Saya coba bahas satu persatu ya, dengan pengetahuan saya tentang Jakarta. Buku yang saya tulis tentang sejarah Jakarta sejak jaman VOC bisa di dapat dengan mudah di Gramedia. Saya tidak membela salah satu pihak walau saya kenal dan beberapa kali bertemu dengan warga kampung pulo, begitu pula dengan Ahok.
Rumah Ahok sepertinya ada di Pluit deh suhu, bkn PIK. Ini smpt jd bahan permasalahan, sebenarnya isunya yg PIK itulah yg daerah penting bwt ekosistem yaitu daerah resapan air. Tp faktanya tak demikian. Baik wilayah Pluit maupun kawasan PIK dulunya tak pernah jd lahan terbuka hijau.
Yakin? Pluit ini sejak jaman VOC adalah rawa dan hutan bakau, sejak dahulu VOC memasukkan wilayah ini sebagai bagian dari rawa yang oleh VOC di gunakan sebagai benteng alami dari gempuran musuhnya terutama Portugis dan Banten. Paska banjir besar Batavia 1918, Pluit diproyeksikan sebagai daerah rawa untuk peresapan alami. Referensi: Silahkan Baca Majalah Tempo khusus yang membahas tentang Banjir Jakarta, Silahkan main ke Institute Sejarah Jakarta ketemu sama Romo Hauken. btw ini buku2 yang bisa kamu baca tentang isu ini:
Historical Sites of Jakarta, Sumber-sumber Asli Sejarah Jakarta, Galangan Kapal Batavia Selama Tiga Ratus Tahun, Menteng: Kota taman Pertama di Indonesia.
Kembali ke Sejarah Pluit ya suhu:
Pembangunan di wilayah ini mulai di lakukan pada tahun 1960, bersamaan dengan pembangunan Gelora Senayan, pemerintah juga menerapkan 8 wilayah pembangunan dalam Rencana Detil yang memasukkan kedalam proyek tersebut Kampung Gusti/Pluit, seluas 1415,6. ini yang menjadi awal masalah, kalau menurut penelitian Van Breen yang membangun Kanal Banjir Barat, Pemerintah Hindia Belanda telah menentukan Pluit sebagai daerah polder di tahun 1923, dengan asumsi daerah rendah Utara berbatasan laut, sehingga air harus dipompa.
Tahun 1960, Kawasan Pluit dinyatakan sebagai kawasan tertutup dan resapan air melalui Keputusan Peperda Jakarta Raya dan Sekitarnya No. 387/th 1960. Masalahnya tahun 1971 kawasan Pluit dibangun menjadi daerah permukiman moderen lengkap dengan tempat rekreasi & lokasi perindustrian di atas RAWA dan BAKAU.
Setelah menjadi perumahan, Pluit sendiri kerap banjir, salah satunya adalah banjir tahun 1981, yang diperparah dengan matinya pompa Waduk Pluit karena pemadaman listrik akibat banjir. Genangan mulai dari Penjaringan, Pasar Ikan, RS Universitas Atmajaya dan perumahan mewah Pluit. Dan akhirnya Pluit menjadi langganan banjir. Banjir besar lainnya tercatat pada 15-16 Januari 1985.
pastinya ijin pembangunan kawasan tak akan pernah keluar. Bukan membela mereka, tp kalau kita lihat sendiri spesifikasi cluster maupun kawasan secara umum maka perumahan elit semacam PIK sdh sangat memperhatikan fasilitas AMDAL, termasuk pembangunan resapan2 maupun biopori yg artinya memperhatikan dampak lingkungan juga. Jd dilihat dalam beragam skenariopun harusnya perumahan2 itu memang tetap aman dr skema penggusuran atau normalisasi.
Kata siapa? Suhu pernah baca amdal? atau terlibat dalam perumusan Amdal? tidak selamanya seperti itu. Di lapangan banyak sekali amdal yang bermasalah karena di buat dengan Copy dan Paste, sehingga analsisnya tidak lengkap dan tidak baik. Proses penyusunan amdal sendiri seringkali tidak melibatkan masyarakat tuh. Bukan berarti ada amdal berarti semua tidak ada masalah.
Dan kita jg tak bs terlalu menyalahkan pemerintah soal penggusuran tersebut, krn meskipun mereka sdh tinggal di sana lama toh terbukti mayoritas dr mereka tak bisa menunjukkan sertifikat. Itu artinya sudah menduduki tanah negara dan berkontribusi besar terhadap banjir (karena pas di DAS Ciliwung)
Jadi kalau punya sertifikat tidak apa2 mengurangi wilayah resapan? Rumah-rumah mewah di Pluit itu yang pada awalnya juga melanggar aturan tidak apa2 mengurani resapann? kantor-kantor di Simatupang? Mall2 di Senayan yang menghabiskan 80% lahannya untuk bangunan dan basement yang seluas dua kali lapangan bola?
Logika berpikirnya tidak sesederhana itu Mas. Di sisi lain, Warga kampung pulo juga tidak menolak di Gusur, ikuti lebih dalam, mereka sudah bertemu Ahok dan menawarkan konsep lain pengelolaan kampung pulo yang lebih ramah lingkungan dan bisa tetap sebagai resapan air dengan model rumah panggung dan danau di bawahnya sedikit banyak belajar dari pengalaman di Kali Code di Jogja.
mayoritas mereka jg melakukannya secara ilegal. Kalau tidak ingin menyalahkan mereka lantas dialihkan menyalahkan siapa?
Saya tidak menyalahkan siapa2, mungkin perlu Mas nya juga mengikut berita dengan lebih dalam, warga kampung pulo sedang menempuh proses yang
namanya PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria.). Program ini adalah kegiatan legalisasi aset dan pada hakekatnya merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi, adjudikasi, pendaftaran tanah, sampai dengan penerbitan sertifikat/tanda bukti hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal. Ada warga yang berhasil menggunakan program ini. Ada juga yang belum berhasil dan masih memegang hak kepemilikan adat seperti girik, petuk pajak bumi, jual beli di bawah tangan, dan verponding Indonesia. Jadi kamu kayanya salah deh bilang ga ada sertifikat. tuh ada yang pegang girik, petuk pajak bumi, jual beli di bawah tangan, dan verponding Indonesia.
Tentang World Bank kita bs saja dgn mudah berasumsi ini akan memberatkan rakyat. Tp sudahkah kita tahu dgn tepat hitung2annya dan bagian mananya yg memberatkan rakyat? Dengan reputasi Ahok selama ini pastinya jika ada masalah terkait pendanaan akan sangat mudah terlacak dan pastinya mencuat ke permukaan. Ane juga optimis seandainya ada peneliti yg meminta akses data ke Pemprov pastinya permissible dan akan bs dikuak secara transparan. Masalahnya sudahkah ada yg melakukannya langsung atau isu2 ini masih dalam tahap asumsi dan analisa tak langsung?
Saya sudah Mas.
Total biaya yang diperlukan untuk menjalankan keseluruhan proyek sebesar USD 159.5 juta. Tanggung jawab pembayaran utang akan ditanggung oleh pemerintah pusat dan pemerintah propinsi DKI Jakarta di mana Pemerintah DKI Jakarta harus membayar USD 63 juta selama sepuluh tahun. Oh iya Dolar makin perkasa ya, jadi sekarang Dolar itu 14.050 jadi itu utang berlipat berapa kali ya dari asumsi dasar menggunakan Kurs 9000 proyek normalisasi Kali ini adalah proyek yang di mulai pada masa Foke, jadi ada gap antara Kurs dolar saat itu dan saat sekarang yang menyebabkan beban pembayaran semakin berlipat. makin remuk redam oh Indonesia, udah utang, menggusur orang pula... AMSYONG dah
Hmm ini menarik nih, bagaimana hubungan utang luar negeri dan bagaimana memberatkan rakyat, berasa masih kuliah deh ini. Okay kita blejetin yah
Utang pemerintah (terutama utang luar negeri) mencerminkan pengeluaran yang dibiayai dari defisit anggaran (deficit spending), yang sebenarnya mendorong konsumsi domestik secara berlebihan. Pada titik tertentu konsumsi domestik ini melebihi tingkat kebutuhan sehingga dalam jangka panjang membuat suku bunga dan inflasi lebih tinggi, investasi lebih rendah, defisit perdagangan meningkat dan potensi PDB yang lebih rendah. Utang pemerintah sudah menjadi malapetaka bagi negeri ini. Secara makro kita lihat fakta pembayaran utang luar negeri pemerintah ternyata memakan porsi yang besar dari APBN. Ditambah dengan utang dalam negeri, porsi penerimaan negara yang harus dipakai untuk membayar utang mencapai 44,6% (APBN) atau bahkan 56% dalam hitungan estimasi paling moderat
Total pembayaran utang ini bahkan sudah setara dengan target penerimaan pajak. Artinya, ada fiscal bleeding yang luar biasa besarnya.
Kurang atau lebihnya ane cuma mau menambahkan sisi lain. Bukan bermaksud sepenuhnya menyanggah dgn membabi buta atau membela pihak2 tertentu.
Saya tidak membela dengan membabi buta, sama sepertu suhu saya juga menambahkan sisi lain saja, namun saya melakukannya dengan fakta dan tidak dengan asumsi.....