Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kalian puas, aku juga puas (Dito Beranjak Gede)

sok lah to sugan aya korban deui tah ewe deui.. 😅😅😅
 
PART 25

Hadiah untuk Aku


Aku Kembali ke rumah dan ku dapati tante Wulan masih tertidur dengan pulas di kamarku dengan keadaan bugilnya, namun aku telah menutupi tubuhnya dengan selimutku, sehingga ia tak merasa kedinginan atau digigit nyamuk. Rasanya aku pun tak rela seekor nyamuk tega menyentuh tante Wulan. Segera aku membaringkan badanku di samping dari tante Wulan dan ikut terlelap bersamanya.

Keesokan harinya aku terbangun tepat pukul 10 pagi dan tak kudapati tante Wulan di sampingku. Setelah aku meregangkan tubuhku dan keluar kamar, kudapati dirinya sedang berada di ruang tengah sedang menonton berita gossip. Aku lantas pergi ke kamar mandi untuk segera melakukan ritual mandi pagi yang sudah hampir siang ini.

Hari ini, aku memiliki janji temu dengan dosenku untuk membahas revisianku yang terakhir. Ya, kalian tidak salah baca, beberapa saat lagi aku akan melakukan sidang dan setelahnya, kelulusanku pun sudah di depan mata. Misiku mengalahkan sang “raja terakhir”-pun Sudah hampir selesai dan aku hampir mengalahkannya.

Sebelum berangkat ke kampus, aku menyempatkan diri untuk menyantap makanan yang telah disiapkan oleh tante Wulan. Nampaknya menu hari ini sangat enak dan special, atau hanya perasaanku saja? Atau setelah aku bikim crot berkali-kali sampe lemes tante Wulan jadi masak enak? Entahlah, hanya tante Wulan dan Tuhan yang punya jawabannya.



“tan, ngampus dulu ya.” Ucapku berpamitan pada tante Wulan yang masih asik dengan infotaimentnya.

“ya. Ati-ati to, udah dimakan kan masakan tante?”

“aman” jawabku.



Segera aku mengeluarkan motorku dari garasi dan mestarternya. Sejurus kemudian, aku telah dalam perjalanan untuk mendapatkan kepastian tentang sidangku tersebut. Aku sangat antusias menyambut kelulusanku ini, namun di sisi lain, akankah ini juga akan menjadi akhir dari perjalanan perlendiranku di daerah ini?

Cukup lama aku duduk dan berdiskusi dengan dosen pembimbingku ini dan nampaknya ia telah memberikan aku lampu hijau untuk melakukan sidang beberapa hari lagi. Aku pun menyambut gembira perkataan dosenku tersebut dan sangat antusias untuk melakukannya.

Setelah semuanya beres, segera aku Kembali ke rumahku untuk memberikan kabar gembria ini kepada tante Wulan dan tak lupa juga kepada kedua orangtuaku. Kembali aku mengendarai motorku menyusuri jalanan yang sudah sangat akrab dengan diriku ini.

Sesampainya di rumah, langsung aku parkirkan motorku di dalam garasi dan bergegas masuk ke dalam rumah utama. Ku dapati tante Wulan masih berada di posisinya semula seperti sebelum aku berangkat ke kampus. Dengan Langkah semangat, aku hampiri tante Wulan.



“tan, Dito bawa kabar gembira.” Ucapku sembari duduk di sebelahnya.

“apa tu?” jawab tante Wulan semangat.

“jadi dito kan habis dari kampus, trus bimbingan kan, nah beberapa hari lagi dito mau siding, trus lulus deh.” Ucapku menjelaskan.

“loh? Lulus? Kamu beneran mau lulus?” ucapnya yang masih seolah tak percaya.

“lah kok tante kaget sih.”

“eh enggak. Maksudnya ya syukur kalo kamu cepet-cepet lulus, kan tante ikut seneng”

“tapi…” jawabku.

“kamu mau jual rumah ini trus pergi kan?” timpa tante Wulan dengan tatapannya kini memandang Kembali ke arah tv namun dengan tatapan kosong dan mata berkaca-kaca.

“kamu tega to ninggalin tante? setelah apa yang kamu perbuat sama tante mu ini?” lanjutnya.

“bukan gitu tan, Dito kan juga tetap harus ngelanjutin hidup Dito, kita juga nggak bisa gini terus kan?”

“kamu egois, To.” Ucap tante Wulan yang lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.



Kembali aku dibuat tak habis pikir oleh tante Wulan. Entahlah apa mau dan maksudnya. Benarkah aku ini egois? Bukankah aku berhak untuk melanjutkan dan memilih jalan hidupku sesuai dengan apa yang aku mau? Aku rasa ini hanya kesalahpahaman antara aku dengan tante Wulan, terlebih lagi aku yakin bahwa informasi yang ia dapatkan tentang aku yang akan menjual rumah ini berasal dari mbak Devi. Ya… mbak Devi, (jika kalian ingat, penulis pernah menulis di beberapa part sebelumnya tentang keinginan Dito untuk menjual rumah) mbak Devi lah satu-satunya orang yang mengetahui rencanaku tersebut.

Aku pun masih termenung di sofa ruang tengah dan menyandarkan tubuhku sepenuhnya pada sandaran sofa. Bagaimanapun juga keputusanku sudah bulat, aku tak mungkin berjudi Kembali dengan kehidupanku, dengan permainan yang selama ini aku mainkan. Setelah ijazahku terbit, aku ingin mendapatkan jaminan ekonomi yang stabil, yaitu dengan cara menjadi pekerja.

Aku dengan sengaja tidak mengejar tante Wulan yang masuk ke dalam kamarnya dan lebih memilih untuk membiarkannya. Bukannya apa, aku hanya ingin membiarkan emosinya reda terlebih dahulu sebelum aku mulai menjelaskan semuanya. Bagaimanapun juga ketika kondisi hati dan pikiran sedang panas tak akan maksimal menerima penjelasan apapun.

Rokok kretek filter pun ku bakar, kepulan asap yang keluar dari mulutku mengudara dengan bebas dan hilang diterpa angin. Aku rasa masalah yang terjadi saat ini juga demikian, menguap, memudar, dan hilang diterpa angin. Aku harus bisa memberikan penjelasan dan ketenangan terhadap tante Wulan, begitulah tekadku.

Aku masuk ke dalam kamarku dan akan menghubungi orangtuaku perihal rencana kelulusanku tersebut, namun segera aku urungkan. Aku ingin memberikan surprise yang lebih lagi, yaitu dengan kelulusan yang benar-benar lulus, bukan masih rencana. Kembali aku meletakkan hpku dan merebahkan diri di kasurku.

Sebenarnya aku juga ingin marah kepada mbak Devi tentang sikapnya yang sangat ember sekali. Namun aku tak bisa melakukannya. Bagaimana pun juga aku yang salah, aku yang terlalu percaya kepadanya untuk menceritakan semuanya dan aku pula yang tak pandai dalam belajar dari kesalahan setelah beberapa kali mbak Devi “membahayakan” mukaku.

Malam harinya, aku berencana mendatangi tante Wulan dan menjelaskan semuanya. Aku ingin masalah ini selesai sebelum sidangku berlangsung. Aku tak ingin masalah ini mengganggu pikiranku. Meskipun semua ini tergolong bukan masalah berat dan hanya kesalah pahaman, tetapi tante Wulan termasuk orang yang memegang kartu AS ku dan dia adalah orang terdekat dari mamaku, sehingga sangat bahaya bagi diriku jika ia sampai membenciku dan membocorkan perbuatan kotorku selama di sini.



*toktoktoktok….*

“Tan, boleh dito masuk?”

“…..”

“Tan, dito bakal jelasin semuanya, Tan. Tolong dengerin Dito.”

“…..”

“hah…” aku pun menghela napas.



Ya begitulah tante Wulan, ketika emosinya belum reda, maka silent treatment yang ia gunakan. Memang benar kata orang, Wanita itu sangat sulit ditebak, tak terkecuali Wanita yang sudah dewasa sekalipun. Bagaimanapun juga aku tidak mau memaksa masuk untuk memberikan kejelasan kepada tante Wulan, karena mungkin emosinya belum stabil.

Aku pun beranjak dari pintu kamarnya dan beralih menuju ke sofa. Kembali aku menyalakan sebatang rokok filterku itu dan menyedotnya dalam-dalam. Cukup lama aku menikmati sebatang rokok ini hingga habis, aku memiliki pikiran untuk berjalan-jalan keluar untuk sekedar mencari angin. Jika kalian bertanya kenapa tidak ke bi Nana atau mbak Devi? Jawabannya simple, bi Nana kemaren sedikit bete denganku, sementara mbak Devi, aku yang sedang bete dengannya.

Tak berselang lama, aku mengeluarkan motorku dari garasi dan lekas menstarternya untuk pergi. Tujuan utamaku adalah danau tempat aku dan tante Wulan pernah kesana waktu itu. Ntahlah, kenapa aku kepikiran untuk kesana. Sepanjang perjalanan aku melihat orang-orang dengan kesibukannya masing-masing, entah itu sedang berjualan, memandu kasih dengan pasangan mereka, atau bercengkrama dengan teman-teman mereka. Sementara aku? Seolah kini aku tak memiliki siapa-siapa, selain motor bututku ini yang selalu menemaniku kemana aku pergi.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di tempat ini. Aku mencari tempat duduk yang sekiranya enak untuk menyendiri dan tempat itu merupakan tempat dimana aku dan tante Wulan pernah duduk disitu. Hah… ingatanku Kembali menyapa tentang bagaimana akhirnya tante Wulan menceritakan semuanya di sini, di tempat ini. Itu juga yang menjadi awal mula hubungan sedarah ini terjadi. Jika dalam benak kalian muncul pertanyaan, apakah aku jatuh hati dengan tante Wulan? Aku berani menjawab tegas TIDAK. Karena aku pure menganggap tante Wulan sebagai tanteku dan aku tak pernah menaruh hati kepadanya.

Aku pun memutuskan untuk Kembali ke rumah saat tengah malam hampir sampai dan suasana berangsur-angsur berubah menjadi sepi. Cukup seram tempat ini jika sepi, bisa-bisa mbak kunti menyapaku dengan tawa bahagiianya…..

Sesampainya di rumah, aku langsung bersih-bersih badan dan memutuskan untuk segera tidur. Bukannya langsung tertidur, otakku malah berputar tentang kemungkinan apa yang bakal terjadi jika tante Wulan tetap terus membenciku. Segala kemungkinan yang mungkin bakal terjadi terus-terusan berputar di dalam otakku. Lambat laun aku merasa Lelah dan akhirnya dapat tertidur pulas.

Aku terbangun ketika merasa ada sentuhan manja pada area sensitifku, tepatnya kontolku. Ahhh… kontolku terasa basah. Perlahan aku membuka mataku dan ku dapati tante Wulan telah mamainkan mulut dan lidahnya pada kontolku tersebut.



“eh… Tan…” ucapku setelah aku membuka mataku sepenuhnya.

“ini sebagai permintaan maaf tante, To. Tante yang egois kalo terus-terusan nahan kamu buat sama tante Terus.” Ucapnya setelah melepas kontolku dari kulumannya.



Lagi-lagi aku tak habis pikir dibuatnya. Sama seperti kejadian-kejadian yang telah berlalu, tante Wulan ini sangat unik dan unpredictable. Bagaimana dia bisa berubah menjadi manja, dewasa, hingga binal dalam waktu yang singkat. Tapi ya itulah tante Wulan, mau bagaimanapun dia, dia tetaplah tanteku sendiri.

Tante Wulan pun melanjutkan servisnya dengan memainkan kontolku dengan mulutnya. Servis mulutnya sekarang sudah jauh berbeda dengan servisnya ketika beberapa waktu lalu, dimana kontolku masih sedikit sakit ketika ia mem-blowjob kontolku hingga giginya mengenai batangku. Namun sekarang kulumannya sudah sangat nikmat dan professional.



“ahhh…. Terus tann…. Sekarang mulut tante enakkhhh….”

“iyalah, gini juga kan berkat kamu yang ngajarin tante.”



Lama di sedotnya membuat kontolku emput-emputan dan ingin segera crottt. Namun aku tak ingin itu terjadi. Segera aku meminta tante Wulan untuk menyudahi aksinya tersebut dan giliran aku yang memberikan servis kepadanya. Sejurus kemudian, kini posisi berubah, tante Wulan sudah merebahkan dirinya di kasurku dan segera aku lucuti pakaiannya satu persatu.



“nakal ya, tante sendiri dibugilin.” Ucapnya menggodaku.

“abisnya nafsuin.”

“ga sopan ya, tante sendiri dibilang nafsuin.” Ucapnya degan nada manja.



Aku lumat birbirnya dengan menindihnya. Bersama dengan itu, remasanku mulai aku lakukan pada bukit kembar nan mengemaskan miliknya tersebut. Lidah kami juga semakin liar saling “menyapa” satu sama lain, sementara tangaku mulai memilin putingnya dan meremasi susunya dengan ganas. Lama kelamaan, bibirnya aku yang menguasai, lantaran tante Wulan hanya bisa mendesah akibat dari rangsangan yang aku berikan, sementara desahannya tertahan akibat dari bibirku yang masih mendarat di bibirnya.



“hash… has… ayo toooo…. Tante udah basah banget ini.” Ucapnya dengan ngos-ngosan ketika cumbuanku pada bibirnya telah aku akhiri.

“masak langsung sih tan, ga seru ah.”



Aku pun tak menghiraukan permintaan tante Wulan dan malah Kembali memainkan tetenya. Segera aku lumati tetenya dan aku remasi pula. Lidahku mulai menyapu area areolanya dan jarei jemariku memainkan putingnya. Setelahnya, giliran bibirku yang menyedot-nyedot puting mungilnya seolah-olah akan mengeluarkan susu.



“yashh…. Ahhh…. Sedott too… mhhh…..” ucapnya sembari menahan kepalaku untuk tetap stay menyedoti pentilnya.

“yashhh…. Enakkk…. Terussss…..”



Setelah cukup puas memainkan toketnya, kini aku berpindah ke area bawahnya. Namun, dalam proses pindahnya, aku melayangkan jilatan pada area yang dilalui dan sedikit memainkan pusernya dan lalu menuju ke memeknya. Kondisi memek tante Wulan sudah benar-benar basah dan becek akibat dari cairan pelumas yang keluar dari memeknya.

Segera aku buka bibir memeknya dengan jariku dan aku daratkan jilatan pada area labia mayora miliknya tersebut. Lidah dan jariku pun bergantian memainkan area kewanitannya tersebut. Desahan demi desahan terus keluar dari mulut tante Wulan seiring dengan permainanku yang semakin liar.

Klitorisnya kini menjadi sasaranku berikutnya. Segera aku mainkan itilnya tersebut dengan lidahku dan aku sedot-sedot itilnya tersebut. Tante Wulan semakin merancau tak terkendali karena g-spot nya telah dibombardir oleh lidahku.



“ahhhhh…. Itill…. Ohhhh…. Terussss…..”

“ampunnnn…. Ahhhh….. toooo……”

“keluargghhh…. Oohhh…… iyahhhh….”

“teruss… aku keluarghhh…..”



Aku yang mendengar tante Wulan akan sampai pada puncaknya pun segera menyudahi permainan tersebut dan mulai menyiapkan kontolku untuk masuk pada liang senggamanya tersebut. Dengan saat yang bersamaan dengan lelehan lahar kewanitaan dari tante Wulan, aku memasukkan kontolku pada memeknya.



“hash…. Nakall banget… tante baru keluar enak langsung dimasukin…” ucapnya dengan napas yang terengah-engah.

“hehehe, tapi enak kan tan?” ucpaku sembari nyengir.



Segera aku mulai memompa memeknya dengan kontolku. Degan gaya missionary aku mulai menggoyangkan pinggulku yang disambut dengan desahan manja dari tante Wulan. Aku yang berada di atas pun merasa memiliki kendali lebih. Kini tanganku Kembali meraih toketnya dan Kembali meremasinya dengan gemas.



“oughhh… terusss…. Cepetinn….”

“yahh… yahh…. Remass…”

“akhhh… enak ga tann?”

“ahhh…. Enakk…. Kamu pinter ditoo….”

“genjot tantemu sayangehhh….”



Aku terus memacu kontolku yang berada di dalam memeknya tersebut. Bersama dengan itu juga sesekali aku daratkan kecupan dan kenyotan terhadap bibirnya dan toketnya. Tanganku pun tak henti-hentinya memainkan toketnya layaknya memainkan mouse computer.



“tann… jangan keluarghh duluuhh…”

“ahhh kenapahh… udah ga tahannn…”

“ganti gaya tann….”



Sejurus kemudian, aku meminta tante wulan untuk merubah posisinya, namun aku tak membiarkan kontolku tercabut dari lubang persembunyiannya. Seperti ritual-ritual berikutnya, kali ini giliran gaya anjing, gaya paporitku. Segera aku memacu Kembali kontolku sesaat setelah tante Wulan menungging.

Bersamaan dengan genjotanku, aku juga meremasi bokongnya yang masih sangat kencang itu. Tak hanya meremasinya, aku juga menampar-nampar dengan agak keras bokongnya tersebut. Sementara tante Wulan menikmati permainan ini dengan meletakkan kepalanya di atas bantal yang ia gunakan sebagai alas.



“yahhh…. Terushhh…. Tamparr… oghhh….”

“cepetin too….”

“penuh bangetthhh…..”

“apanya tan?”

“kontolmuhhhh….”



Aku semakin bersemangat menggenjotnya dan irama genjotanku pun semakin cepat karena aku juga sudah merasakan ingin sampai. Semakin kencang aku menggenjotnya, semakin kencang pula tante Wulan mendesah. Aku pun berusaha menggerayangi teteknya yang menggantung indah dan bergoyang seirama dengan genjotanku itu.



“akhhh…. Sampai too….. keluargghhhh….”

“akuh juga tannn….”



Kami pun akhirnya menyeburkan cairan kami masing-masing dalam waktu yang bersamaan. Aku tak langsung mencabut kontolku dan malah menarik tante wulan untuk duduk diatas pangkuanku dan kami pun Kembali saling melumat bibir satu sama lain. Sementara kontolku masih mengisi memeknya dengan lelehan cairan kewanitaan yang mulai menetas dari dalam memeknya tersebut.



“makasih ya, To.” Ucap tante Wulan yang masih berada diatas kontolku.

“makasih buat apa tan?”

“makasih buat semuanya, dan maaf kalo tante egois.”

“iya, Tan. Tante nggak egois kok, mungkin kebawa emosi aja karena aku belum sempet cerita.”

“emang cerita sebenarnya gimana?” tanyanya.



Aku pun mulai menceritakan semuanya, dimulai dari kerugianku dari bermain trading dan crypto yang secara membuat keuanganku minus. Dari situ muncul ideku untuk menjual rumah ini setelah aku lulus sembari mencari pekerjaan di luar kota dan ingin menetap di sana. Sebenarnya alasannya Cuma sesimpel itu, namun ketika bukan orang yang tepat yang menyampaikannya, bisa jadi infomarsi tersebut tidak tersampaikan dengan baik.

Tante Wulan pun Nampak mengerti setelah mendengarkan penjelasanku tersebut. Ia tampak lebih bisa menerima keputusan yang telah aku ambil tersebut dan tak mempermasalahkannya. Namun, meskipun demikian, aku yakin jika dari hatinya yang paling dalam, ia sebenarnya sangat tak rela jika aku jauh darinya

Keputusanku ini memang tidak melibatkan orangtuaku, karena memang ini semua dalam kendaliku dan tak pernah ada campur tangan dari orang tua selama ini. Terlebih lagi juga aku membeli rumah ini dari kantongku sendiri dan aku sendiri yang memutuskan. Jadi aku tidak perlu melibatkan mereka dalam keputusanku yang akan menjual rumah ini.

Tante Wulan pun akhirnya beranjak dari pangkuanku dan kontolku pun terkulai lemas setelah keluar dari lubang persembunyiannya. Tante Wulan berlalu pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri, sementara aku memutuskan untuk Kembali merebahkan badanku di tempat tidurku ini. Setelahnya, aku pun keluar kamar dan mendapati tante Wulan tengah memasak sesuatu. Dan akhirnya kami pun makan Bersama siang itu ditemani dengan suasana yang telah cari Kembali diantara kami.



###



Akhirnya hari ini aku akan melaksanakan sidang terakhirku sebagai mahasiswa tingkat akhir dan sebentar lagi, aku akan secara resmi menyandang sarjana. Gelar yang sebenarnya sangat umum untuk masyarakat di Indonesia, namun percayalah, setiap mahasiswa memiliki struggle nya masing-masing dalam perjalanan terjalnya untuk sampai pada titik terakhir dan memperoleh gelar ini.

Pagi hari, aku sudah Bersiap dengan melaksanakan ritual mandi pagi dan juga sarapan yang sudah disiapkan tante Wulan. Nampak tante Wulan sangat antusias kali ini dan sangat mendukungku agar lancar apa yang aku lakukan hari ini. Bersama dengan sarapan pagi ini, tante Wulan juga cerita dengan antusias tentang bagaimana ia dulu dalam melaksanakan sidang ini dan juga bagaimana struggle ia selama masa kuliah.

Jadwal sidangku hari ini adalah jam 10 pagi dan aku harus siap di kampus pukul 9 pagi agar jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan selama di jalan, aku masih tetap bisa mengejar waktu. Aku Bersiap dengan motorku setelah aku mengeluarkannya dari garasi. Tak lupa pula aku berpamitan dengan tante Wulan dan tante Wulan terlihat mengantarkanku hingga depan rumah.



“Ditoo…. Semangat…” ucapnya sedikit berteriak dari depan rumah sembari mengepalkan tangannya.



Aku hanya mengangguk dan melemparkan senyuman dan berlalu pergi meninggalkannya. Pikiranku kali ini hanya focus untuk menyelesaikan sidangku ini dan membuang segala pemikiran lain yang ku rasa tak penting untuk memikirkannya sekarang. Seiring dengan laju motorku, dadaku juga berdegup kencang dalam menghadapi sidang yang sesaat lagi akan aku lakukan.

Tak berselang lama, akhirnya aku sampai di parkiran kampusku dan segera menuju ke ruangan yang memang diperuntukkan untuk melangsungkan sidang ini. Aku pun duduk di ruang tunggu dan Kembali membaca-baca skripsi yang telah dengan susah payah aku susun ini. Setelahnya, aku dipersilahkan untuk masuk ke dalam ruangan sesaat setelah para dosen penguji juga memasuki ruangan.

Aku mulai mempresentasikan hasil dari penelitianku dan setelahnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang diberikan oleh para dosen penguji. Meskipun terdapat beberapa pertanyaan yang membuatku belibet untuk menjawabnya, tetapi secara keseluruhan aku dapat dengan lancer menyelesaikan sidangku ini dan aku dapat dinyatakan lulus. Ada perasaan lega dalam diriku setelah mendapatkan pernyataan lulus tersebut dan aku tak mampu untuk menyembunyikannya.

Setelah sidang, aku langsung memberi kabar kepada orangtuaku dan langsung disambut Bahagia oleh mereka, terlebih lagi mamaku yang sangat antusias dengan kabar yang aku berikan tersebut. Tak ingin berlama-lama, aku pun ingin langsung Kembali ke rumah untuk bertemu dengan tante Wulan dan memberitakan kabar gembira yang aku peroleh ini.

Tak butuh waktu lama untukku agar sampai ke rumahku dan langsung disambut oleh tante Wulan yang ternyata menungguiku di ruang tengah. Aku pun menceritakan tentang bagaimana jalannya sidang tadi sementara tante Wulan menyimaknya dengan seksama dan antusias. Setelah ceritanya selesai, tante Wulan memelukku dengan sangat erat dan membisikkan sebuah kata untukku.



“tante bangga sama kamu, To.” Ucapnya lirih.



Tante Wulan juga mengatakan, sebagai hadiah kelulusanku (meskipun belum wisuda), ia akan memasakkanku makan malam special untuk mala mini, dan aku pun menyambutnya dengan antusias. Setelah memberikan kabar tersebut, aku masuk ke dalam kamarku untuk beristirahat sejenak, karena nyatanya memang ketika adrenalin kita dipacu dengan sangat kuat itu sangat menguras energi.

Malam harinya, tante Wulan telah menyiapkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang ia janjikan tadi siang. Begitu banyak makanan yang ia siapkan untuk malam ini, mulai dari olahan ikan, sayur-sayuran, dan minuman berupa olahan buah segar. Terlihat sangat intim makan malam kami saat itu. Meskipun dilakukan dengan sederhana di rumah dan dengan makanan yang sederhana pula, namun yang memasaknya lah yang special.

Akhirnya, kami pun makan dengan lahap dan diiringi dengan canda tawa diantara kami. Sudah tak ada kecanggungan lagi diantara kami dan seolah kami melupakan Batasan kami bahwa kami itu sebenarnya adalah tante dan keponakan. Namun aku tak mempermasalahkan hal tersebut, terlebih lagi untuk malam ini, malam yang begitu special dan indah.

Setelah itu, kami bercengkrama di sofa depan tv dan melanjutkan cerita-cerita kami tadi. Namun ada yang aneh saat setelah makan malam tadi, rasa-rasanya kantuk itu begitu sangat terasa dan kepalaku menjadi sangat berat malam itu. Padahal jika dipikir-pikir tadi siang aku juga tidur siang meskipun tak lama, namun rasa kantung ini seolah langsung menjalar sesaat setelah aku makan malam.



“tan, Kok ngantuk banget ya…” ucapku.

“ya kalo ngantuk mah tidur, To.” Ucapnya santai.

“yaudah deh, aku tidur dulu ya, Tan. Berat banget ni kepala.”



Segera aku berlalu masuk ke dalam kamarku dan meninggalkan tante Wulan yang masih duduk di sofa depan tv. Sejurus kemudian, aku telah terlelap dalam tidurku bahkan beberapa saat setelah aku merebahkan diriku diatas Kasur. Aku tak tau pasti apa yang terjadi dengan tubuhku saat itu, entah karena efek kelelahan atau apa, yang pasti aku tidur begitu pulas malam itu.

Pagi harinya, aku terbangun karena belaian lembut pada kontolku dan juga kecupan dari bibirku. Meskipun aku belum tersadar sepenuhnya, aku dapat merasakan bahwa ada yang tidak beres dengan tanganku. Yah, tanganku terikat oleh tali dengan dipan kasurku, akhirnya aku dapat tersadar sepenuhnya dengan kondisi tangan terikat dan tubuhku yang telah tanpa busana, ku dapati diatas tubuhku adalah mbak Devi yang sedang bersemangat melumat bibirku.



“eh pangeran kita sudah bangun.” Ucap mbak Devi yang melihatku telah bangun atau lebih tepatnya sadar dari tidurku.

“apaan ini, kenapa aku diikat begini?” ucapku sembari berusaha lepas dari ikatan itu.

“ini hadiah buat kelulusan kamu to.” Ucap tante Wulan.

“hah hadiah? Trus kenapa pake diiket gini?”

“ya biar kami yang punya kendali buat muasin kamu sayang.” Ucap mbak Devi.



Mbak Devi pun Kembali melumat bibirku, sementara tante Wulan sedang asyik bermain-main dengan kontolku. Argghhh…. Nampaknya permaian FFM akan terjadi lagi, eh tapi… kurang rasanya jika tidak ada bi Nana, kemana ia? Apakah ia tak dilibatkan dalam party sex mereka ini?

Setelah cukup puas satu sama lain, mereka pun bergantian. Kini tante Wulan yang menindihku dan melumat bibirku, sementara mbak Devi turun ke bawah untuk bermain dengan kontolku. Mereka sungguh sangat kompak dalam permainan ini dan sangat bernafsu sekali mereka berdua ini.



“mbak, Aku duluan ya, udah gantel ini, kangen sama kontolnya Dito.” Ucap mbak Devi yang sebenarnya sedang mengandung buah dari spermaku tersebut.

“iyaa… duluan aja, aku masih pengen dipuasin dito make lidahnya.” Ucap tante Wulan yang mulai terbawa suasana.



Mbak Devi pun segera memposisikan dirinya diatas kontolku dan menyiapkan memeknya untuk dapat segera dimasuki oleh kontolku. Dengan perlahan, kontolku dapat masuk ke dalam memek dari mbak Devi, meskipun sedikit seret awalnya, lantaran memeknya yang belum basah-basah banget karena belum mendapatkan servis dariku. Sementara tante Wulan, berjongkok dihadapnku dengan memek yang ia posisikan diatas mulutku. Tanpa menunggu komando, langsung saja lidahku menari-nari dan menyapu bibir memeknya dan diiringi dengan desahan mereka berdua.



“Hashh… ahhhh…. Mbak selalu enak sama kontolmuhhh….”

“jangan lupain mbak nantihhh…. Ahhhh…..”

“jilat terus too….. mmmhhhhh…… aaahhhhh…. Jilattt….”



Suara dari mereka berdua saling bersautan seiring dengan permainan kami ini. Aku yang masih sibuk memainkan lidahku pada memek tante Wulan, kontolku kini telah keluar masuk di memek mbak Devi yang masih asyik menaik turunkan pinggulnya dengan semangat. Aku merasa ada yang kurang karena tanganku tak bisa terbebas untuk lebih bisa memberikan rangsangan kepada mereka. Saat ini kendali penuh ada pada mereka, karena aku tak bisa berbuat apa-apa.

Tante Wulan dan mbak Devi saling memunggungi dan Nampak saling menikmati permainan mereka masing-masing. Nampak keduanya juga saling meremasi toket besar miliknya masing-masing, karena tanganku masih terikat. Tante Wulan nampaknya juga membantuku dengan cara membuka bibir memeknya agar lidahku dapat lebih masuk ke dalam memeknya yang sudah mulai lembab.



“mbak gantiann….” Ucap tante Wulan.

“iyahhh… mmphh… uughhh….”



Akhirnya merekapun bergantian dan kini tante Wulan yang akan segera merasakan Kembali kontolku, sementara mbak Devi tentu saja akan menuntaskan orgasmenya di mulutku. Mereka pun langsung memulai aksinya. Meki dari tante Wulan Nampak tak lebih seret dari mbak Devi meskipun lebih sempit, karena memeknya telah becek. Sementara mbak Devi memeknya sudah sangat becek karena ulah kontolku.

Permainan pun berlanjut, dan rintihan serta desahan dari mereka yang saling bersahutan pun Kembali memenuhi ruangan ini. Mbak Devi nampaknya akan mencapai orgasme pertamanya hari ini, sementara tante Wulan masih sangat bersemangat menggenjot kontolku.



“oghhh….. ahhhh….. keluarghhh…..” ucap mbak Devi dan langsung mulutku dibanjiri oleh lelehan cairan kenikmatan miliknya.

“aakhhh… iyahhh… enagghhh….” Desahan dari tante Wulan.

“aku jugahh… keluraghhh……”



Akhirnya mereka berdua merasakan orgasme pertama mereka. Sementara aku, masih belum terasa apa-apa, karena jujur saja, aku tak bisa menikmati permainan ini, karena merasa aku tak bisa melakukannya dengan bebas, terlebih lagi tangaku yang terikat ini membuat ruang gerakku menjadi sempit.



“lepasin dong, nanti aku kasih yang lebih nikmat deh.” Ucapku seolah membujuk anak kecil.

“gimana, mbak?” tanya tante Wulan kepada mbak Devi.

“iyahh… gapapa.” Jawabnya.



Akhirnya tangaku pun dilepaskan oleh mereka berdua, dan kini aku terbebas dari belenggu sialan ini. Segera aku membalikkan badan mbak Devi dan Bersiap untuk menggagahinya Kembali.



“mbak, mau lubang yang mana?” ucapku kepada mbak Devi setelah posisinya kini menjadi menungging.

“bebas, To. Semuanya milikmu.” Jawabnya pasrah.



Segera aku memposisikan kontolku di bibir memeknya, aku pun menggesek gesek memeknya dengan kepala kontolku, tak lupa juga aku memberikan tamparan-tamparan kepada bokong montoknya tersebut.



“sekarang nih mbak?” ucapku menggodanya.

“iyahh….”

“beneran sekarang?” ucapku sembari memasukkan kepala kontolku dan mengeluarkannya lagi.

“ahh,,, iyahhh… ayooo…”



Segera aku menghujamkan kontolku ke memeknya dengan lumayan kasar hingga membuatnya terpekik. Sejurus kemudian, aku mulai memompanya dan meremasi bokong montongnya yang langsung disambut dengan desahan manja yang keluar dari mulutnya. Sementara tante Wulan masih beristirahat di sebelahku dan sedang menikmati pertunjukan erotis ini. Aku mulai mempercepat tempo genjotanku dan mulai meremasi toket besar yang menggantung milik mbak Devi.

Makin lama tempo genjotanku semakin liar dan membuat mbak Devi semakin merancau tak terkendali. Nampaknya tak lama lagi, ia akan mendapatkan orgasmenya Kembali. Sedangkan aku, yang baru saja merasakan kenikmatan, masih belum terasa inging sampai pada orgasmeku.



“ahhhh… terusss…. Ohhh…”

“genjot terussss…..”

“lebih cepatthhh…..”



Irama dari selangkangan dan bokong yang saling beradu pun mengiringi persetubuhanku dengan mbak Devi. Sementara itu, desahan dan ritihan juga keluar dari mulut mbak Devi yang sangat merasakan kenikmatan yang aku berikan, nampaknya ia sudah sangat merindukan sodokan dari kontolku ini.



“ahhh….. keluargghhhh lagihhhh….”

“iyaahhhh….”



Setelah melenguh Panjang, akhirnya mbak Devi sampai pada orgasme keduanya, dan kontolku pun Kembali disiram oleh cairan kenikmatan itu. Langsung saja aku mencabut kontolku dan membiarkan mbak Devi terkulai lemas di atas Kasur dan aku menuju ke arah tante Wulan yang Nampak telah mengerti bahwa ini merupakan gilirannya dan langsung memposisikan diri menungging dengan bertumpu pada meja komputerku.

Segera aku mengangkat kaki kiri tante Wulan dan meletakkannya di meja komputerku yang tingginya hampir se pinggulnya. Namun, bukannya kontolku yang aku masukkan ke dalam memeknya tersebut, tetapi malah jariku yang aku masukkan dan langsung saja mengocoknya.



“akhhh… kok jarihhh…” protesnya.

“abis tante nakal sih.” Ucapku yang masih mengocok memek tante Wulan menggunakan jariku.

“ughhh… ampunnhhh…. Ayo masukin kontolmuhhh…..”



Sejurus kemudian, kontolku telah Bersiap untuk Kembali masuk ke dalam lubang peranakan milik dari tante Wulan itu. Segera kontolku amblas dalam memeknya tersebut dan aku mulai memompanya. Bersama Dengan itu juga, aku tak membiakan toketnya sia-sia begitu saja, segera aku meremasinya dengan ganas dan sukses membuat tante Wulan semakin mendesah tak karuan.

Lama kelamaan, genjotanku semakin cepat dan membuat tante Wulan merem melek dibuatnya. Sementara mbak Devi yang telah terkulai lemas pun hanya menyaksikan aksi kami berdua. Kontolku yang menggenjot memek tante Wulan pun terasa dapat menyentuh dinding rahimnya meskipun tak dapat masuk sepenuhnya.



“ohhh…. Yahhh…. Genjothhh….”

“terusshhh… sebentar lagihhh….”

“agghh… sebentar lagihh apa tann?”

“keluarghhhh….”





Ya benar saja, tak berselang lama, tante Wulan sampai pada orgasmenya yang kedua dan langsung terkulai lemas. Sementara aku, masih merasa on fire dengan kontolku dan masih ingin bermain lebih lagi. Namun nampaknya kedua Wanita ini sudah ingin mengibarkan bendera putih dan lebih memilih untuk beristirahat.



“ayo lah, masa Cuma segini doang ini.” Ucapku.

“ada satu lagi to yang nungguin diluar.” Ucap mbak Devi.

“hah?”



Aku pun tak tau menau soal siapa yang sedang menunggu di luar, tetapi sepertinya ia adalah bi Nana yang memang sengaja tak ingin masuk karena merasa malu dan merasa bahwa ia adalah orang yang paling tua dan tak selayaknya ikut bermain Bersama dengan mereka yang usianya cukup terpaut dengannya. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, segera aku keluar kamarku dan ku dapati bi Nana sedang menonton tv di sofa.

Segera aku mendekatinya dan Nampak raut mukanya yang seolah-olah sedang cemas menunggu. Aku yang dengan kondisi bugil sepenuhnya pun segera ikut duduk bersamanya dengan kondisi kontol yang masih menantang langit.



“eh..” ucapnya yang terkejut dengan kedatanganku.

“kok malah disini bi?” tanyaku.

“mmm… bibi malu to… bibi kan….”



Tak ingin ia melanjutkan kata-katanya segera aku melumat bibirnya dan langsung bermain lidah dengannya. Aku yang masih dalam nafsu yang tinggi segera mendaratkan tanganku di toket besarnya dan meremasinya dari balik daster dan bh yang ia kenakan. Desahan bi Nana pun tertahan karena mulutnya terbekap oleh mulutku. Aku segera berusaha melucuti dasternya yang dibantu oleh bi Nana dan kini terpampang gunung kembar besar miliknya yang hendak menyembul dari balik bh cream yang ia kenakan. Segera aku mendaratkan wajahku pada tengah-tengah antara toketnya tersebut dan menghirupnya untuk merasakan aroma dari Wanita ini.

Setelahnya, aku melorotkan bhnya hingga terpampang lah dua gunung kembar yang sangat amat menggairahkan. Lidahku segera beraksi dengan menjilatinya dan toketnya yang lain menjadi bagian tanganku untuk diremasi. Jilatanku pun melingkar pada area areolanya yang berwarna coklat tua tersebut, aku melakukannya secara bergantian antara kiri dan kana. Pentilnya pun juga menjadi targetku dengan ku sedot secara buas dan aku memberikan gigitkan kecil pada pentil yang telah memberikan asi untuk kedua anaknya tersebut.

Setelah cukup puas, kini aku berpindah ke bawah setelah merebahkannya di sofa ini. Kemudian aku singkap sedikit cd yang warnanya senada dengan bh nya tersebut sehingga terpampang lah goa kenikmatan dengan ditumbuhi jembita yang cukup rimbun. Segera aku mengkoreknya untuk membuka pintu masuknya dan langsung saja jari jemariku menjalankan aksinya pada lubang kewanitaannya yang sudah mulai basah tersebut.



“mhhh… ughhh….”

“akhhh…..”



Bi Nana tetaplah bi Nana, mau sehebat apa rangsangan itu, ia akan tetap malu-malu untuk mendesah dan lebih memilih untuk menahannya. Namun itu tak menjadi masalah, segera aku memainkan lidahku pada bibir vaginanya hingga lidahku dapat menyentuh labia mayora miliknya. Memek bi nana pun semakin becek akibat ulahku ini.



“bi, sekarang?” tanyaku yang sebenarnya sudah tak tahan dan ingin langsung menggenjotnya.



Bi Nana pun tak menjawab dan hanya memberikan anggukan kecil tanda setuju. Dalam posisi missionary, ku posisikan kontolku untuk Bersiap mendobrak memek bi Nana tersebut. Dengan perlahan, kini kepala kontolku telah berhasil masuk ke dalam lubang peranakan miliknya. Dan segera aku menggenjotnya karena aku sudah tidak sabar.



“akhhh…. Pelan….. uhhh….”

“iyah bii… ini pelan kok.”



Bukannya memelankan genjotanku, aku malah menambah intensitas genjotanku dan bi Nana pun semakin mendesah meskipun lagi-lagi desahannya tertahan. Toketnya yang bergoyang seirama dengan genjotanku pun menambah gairah persetubuhan kami. Tak ingin menyia-nyiakannya, tanganku mendarat di toketnya dan mulai meremasinya seiring dengan genjotan yang terus aku lakukan.



“akhhh… keluarghhh…..”

“ohhh….”



Tak berselang lama, kontolku Kembali dibanjiri cairan kental khas Wanita, namun kali ini berasal dari lubang kenikmatan dari bi Nana. Sementara kontolku masih benar-benar tegang dan masih ingin menggarapnya. Segera aku memintanya untuk menungging dan diturutinya. Bi Nana pun menungging di atas sofa ruang tv ini.

Kontolku yang masih onfire pun segera menghujami memeknya dengan semangat 45. Segera aku menggenjotnya dengan semangat dan menimbulkan bunyi-bunyian khas dari doggystyle. Bersama dengan itu juga aku menampari pantat besar bi Nana ini. Memang pantat dan pinggul bi Nana ini yang paling besar diantara tante Wulan dan mbak Devi, tapi yang paling kencang memang milik tante Wulan.



“enak kan bihh…..”

“iyahh…. Terushhh… mmhhh…. Uhhh…..”



Makin lama genjotanku semakin kencang dan menimbulkan suara yang semakin kencang pula. Dan kali ini kontolku merasakan akan segera sampai pada puncaknya. Sementara itu, aku tak mengendurkan genjotanku dan tetap menggenjotnya dengan intensitas tinggi.



“biihhh… aku mau keluarhhh….”

“iyahh… samaa….”



Akhirnya kami keluar dalam waktu yang hampir bersamaan. Setelah itu, aku mencabut kontolku dan melihat memek bi Nana mengeluarkan lelehan dari cairan kenikmatan kami yang telah Bersatu. Aku pun beristirahat sejenak, namun masih dalam kondisi kontol yang tegak menantang langit. Sementara bi Nana juga menyandarkan diri pada sandaran sofa dengan nafas yang terengah-engah.



“To, bibi harus balik ke warung, ini udah mau siang.” Ucapnya sembari memberesi pakaian yang berserakan dan memakainnya Kembali.

“udah bi gausah buka dulu, kita main lagi nanti.” Jawabku membujuk.

“ga bisa to.”

“bibi pergi dulu ya to, makasih buat semuanya, jangan lupain bibi ya.” Ucapnya sembari memberikanku sebuah pelukan.



Setelah bi Nana pergi meninggalkan rumah, aku kemali ke dalam kamarku dan ku dapati duo tante Wulan dan mbak Devi sedang mengobrol santai dengan kondisi yang masih sama-sama bugil. Nampaknya mereka sedang asyik menggosip ria. Aku pun mengajaknya untuk bermain lagi dan disetujui oleh mereka.

Akhirnya kami pun bermain beberapa ronde lagi dan permainan kami semakin liar. Banyak gaya yang kami gunakan saat itu, termasuk WOT, tusuk dari samping dan tentunya doggystyle. Tante Wulan dan mbak Devi pun sampai keluar tiga kali lagi masing-masing dan sukses membuat mereka lemas tak berdaya, sementara aku hanya keluar dua kali yangmana aku tumpahkan pada memek tante Wulan dan juga wajah mbak Devi dalam pertarungan itu.



###



Setelah pesta sex tersebut kehidupanku Kembali normal yang tentunya masih Bersama dengan tante Wulan disampingku. Rencananya orangtuaku hari ini akan datang ke sini untuk menengokku setelah aku mendapatkan kelulusanku, mamaku juga katanya sudah kangen dengan tante Wulan yang semenjak aku di rumah sakit mereka belum berjumpa lagi.



“to, tante juga punya kabar gembira hari ini.” Ucap tante Wulan saat kami sedang menikmati makan siang Bersama.

“eh, apa tu tan?”

“nih…”



Tante Wulan pun memberikan sebuah benda yang ku kenal sebagai test pack. Dua garis biru yang tergaris dalam test pack itu mengindikasikan bahwa tante Wulan tengah mengandung. Ya… tak salah lagi, tante Wulan tengah mengandung buah cinta dari aku dan dia. Wajah Bahagia tak bisa ia tutupi disini dan segera ia beranjak dari kursinya dan memelukku.



“terimakasih, To. Kamu udah bisa wujudin salah satu mimpi tante.” Ucapnya.

“iya tan, sama-sama.”

“eh, tapi gimana sama suami tante?” tanyaku.

“udah, itu urusan tante nanti.”



Setelah itu, kami melanjutkan makan siang kami. Kami masih menunggu kedatangan orangtuaku yang katanya akan datang setelah makan siang. Mungkin maksud mereka berangkat dari rumah setelah makan siang, jadi kemungkinan mereka sampai adalah siang menjelang sore.

Yang ditunggu pun akhirnya tiba, tepat sesuai dengan prediksiku. Segera aku membukakan pintu untuk orang yang paling berjasa dalam hidupku ini. Tak luput pula aku menyalami dan mencium tangan kedua orangtuaku ini.



“keren pah anakmu, sekarang udah sarjana.” Ucap mamaku yang hanya disambut senyuman oleh papaku. Ya respon papaku emang seperti itu, seolah tak ingin wibawanya luntur.

“apaan sih mah, biasa aja kali.” Elakku.



Segera mereka masuk ke dalam rumahku dan langsung aku arahkan mereka ke ruang tengah dan langsung disambut oleh tante Wulan yang juga telah menunggu kedatangan mereka. Tante Wulan dan mama pun saling berpelukan dan saling basa-basi satu sama lain seolah mereka sudah lama tak bertemu. Sementara papaku masih dengan style stay cool-nya.

Orangtuaku pun mengajak kami untuk makan malam diluar sebagai perayaan atas kelulusanku. Aku dan tante Wulan pun mengiyakan ajakan mereka. Memang sangat jarang momen seperti ini tercipta, terlebih lagi semenjak aku berkuliah dan bisnis mamaku mulai berkembang pesat dan papaku sibuk dengan pekerjaannya, sehingga waktu Bersama keluarga pun menjadi korban.

Akhirnya kami pun Bersiap-siap untuk makan diluar dan dipilihlah salah satu gerai resto yang sangat terkenal di kota itu. Dalam perjalanan aku banyak diinterogasi oleh mama perihal tante Wulan dan juga kuliahku. Sementara tante Wulan juga membantuku untuk menyapu tiap jawaban yang sekiranya tak menguntungkan untuk kami.



“Ma, Pa. e… aku…”

“apa to. Jangan ngomong setengah-setengah ah.” Ucap mamaku memotong ucapanku.

“ishh… ya bentar dulu napa, jangan dipotong.” Protesku.

“aku mau jual rumahku ma.” Ucapku terus terang.

“loh emang kenapa dijual?” saut papaku.

“ya dito kan udah lulus dan pengen ngerantau, itu rumah dito jual buat pegangan dito di rantau.”

“sebenarnya sayang sih nak kalau dijual, rumah kan sifatnya investasi, suatu saat harganya akan naik. Ya kan , Pa?”

“emang begitu, tapi apa salahnya kita dukung apa pilihan anak kita kan, Ma.” Jawab papaku.

“mas dan mbak tenang aja. Kalau emang dito mau jual rumahnya, aku yang bakal beli. Kemarin aku sudah hubungi mas Aris (suaminya) dan dia setuju buat aku beli rumah Dito.” Ucap tante Wulan dan mata kami langsung tertuju ke arahnya.





~TAMAT~
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd