Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Deriko

Tukang Semprot
Daftar
29 Oct 2019
Post
1.368
Like diterima
21.679
Lokasi
Bawah Kaki Langit
Bimabet
******
Thread ini hanya berisi cerita Receh dan Ringan penambah bahan bacaan saja. Cerita ini anggap saja Fiktif dan tak terjadi di dunia nyata. Kesamaan nama, lokasi dan kejadian hanya sebuah kebetulan semata. Semoga semua yang membaca bisa menikmatinya.

******

Post 1

“Kak.. ntar jemputnya di parkiran belakang aja yah “

“Oke dek... “

“Jangan terlambat yah kak... aku ga mau kehujanan“

“Iya deh.... ntar aku cepetin kesininya“

Kutinggalkan adik perempuanku di depan pintu sebuah gedung tempat kuliahnya. Seperti hari sebelum-sebelumnya, adikku kuantar ke tempat kuliahnya sembari aku berangkat kuliah juga. Yah, memang aku dan adik perempuanku sama-sama kuliah pada Universitas yang sama. Bahkan aku dan dia sama-sama semester dua di tahun ini. Kami berdua hanya beda fakultas saja.

Namaku Arfan dan nama adikku Airin. Umur kami sama-sama 19 tahun, karena memang kami anak kembar. Umurku dengan Airin hanya beda 1 jam saja, lebih dulu aku yang menghirup udara dunia ini daripada dia.

Katanya anak kembar laki dan perempuan itu ditakdirkan untuk berjodoh dari sono-nya. Tapi mungkin itu tak berlaku buat kami. Aku dan Airin punya sifat yang berlawanan, kadang cocok kadang ribut, tapi lebih banyak ributnya. Kalau soal rupa Airin jangan ditanya, dia cantik dan mempesona. Banyak teman-temannya yang mengejarnya namun Airin tak pernah menggubrisnya. Dari sejak SMA yang kutahu dia hanya dua kali saja pacaran, habis itu sampai sekarang tak kudapati dia ada hubungan dengan laki-laki.

Aku anak kedua, sedangkan Airin anak ketiga. Kami punya kakak perempuan yang umurnya masih 22 tahun. Tidak beda jauh jaraknya dengan umur kami. Namanya Amira, orangnya cantik dan ramah, tapi kalau jutek satu rumah bisa dibuat kalang kabut olehnya. Dia masih kuliah tapi sudah semester akhir di universitas yang berbeda dengan kami, namun lokasinya masih satu kota. Jadi setiap hari aku, Airin dan kak Amira selalu pulang ke rumah.

Aku sadar kedua saudara kandungku adalah perempuan semua. Sudah semestinya aku melindungi mereka. Apalagi sekarang ini akulah satu-satunya laki-laki di rumah, karena papaku sudah meninggal dunia, kebetulan minggu depan itu genap tiga bulan. Aku betul-betul kehilangan papaku, sosok yang mengayomi keluarga meski kami tak begitu dekat. Semasa hidupnya papaku memang super sibuk, usahanya ada beberapa kota, jadi sering tak pulang ke rumah. Itulah kenapa setelah beliau meninggal harta yang ditinggalkannya cukup banyak. Bahkan ada satu perusahaan yang masih statusnya adalah milik papaku.

Semenjak kematian papaku kuperhatikan ada perubahan pada sikap keluargaku, terutama mama dan kak Amira. Mereka memang tak terlalu bersedih, tapi entah kenapa kurasakan mulai ada gelagat aneh pada tingkah laku mereka di rumah. Mamaku yang menggantikan posisi papa di beberapa bidang usaha sering kali pulang malam, bahkan sempat beberapa kali tidak pulang. Begitu juga kak Amira, meski seminggu setelah kematian papa dia masih mengurung dirinya di kamar tapi sekarang dia sudah kembali ceria lagi. Namun yang jadi pemikrianku sudah ada dua minggu ini dia sering pulang malam, bahkan sempat dia pulang ke rumah lewat tengah malam.

“Woeyyy.. bradaa.. lu mikir apaan sih?” teriak Ikhsan, teman karibku yang tiba-tiba datang menampol punggungku. Dia adalah teman baikku dari SD sampai sekarang.

“Gua lagi mikir negara nih..” balasku sekenanya.

“Udah selevel ama anggota dewan dong lu bro..” ucapnya lagi.

“Weee.. lu baru nyadar apa!?” ku tatap balik temanku itu dengan pandangan agak meremehkan dirinya. Dia hanya nyengir tanpa bisa berucap apa-apa.

“Selamat siang semua...”

Akhirnya dosenku tiba dan mulailah kuliah hari itu. Pembicaraanku dengan Ikhsan terhenti sementara, namun tak akan lama, paling juga sebentar lagi dia akan ngoceh macam pengamat politik di sampingku.

***

Pukul 3 sore aku sudah memarkir mobilku di belakang sebuah gedung. Hampir setiap hari aku di situ menunggu adik perempuanku pulang. Biasanya jam 2 sudah keluar tapi katanya ada pergeseran jam kuliah jadi sampai sekarang aku masih di parkiran.

“Udah lama ya kak...” ucap seorang gadis cantik berkerudung biru langit padaku begitu membuka pintu mobil. Wajah cantik nan teduh darinya mampu menyejukkan pikiranku yang mulai bosan.

“Baru aja kok... udah yuk kita pulang..” balasku sambil memindah buku yang ada di kursi sampingku, untuk memberi tempat duduk buat adik perempuanku.

“Maaf ya kak... ada dosen yang minta ganti jam..”

“Gapapa kok.. biasa aja Rin..” ucapku kemudian mulai menjalankan mobilku keluar dari area parkir.

“eh kak...”

“Apa?”

“Dapat salam lhoh...”

“Dari siapa emang??”

“Dari Citra, Eny, Shasa, sama.. Putri” ucap Airin dengan suara centil.

“Yahhh... mereka lagi.. ga bosen apa?” balasku.

“Ga tau.. pokoknya mereka ngebet banget pengen ketemuan sama kakak”

“Iya dehh... salam balik aja”

Nama-nama yang disebutkan Airin tadi adalah teman-temannya yang bisa dibilang ngejar-ngejar aku. Padahal akunya cuek-cuek saja, bukan mereka tidak cantik, tapi aku gak ‘ngeh’ saja sama mereka itu.

Kujalankan mobilku dengan kecepatan sedang, karena tak ada yang ku kejar. Aku tak ingat kalau kami pulang sudah sore. Setelah keluar dari jalan depan kampus dan mengikuti jalan raya aku mulai terjebak kemacetan jam pulang kerja. Meskipun jarak rumahku dan kampus hanya beberapa kilo tapi karena lalu-lintas lumayan padat akhirnya mobilku hanya bisa berjalan pelan, bahkan kadang tersendat. Akhirnya aku dan Airin tiba di rumah sudah jam setengah 5 sore.

“Kak Mira udah pulang ya dek?” tanyaku pada Airin saat kulihat mobil yang biasa dipakai kakakku sudah terparkir di garasi.

“Iya tuh kak.. tumben ga pulang malem lagi..” balas Airin.

Aku diam tak melanjutkan kata-kataku. Langsung saja kumasukkan mobilku ke dalam garasi bergitu Airin membuka pagar. Oiya, di rumahku tak ada pembantu. Kata mama biar kami belajar mengurus rumah. Hanya ada seorang tukang masak yang datang pagi dan pulang setelah masakan selesai dibuat.

Setelah masuk ke dalam rumah aku langsung masuk ke dalam kamarku, begitu juga dengan Airin yang juga masuk ke dalam kamarnya. Rumah kami berlantai dua. Posisi kamarku dan kamar Airin ada di lantai atas, sedangkan kamar kak Amira ada di lantai bawah dan bersebelahan dengan kamar orang tua kami.

Begitu masuk ke dalam kamar aku langsung melepas seluruh pakaian dan menyisakan celana dalam boxer. Bukannya apa-apa, tapi begitulah aku setiap harinya. Kalau lagi di kamar aku sukanya memang telanjang dada dan hanya memakai celana dalam boxer. Sambil tiduran di tempat tidurku aku membuka smartphone milikku dan membalas chat yang masuk, termasuk chat dari grup teman-teman semasa sma ku.

Setelah membaca chat yang dikirim oleh mama, aku kemudian beranjak pergi masuk ke dalam kamar adik perempuanku. Aku sudah biasa masuk ke dalam kamar Airin tanpa permisi, begitu juga adikku itu bebas masuk ke kamarku. Hanya kamar kak Amira saja yang kami harus minta ijin kalau masuk.

“Dekk...”

“Hemmm.. apa!?” balasnya sambil menggulung rambut panjangnya di depan cermin.

Kulihat dia hanya memakai bra putih dan celana pendek legging warna hitam. Berbeda banget dengan penampilannya sehari-hari waktu di luar rumah yang sopan dan tertutup. Pemandangan seperti itu sudah sering kulihat tiap hari dari kami kecil sampai sekarang. Aku dan Airin dulunya sering mandi bersama dan tidur bersama, karena memang kami saudara kandung dan seumuran. Setelah Airin mengalami haid pertama, baru kami pisah kamar dan tak pernah mandi bersama lagi.

“Mama pulang agak malam ntar.. ga usah nunggu, kita disuruh makan aja, trus ingetin kak Mira jangan pulang terlalu malam” ucapku yang masih berdiri menyender pada pintu kamarnya.

“Hemmm.. okeee.... baiklah...” jawab Airin tanpa melihat ke arahku.

“Ntar kamu aja yang ke kamar kak Mira yah..”

“Ahh males aku.. ntar diomelin kakak..”

“Ntar kalo diomelin biar kakak yang ngebela kamu deh..”

“Iya dehh kakak ganteng... udah ah aku mandi dulu..” Airin kemudian keluar dari kamar lalu menuju kamar mandi yang ada di lantai dua.

Aku semakin lama semakin tidak merindukan lagi kehadiran mamaku. Semenjak kematian papa sudah banyak perubahan yang terjadi pada rutinitas mama. Memang kalau dipikir mama itu sedang berjuang memenuhi kebutuhan kami. Usaha papa harus ada yang meneruskan supaya tidak bangkrut. Aku kadang kasihan pada mamaku, harus kerja keras untuk mengurusi semua bisnis yang ditinggalkan papa tanpa pernah diajari atau diberitahu caranya.

Setelah dari kamar Airin aku kembali ke tempatku yang paling nyaman sedunia. Tak lain dan bukan adalah tempat tidur kesayanganku. Rasa capek dan penat setelah kuliah seharian membuatku pengen tidur walau hanya setengah jam saja. Tak lama membaringkan tubuh akhirnya akupun tertidur dengan lelap.

***

“Kak... bangun.. kakkk....”

Suara Airin terdengar, rasanya antara mimpi atau dunia nyata aku masih belum bisa membedakannya.

“Kakkk.... bangun... iihhh...”

Kali ini suaranya lebih nyaring terdengar. Selain itu kini perutku terasa terbebani oleh sesuatu yang lumayan berat.

“Jam berapa sih ahh??” tanyaku sambil membuka mata.

“Jam 7 malem kak... ayo dong bangun, temenin Airin makan...”

Akupun dengan malam mulai membuka lebar kedua mataku. Kusadari Airin tengah menduduki pangkal pahaku. Tubuh gadis cantik itu kulihat terbalut kaos putih longgar dan celana hotpants abu-abu. Aku yakin di balik kaos longgar yang dipakainya itu dia tak memakai bra, karena beberapa kali mataku menangkap cetakan putingnya saat Airin bergerak.

“Ayo dong kakk.. bangun ahh...” ujar Airin sambil menggoyangkan pinggulnya.

Entah dia sadari atau tidak, posisinya yang menduduki pangkal pahaku itu tepat sekali mempertemukan antara batang penisku dengan kemaluannya. Otomatis kedua kelamin kami mulai bergesekan. Untung saja malam itu Airin memakai hotpants dari bahan spandex, kalau yang dia pakai dari kain jeans bakalan lecet nih burung kesayangan. Aku yang laki-laki normal pasti akan tergoda juga melihat seorang gadis cantik menduduki pangkal pahaku, meski itu adik kandungku. Tak ayal batang penisku mulai tegak mengeras di balik celana dalam boxer yang menutupinya, semoga Airin tak memperhatikannya.

“Iyaa.. trus kalo kamu dudukin gitu kakak mana bisa bangun..”

“Hihi... oiya kak... maap..” adik perempuanku langsung turun dari atas tubuhku, kemudian turun juga dari tempat tidur.

“Udah deh... adek ke bawah aja dulu.. kakak mau mandi...”

“Oke kak.. tapi jangan lama-lama lohh.. ntar kakak tidur di kamar mandi lagi...”

“Hehhh.. iya iya.. bawel ahh..”

Akhirnya kami berdua keluar dari dalam kamarku. Airin berjalan menuju lantai bawah, sedangkan aku menuju kamar mandi.

Pukul 8 malam aku dan Airin selesai makan malam, berdua. Sedangkan kak Amira tidak ikut makan, katanya nanti ada acara sama teman-temannya mau makan di luar. Kami sudah mulai terbiasa dengan kalimat-kalimat seperti itu.

“Udah mau berangkat kak?” tanyaku pada kak Amira yang keluar dari kamarnya lalu menemui kami.

“Iya Fan.. kalian di rumah baik-baik yah... kakak ada acara sama temen kakak nih” balas kak Amira.

Dia sepertinya sudah siap akan pergi. Malam itu kak Amira tampil cantik, dengan baju kemeja lengan panjang warna cream dipadu dengan celana jeans biru terang dan tak lupa kerudung senada dengan bajunya. Pokoknya kakak perempuanku itu adalah perempuan idaman buat laki-laki manapun.

“Mama pesen jangan pulang terlalu malem lho kak..” ingatku.

“Iya, ntar kakak usahain...” balas kak Amira sambil menenteng sepatunya dan pergi ke luar rumah.

Setelah kakak pertamaku pergi, aku dan Airin praktis tinggal berdua di rumah. Sudah biasa bagi kami dalam kondisi seperti itu. Kami berdua juga sudah dewasa, sudah kuliah dan bukan anak SMA lagi.

“Kak... kayaknya kak Mira sekarang jadi centil gitu yah!?” ucap Airin tiba-tiba.

“Masa sih!? mungkin dia punya pacar lagi dek..”

“Gak ah.. kalo kak Mira punya pacar pasti aku tau kok..”

“udah dehh, jangan buruk sangka gitu dek.. biarin aja kak Mira begitu..” balasku sambil mengangkat piring kotor yang kami pakai untuk makan tadi.

Setelah memindahkan semua peralatan makan yang kotor dari meja makan ke tempat cuci piring, aku kemudian duduk santai di depan tv sambil membalas chat yang masuk. Kulihat Airin kini gantian yang mencuci peralatan makan yang kupindah tadi. Sesaat duduk di depan tv kusadari di luar rumah tiba-tiba hujan turun dengan lebat, bahkan disertai dengan angin yang kencang.

“Wahhh.. kak.. ujan nih... kak Mira jadi berangkat gak tuh sama temennya?” ucap Airin yang masih berdiri di depan tempat cuci piring.

“Entahlah... “ balasku sekenanya.

JEDAARRRR... !!!!

Suara petir pun bergemuruh bersautan di langit. Mengiringi turunnya hujan yang sangat deras malam itu. kemudian terjadilah sesuatu yang sangat kami benci. Mati listrik.

“Aihhhhhh... kaakkk.....!!” Airin menjerit ketakutan. Dari dulu dia memang takut dengan suasana gelap dan suara petir.

“Bentar.. kamu di situ aja..” aku kemudian menyalakan lampu flash dari Hpku lalu menerangi jalan untuk mendekati Airin.

“Kakkk... aku takut kakkk....” ucap Airin dengan tubuh bergetar.

“Udahh... sssts.... ada kakak di sini..” kucoba menenangkan Airin dengan memeluknya erat.

“Antar aku ke kamar aja kak...” pinta Airin kemudian.

Akhirnya kuantar Airin menuju ke dalam kamarnya di lantai dua. Tak lupa sebelumnya aku pastikan semua pintu dan jendela rumah di lantai satu sudah terkunci semuanya.

Aku dan Airin kini berada di dalam kamar. Kami memilih untuk di kamar saja sampai listrik menyala kembali. Airin tengah tidur di atas ranjang dan aku ada di sebelahnya.

“Sudahlah Rin.. aku tungguin di sini sampe kamu tidur” kataku.

“Iya kak... makasih...”

Airin meringkuk menutupi dirinya dengan selimut. Aku tahu dan menyadari dia sungguh merasa ketakutan dengan suara petir dan kegelapan. Sudah dari kecil kami bersama dan sejak kecil pula dia sering minta ditemani saat hujan penuh petir seperti ini.

“Kak..”

“Hemm.. apa?”

“Gerah banget yah...”

“Iya kan ga da listrik, ac jadi ga bisa menyala..” balasku.

“Hufftt... iya kak.. jadi ga bisa tidur kalo gini..”

“yaudah.. kalo gerah lepasin aja bajumu kaya biasanya” ucapku asal.

“Hah!? Maksud kakak??” tanya Airin kaget.

“Hehe.. bukannya kamu kalo tidur ga pake baju....”

“Kakak kok tau kalo aku tidur ga pake baju?”

“Lah.. siapa suruh pintunya ga ditutup..”

Airin terdiam sebentar, dia tak bisa mengelak pada kata-kataku tadi. Memang dia setiap malam tidur tanpa memakai baju, bahkan beberapa kali aku pernah melihat dia tidur dalam kondisi telanjang.

“Iya sih kak.. udah jadi kebiasaan dari kecil, nyaman kalo ga pake baju” balas Airin jujur.

“Yaudah kalo gitu lepasin aja bajunya”

“Hemm.. beneran kak!? Gapapa !?” kata Airin masih ragu pada ucapanku.

“Hahaha.. beneran.. percaya kakak deh... kakak juga mau lepas baju, gerah banget di sini”

Dalam kondisi gelap gulita aku lepaskan kaos yang kupakai dengan menyisakan celana pendek di bawahnya. Kudengar gerakan Airin kasak-kusuk di sebelahku, rupanya dia benar-benar melepas baju yang dipakainya.

“Udah kak...”

“yaudah... coba kita tidur aja yukk...” ajakku kemudian, sambil mulai berbaring bersama adik perempuanku di tempat tidurnya.

Airin menggulung dirinya di dalam selimut memelukku erat. Setiap kali petir menyambar, setiap kali itu juga ia terkejut dan memelukku semakin erat.

“Udahlah dek.. gapapa kok... ada kakak... tenang aja” kataku menghiburnya.

Airin hanya diam namun memelukku semakin erat. Payudaranya yang cukup besar tergencet di badanku. Aku terpaksa merangkulnya agar ia tenang. Saat itu aku sudah telanjang dada, hanya mengenakan celana basket tanpa celana dalam, seperti biasa saat aku mau tidur. Namun karena perbuatan Airin, penisku malah jadi tegang setegang-tegangnya.

“Dek.. kita kan udah dewasa. Aku ga masalah kalau kamu peluk kakak. Cuma, kalau kamu tidur ga pakai baju begini bisa bikin kakak horni loh. Kamu tuh udah besar”

“Biarin..”

“Loh kok biarin?”

“Biarin... aku suka tidur kayak gini... emang kakak ga suka?”

“Bukan begitu Rin.. aku ini kan kakakmu”

“Emang kenapa? Aku gak cantik dan seksi kayak gadis incaran kakak itu?”

Kalimat yang diucapkan Airin membuatku berpikir macam-macam. Memang seharusnya aku tak terpancing syahwatku pada adikku sendiri. Tapi aku laki-laki normal, bisa horni juga kalau melihat lawan jenisnya mempertontonkan auratnya. Meski itu saudara kandung sendiri.

JEDAARRR...!!!

Petir malam itu semakin menjadi-jadi. Airin semakin erat memelukku. Aku sudah tak konsen lagi dengan keadaan sekitarku karena aku sibuk menahan gejolak dalam diriku yang terpancing oleh gesekan dan sentuhan tubuh Airin pada kulitku. Entah kenapa malam itu aku jadi horni di dekatnya.

BRAKKK !! BRAKKK !!

Tiba-tiba terdengar suara gebrakan keras dari arah lantai bawah. Aku langsung memasang indera pendengaranku untuk mengetahui dari mana asal suara benturan tadi. Aku putuskan langsung beranjak dari tempat tidur dan membuka pintuk kamar.

“Mau kemana kak?”

“Ngecek suara itu tadi, kamu dengar kan?”

“Aku ikut...” Airin kemudian beranjak dari kasur, mengikutiku yang akan keluar dari kamar.

“Jangan.. Kamu di kamar aja...”

“Ga mau, aku takut kak”

“Yaudah, ayo...”

Dengan menggunakan lampu flash dari Hp aku berjalan menyusuri lantai bawah. Kuamati beberapa bagian rumah yang kucurigai bisa menimbulkan suara benturan tadi. Begitu aku sampai di dapur kulihat sebuah jendela ternyata tidak terkunci dengan rapat. Jadi setiap ada hembusan angin yang kencang membuatnya terbuka dan tertutup dengan keras.

“Ahhh... ini dia rupanya.. bikin heboh aja” gumamku. Aku langsung menutupnya rapat lalu menguncinya.

Sesaat setelah selesai menutup jendela itu aku membalikkan badan untuk segera kembali ke kamar di lantai atas.

“Annjrrrriiiittttt... !!” teriakku kaget setengah mati saat lampu flash dari Hp ku menyorot pada sosok di belakangku.

“A-apaan sih kakak ini..!?” balas Airin yang ikutan kaget dengan raksiku.

Lampu flash dari Hpku sesaat lamanya menyinari tubuh Airin. Tubuh gadis cantik yang tak tertutupi pakaian itu membuatku mengira ada makhluk halus yang mengikutiku. Lekuk tubuhnya yang sempurna dan payudaranya yang montok menggantung membuatku tepesona meski hanya sesaat lamanya.

“Adduhhhhh.... apasih dek yang kamu lakuin di sini??” tanyaku lagi masih dengan detak jantung yang cepat.

“Lha kan tadi aku ikutin kakak..”

“Iya gapapa ngikut kesini.. cuma ngapain ga pake baju gitu?”

“Ahh.. kan ga ada siapa-siapa lagi di rumah”

“Hadeuhhhh... yaudah... kita balik ke kamar..”

Bergegas aku menarik tangannya dan mengajaknya naik ke lantai atas. Kilatan-kilatan petir dan suara geledek yang menyambar masih terus berlanjut. Airin yang masih saja ketakutan berjalan denganku dengan merapatkan tubuhnya padaku. Tentu saja buah dadanya berkali-kali harus tergencet pada lenganku.

“Kamu lekas tidur aja Rin..”

“Ga mau... pokoknya malam ini kakak harus temenin aku...” ujar Airin masih bersikeras memintaku menemaninya.

Ctek !! tiba-tiba listrik menyala dan lampu penerangan rumah ikutan menyala semua.

“Nahh.. sudah menyala listriknya.. udah terang nih dek.. kamu tidur aja yah” rayuku.

Aku terus meyakinkan Airin untuk kembali ke kamarnya dan tidur tanpa aku temani. Tanpa aku sadari kini tubuh Airin yang sedari tadi tak tertutupi apa-apa kini semakin jelas terlihat di depanku setelah lampu menyala. Aku kira dia tak menyadarinya juga, atau dia pura-pura cuek di depanku. Demi melihat pemandangan seorang gadis cantik bugil di depanku membuat batang penisku bangun dari tidurnya. Apalagi malam itu aku tak memakai celana dalam, pastinya bentuk batang kelaminku tercetak jelas di celana basket yang kupakai.

“Yaudah deh kak... gapapa... udah terang juga kok”

“Oke dekk... met tidur yah..” balasku berusaha tenang.

Airin kemudian masuk ke dalam kamarnya dan akupun masuk ke kamarku. Kejadian malam ini membuatku betul-betul horni. Entahlah, kenapa aku jadi terbuai dalam nafsu saat melihat tubuh bugil adikku. Ahh.. sudah mulai tidak benar pikiranku ini.

***

Bersambung ya Gaes ^_^
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd