Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jamuan seks di pedalaman sulawesi

Bimabet
Jos ...critanya...:jempol:
ide baru.....sunguh menantang....!
Ijin pantau ya bro.......
:beer:
oh ya..nih :cendol: seger biar tambah cemangat

Monggo dipantau suhu.:suhu:
Makasih dah mau mampir di thread nubi ini dan makasih juga telah berkenan memberi bingkisan cendol buat nubi :ampun:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Klo kentang bgini, ane ogah kirim cendol, lebih baik ane kirim ke lain cerita, walaupun copas, tapi ga kentang.......
Sory klo ane cuma bisa kirim :bata: coz kentang berurut-turut

Gapapa gan, agan dah mampir aja dah seneng hati nubi, gimana lagi gan, dah terlanjur gitu konsepnya. Hehehe.

Makasih dah mampir :ampun: :ampun: :ampun: :ampun:
 
CHAPTER 4 : TITAH TAPULU​

Kami berjalan beriringan menyusuri jalan berbatu menuju rumah kepala suku. Aku berjalan paling belakang. Didepanku Muna berjalan dengan pinggul montoknya yang bergoyang-goyang. Pantatnya yang semok sungguh sangat menggairahkan. Kadang-kadang roknya tersingkap saat dia harus melompati jalan berlubang. Mulusnya paha itu bikin si Otong mulai bereaksi. Aku memperbaiki letak si Otong yang sudah mulai tak karuan dalam jepitan celanaku, terbayang mimpiku tadi, mungkinkah tubuh Muna se seksi seperti yang kullihat dalam mimpiku ?
“Uhhh... “ tak sadar aku mengerang.

Muna yang berjalan di depanku menoleh ke belakang. Sebuah senyuman manis tersungging dibibir tipisnya yang kemerahan.

“Ada juga cewek secantik ini dipedalaman seperti ini.... “ ucapku membatin.

“Ada apa kak ?” Muna bertanya tiba-tiba mengejutkan dan membuyarkan hayalan mesumku.

“Ah, ga apa-apa “ aku membalas senyumannya, berusaha menyembunyikan gejolak nafsu yang mulai menyelimutiku.


Muna kembali mengarahkan pandangannya ke depan, melangkah cuek.

Di depannya Muni, adiknya yang tak kalah cantik dan seksi, melangkah dengan cepat. Tubuh Muni sangat aduhai, dengan dada yang montok dan pinggang ramping serta pinggul dan pahanya yang bikin siapa saja yang melihatnya pasti akan membayangkan hal-hal yang mesum.

Sempat aku memperhatikan kalung Muna dan Muni. Seperti kata Muna dalam mimpiku tadi, Muna memang hanya memakai kalung tanpa bandul, sedangkan Muna kalungnya digantungi sebuah bandul kecil yang terbuat dari perak. Aku berfikir, mungkinkah mimpiku tadi akan terealisasi menjadi suatu kenyataan nikmat ?

Setelah berjalan sekitar 20 menitan, akhirnya kami tiba dirumah mereka. Tapulu dengan pakaian “kebesaran” duduk diatas sebuah benda yang setelah aku cermati ternyata sebuah bantal kecil. Disampingnya duduk bersimpuh isterinya dengan pakaian yang hanya menutupi dada hingga atas lututnya. Mulus benar pahanya.

oh ya. Isteri Tapulu tak kuketahui siapa namanya, tapi sering dipanggil dengan “mbu’i bungale”, mungkin itu gelar baginya. Selanjutnya aku akan sebut saja dengan “mbu’i” yang dalam bahasa suku Lihito artinya nona.

Pemandangan indah nan merangsang seperti ini sebenarnya sudah pernah kulihat, bahkan setiap kali aku melakukan survey, aku melihat paha gadis-gadis di suku ini, tapi entah kenapa pemandangan yang disuguhkan Mbu’i menaikkan suhu tubuhku (suhu nafsu lebih tepatnya...hehehehe).

“Pak Anton sudah tiba. Mari kita mulai...” Tapulu membuka pembicaraan setelah aku duduk di tempat yang nampaknya sudah disiapkan di depan Tapulu. “ sebelum kita mulai, saya akan memberitahukan hal ini secara jelas kepada Pak Anton” lanjut Tapulu

Aku mendengarkan ucapan Tapulu dengan tegang.

“Untuk menambah berkah bagi suku kami, maka kami harus menyempurnakan pelayanan kami kepada Pak Anton”

“.........” aku makin deg-degan

“Pelayanan ini adalah kehormatan bagi kami, dan hendaknya Pak Anton bersedia menerimanya”

“........” Tegangan makin naik.

“Pak Anton sudah tiga hari bermukim di sini. Saya sebagai kepala suku akan memberikan Bundato kepada Pak Anton. Mohon tidak menolaknya” Ucap Tapulu dengan sorot mata berwibawa “ Sebelumnya akan dilaksanakan ritual, saya akan memimpin ritual itu “

“Hmmmm,,, berputar kesana-kemari. Bikin kentang...” rutukku dalam hati.

Tapulu kemudian berdiri dari tempat duduknya, diikuti oleh isterinya. Dengan menjura Tapulu mempersilahkan aku berdiri untuk mengikuti mereka. Dengan penasaran akupun mengikuti Tapulu dan isterinya berjalan keluar rumah. Kami melangkah beriringan menuju Danau yang tak jauh dari situ.

Di tepi danau kulihat dua buah batu yang berbentuk kotak, permukaannya mengkilat, bersih sepertinya sering dirawat. Kedua batu itu sama bentuk dan permukaannya.

Mbu’i naik keatas salah satu batu itu, lalu duduk dengan kaki terlentang, mungkin ini ritualnya. Aku berdiri saja, tak tahu apa yang harus aku lakukan.
Tak lama kemudian Tapulu mempersilahkan aku untuk duduk diatas batu lainnya, duduk seperti posisi duduk isterinya. Dari atas batu itu aku hanya diam saja sambil melihat apa yang sedang diakukan oleh Tapulu.

Tapulu mengambil sebuah gayung yang sepertinya memang sudah disiapkan disitu, menciduk air dari danau lalu menyiramkan ketubuh isterinya. Ini mungkin bagian dari ritualnya.
Setelah menyiramkan air ke tubuh isterinya, Tapulu mendekatiku dengan gayung berisi air, lalu ritual yang sama pun dilakukan padaku. Nampak mulut Tapulu komat-kamit melafalkan sesuatu, seperti sedang membaca mantera. Segar terasa ketika guyuran air mengenai sekujur tubuhku. Perlahan rasa nyaman menjalariku. Aku mengusap wajahku, lalu ku sedekapkan tanganku diperut seperti orang yang sedang berdiri Sholat. Aku memang diarahkan untuk melakukan gerakan seperti itu.

Perasaan aneh perlahan mulai muncul dalam diriku, ganjil dan seperti sedang diangkat ke awang-awang. Kubuka mataku yang tadinya terpejam, kulirik Mbu’i, matanya terpejam dengan bibir terbuka.

“Ritual telah selesai. Pak Anton boleh melakukannya sekarang “ ucap Tapulu.

Aku menatap Tapulu. Senyum tersungging di bibirnya. Aku mengalihkan pandanganku ke arah Mbu’i. Nampak senyuman penuh arti dibibirnya, sama seperti Tapulu.

“Pak Anton silahkan mengawini isteri saya, sebagai Bundato dalam menggauli wanita-wanita lain suku Lihito ini.”

“Saya harus mengawini isteri Tapulu ? saya harus menjadi suaminya ?” tanyaku penuh rasa heran dan agak khawatir. Aku tak ingin menikahi wanita pedalaman ini, apalagi dia sudah bersuami, isteri seorang Tapulu.

“Maksud saya bukan menjadikan dia isteri Pak Anton, tapi bersetubuh seperti suami isteri” kata Tapulu menjelaskan. “Inilah yang namanya Bundato. Dengan menyetubuhi isteri saya, maka Pak Anton sudah boleh menyetubuhi wanita manapun di pemukiman ini sesuka Pak Anton. Siapa saja dan kapan saja. Semua wanita wajib melayani Pak Anton dengan baik” Tapulu menjelaskan panjang lebar.

“Siapa saja, Tapulu ? “ tanyaku memperjelas

“Ya. Siapa saja. Kecuali putri-putri saya”

Kecuali Putri-Putri Tapulu. Hadeh...! padahal ini yang aku inginkan. Bercinta dengan putri-putri yang cantik itu. Masih banyak yang mesti aku tanyakan, termasuk tentang bandul dan kemungkinan aku memohon agar Muna diizinkan untuk jadi persembahan buatku. Aku ingin mewujudkan mimpiku.
Tapi pertanyaan dan permohonan itu tak sempat kuucapkan, Tapulu pergi meninggalkan kami.

Aku memandang Mbu’i, isteri Tapulu. Pakaian yang dikenakannya masih saja melekat ditubuhnya.

“Pak Anton maunya disini saja terima Bundato ?” tanyanya dengan wajah menunduk.

“Boleh disini ?” aku balik bertanya.

“Dimana saja boleh, Pak Anton” jawabnya singkat.” Pak Anton mau disini atau dirumah ?”

Aku memandang sekelilingku. Sepi. Rasanya akan lain sensasinya jika aku menyetubuhi wanita ini di alam terbuka seperti ini. Pasti lebih terasa nikmat ketimbang dalam rumahnya.

“Disini saja. Saya lebih suka disini “ ucapku mantap.

“Baiklah, disini saja “ ucap Mbu’i sambil turun beridiri.

Perlahan (namun pasti) dia membuka pakaiannya. Ternyata selain kain itu tak ada lagi kain lain seperti BH dan CD yang melekat di tubuhnya. Begitu dibuka langsung bugil. Ahhh....., tubuh yang aduhai. Betapa pintarnya Tapulu memilih wanita ini untuk menjadi isterinya. Tapi bukankah dia seorang kepala suku yang bebas memilih wanita mana saja yang dijadikan isteri ? Tak usah ddijawab. Aku sedang konak...! :D :D

Kujelajahi tubuh wanita didepanku dengan penuh gairah. Matanya, bening memancarkan kelembutan yang sangat menyejukkan hati. Bibirnya, merah merekah bak delima, sensual dan menantang untuk dipagut. Lalu bagian tubuhnya yang lain..., ah sudahlah.
Aku tak tahan hanya sekedar menatap saja. Mbu’i mendekatiku dengan tubuh telanjangnya. Payudaranya bergoyang menantang untuk diremas dan dihisap dan dikemot dengan kencang. Lalu segumpal daging yang ditumbuhi bulu tebal diantara kedua pahanya memanggil-manggil si Otong untuk segera memasukinya. Akupun langsung melucuti semua pakaianku, membiarkan si Otong berdiri dengan gagah perkasa.

Tatapan Mbui terpokus pada penisku. Peralatan tempur kebangganku yang telah menaklukan tiga ladang perawan itu mengacung bak pedang tempur. Alat tempur yang sering bikin para gadis ngeri karena ukurannya yang sanggup mengisi penuh liang senggama mereka hingga mentok ke dasar rahim ini mengkilat dengan ujungnya yang membesar laksana topi baja tentara.

Mbu’i meraih penisku, berusaha menggenggamnya dengan erat. Dikocoknya penisku dengan perlahan, berirama dan periodik. Aku mengerang menahan rasa nikmat. Hebat sekali kocokannya, seperti seorang WP yang sudah sangat berpengalaman dalam hal kocok mengocok.
Aku tak tinggal diam menerima serangan yang dahsyat itu. Ku pagut bibirnya dengan ganas, sambil kuremas payudaranya yang tergantng bebas. Tak kusangka serangan balasan darinyapun sangat ganas, dahsyat penuh birahi.

Mbu’i menyusupkan lidahnya ke dalam mulutku, tak kubiarkan lidah itu bebas menari-nari dalam mulut, Kuhisap, ku belai dengan lidahku hingga pergesekan lidah itu melecutkan birahi dalam tubuh.

“Milik Pak Anton sungguh besar “ bisik Mbu’i disela kulumannya dibirku. Sebuah remasan kencang kurasakan pada batang penisku. “Aku ingin segera merasakannya, Pak Anton”

Wuah...! binal juga isteri Tapulu ini. Heran juga aku, di tempat terpencil seperti ini adakah pendidikan seksnya ? Hadeh... ! aku lupa. Disini seks bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan. Setiap wanita bebas melakukannya dengan siapa saja sepanjang mendapatkan restu dan telah melalui ritual yang dipimpin oleh Tapulu.

Mbu’i menarik tanganku ke arah batu kotak tempat kami melaksanakan ritual tadi. Direbahkannya tubuh sintalnya sambil mengangkangkan kakinya lebar-lebar. Sebuah jurang... eh... belahan kemerahan terpampang. Dijulurkan tangannya ke arahku meminta dipeluk. Aku faham dengan keinginannya, dia menginginkan aku segera memasukkan penisku ke dalam liang senggamanya. Aku tersenyum dan menggeleng. Kurenggangkan kakinya lebih lebar, kusibak goa sempit diselangkangannya dengan kedua jempol, lalu...........

slruppppp...!

Kuhisap dengan kencang daging kecil yang menonjol dalam belahan vaginanya, kususuri belahan itu dengan jilatan lidah yang panjang, sesekali kugigit kecil klitorisnya sambil mencucukkan telunjuk kedalamnya. Basah, licin, beraroma khas.

“hmmmmhhh....” erangan kecil mulai terdengar kluar dari mulutnya. “enak Pak Anton... enakkkkk..!”

Goyangan pantatnya semakin liar. Erangan-erangan dan desahan terdengar makin keras.

“Ssshhhh... Pak Anton...! ini enak Pak Anton. Ini namanya apa. Kenapa enak sekali begini ??” Mbu’i menjerit jerit keras. Tak peduli sama sekali pada keadaan sekelilingnya.

“Gantian, Bu. Coba masukkan milik saya ke mulut” aku menghentikan aktivitasku lalu mengarahkan penisku ke mulut Mbu’i setelah rasa pegal kurasa di leherku karena keasyikan menjilati vaginanya begitu lama.
Segera digenggamnya batang penisku lalu dimasukkannya ke dalam mulutnya. Dengan rakus dilahapnya batang penisku, dijilat, disedot, menimbulkan letupan kenikmatan yang maha dahsyat. Enak benar kenyotan bibir isteri sang kepala suku ini. Beberapa menit kemudian dia melepaskan penisku, lalu menggenggamnya erat, menuntunnya ke dalam liang kenikmatannya. Sesaat aku menggesekkan ujung penisku pada klitorisnya, kembali erangan nikmat keluar dari mulutnya...

“hsssshhhh...., Pak Antonhh hh behhnar-whhbennnhar shhh.. tamhu hagung. Punyhakhu,,, ssshhhh jadi enakkkkkkk..., whennnaaaaaakkkkk “ desahnya.

Melihat gerakan dan erangan erotisnya aku jadi tak tahan lagi menahan diri untuk tak menggenjot vaginanya. Segera ku tekan penisku, masuk melesak ke dalam vaginanya yang sudah banjir dengan cairan kenikmatannya. Kudiamkan sebentar, meresapi kenikmatan jepitan vagina yang terasa sempit.

“Wawwww,,,,, nanaaaaaaaa....!” jeritnya keras. (nana=mama)

Kugenjot penisku keluar masuk vaginanya. Sensasi birahi yang sangat luar biasa kurasakan. Sensasi yang merupakan wujudan dari imajinasiku dulu yang kuanggap gila, betapa tidak ! aku akhirnya bisa menyetubuhi isteri orang tanpa ada perasaan was-was, terlebih dia adalah isteri seorang kepala suku, raja di pemukiman itu, ditambah lagi persetubuhan ini sedang terjadi di alam bebas. Tempat yang bisa saja orang-orang akan melihat kami dengan leluasa.

20 menit kemudian....

“Aku tak kuat lagi, aku tak kuat, Pak Antooooooooon...!”

Makin ku percepat genjotanku, menghentak selangkangan Mbu’i hingga menimbulkan suara plok...plok menambah tingkatan sensasi birahi.
Tak lama kemudian kejutan-kejutan kecil terjadi di tubuh Mbu’i, tangannya mencengkeram lenganku dengan kuat. Tubuhnya bergetar disertai nafas yang tertahan Mbu’i menggeram. Cairan hangat seperti memancar membasahi batang penisku yang tertancap dalam vaginanya. Rupanya dia mengalami orgasme pertamanya.

“Arrrrggghhhh....” jerit Mbu’i keras.

Aku terus memompa batang kejantananku, tak mempedulikan tubuh Mbu’i yang terus bergerak seperti cacing kepanasan. Pikiranku aku fokuskan pada genjotan di vagina Mbu’i. Semakin cepat dan keras, dan ....

crotttt....crotttt...

Semprotan sperma tak dapat kutahan keluar dari ujung penisku mengisi penuh rahim Mbu’i. Ku tekan sedalam-dalamnya. Tubuh Mbu’i kembali bergetar hebat. Mungkin orgasme keduanya, aku tak tahu. Hanya saat itu juga dia menjepitkan pahanya ke pinggangku dengan erat.

“nikmat benar..., ughhh “ desahku. Ku cabut penisku dari liang vagina Mbu’i. Cairan putih lengket meleleh dari lubang nikmat itu, menetes dan mengalir ke pahanya menuju ke belakang paha mulusnya.

“hufffhhhh... ini benar-benar nikmat. Belumlah pernah aku seperti ini. Tak pernah aku merasakannya sebelumnya. Pak Anton sungguh hebat “ ucapnya terengah-engah.

Aku berbaring letih disampingnya, diatas batu kotak tempat kami ritual.

Agak lama kami berbaring berdampingan melepas lelah karena pertempuran. Sejenak kemudian Mbu’i bangkit.

“Ayo, Pak Anton. Kita kerumah sekarang. Kita harus minum ramuan yang sudah disiapkan disana. Ayo...” ajaknya. “Jangan dulu dipakai bajunya. Tapulu masih harus memantrainya dalam ritual dirumah nanti”

Aku memandang Mbu’i. Apa lagi ini....

Tak ingin berdebat aku mengikuti Mbu’i yang berjalan tanpa busana menuju ke rumah kepala suku. Betapa kagetnya aku ketika kulihat banyak warga berpasangan tengah duduk bershaf menghadap Tapulu di bangunan yang mirip Balai Pertemuan. Segera kututupi kemaluanku dengan pakaian yang kubawa. Kulirik Mbu’i, sambil tersenyum dia memberi isyarat agar aku tak menutupi bagian manapun dari tubuh telanjangku. Akupun dengan ragu dan agak malu melangkah maju berdampingan dengan Mbu’i.

Kami diperintahkan duduk didepan Tapulu diiringi tatapan senang dari warga yang berkumpul. Tapulu meraih sebuah kotak yang terbuat dari anyaman rotan, lalu membuka penutupnya dan mengeluarkan sebuah bungkusan kecil. Dari bungkusan itu diambilnya gumpalan berwarna kecoklatan, lalu di usapkan pada jidat kami.

“Wahai warga Lihito. Dengarlah Titah Tapulu....” Tapulu berucap lantang sambil berdiri dari duduknya. Warga yang hadirpun hening mendengarkan “Titah Tapulu” itu.

“Satu lagi keberkahan dan kasih sayang Penguasa Darat dan Langit kita terima. Ritual Bundato telah selesai dilaksanakan. Pelayanan Kasih sayang telah diberikan pada titisan Penguasa ini (sambil menunjujku). Maka mulai saat ini, para wanita bukanlah milik para lelaki Lihito, tapi milik titisan Penguasa ini. Hormatilah dia, layani dia, jangan menolak atau berniat menolak, karena jika demikian maka murka penguasa akan menimpa kita semua.”

“Kami setia pada Titah Tapulu” gaung suara terdengar dari mulut warga. Mereka bangkit berlutut lalu menyembah, entah menyembah siapa.

“Pulanglah ketempatmu. Jangan sekali-kali melanggar Titah ini” ucap Tapulu lantang.

Warga pun kembali meninggalkan kami yang duduk tanpa pakaian sehelai pun. Tapulu bangkit berdiri lalu memandangku penuh wibawa.

“istirahatlah. Kalian baru saja menyelesaikan tugas mulia. Makan dan minumlah untuk memulihkan tenaga kalian, setelah itu istirahatlah” Selesai mengucapkan kalimat itu, Tapulu melangkah pergi meninggalkan aku dan Mbu’i.

“Aku ingin sekali lagi melakukan ritual nikmat itu, Pak Anton. Aku ingin melakukannya Disini.....”
 
Bimabet
bawa kabur bini,takut kena "bundato effect"...hahaha..nice story suhu..ayo dilanjut...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd