Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG kenangan masa kuliah

Status
Please reply by conversation.
Hari ketiga ospek pun gue gak menemui kakak komdis yaitu mbak ratna. Kalau papasan juga gue pura-pura gak kenal. Gue yakin banget kalo dia masih kesel sama gue, tapi gue juga yakin banget kalo dia pasti males ngehadepin peserta kurang ajar kayak gue.

Sebenarnya gue gak kurang ajar ya. Oke, jujur gue akuin kalo perbuatan gue itu salah. Tapi coba pikirkan. Siapa coba yang bakal melewatkan kesempatan emas kayak gitu. Hal ini tentunya mengakibatkan gue merasa sange juga. Gue berani taruhan, bukan cuman gue yang nolak kalau dapat kesempatan ngewee sama kakak cantik berjilbab itu. Emang dia nya aja yang ketiban sial ngewe disebelah kamar kos gue, eh malah ketahuan, ya gue rekam dong. Inti akar permasalahannya ini kan salah dianya sendiri kalau ngewe sama pacarnya ga hati-hati. #gue_nyari_pembelaan

Gue punya kabar baik soal ospek hari ke 3 yang mana adalah hari terakhir. Pertama, hari ini kelompok gue gak telat. Neng Tia Bohay gak telat lagi kayak kemarin-kemarin. Kalaupun sampe doi telat tiga hari berturut-turut, kesel gue pengen ngehamilin dia. Terus yang kedua, gue jatuh cinta sama dian!

Mungkin ini aneh buat gue. Jelas-jelas gue liat dengan mata kepala gue sendiri kalau tarno uda ngeluncurin sepikan-sepikannya ke dian. Setidaknya sohib gue ini uda berusaha. Lah gue? Gue cuman bisa merhatiin doi diprospek orang.

Hal ini tentu membuat gue cemburu. Tapi dibalik kecemburuan gue, gue merasa gue makin dekat dengan doi. As information, walaupun kita satu kelompok, gue jarang banget ngobrol sama doi. Palingan cuman say hi doank. Gak ada sama sekali pembicaraan intens antara gue dengan doi.

Entahlah apa yang salah dengan gue. Buat gue, memandang doi aja gue uda seneng banget, apalagi liat senyumnya dan tonjolan toketnya dari balik jilbabnya. Lidah ini rasanya kaku untuk memulai pembicaraan dengannya. Terserah gue mau dicap cemen lah, pengecutlah. Terserah!

Gue cuman mau bilang.
Hari-hari gue disini masih panjang,
Apel yang dipetik pas mateng pasti terasa lebih manis...


Kuliah akhirnya dimulai juga. Gue dengan perasaan berdebar-debar menunggu hari ini. Entah kenapa gue merasa duduk dibangku kuliah itu benar-benar "sesuatu". Gue gak harus memakai seragam lagi seperti zaman sekolah. Hal ini menunjukkan kebebasan mutlak. Tapi disisi lain, gue juga harus tanggung jawab sama nyokap gue buat selesaiin kuliah. Disini gue merasa sebuah kebebasan yang perlu tanggung jawab super gede .

Bicara soal tanggung jawab, gue hampir aja telat dihari pertama kuliah

Ketika gue masuk kelas, gue liat dosen didepan kelas sedang mempersiapkan laptop. Gue juga liat tarno melambai-lambai ke arah gue

Reflek gue pun melangkah ketempatnya.

"Parah lu hari pertama aja telat" kata tarno
"Biasa cowok, habis ganti oli" kata gue memberi kode

Gue liat sosok yang sangat gue puja disebelah nih bocah. Disitu ada dian, duh body nya sumpah gemes banged gue. Jujur gue bukan orang yang jago acting. Gue gak bisa menyembunyikan kegugupan gue. Ditambah lagi ternyata bangku yang kosong cuman ada disebelah doi. Mau gak mau daripada gue duduk belakang, dengan terpaksa gue duduk disebelahnya.

dian memandang gue
gue kebingungan menatap doi balik
masih memandang gue
muka gue pucet

Akhirnya gue putuskan mengalihkan pandangan dari wajah doi, daripada gue keringat dingin.

"dono..." panggil dian
"deg... deg...." suara jantung gue
"kita satu DPA loh, entar siang mau ngadep bareng ngak?" kata dian dengan senyum

DPA itu dosen pembimbing akademik. Kalau di SMA sih seperti wali kelas gitu.

"Oh iya.. boleh ian" jawab gue gugup.
senyumnya kepada ku
"Panggil di atau dya aja, jangan ian" kata dian
"Ohh oke" jawab gue gugup

Mungkin kalau gue punya sedikit saja keberanian dan keberuntungan berpihak di gue
saat itu, cerita kita sekarang pasti berbeda..

Aku baru tau, "ian" itu panggilan yang kamu khususkan buat Ayahmu.
Dasar kamu, putri yang manja...


Tiap kali gue berangkat kuliah, gue selalu duduk berdekatan dengan Dian. Entah itu disampingnya atau ada Tarno diantara kita. Yang jelas, gue hampir tiap hari melihat wajahnya dan dadanya dibalik baju.

Walaupun perjumpaan kita begitu intens, tapi gue masih malu untuk sekedar ngobrol dengannya. Memulai percakapan aja gue gak berani. Palingan doi yang mulai. Itupun cuman nanya mengenai apa yang diterangkan dosen. Tapi ngak bisa dipungkiri, gue bahagia walaupun hanya seperti ini.

Kadang gue cemburu kalo ngeliat doi tersenyum, atau bahkan sampai tertawa karena jokes dari Tarno. Gue harus berusaha menaklukkan kegugupan gue didepan doi. Disisi lain, gue juga harus menjaga gesture tidak suka gue terhadap Tarno. Bagaimanapun, Tarno teman pertama gue di malang. Friendship is the most nice thing in this world, rite?

Pernah suatu hari, ni bocah lagi ngadem di kostan gue.

"Boy, elu makin deket aja sama Dian." Kata gue sambil menjaga mimik dan nada Bicara
"Hehehe, iya nih, lu doain aja kita cepet jadian, entar gue traktir deh." Kata dia sambil nyengir


Dooor!


Gue cuman bisa diam terpaku dengan kata-kata yang barusan gue denger. Untungnya ni bocah lagi baca novel yang baru gue beli dari toko buku, jadi dia gak ngeliat secara langsung gimana bentuk wajah gue. Saat itu, gue ngerasa marah.

"Ehh, elu nyari cewek juga donk, entar kita double date. Gue sama Dian, elu sama cewek lu." Kata Tarno menimpali
Gimana gue mau nyari cewek? Cewek yang gue suka itu inceran elu!
"Tia gak jadi don?" Nyerocos Tarno.
"Ngak deh, gue suka yang lain" Jawab gue refleks.

Tia? Hemm. Rasanya percuma gue naksir sama doi, karena gue tau kalo gue uda kalah bahkan sebelum gue maju. Tia bukan tipe wanita yang menerima apa adanya.

"Siapa " Tarno melihat gue
"Bukan siapa-siapa lah boy hahaha" Jawab gue berusaha gak panik
"Ahh parah lu. Yang penting gue tunggu kabar baiknya aja bro, sip???" Kata Tarno semangat.

Gue cuman bisa duduk, memberi senyum tipis, dan mengalihkan pandangan gue dari Tarno.

Siksaan demi siksaan gue rasakan. Tiap hari, yang gue liat cuman Tarno dan Dian semakin dekat. Gue? Cuman jadi nyamuk yang duduk didekat mereka. Nyamuk cupu yang bahkan gak kuat untuk sekedar mengucapkan 'selamat pagi' kepada orang yang disukainya.

Gue gak tau apakah mereka uda jadian atau emang uda deket banget. Yang jelas, tiap hari gue harus ngeliat Tarno sarapan dari bekal yang dibawa Dian. Dari mulai nasi goreng, mie goreng, kue jajanan pasar. Gue iri. Gue pengen diperlakukan seperti itu!

"don?" Panggil Dian ke gue
" iya " Gue menoleh ke arah suara datang

Wajah itu kembali terlihat dimata gue. Gue ingat betul bagaimana indahnya guratan-guratan dari Sang Maha Pencipta dalam Dian. Mata bulat dengan bulu mata yang lentik. Alis tipis alami. Lesung pipi yang manis. Serta gigi ginsul yang menambah kesan manja dari dirinya. Sempurna!

"donoooo" Rengek Dian mengejutkan gue
"Ihhh, malah bengong" Kata Dian
"Kamu mau apel ngak? Manis loh!" Senyum Dian menawarkan sebuah apel merah kepada gue.

Kok apel sih gue kan mau buah lu yang laen (kata gue dalam hati)
Tangan gue meraih buah dada itu…eeehhh…maksud gue buah apel itu lalu sebuah senyuman tipis gue berikan kepadanya
"makasih" Kata gue lalu mengalihkan pandangan ke buku
Gue gigit apel yang diberikan Dian. Manis. Harusnya rasanya manis. Tapi entah kenapa gue tidak merasakan rasa itu dibuah ini.

Yang gue rasa adalah sebuah kekecewaan. Gue bukan orang pertama yang ditawarin. Gue tau, Tarno sudah terlalu kenyang dengan segala makanan yang dibawa Dian. Mungkin karena sayang kalau dibuang, apel 'sisa' ini diberikan ke gue.

Setidaknya ini menurut gue. Kalaupun emang apel ini khusus dia bawa untuk diberikan ke gue. Gue gak sampai hati ke Tarno. Sahabat gue sendiri.

"Triiiiiiiiit... tiiiiiiiiiit..." Hp gue berbunyi.
"Boy, lu bisa ke KFC sekarang gak?" sms dari Tarno.
"ngapain?" balas gue
"Uda lu cepetan aja kesini, buruan. Oke?" balas Tarno
"Gak lu jemput?" tanya gue
"Gue uda di TKP nih, hehehe" balas Tarno
"Okelah, gue minjem motor tetangga dulu, mumpung baru selesai 'olahraga' kayaknya" balas gue
"sip"

entah apa maunya nih bocah. Padahal uda jam 10 malem dan dia baru mau ngajak gue makan jam segini. Tapi emang gue laper sih.

Gak lama gue nyampe di TKP. Gue mencari sosok cowok yang berkaca mata dengan gaya rambut yang khas banget di "zaman" itu. Rambut yang cuman dia yang punya

Gue gak salah liat. Gue gak salah! Itu Tarno.
Dan Dian disebelahnya...

Mata gue memantulkan bayangan wanita yang sangat gue sukai. Tapi sayang, gue rasanya akan mendengar sebuah kenyataan pahit sebentar lagi. Entah itu dari sahabat baik gue atau wanita terindah gue.

"Lama amat lo? " Gerutu Tarno
"Biasalah, nunggu 'selesai' dulu " kata gue memberi penekanan
Tarno ngakak, gue tertawa pahit.
"dono, kostannya dimana?" Tanya Dian

Gue blongo. Gue bingung menafsirkan perasaan gue. Seakan-akan gue bisa ngerasain aliran darah dalam nadi gue, yang gue yakin gak secepat dan sepanas ini beberapa saat yang lalu.

"Aku main donk ke kostan kamu" Sambung Dian
"Jangan!" Kata Tarno melarang
"Kenapa??" Tanya Dian manja
"Bahaya" jawab Tarno

Ada intonasi aneh yang gue denger dari cara mereka ngomong. Intonasi yang menurut gue sengaja dibuat-buat dengan maksud atau tujuan tertentu.
Tarno berkedip ke gue. Dagunya sengaja digoyang-goyangkan mengarah ke wanita disebelahnya. Gue ngerti maksud dia. Dia pengen gue nanya, "kalian ngapain berdua?".
Okelah gue ikutin mau dia
"Ngapain elu berdua disini?" Tanya gue datar
“hehe” Tarno nyengir lebar

Seakan-akan dia hendak berterima kasih kepada gue karena telah memuluskan rencananya untuk pamer.
Gue sempat melihat Dian. Dia sepertinya tersipu malu. Wajahnya nampak sengaja ditundukkan.
"Jadi gini boy, gue sama Dian barusan jadian..."

Mereka sudah menjalin hubungan. Gue panas membayangkan adegan-adegan mesra yang bakal mereka lakukan dikampus dan gue mau gak mau harus melihatnya.
"Naaaah, gue pengen lu jdi orang pertama yang tau" Sambung Tarno.

Gue gak tau harus ngomong apa. Bahkan dalam hati, gue berharap mereka putus beberapa detik lagi

"Lu gak ngasih selamat ke gue?" Kata Tarno lagi

Gue tersadar kalo gue sudah diam terlalu lama.

"Ohhh, selamat boy haha" senyum gue tipis sambil menjabat tangan Tarno
"Selamat dya" kata gue ke Dian

senyuman senyuman dan ucapan "sama-sama" yang gue dapat dari Dian, padahal gue gak mengharapkannya.

Tarno lalu beranjak dari kursinya dan mengajak gue berdiri.

"Ngapain?" Tanya gue
"Lo gak mau gue traktir, yauda gue duduk lagi nih" Canda Tarno

Gue tanpa bisa membalas candaan Tarno, yang menurut gue hambar, mengikutinya berdiri dan menuju kasir untuk memesan makan. Laper yg gue rasain tadi entah uda menguap kemana.

Setelah selesai, gue dan Tarno balik ke meja dan ternyata disitu sudah ada nia. nia ini teman satu SMA dan sohibnya Dian.

Selama gue kenal lo, boy
Cuman kali ini gue ngeliat lo tulus dengan seorang cewek
Walaupun gue sakit,
Tapi rasanya sebanding dengan persahabatan kita


"donoooo.......! Kamu disini juga?" Teriak Nia ke gue
"Neng, kalo mau nyapa, yang anggun dikit kenapa?" Kata gue merespon tindakan Nia

Sedikit mengenai Nia. Kata anak-anak, ni cewek jadi salah satu idola di jurusan angkatan gue. Salah satu yang bakal punya masa depan cerah. Bejibun kakak angkatan mulai antri buat pdkt sama dia.

Tapi entah kenapa, gue cuman menganggap dia sebagai cewek biasa. Okelah dia populer, tapi gue tidak tertarik dengan doi.

"Ehhh Na, baru dateng" Kata Tarno menyapa Nia
"Ciyeeeh ciyeeeh akhirnya jadian juga.. ciyee ciyee..." Kata Nia menggoda
Dian tersipu

Ahhh, sekali lagi gue harus mendengar bahwa Tarno dan Dian jadian. Kenyataan pahit.
Bisa ngak sih kalau kenyataan ini gue hindarin?

Ternyata tidak bisa. Karena saat ini, cuman gue yang tersakiti dengan hubungan Tarno dan Dian.

"Pokok e kalian harus traktir aku sekarang, aku laper bangeeeeeet" Kata Nia
"Beres lah" Kata Tarno menyanggupi
"Ehh neng, kalo ngerampok, halus dikit donk" Gue menimpali

Gue bersyukur ada Nia disini. Setidaknya gue tidak akan larut dalam situasi mesra Tarno dan Dian. Gue masih punya orang lain yang bisa gue isengin. Sekedar melipur lara gue.

Kami ngobrol, bercanda sambil menikmati hidangan malam ini. Gue tetep melihat bagaimana hangatnya sebuah hubungan yang baru terjalin. Untuk sekedar menyamarkan rasa sakit gue, akhirnya Nia lah target keisengan gue. Gak jarang kentang doi, gue comot. Dia juga kadang marah-marah ke gue. Dian dan Tarno cuman bisa ngakak melihat kelakuan kita berdua.

"Dya, emang bener kata kamu.. Beda banget yak" Kata Nia tiba-tiba
"Iya to, bener kan" Kata Dian

Gue gak ngerti apa yang dimaksud mereka berdua. Mereka cuman nyengir. Gue bingung

"Apaan nih??" Tanya Tarno yang ternyata penasaran seperti gue
"Ada deh, mau tau aja urusan cewe" Kata Nia sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirnya
"Apaan sih?? Nia suka sama dono ya??" Tembak Tarno
gue memicingkan mata ke Tarno
"Kenapa mata lo don? Beneran suka lo sama Nia? huahahaha" Tawa Tarno
"Ogah gue, kecuali kalo dia bugil, okelah" Kata gue mesum

Gue sukses dicubit sama Nia. Gue sempat liat mata Dian mengarah ke kita berdua. Gue ingat betul bagaimana ekspresi doi. Dian hanya menatap, tanpa tersenyum sedikit pun.

"ehh, Bapak uda nanyain aku jam berapa pulang" Kata Dian ke Tarno
"Yauda deh, pulang sekarang?" Tawar Tarno.
"Mau cabut? Gue juga deh" Kata gue
"Ehhh elu nungguin Nia donk, belum selesai tu anak" Kata Tarno menunjuk ke Nia

Kita emang uda ngobrol lama. Mungkin ada hampir 1 jam. Tapi ajaibnya si Nia belum selesai juga makan. Masih ada nasi dan beberapa suwir ayam di piringnya
"Males ah gue" Tolak gue
"Udah lu sini aja, siapa tau jodoh lu ini" Kata Tarno nyengir

Akhirnya dengan terpaksa gue menunggu Nia sampai selesai. Ketika Tarno dan Dian balik, gue sempat melihat Tarno melihat ke arah gue. Gue juga lagi mengarahkan pandangan ke arah Dian.

Gue pikir, gue bakal ke gep lagi merhatiin Dian. Ternyata Tarno mengacungkan jempol ke arah gue sambil alis matanya dinaik-naikkan. Memberi kode ke gue agar gue pedekate ke Nia.

Gue hanya bisa menahan nafas yang gue rasa sesak.

***
Ketika gue lagi memainkan es yang tersisa di botol coca cola gue.

Tiba-tiba...

"dono.. Kamu suka Dian kan?" Kata Nia melihat ke gue

Tanpa senyum, tanpa jeda. Gue mendengar jelas apa yang dikatakan Nia.
Tatapan mata itu, seolah-olah tatapan mata yang menunggu jawaban pengakuan dari gue...

Gue mengarahkan pandangan mata gue ke wanita yang ada didepan. Alisnya sedikit terangkat setelah pertanyaan tadi terlontar. Gue masih menunggu kata-kata lanjutan dari mulut mungilnya. Gue yakin, atau mungkin lebih tepatnya berharap, dia mengatakan apa yang mendasari tuduhannya.

Gue pasang ekspresi kebingungan, tapi nampak gue telat.

Gesture gue gak bisa bohong. Tidak ada penjelasan seperti yang gue harapkan. Dia masih saja menatap sambil menunggu pengakuan dari gue.

"Iya" Jawab gue singkat

Nia tampak terguncang dengan jawaban gue. Dia menarik nafas panjang. Seakan-akan siap menghakimi gue.

"Sudah kuduga" Kata Nia sambil menghembuskan nafasnya

Sekarang giliran gue yang terguncang dengan jawaban dari Nia. Apa maksudnya dengan, "sudah kuduga"? Apakah dian juga sudah tahu? Dian dan Nia adalah sahabat dekat. Skenario yang terlintas dalam pikiran gue adalah Nia diminta oleh Dian untuk mengorek informasi dari gue.

"Kamu.." Katanya sambil menunjuk kearah gue

Kembali ada jeda yang menurut gue lumayan lama untuk Nia melanjutkan kata-katanya. Gue memiringkan kepala menunggu kata yang diucapkan berikutnya.

"Kamu beda.." Lanjut Nia

Apa yang beda? Sekarang gue deg-degan menunggu kalimat lanjutannya.
Lalu Nia mengangkat kedua tangannya.

"Aku gak bisa jelasin, tapi kamu diam banget sama Dian. Kamu ngacangin dia, tapi mata kamu selalu melirik dia. Mungkin kamu gak sadar don, berapa kali aku nangkep kamu merhatiin Dian. Apalagi waktu pulang tadi. Mata kamu selalu ngikutin"

Cerocos Nia panjang lebar. Gue ingin melawan. Atau setidaknya gue ingin membantah perkataan dia. Tapi gue telat. Gue uda mengakui kalo gue suka dengan Dian. Lagipula, gue akui, semua yang dikatakannya itu benar.

"Dian juga tahu kalo kamu sering curi pandang ke dia"

Lagi-lagi gue harus terkejut dengan pernyataan wanita yang ada didepan gue ini. Kenapa dia sepertinya tau semua tentang rasa gue ke Dian. Kenapa sepertinya rahasia gue bukan lagi menjadi rahasia secara harafiah.

"Dian cerita kalo kamu selalu ngacangin dia. Dia pikir, kamu gak suka dia. Tapi anehnya kamu selalu merhatiin dia."

"Awalnya aku gak percaya, tapi setelah tadi, aku ngerasain kamu emang beda don. Selalu aku yang kamu isengin, sedangkan kalo Dian ngomong ke kamu, kamu irit bangeeet balesnya."

Emang bener sih semua yang dikatakan Nia. Tidak ada yang salah. Gue emang gugup kalo harus ngobrol ke Dian. Jokes gue rasanya ilang semua kalo gue harus berhadapan dengan Dian.

"Tapi kok kamu bisa suka sih sama Dian? Terus Tarno uda tau?"
Gue gak tau apa yang mesti gue katakan. Haruskah gue cerita semua ke Nia? Gue takut Nia bocor dan gue bakal gk enak sama Tarno.
Gue harus memilih kalimat gue
"Entah, cuman suka doank. Suka aja ngeliat dia. Tarno gak tau dan dia gak boleh tau" Tegas gue
"Yup, mereka juga uda jadian." Kata Nia singkat
"Ya, aku minta tolong, jangan kasih tau mereka berdua soal ini. Entar aku jadi gak enak sama Dian, terlebih Tarno." Tegas gue
"Oke, tapi kamu juga biasa aja donk didepan Dian. Dia uda mulai curiga, soalnya kamu diem banget kalo sama dia." Kata Nia
"Aku usahain lah ya"


***
"Ternyata kamu lucu ya don" Nia nyengir
Apanya yang lucu? Gue gak bercanda dan gue pikir, apa yang gue rasain sekarang bukan sesuatu yang bisa membuat orang tertawa.
"Padahal aku iseng doank nanya kamu suka Dian atau ngak, eh kamu beneran jawab iya hahahaha"
Gue terkejut kesekian kalinya.
"Aku pikir kamu gak suka Dian karena suatu hal. Dian juga mikirnya gitu.
Tapi ternyata oh ternyata, ada yang jatuh cinta nih " Goda Nia
"Gak LUCU! " Ketus gue

Malam yang bodoh, dan
orang yang didepan gue ini

Saat ini, sahabat gue udah bahagia dengan wanita pilihannya. Semua rasa yang gue punya terhadap Dian, terpaksa gue pendam. Buat gue, persahabatan lebih indah dari sekedar percintaan murahan.

Gak terasa, sudah sebulan gue merasakan bangku kuliah. Dan sekarang, tibalah waktu makrab (malam keakraban) jurusan angkatan gue.

Acara ini sepenuhnya dipanitiain oleh satu angkatan diatas angkatan gue. Mereka yang mengatur gimana acaranya, akomodasinya, konsumsinya, dan segala tetek bengek yang bersangkutan dengan makrab. Kami angkatan baru cuman perlu bawa badan.

Makrab gue diadain di Pantai daerah malang selatan selama tiga hari, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Angkatan gue berangkat menggniakan bus yang disewa seharian oleh panitia, sedangkan panitia sendiri berangkat dengan motoran.

Tarno dan Dian terlihat mesra sekali ketika di bus. Mereka duduk bersebelahan. Sedangkan gue duduk dibelakang mereka bersama...

Sikap gue terhadap Dian udah lumayan, setidaknya menurut gue. Gue uda mulai bisa mengeluarkan candaan kepadanya. Tapi as you can imagine, no one can stand with this feeling.

Gue masih merasakan sakit, cemburu, dan apapun itu yang gak enak banget buat gue. Cewek disamping gue emang cakep. Banget malah. Gue sempat menangkap beberapa pasang mata yang memandang gue sinis karena gue duduk disamping idola mereka. Toh bukan gue yang mau.

Gue duduk duluan dikursi itu karena emang persis dibelakang Tarno dan Dian. Nia masuk ke bus, lalu Dian melambaikan tangan kearahnya. Mereka berdua saling menyapa. Karena bangku disebelah gue kosong, maka disitulah Nia duduk.

Perjalanan satu jam gue isi dengan duduk sambil mendengar playlist gue yang kebanyakan lagu-lagu era 80'an. Bee Gees, ABBA, dan grup grup musik lainnya yang mungkin jarang didengar orang.

Entah sengaja atau tidak, Nia tertidur dan menyandar di bahu gue. Apa anak ini sengaja? Atau emang kecapekan? Mungkin gue terlalu pecaya diri untuk menyimpulkan Nia sengaja. Mungkin dia memang kecapekan.

***
"ciyeeeh, uda nyandar aja boy.." Sindir Tarno
"Apaan?" Kata gue
"Kapan jadian nih?" Tarno kembali nyengir
Lalu gue hanya memberikan gestur telapak tangan yang digoyang pertanda tidak mau. Kecuali...
Kemudian gue membentuk kedua telapak tangan gue seperti mangkuk dan menempelkannya didada gue, lalu mendorongnya ke arah depan seperti 'membesar'.
"****** " Kata Tarno.
Gue dan Tarno tertawa ngakak..

***
Ketika sudah sampai di TKP, kami semua turun dari bus sambil membawa ransel berisi perlengkapan selama 3 hari 2 malam disini.

Tiba-tiba Tarno menyapa gue
"Cakep ya?" Kata Tarno
Entah siapa yang dirujuk bocah ini. Gue menarik kesimpulan bahwa dia sedang membicarakan Dian, karena dia berjalan didepan kita sambil bercengkerama dengan teman-teman yang lain..
"Yoi" Kata gue menyetujui
"Terus kapan lu mau nembak?" Kata Tarno
Gue mengalihkan pandangan ke Tarno.
"Maksud lo?" Kata gue kebingungan
"Itu Nia, kapan mau lo tembak?"
Ternyata dari sekumpulan wanita yang berjalan didepan kita, ada seorang Nia yang terselip diantara mereka. Gue yang tidak terlalu memperhatikan, atau mungkin lebih tepatnya, gue yang terlalu memperhatikan Dian, melupakan bahwa disana ada sesosok wanita yang sempurna buat kebanyakan lelaki.

"Ahhh, kurang demen gue, bodinya kurang" Kata gue (dadanya lebih kecil dari punya dian, cantik tapi tocil)
"gue ngomong serius don" Kata Tarno
"Tu anak punya perasaan ke lo, jangan lo sia-siain"

Nia punya perasaan ke gue? Apalah gue ini? Bukan sosok yang populer. Pulang pergi kampus jalan kaki. Gue gak punya harta yang menunjang gue untuk mendapatkan Nia. Lagipula hati gue tidak merespon Nia.

"Ayolah boy, cocok kok kalo lo berdua jalan" Kata Tarno menambahkan
"Aduuuh, gue pikir-pikir dulu deh ya" Kata gue
"Jangan kelamaan lo mikir, keburu disambet orang"

Betul..
Gue sudah didahului orang lain,
orang itu adalah elo...


"Gue sama Dian mau ngejodohin elu sama Nia" Kata Tarno
"Lo tau kan kalo cewek gue sama Nia itu sohib banget" Lanjut Tarno

gue ngangguk

"Nah Dian cerita kalo Nia gak sembarangan deket sama cowok, dan tingkah laku Nia itu nunjukin kalo anaknya punya feel sama elu"
"Dari mana dia bisa nyimpulin gitu?" Tanya gue penasaran
Tarno cuman mengangkat kedua bahunya.
Tapi gue mengharapkan sebuah alasan konkret dari perkataannya.
"Who knows? Mungkin ikatan batin karena mereka teman dekat.
Tapi yang penting lu usaha dikit buat dapetin tu anak" Saran Tarno
"Liat entar deh boy" Kata gue

***
Gue masih punya waktu kosong sampe jam 6 sore karena acaranya baru dimulai jam segitu. Gue gak tau harus ngapain. Teman-teman semua bermain air di pantai. Gue sendiri tidak terlalu suka pantai. Akhirnya gue cuman duduk dibibir pantai, diatas pasir sambil melihat kegiatan orang-orang.

Tarno dan Dian terlihat bermain air. Gue melihat sekilas Dian. Gue bertanya kepada diri gue sendiri, "Kenapa gue bisa suka wanita ini?". Kalo gue pake kacamata sebagai cowok "normal", gue tidak menemukan alasan yang tepat. Doi terlihat biasa saja. Oke dia langsing, tinggi, dadanya lumayan. Cuman sebatas itu dan tidak ada yang lain lagi. Normal layaknya wanita biasa.

Gue kembali larut dalam pemikiran gue sendiri. Soal cinta, gue bisa dibilang payah. Masa SMA gue, khususnya urusan asmara, tidak ada yang berkesan. Gue tidak punya pacar selama SMA. Gue pernah nembak seorang cewek, tapi gue ditolak

DIsisi lain gue dekat banget dengan banyak cewek. Mulai dari yang luar biasa, biasa, sampai yang "dibawah standar". Tapi gue ngak punya feel apapun ke mereka. No love, even crush. Kata mereka, gue enak dipandang. Fisik gue mendukung untuk jadi seorang "pemain". Gue enak diajak ngobrol. Seseorang yang bisa memberikan pandangan objektif tanpa harus terpengaruh oleh perasaan. Dan hal ini membuat mereka nyaman didekat gue. Tapi gue terlalu nerd dan mesum. Setidaknya ini yang gue dengar dari mereka.

Apa gue emang dikutuk untuk tidak bisa memiliki seseorang yang benar-benar gue mau? Gue selalu yakin dengan apapun yang gue rasakan lewat hati. Kalo gue rasa gue suka, maka begitulah yang terjadi. Perasaan itu makin kuat dari hari ke hari. Bahkan ketika gue tau kesempatan gue buat bersama wanita itu sudah tidak ada, gue tetap menyimpan rasa kepada wanita itu. Contohnya Dian (even until today).

***
Gue mengeluarkan sebatang rokok,

tiba-tiba pundak gue ditepuk dari belakang

"Donoooo" Suara seorang wanita

Ahhh ternyata Nia. Doi terlihat cantik sekali. Dia pake celana panjang ngepas dengan hoodie warna abu. Lekuk tubuhnya masih terlihat jelas. Apalagi bagian lehernya yang jenjang. Jilbabnya yang disampirkan kebelakang semakin memperlihatkan keindahan yang dimiliki seorang Nia

Dia lalu duduk disebelah gue

"Gak main di pantai?" Tanya nya sambil menunjuk ke arah pantai
"Aku gak suka pantai" Kata gue
"Aku juga"
"Ihh kamu kok ngerokok sih??? " Ketus Nia
"Suka-suka donk neng.. kan lagi pengen" Kata gue
Nia mengambil rokok dan korek dari bibir dan tangan gue. Lalu mematahkan rokok tersebut dan membuangnya berserta korek gue.
"Aku mau duduk disini, jadi kamu gak boleh ngerokok!" Kata Nia
"Rese ah! " Teriak gue
Cukup lama kita duduk berdua tanpa suara, sekedar menikmati angin dan melihat tingkah teman-teman kami yang lain.
"Aku kemarin uda cerita ke Dian.." Kata Nia

" ...soal kamu" Lanjut Nia
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd