Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA KISAHKU DENGAN LELAKI LAIN

Selingan sejenak. Yang hot... Ditunggu ya...

***

Suatu pagi, ketika suami dan anakku sudah berangkat dan aku sendiri di rumah, tiba-tiba ada pesan masuk ke hape-ku.

“Bu, apa Ibu di rumah? Ada paketan untuk ibu. Restu.”

Astaga. Aku terkejut. Hampir saja handphone-ku jatuh. Benarkah ini Restu Si Penjaga Kompleks? Ah ya, aku baru ingat bahwa dulu pernah memakai hape-nya untuk menghubungi nomorku. Rupanya dia menyimpan nomorku.

Aku jawab: Ya di rumah. Tolong antar ke rumah ya. Tak lama berselang, Pak Restu datang. Aku membukakan pintu untuknya.

“Ini, Bu.” Ia menyerahkan paketan. “Kemarin tidak ada orang. Jadi sama kurir dititipkan ke pos jaga.”

“Oh ya, makasih ya, Pak. Kurirnya juga sudah memberitahu. Tapi saya lupa. Oh ya, mari masuk dulu, Pak. Saya buatkan kopi.”

“Tidak usah, Bu. Saya mau kembali saja.”

“Ah, tunggu dulu.” Saya memaksanya. Dan Pak Restu menerimanya. Dia masuk dan duduk di ruang tamu.

Kami mulai berbincang-bincang. Banyak hal yang kita bicarakan. Lalu, ketika bahan pembicaraan mulai habis, tiba-tiba aku memberanikan diri untuk bertanya pada Pak Restu.

“Pak, maaf kalau saya lancang, di kompleks ini beredar di kalangan ibu-ibu, kalau Pak Restu ada main dengan Bu Gani. Apa benar?”

Pak Restu tampak terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mulai dilanda kebingungan antara menjawab atau tidak.

“Ehhh... sebenarnya....” katanya ragu.

“Cerita saja, Pak. Kami hanya ingin tahu bagaimana sebenarnya. Kami takut Bu Gani hanya mengarang cerita.”

“Apa Bu Gani menceritakannya?”

“Iya, Pak.”

Hening.

“Begini, Bu. Saya tidak tahu apa yang diceritakan Bu Gani. Tapi, terkait hubunganku dengan Bu Gani, ya saya memang ada main.”

Aku terkejut. Ada perasaan sedikit kecewa. Rupanya benar.

“Saya punya alasan untuk itu, Bu. Saya tidak mungkin tidur dengan perempuan lain kalau tidak punya alasan yang kuat “

“Apa?”

“Saya butuh uang, Bu. Anak saya sakit dan butuh pengobatan yang lumayan mahal. Saya tidak bisa mengandalkan pekerjaan sebagai satpam. Tiba-tiba Bu Gani, ketika aku menceritakan soal ini, ia menawariku bantuan. Saya senang. Tapi, ternyata ia minta imbalan, Bu. Ia minta kepuasan dariku. Dan ia menjanjikan uang yang lumayan banyak setiap kali aku bisa memuaskannya. Ibu tahu sendiri ia orang kaya dan kesepian, tentunya. Saya tak bisa menolak. Akhirnya saya menerima tawaran itu.”

Cerita Bu Gani ternyata tak sepenuhnya benar. Ada hal lain yang mendasari kenapa Pak Restu mau melakukan hal itu.

“Memangnya seperti apa yang diceritakan Bu Gani?”

Lalu, aku menceritakan sebagaimana yang disampaikan Bu Gani (cerita di sebelumnya).

“Ya, hampir tiap malam saya tidur dengan Bu Gani. Kadang, ia juga mengajakku ke hotel, villa. Bahkan ia sering memberiku uang, di luar yang menjadi hakku.”

Lalu, kami hening kembali.

“Maaf aku sudah menceritakan hal seperti ini pada ibu.”

“Oh, tidak apa-apa. Ya paling tidak saya bisa tahu seperti apa sebenarnya.”

***

Setelah obrolan di suatu pagi itu, entah kenapa aku semakin akrab dengan Pak Restu. Setidaknya, kami sering bercerita satu sama lain tentang masalah kita. Pak Restu orang yang nyaman untuk diajak berbagi cerita. Ia bisa menjadi pendengar yang baik. Dan tidak menghakimiku mengenai setiap keputusan yang aku buat dalam setiap kali ada masalah.

Aku hampir menceritakan semua masalah yang aku punya. Aku mempercayainya karena aku yakin dia tak akan menyebarkan pada siapapun. Termasuk hubunganku dengan laki-laki lain.

Keberanianku itu bermula ketika Pak Restu mencoba memancingku. Awalanya aku tidak mengaku, tetapi lama kelamaan kebohonganku terungkap. Dia pun tahu bagaimana kehidupanku dengan lelaki lain.

“Saya pernah tidur dengan pacar pada saat kuliah dulu. Di tempat kosnya. Saya juga pernah melakukan sex dengan beberapa pembantu mertua saya. Meskipun ada satu yang merupakan pemerkosaan.”

“Tapi ibu menikmatinya?” goda Pak Restu.

“Ah, sudah.”

“Terus dengan siapa lagi?”

“Hmm. Pernah juga dengan ipar, kakak kandung suami saya. Lalu, saya juga pernah bercinta dengan tukang pijat.”

“Wah. Banyak juga pengalaman ibu.”

“Apaan sih.”

“Paling enak yang mana, Bu?” kata Pak Restu.

“Ih, apa sih. Udah, ah bahas yang lain saja.”

“Aku tebak, pasti dengan yang tukang pijat ya?”

“Ih, sok tahu.”

“Bener kan? Tapi ibu belum pernah bercinta dengan satpam ya? Hehehe. Satpam punya tongkat hitam dan panjang lho!”

Lalu kami berdua tertawa.

Sebelumnya, Pak Restu sendiri sudah pernah bercerita tentang hubungannya selain dengan Bu Gani. Ia juga punya pengalaman bercinta dengan perempuan lain.

“Sebelum dengan istri, saya sudah melakukan sex dengan pacar saya. Dia bertetanggaan dengan saya di kampung. Kami pacaran, tapi orangtuanya tak merestui. Tapi anaknya sangat mencintai saya. Akhirnya, kami melakukan itu. Di rumahku ketika tidak ada orang.”

“Enak ya?”

“Iya. Soalnya masih perawan. Hehe.”

“Lalu, saya pernah bercinta dengan istri Pak RT di kampung saya. Sebenarnya tidak cantik. Ia gemuk tapi kulitnya putih bersih.”

“Kenapa mau?”

“Dia sering menggoda saya. Saya sering disuruh Pak RT untuk bantu ini itu. Dia kadang meremas selangkangan saya. Berpakaian seksi di depan saya: hanya menggunakan BH, menggunakan handuk saja. Bahkan pernah suatu kali, sepertinya saya dijebak, dia bertelanjang di depan saya. Awalanya dia hanya minta pegang barang saya. Lalu memaksa mengulum, sampai akhirnya, aku juga tak tahan dan bercinta dengan dia.”

“Enak ya? Hehehe.” Godaku.

“Apa yang enak kalau suatu hal dilakukan karena terpaksa?”

“Termasuk dengan Bu Gani?”

“Sudahlah, Bu.”

“Lalu, ada lagi?” tanyaku.

“Apa ya?”

“Pasti ada.”

“Hmm. Ya, aku juga pernah bercinta dengan pacarku yang mahasiswa. Kami seharian tidak keluar kamar. Hanya bercinta, bercinta, dan bercinta. Hehehe.”

“Wah, buas juga ya kamu.”

“Kalau tidak, mana mungkin Bu Gani ketagihan.”

Kami berdua tertawa.

“Istrimu wanita yang keberapa yang kau gagahi?” tanyaku.

“Aku lupa.” Jawabnya.

“Mana yang paling enak?” balasku.

“Hmm. Mana ya? Ada sih yang paling enak. Dengan wanita yang merupakan istri teman saya. Enak karena kami melakukannya karena cinta. Bahkan, aku sampai menghamilinya. Ia pun diceraikan suaminya dan menikah denganku. Ia yang menjadi istriku sekarang.”

“Dasar kamu ya.”

Percakapan seperti itu biasanya kami lakukan di telepon atau di rumah. Tentu saja saat tak ada orang di rumahku. Karena semakin dekat, omongan nakal sering terjadi di antara kami. Dan kami mulai terbiasa dengan hal itu.

***
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd