui itu adalah salah satu makanan.

“Alhamdulillah mas, ini masih latian jalan lagi” Aku menerima makanan itu dan memberikannya ke Winda yang ada di sebelahku. “ada apa ya mas malem-malem? Hehe” Aku sedikit melirik ke Winda yang memasang wajah tidak suka.

“hhhmm. Yaudah langsung ajadeh. Gini za. Lo udah denger kan tentang…..” Ucapan Jordi terpotong oleh Winda.

“mas. Faza belum sembuh. Jadi tolong jangan ganggu dia dulu. Seenggaknya sampe dia udah bener-bener sembuh” Winda ketus. Aku mengenggam tangan Winda untuk menenangkannya kembali. Tama, Dimas dan lainnya hanya memperhatikan kami.

“oke oke maaf. Tapi ini beneran harus gue sampein. Kita mau survey tempat itu dulu buat memastikan bahwa Toni beneran ada di sana apa engga”

“kapan itu?” Winda kembali memotong obrolan.

“bentar-bentar. Tolong gue dulu yang ngomong ya. Gue paham lo pasti khawatir sama pacarlo ini. Tapi ini demi semuanya juga” Jordi sedikit menaikkan nada bicaranya. Aku langsung memeluk Winda. Menenggelamkan kepalanya ke dadaku.

“rencananya besok za. Tapi liat kondisi lu masih kayak gini kayaknya juga kita gabisa maksain kalo lo harus ikut”

“sorry ya mas. belum bisa ikut dulu. Lagipula Winda gaakan ngasih izin juga hahaha” Aku mengelus kepala Winda. Winda masih menenggelamkan kepalanya di dadaku.

“oke gapapa dehh. Nanti kalo ada perkembangan gue kabarin lagi za. Get well soon”

“oke mas makasih. Sorry ya mas sekali lagi”

“sipp gak masalah”

“oiya mas, kalo boleh usul. Kalo emang beneran Toni ada disana. Kita bisa sergap dia pas abis uas aja. Biar kalo ada apa-apa kita bisa bantu” Aku menunjuk Dimas dan Tama.

Mereka terlihat terkejut

“sembarangan emang lu za hahahah” Tama menimpali.

“hahahaha. Oke deh” Jordi dan Jodi beranjak dari rumah kos.

“oiya mas, hati-hati kalo emang beneran ketemu. Usahakan jangan bikin dia emosi karena…..” Aku tidak sadar bahwa aku bisa berjalan ke depan pintu dengan lancar dan suaraku terpotong karena tiba-tiba teringat kejadian yang sangat mengerikan itu.

“iyaa tenang za. Kita juga pernah ngadepin dia. Dan emang besok rencananya kita gak ngadepin dia dulu”

“oke mas. hati-hati”

Jordi menunjukkan jempolnya dan ia masuk ke dalam mobilnya.

Aku kembali masuk ke dalam dan teman-temanku melihatku dengan tatapan tidak percaya.

Winda berlari memelukku dan aku terjatuh karena kakiku belum cukup kuat untuk menahan tubuh Winda.

“kamu udah bisa jalan zaaa” Winda berbisik sambil bangkit dari tubuhku.

Aku yang tidak sadar, langsung berdiri dan melompat-lompat kecil dan memastikan kakiku sudah sembuh. Setelahnya teman-temanku bertepuk tangan dan mengatakan “selama ya bu Winda anaknya udah bisa jalan sekarang”

“sialan lu tam”

Dan mereka semua tertawa cengengesan. Beberapa saat kemudian Dimas dan Tia kembali ke rumah kontrakannya dan Zakiyah memutuskan untuk menginap bersama Tama begitupun juga Winda memutuskan menginap bersamaku.


Bersambung​
 
Terakhir diubah:
lohh ane salah perhitungan ya hahaha. yaudah deh gapapa.

Enjoyy the update!!

Semoga sesuai dengan ekspektasi dan ane masih butuh kritik dan saran.

Coret-coret dimari ya haha
 
Bimabet
Seneng ny pny pacar kaya Winda.... Setelah smbuh, faza belajar bela diri lah hu biar bs ngadepin Toni, trus kmbangin masalah ga cuma ama Toni hu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd