Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Suatu kehormatan saya bisa meramaikan thread di forum semprot ini. Terimakasih untuk semua perhatian yang suhu semua berikan. Sungguh seorang penulis tak kan ada artinya tanpa pembaca.
Selamat tahun baru 2021.
Semoga kita semua selalu diberikan kesuksesan dan kesehatan.
:asyik::pesta2::pesta2::asyik::ceria:
Sungguh terasa kosong hidup.ku tanpa menyimak karyaa² dr penuLis² Hebat spt suhu.. .
:beer:
Mari bersuLang.. .
 
Post 5

(POV Arfan)


Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat jam digital di atas meja menunjukkan sudah pukul 2 pagi. Leherku rasanya kering, namun sewaktu aku hendak bangun ternyata sebuah tangan sedang memelukku erat. Kusadarkan pikiranku dan kulihat sekelilingku. Aku masih di kamar Airin dan dia sekarang berada di sampingku, masih telanjang bulat sama seperti kondisiku.

Ada rasa sesal dalam hatiku, kenapa aku tak bisa menahan gejolak birahiku sendiri hingga akhirnya aku menyetubuhi adik kandungku sendiri. Namun saat kulihat wajah Airin yang tengah tidur lelap, dia nampak lega dan bahagia. Entahlah, kenapa aku bisa benafsu sekali sampai tega mengambil perawan adik perempuanku sendiri. Bukankah aku yang harus melindunginya? Bukankah aku kakak laki-laki satu-satunya? Setelah ini aku hanya bisa berharap semuanya akan baik-baik saja.

Aku turun ke lantai bawah meninggalkan Airin tidur sendirian di kamarnya. Tujuanku hanya mau ambil air minum di dapur, aku masih telanjang bulat, tapi aku cuek saja. Aku pikir penghuni rumah ini pasti sudah tidur semuanya.

Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan kami menyimpan beberapa botol air mineral di dalamnya. Aku ambil sebotol, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di kursi meja makan, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamarnya Airin tadi rasanya panas sekali. Beberapa saat lamanya aku melamun, memikirkan apa yang sudah terjadi pada keluargaku ini. Namun sewaktu aku sadar dari lamunanku aku kaget setengah mati. Aku lihat mama dengan santainya keluar dari kamarnya langsung menuju kulkas, kayaknya mau ambil minum juga.

Aku bingung harus menutupi tubuhku pakai apa, tapi aku telat, mama sudah balik badan duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Mama masih melihatiku saat pandanganku juga tertuju padanya. Aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati. Mama akhirnya berbalik tidak melihat kearahku lagi.

"Aduhh.. sorry Fan, mama pikir ga ada yang bangun malam-malam gini.." ujar mama masih tak mau melihat ke arahku.

"Ga apa-apa mam, ini salahnya Arfan kok..." balasku.

Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, tapi akhirnya aku sadar kalau saat itu mama juga telanjang bulat. Sepertinya dia pikir tak ada yang bangun, makanya dia juga cuek saja keluar dari kamar bugil seperti itu. Aku semakin percaya diri, sudah terlambat untuk malu, toh mama sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku ini kan anaknya sendiri, malu apa? Cuek saja lah.

“Emm.. mama di sini aja biar Arfan yang kembali ke kamar..” ucapku tanpa melihat ke arah mama. Aku lakukan itu supaya mama tak terlalu malu di depanku.

“Gapapa Fan.. kamu di sini aja..”

“Kalo gitu mama jangan balik badan terus dong.. bikin Arfan tambah malu mam... kita kan keluarga”

Akhirnya mama membalikkan badannya. Buah dadanya yang besar menggantung dan memeknya yang berbulu lebat itu kini menghadapku. Kemudian mama mengambil tempat duduk di sebelahku.

“Gerah ya Fan? Kok kamu telanjang gitu?” tanya mama yang kini menatapku.

“Iya ma.. eh, tapi memang Arfan biasa tidur ga pake apa-apa kok ma” ujarku beralasan. Tak mungkin lah aku bilang ke mama kalau aku habis ngentot sama Airin.

“Ohh.. gitu.. kayak mama dong, ga bisa tidur kalo masih ada pakaian di badan”

“Lahh.. berarti yang membiasakan dari dulu kita tidur ga pake baju.. mama”

“Hehe.. Iya bener kamu Fan...”

Suasanya antara aku dan mama mulai cair. Dia bisa tersenyum lepas dan aku juga sama. Bahkan kami tak mengingat lagi kalau kami sama-sama telanjang di situ. Coba deh.. asik juga ternyata, bisa ngobrol sama mama kita pas lagi tak pakai apa-apa.

Akhirnya malam itu mama cerita berbagai macam hal. Mulai dari usaha yang dipunyai papa sampai hubungannya dengan Billy. Dari situlah aku mulai tahu bagaimana kelakuan mama saat bersama Billy, juga bagaimana awalnya mama bisa kecantol anak buah almarhum papa itu. Hingga aku bisa menyimpulkan kalau sebenarnya Billy juga mengincar harta yang dipunyai mama. Betul-betul suatu saat aku harus membuat perhitungan dengan pemuda tak tau diuntung itu.

Sekita pukul 4 pagi aku dan mama memutuskan kembali ke kamar kami masing-masing. Tak terjadi hal lain antara aku dan mama, kami hanya ngobrol dan cerita saja. Sebenarnya kalau di tanya apa aku tak horni berhadapan dengan mama yang telanjang seperti itu, pasti aku jawab iya, aku terangsang melihat tubuh bugil mamaku. Tapi aku jaga kuat-kuat birahiku, tak mungkin aku bisa mencabuli mamaku sendiri. Aku tak akan berbuat mesum dengan orang yang melahirkanku di dunia ini.


***

Hari itu aku dan Airin kuliah seperti hari-hari biasanya. Tak ada perubahan yang terjadi pada kami berdua, kami masih seperti kakak dan adik pada umumnya. Namun aku melihat raut wajah adik perempuanku itu sepertinya sangat bahagia. Bahkan rona pipinya jadi seperti kemerahan. Entah apa yang terjadi dengannya.

Karena mendekati libur panjang, akhirnya kami berusaha menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok. Memang tidak enak kalau masa liburan harus kerjakan tugas, maka dari itulah kami kebut satu hari jadi. Setelah urusanku dan Airin bersama teman-temannya selesai kami pun pulang dari kampus sudah mendekati pukul 5 sore. Meski tak sempat terjebak macet namun kami sampai di rumah sudah lewat adzan maghrib.

Malamnya saat kami makan bersama, ada om Julian di situ. Sedangkan mama malah pergi ke luar kota, katanya ada urusan mendadak yang harus segera selesai. Jadilah aku, Airin, kak Amira dan om Julian yang makan semeja malam itu.

Makan malam kami di isi dengan cerita dan obrolan lucu dari om Julian. Memang dari dulu om ku yang satu itu suka sekali bercanda. Belum lagi kalau dia sudah merayu wanita pasti langsung kena. Itulah kenapa malam itu kulihat kak Amira dan Airin sangat tertarik pada cerita-cerita om Julian. Aku terpaksa meninggalkan mereka yang masih ngobrol bersama. Tadi siang teman-teman kuliah meminta data yang aku peroleh dari dosenku, jadi malam ini aku harus mengirimkan ke mereka.

Kurang lebih satu jam lamanya aku duduk di depan laptop merangkai data-data yang kuperoleh dari dosenku akhirnya selesai. Setelah selesai aku langsung mengirimkan pada teman-teman kelompokku lewat email. Aku sengaja tidak kirim lewat WA karena takut datanya cacat saat di terima.

Cklekk…!! tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Airin dibuka.

Posisi pintu kamar kami yang berhadapan membuat aku bisa melihat siapa saja yang masuk atau keluar dari kamar adikku itu. Saat aku menoleh ke pintu aku lihat Airin hanya memakai celana dalam saja tanpa ada pakaian apapun menutupi bagian atas tubuhnya. Aku kaget sekali melihat keadaan adik perempuanku itu, tapi pandanganku tertuju pada payudaranya, seperti ada tanda merah seperti bekas remasan tangan.

Aku langsung berjalan ke luar kamar dan mendekati Airin yang akan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

“Dekk.. kok kamu telanjang dada gitu? Hampir bugil malah?” tanyaku dengan rasa kaget yang sangat jelas di wajahku.

“Iyah tuh kak… om Julian nakal banget sihh.. hihihi…” jawab Airin santai sambil berjalan masuk ke kamarnya tanpa menutupi ketelanjangan tubuhnya dariku dan tidak menutup pintu kamarnya pula. Aku jadi penasaran dengan kata “nakal” yang diucapkan adik perempuanku itu.

“Hah? Nakal gimana sih dek? Bukannya tadi kalian cuman ngobrol aja kan? kok sampai hampir telanjang bulat gitu sih?” tanyaku tambah penasaran.

“Kakak penasaran yahh? Kalo kakak penasaran harusnya tadi ikut nonton.. biar tau juga caranya, hihi..” jawab Airin masih dengan nada santainya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

“Nonton? Caranya? Apaan sih dekk??” tanyaku semakin penasaran.

“Weitt.. sabar kak.. biar adek jelasin.. jadi tadi abis kita ngobrol dimeja makan, om Julian bilang kalau dia baru-baru ini belajar terapi biar payudara perempuan kencang dan gak lembek menggantung”

“Trus..”

“Trus dia tawarin aku mau gak.. ya pertama sih aku ragu, tapi penasaran juga gimana caranya.. akhirnya aku mau..” tutur Airin jujur padaku.

“Oke.. habis itu?”

“Awalnya aku duduk di samping om Julian, gak lama kemudian om Julian langsung mulai memijit payudaraku. Awalnya sih dari luar baju tapi lama-lama tangannya mulai masuk kedalam baju dan langsung memegang susuku.. hihihi..” ucap Airin santai.

“Loh berarti kamu dari tadi ga pakai bra dong?” kataku menyela kata-kata Airin.

“Yaelah kak... tiap hari kan kakak tau kalo aku di rumah pas malam-malam gini ga pernah pake Bra..” jawab adik perempuanku.

Aku harus ternganga mendengar cerita Airin. Rupanya buah dada adik perempuanku itu baru saja dikerjai oleh om Julian, adik kandung mamaku sendiri. Ahh.. tapi kenapa Airin kembali ke kamarnya cuma pakai celana dalam saja? Bukannya pas makan tadi dia pakai celana legging? Kembali aku hanya bisa bersyukur tidak terjadi apa-apa dengannya. Semoga tujuan om Julian melakukannya adalah demi kebaikan Airin juga.

Aku yang merasa sudah menemukan jawaban yang kuperlukan akhirnya meninggalkan Airin tidur di kamarnya. Langkah kakiku langsung menuju ke lantai bawah, biasanya om Julian jam begini belum tidur, lumayan kalau aku bisa ngobrol sebentar dengannya.

“Airin udah tidur Fan?” tanya om Julian setelah aku duduk di depannya.

“Iya om.. sudah.. dia kalau jam segini udah ngantuk berat...” balasku.

“Ohh, beda yah sama kakakmu ini? Hehe..” tanya om Julian lagi sambil menoleh pada kak Amira yang duduk di sebelahnya.

“iihhh.. apa sih omm!?” kak Amira pura-pura merajuk sambil mencubit paha om Julian.

Kak Amira kuperhatikan malam itu memakai kaos longgar warna putih. Ujung bawah kaos itu sampai bisa menutupi pangkal pahanya. Aku yakin kak Amira saat itu hanya memakai celana dalam saja, tanpa ada bra di tubuh bagian atasnya. Beberapa kali aku bisa melihat tonjolan putingnya.

“Tadi katanya Airin ikut terapi gitu... emang terapi apaan sih om?” tanyaku langsung.

“Nahh.. harusnya kamu belajar juga Fan.. biar kamu bisa bantuin kakak sama adik kamu nih...” jawab om Julian sambil menatap wajah kak Amira.

“Ohhh.. gitu.. trus gimana om caranya?” lanjutku penasaran.

“Oke om ajari kamu.. biar lebih jelas coba kamu lepas kaosmu ini Mira..” perintah om Julian pada kakakku.

“Lahh.. kok dilepasin om? Aku jadi bahan percobaan gitu?” protes kak Amira.

“Udahh.. santai aja, biar jelas om ngajarin adik kamu itu.. ngapain juga pake malu-malu, kita bertiga ini kan keluarga..” ucap om Julian meyakinkan kak Amira.

“Gimana Fan? Kakak lepasin apa enggak?” tanya kak Amira padaku, tapi ada seberkas tatapan genit dari kakak perempuanku itu. Aneh.

“Ummm.. iya deh kak.. biar jelas caranya..” balasku dengan dada mulai berdebar-debar.

Setelah mendengar jawabanku, kak Amira langsung menarik kaos yang dipakainya itu ke atas terus sampai melewati kedua tangannya. Sampai akhirnya kaos putih tadi dia letakkan di meja depanku. Kini dihadapanku dan om Julian, ada kak Amira yang cuma memakai celana dalam saja. Tubuh bagian atasnya sudah polos, memperlihatkan bulatan payudaranya yang montok. Sungguh baru kali ini aku melihat payudara kakak perempuanku secara keseluruhan. Bentuknya bagus banget, kulitnya putih mulus sampai urat-uratnya membayang kehijauan.

“Yuk sini sayang...” ajak om Julian penuh kelembutan.

Posisi kak Amira yang menghadap ke arahku membuat gerakan tangan om Julian di payudaranya terlihat dengan jelas. Kuperhatikan tiap gerakan tangan om ku itu dengan seksama dan teliti. Karena itulah pesan om Julian padaku. Kalau gerakan dan titiknya salah tak akan membawa hasil apa-apa.

“Hmmm....”

Tiba-tiba terdengar suara desahan dari mulut kak Amira dan kulihat sepertinya badan kak Amira agak bergerak-gerak menahan geli. Waahh, ternyata tangan om Julian sudah mulai memberi terapi pada puting payudara kak Amira. Pantas saja kakak perempuanku itu menggelinjang kegelian.

“Hmm.. Fan.. mau coba gantian?” tanya om Julian tiba-tiba.

“Ehh.. enggak om.. biar aku nonton aja dulu deh” alasanku, padahal sebenarnya aku masih ragu menyentuh buah dada kakakku itu.

Om Julian melanjutkan acara terapinya pada buah dada kakak perempuanku. Punggung kakak perempuanku langsung bertemu dengan dada om Julian karena mereka berdua sama-sama telanjang dada. Demikian juga denganku, dari kamar tadi aku memang sudah tak memakai baju, hanya memakai celana basket longgar seperti biasanya.

“Amira, celana dalamnya lepasin aja deh.. basah tuh..” ujar om Julian.

“Ahhh.. gak lah om.. masak gini aja basah? Hihi.. Fan, masak sakak suruh telanjang.. kan jadi kelihatan memek kakak ” ucap kak Amira padaku lagi. Semakin kuat rasa curigaku kalau kak Amira sengaja menggodaku.

“Yaudah gini aja.. kita taruhan Fan.. kalau memek kakakmu basah, celana dalemnya harus dilepas.. gimana?”

Aku jadi bingung dalam situasi ini. Apakah aku harus menyetujui tantangan om Julian atau tidak. Harusnya aku melindungi kehormatan kakak perempuanku, meski pada keluarga sendiri.

“O-oke om..” jawabku gugup. Aku mulai tak tahu harus menjawab apa.

Om Julian kemudian mengambil selembar tissu dari atas meja. Kemudian tanpa melepas celana dalam kak Amira tissu itu diusapkan pada celah vagina kakak perempuanku. Begitu diangkat langsung terlihat lembaran kertas tissu itu sudah basah dengan cairan. Duhh.. rupanya kak Amira sudah horni beneran.

“Gimana? Om lanjut yah...” tangan om Julian dengan cekatan menarik celana dalam warna putih berenda yang dipakai kak Amira hingga lepas dari tubuhnya.

Kak Amira tak terlihat protes atau menentang gerakan tangan om Julian yang menelanjanginya. Akupun sama, hanya bisa diam saja karena memang aku kalah taruhan. Kini kakak perempuanku itu sudah telanjang sepenuhnya. Aku bisa melihat jelas belahan vagina kakak perempuanku yang selama ini tertutup rapat dan tak pernah kubayangkan bisa terlihat. Belahan vagina yang bersih dari bulu, sepertinya kak Amira ini rajin waxing untuk menghilangkan bulu kemaluannya. Warnanya bibir vaginanya merah pucat, meski bentuknya tembem tapi tidak rapat seperti punya Airin.

Om Julian melanjutkan gerakan tangannya pada payudara kak Amira. Meski vagina kakak perempuanku itu terbuka tapi tak sekalipun om Julian menyentuhnya. Lelaki tampan berumur 37 tahun itu terus meremas dan memijat buah dada kak Amira. Hingga kakakku itu semakin terhanyut dalam rangsangan pada buah dadanya. Matanya terpejam seakan menikmati tiap sentuhan tangan om Julian pada puting susunya. Rambutnya yang lurus panjang sebahu kini sudah tergerai tak beraturan.

“Fan.. mau taruhan lagi gak?”

“Taruhan apalagi sih om?” balasku kembali gugup, berpikir pasti aku kalah lagi.

“Kakakmu ini pasti sudah ga perawan lagi... gimana? Mau taruhan?”

“I-iya deh om..” jawabku setengah gugup setengah putus asa juga. Aku juga meragukan kalau kakak perempuanku itu masih perawan, tapi kita lihat saja buktinya.

“Nahhh.. Amira.. coba kamu buka memek kamu, tuh biar Arfan lihat...” ujar om Julian memerintah kak Amira.

“Ahh.. om, jangan dong.. masak itu buat taruhan..” protes kak Amira.

“Udah gapapa.. kasih lihat aja” kata om Julian meyakinkan kak Amira.

“Dek? Kok diam? Mau lihat memek kak Mira gak nih?” tanya kakakku.

“I-iiya kak...” jawabku bergetar.

“Iya apa?”

“Iya.. adek mau lihat memek kakak...”

“Huhhh.. yaudah nih.. puas-puasin kamu lihat memeknya kakak” ucap kak Amira pasrah.

Perlahan-lahan aku mendekatkan wajahku pada pangkal paha kak Amira agar pandanganku jelas melihat selaput daranya. Kak Amira juga dengan suka rela melebarkan celah kewanitaannya dengan kedua jari tangannya.

“Gimana Fan? Segelnya masih ada gak? Hehe..” tanya om Julian kemudian.

“Ehh.. eng-enggak ada om..” jawabku terbata setengah gugup juga. Kulihat celah vagina kak Amira juga sudah mulai longgar sepertinya.

“Nahh.. bener kan apa tadi om bilang!? Ayo Mira.. kamu sekarang naik ke sini” ujar om Julian sambil menepuk pahanya memberi tanda pada kak Amira untuk mendudukinya.

Kak Amira perlahan beringsut dan mengangkangi kedua paha om Julian lalu mendudukinya. Kini di depanku nampak seorang gadis cantik dalam kondisi telanjang bulat duduk di pangkuan seorang laki-laki. Meski keduanya adalah keluargaku tapi pemandangan itu membuatku semakin horni. Gilaa......

“Kita taruhan yang terakhir ya Fan..”

“Eh, apa.. apalagi sih om?” balasku gugup campur horni pada ajakan om Julian. Aku ingin menghentikan semua ini tapi di sisi lain aku berharap bisa terus melihatnya.

“Kalo om bisa bikin Amira klimaks kurang dari 5 menit... om boleh ngentot sama kakakmu ini..”

“Hah !?” aku ternganga pada ucapan om Julian. Bagaimana mungkin dia mau bersetubuh dengan keponakannya sendiri. Tega sekali dia.

“Gimana Fan? Laki-laki harus berani lahh...” ucap om Julian lagi.

“Uhhh.. Jangan deh Fan.. masak kamu tega kakak dikontolin sama om Julian.. trus ntar memeknya kakak dientot juga.. muncrat dehh, hihi.. “ ucap kak Amira vulgar. Belum pernah aku mendengar kalimat sevulgar itu dari mulut kakak perempuanku.

“Ya deh kak... emang kalo muncrat enak gak kak?” tanyaku sambil sekuat tenaga berusaha tenang.

“Ummm... enak dong dekk.. banget” ucap kak Amira genit.

“Kalo gitu Arfan terima taruhannya om...” balasku pada tantangan om Julian tadi.

Aku langsung berpikir, memang aku mau selesaikan semua ini tapi apa benar om Julian bisa membuat kak Amira orgasme dalam 5 menit? Apa benar secepat itu? Kemudian aku ingat-ingat lagi kemarin pas aku kerjai tubuh Airin sepertinya lebih dari 5 menit aku baru bisa membuatnya orgasme.

“Oke deal..” jawab om Julian singkat, sambil mulai memainkan jarinya pada klitoris kak Amira sekalian puting susunya secara bersamaan.

“Ehh.. liat jam dulu dong om..” kataku menyela. Om Julian langsung melepaskan tangannya pada kedua bagian tubuh kak Amira tadi.

“Ya udah.. kamu set stopwatch di Hp aja...” balas om Julian kemudian.

“Siapp... mulai...”

Tidak lama kemudian tangan om Julian langsung kembali ke payudara kak Amira. Kedua tangan om ku itu kembali meremasi dan memelintir puting susu kakak perempuanku.

“Ohh.. om..” desah kak Amira.

Tidak lama bermain di payudara kak Amira, tangan om Julian langsung turun menuju vagina kakak perempuanku itu. Perlahan om Julian mencoba merenggangkan kedua pahanya agar selangkangan kak Amira ikut terbuka.

“Fan, om pegang dulu yah memek kakak kamu, hehehe...” kata om Julian sambil senyum-senyum padaku. Aku hanya bisa diam tanpa komentar.

Awalnya tangan om Julian memegang paha kakakku dulu, kemudian perlahan dia mengarahkan tangannya ke vagina kak Amira sambil meremas-remas pahanya. Akhirnya sampailah tangan kekar om Julian ke bibir vagina kakak perempuanku. Awalnya tangan om Julian hanya diam di vagina kakakku, lama- kelamaan jari tangannya mulai bergerak memutar pada clitoris kak Amira.

“Aaahh.. Hhh.. Hhh.. Hhh..” desah kakakku karena clitorisnya terus digesek-gesek oleh jari om Julian.

“Lihat nih Fan.. gini nih caranya nyenengin perempuan” ucap om Julian sambil melihat ke arahku.

Tempo gerakan tangan om Julian semakin cepat sehingga membuat vagina kakakku semakin basah. Aku bisa melihat dengan jelas permukaan vagina kak Amira jadi berkilau karena cairan pelumas alami yang merembes keluar dari celah kewanitaannya.

Jari om Julian terus menggesek vagina kak Amira, terutama clitorisnya, namun sekarang setiap jarinya bersentuhan dengan lubang vagina kakakku dia mencoba memasukkan jarinya tapi langsung ditarik lagi, kejadian itu terus berulang. Makin lama jari om Julian semakin masuk ke dalam ke lubang vagina kakakku, walaupun hanya sebentar dan langsung ditarik kembali.

“Enak Mir?” tanya om Julian sambil tersenyum. Kak Amira yang sudah terlanjur dikuasai birahi tidak bisa menjawab pertanyaan om Julian lagi. Dia hanya bisa mendesah saja.

“Aaahh.. Aaahh.. Aahh.. Aaahh..” suara dari kak Amira.

“Dijawab dong.. enak ga Mir?” tanya om Julian lagi.

“Aaahh.. eaah.. eee.. enak om..” jawab kak Amira.

“Enak yah? Kalau gini gimana?” kata om Julian sambil memasukan dua jarinya ke vagina kakakku dan tangan yang lain memainkan clitorisnya.

“Aaaaahhhh.. Oo.. Oomm.. Hhh.. Hhh..” rintih kak Mira. Aku yakin dia pasti merasa keenakan.

Tangan om Julian dengan cepat keluar masuk di vagina kakakku dan tangan yang satunya tidak kalah cepat memainkan clitorisnya. Beberapa saat kemudian kak Amira sudah menjerit-jerit akibat gelombang orgasmenya.

“Aaaahhhh.. o.. omm.. aa.. akuu.. kee.. keluaaarrrr…” jerit kak Amira saat gelombang orgasme menerpa tubuhnya. Matanya terpejam dan badannya menggelinjang hebat, kedua kakinya yang menjuntai ke bawah pun ikutan mengejang.

Namun tangan om Julian tidak berhenti keluar masuk vagina kakakku hingga sesaat kemudian menyemburlah cairan dari celah vagina kakak perempuanku. Ternyata kak Amira bisa squirt. Gilaaaa...!!

“Ooooohhhhhh… Aaaaahhh.. Aaahh.. Aaahh.. Aaahh” desah kakakku saat cairan bening menyembur keluar dengan derasnya sampai membasahi lantai di bawahnya.

“Okey Fan.. lihat waktunya..” ucap om Julian begitu menghentikan perbuatannya.

“Eh.. iya... iya om.. 4 menit 50 detik...” balasku.

“Hahahahaha.. lihat Fan... hahahaha.. betapa binalnya kakakmu ini... belum 5 menit udah ngecrot aja dianya” ujar om Julian tertawa penuh rasa jumawa.

Aku hanya bisa duduk terdiam di kursiku. Ada rasa kecewa, ada rasa menyesal, namun yang jelas aku horni. Harusnya sebagai laki-laki di rumah ini aku harus bisa melindungi keluargaku. Harus bisa mengamankan harta, nama dan martabatnya. Namun sekarang aku hanya bisa diam saat kakak perempuanku dicabuli oleh seorang laki-laki, meski dia om ku sendiri. Dalam hati aku mengutuk diriku sendiri, di tengah situasi seperti ini aku hanya bisa diam, malah ikut terangsang dan menikmati tontonan cabul ini.

“Nah.. sekarang om ambil hadiahnya yah Fan...”


***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
Arfan..... lo mesti segera bertindak ! khan Mama lo udah cerita dan lo udah tahu klo Billy cuma ngincar harta keluarga lo. singkirkan billy segera !!!
 
Wow keren banget suhu ceritanyaa :) alur ceritanya rapih banget tidak terburu-buru. Diksinya enak dan pas. Salut.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd