- Daftar
- 23 Oct 2011
- Post
- 347
- Like diterima
- 441
Suci
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata dalam kehidupanku, dimulai tahun 2009-2010 ketika aku mulai bermain dating site dan setelah android berkuasa ada versi apps-nya, meskipun versi web-nya juga tetap ada.
Kisah hidup sebelumnya tidak kutuangkan dalam cerita ini. Tentu nama yang kusebutkan bukanlah nama aslinya. Mengenai lokasi kota ataupun killing fields, tempat kejadian perkara diusahakan sesuai dengan kondisi sebenarnya, meskipun ada juga yang aku samarkan dengan inisial.
Pertama kali aku mengenal dating site setelah masuk bergabung dengan forum dewasa yang sekarang sudah almarhum, ketika berdomisili di sebuah kota kabupaten di Kalimantan, usiaku pada saat itu 30-an akhir, status married. Dating site yang terkenal pada waktu itu adalah tagged.com, hampir semua FR yang kubaca TO nya dari tagged dan beberapa dari MIRC. Aku bergabung di tagged sekitar 2009 akhir dengan nick name Anto, dan nama ini yang akan aku pakai untuk selanjutnya.
Seperti pemula pada umumnya, pertama aku merasa kaku dan canggung untuk menyapa female member di tagged. Maklum namanya juga masih belajar. Lokasi target yang aku cari adalah di Jakarta dan kota P, karena meski bekerja di pedalaman Kalimantan, aku sering ke kota P maupun ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Untuk mencari target di area atau kota yang berdekatan tentu sangat riskan dan juga female membernya sangat terbatas.
Setelah browsing dan mengirim inbox ke beberapa member wanita, ada beberapa yang direspon dan lebih banyak yang dicuekin. Salah satu nilai plus di tagged bisa berkirim inbox tanpa menunggu match. Aku sendiri sadar bahwa mukaku tidaklah fotogenik, meskipun aslinya tidak jelek-jelek amat, setidaknya itu pengakuan dari wanita yang pernah berhubungan dengan aku. Yaaahh mungkin bisa dapat nilai 7,5-8 lah……
Dari sekian banyak yang merespon inbox ada satu yang cukup enak untuk ngobrol di inbox, talkative dan tidak jaim. Tidak berapa lama kami sudah bertukar nomor hp. Aplikasi Pesan Beri Hitam sudah ada dan mulai populer pada saat itu, tapi aku yang belum punya.
Female member tagged sebut saja Suci, seorang PNS pahlawan tanpa tanda jasa dengan status married, umur di bawahku sedikit, berdomisili di kota P. Aku juga tidak menyembunyikan statusku yang juga married. Dalam chat di inbox, kami sepakat untuk ketemu di kota P. Melalui pesan-pesan yang dikirim tercium ada bau-bau peluang untuk lanjut bertukar keringat dan lendir.
Akhirnya setelah melalui sedikit drama sampai disebut bohong akibat re-scheduling tugas ke kota P, maka awal 2010 sampailah aku di kota P untuk urusan kantor. Sebelumnya sudah ada kontak via telepon untuk bertemu.
”Mas jadi ke kota P kah? Jangan-jangan bohong lagi nih,” kata Suci.
”Ini udah otw, pagi besok dan sampai di kota P kok,” jawabku.
”Kabari kalau sudah mau sampai yaaa”.
“Siippp, besok pagi cari sarapan dulu baru ke mess, supaya ga bolak-balik”.
”Biasanya sarapan di mana?”
“Biasanya sih di jalan H, tempat yang rame orang2 yang cari sarapan”.
“OK…., Aku tau tempatnya”.
“Mau ketemu dan sarapan barengan?” Tanyaku
“Ga lah, paling nanti aku ke situ, kita ketemu sebentar, hanya untuk melihat secara langsung saja”.
“Hehehe…. Ga yakin yaaa. Baiklah ga apa-apa, paham kok. Aku juga lebih suka begitu. Artinya kalau salah satu ga cocok ya selesai urusan, atau paling hanya makan saja, ga lebih”.
“Hmmm bukan begitu say, kalau pagi susah waktunya. Aku harus bersiap untuk mengajar, menyiapkan sarapan orang rumah dll”.
“Suamimu gimana?”
“Udah tar aja dibahasnya”.
Sekitar jam 5.30 aku sudah memasuki kota P dan memberitahukan ke Suci melalui SMS. Jam 6 kurang sedikit aku sudah sampai di Jalan H, tempat biasanya aku sarapan kalau tugas ke P. Aku memesan segelas teh panas dan mie goreng. HP ku berdering dan kulihat Suci yang memanggil.
“Halooo, Sudah di jalan H, Mas?” Tanyanya
“Udah, lagi pesan makanannya. Bener ga mau makan disini?”
“Ga, makasih. Aku di seberang jalan. Kamu pakai kaus abu-abu khan, coba tengok ke kiri”.
Akupun menengok ke kiri dan kulihat seorang wanita mengenakan kerudung -bukan jilbab- duduk di atas sepeda motor bebek sambil menelepon. Ia melambaikan tangannya ketika tatapan mata kami bertemu. Aku menghampirinya, menyalaminya dan mengusap pipinya. Wajah dan tubuhnya tidak berbeda jauh dengan foto-fotonya di tagged. Ia memegangi tanganku yang masih berada di pipinya.
“Gimana?” tanyaku
“Lebih gagah dan ganteng aslinya,” katanya sambil melepaskan tanganku. “Kayak bintang film,” lanjutnya.
“Hahahaha….binatang film kaleee,” kataku lagi.
“Serius, benerannnnn,” sergahnya.
“Ya udah kalau ga sarapan aku balik ke mejaku dulu, kayaknya udah siap pesananku”.
“Ok deh, nanti kabari kalau udah selesai kerjaan kantor. Aku pulang ngajar jam 14”.
“Siiaaappp….”.
Aku kembali ke mejaku dan Sucipun bergerak meninggalkan tempatnya.
Hari itu waktu rasanya berjalan dengan lambat. Ketika waktu istirahat siang ada sms masuk, ternyata dari Suci.
“Haiii sayangku, dah makan siang?”
“Ini baru mau makan di RM depan kantor”.
“Ya udah, makan yang banyak biar kuat….hihihi”.
“Hmmmm…maksudnya gmna”.
“Pokoknya makan yang banyak saja. Ya udah selamat makan”.
“Ok…ok”.
“Ehhh… di kantor sampai jam berapa sayang?”
“Sekitar jam 14 udah selesai kerjaan”.
“Ok deh, aku prepare jam segitu. Kebetulan selesai di sekolah juga sekitar jam 14 an”.
“Okayyy…deal”.
***
Jam 13,45 pekerjaanku selesai. Kukirimkan SMS ke Suci.
“Dah selesai kerjaanku nih”.
“Siippp, aku berangkat sekarang, aku tunggu depan kantormu yaa. Aku naik ojek kesana”.
“Ehhhh jangan, ga enak kliatan satpam atau teman kantor”.
“Agak geser kiri dikit ada warung kecil, sayang tunggu disitu sekalian beli permen mint atau rokok”.
“Aku ga merokok”.
“Hmmmm, padahal aku suka cowok yang merokok, tapi aku sendiri ga merokok. Ya udah, 15 menit lagi sampai yaaa”.
“Siaapppp….”.
Beberapa menit kemudian Suci memberitahukan sudah di tempat kami berjanji untuk ketemu. Aku baru mulai merasa lelah dan sedikit ngantuk akibat berkendara setengah malam dan lanjut menyelesaikan pekerjaanku. Tadi tidak terasa karena sibuk dengan kerjaan. Kuregangkan lenganku dan kujalankan mobilku perlahan. Keluar dari gerbang kantor kulihat ke arah kiri Suci sudah menunggu. Sampai di depannya kuhentikan mobilku dan kubuka pintu depan. Ia masih mengenakan seragam khaki ditutup dengan jaket biru, tanpa kerudung. Ia naik dan duduk di sebelahku, menyalamiku dan mencium tanganku kemudian spontan mengecup pipiku. Aku agak terkejut juga dengan sikapnya. Kembali mobil kujalankan.
“Kemana kita?” tanyanya.
“Hmmm…. No idea. Mau makan masih kenyang. Sekarang mata terasa ngantuk deh,” jawabku.
Ia menatapku sambil tersenyum menggoda. Kuputuskan saja untuk mengambil kendali, toh selama ini dalam chat kami terselip pesan-pesan nakal.
“Open room aja yukk. Bisa rebahan dan ngobrol lebih santai”.
Ia tidak menjawab dan memainkan ujung jaketnya.
“Gimana?” tanyaku lagi.
“Ya terserah sayang saja,” jawabnya.
Hmmmm …… betina ini sepertinya banyak pengalaman dalam menghadapi pejantan, tapi pura-pura menjadi korban. Baiklah siapapun pemangsa dan korbannya yang jelas bakal terjadi sesuatu yang indah.
“Ke arah mana nih? Jangan bilang terserah lagi. Gak lucu kalau tiba-tiba aku ambil ke jalur arah rumahmu”.
“Ke arah bandara,” katanya pelan.
Seingatku tidak ada hotel berbintang ke arah bandara. Kutatap matanya,”Emang ada hotel arah ke sana?”.
“Ikuti saja petunjukku, aku yang jadi penunjuk jalan,” jawabnya sambil tersenyum.
Ternyata benar, betina ini sudah punya jam terbang dalam hal perselangkangan. Kuikuti saja petunjuk arah yang diberikannya. Beberapa menit kemudian kami sampai ke sebuah hotel S, sebuah hotel melati yang agak tersamar tidak begitu nampak dari jalan. Berkali-kali lewat jalur sini aku malah ga pernah tahu ada hotel ini.
“Yakin aman disini?” tanyaku
“Ga tau juga sih. Kalau siang sih mestinya aman,” katanya. Jawaban yang sangat-sangat normatif. Kelihatannya ia menyadari kebodohan pertamanya tadi. Kami masuk ke halamannya, terlihat beberapa mobil dan motor yang parkir disana. Ada petugas yang mengarahkan dimana kami memarkirkan kendaraan. Suci turun dan langsung melangkahkan kaki ke kamar yang ada di dekat mobil. Satu bukti lagi dari pengalaman jam terbangnya.
Aku turun dan melangkah ke arah resepsionis.
“Yang, langsung ke kamar saja?” katanya pelan. Hmmm transit mode rupanya…
Aku mengikutinya dari belakang. Petugas parkir tadi mempersilakan kami masuk ke kamar.
“Tunggu sebentar ya pak. Saya ambilkan handuk dan sabun dulu,” katanya ramah.
“Baik pak, terima kasih,” jawabku.
Kami masuk ke kamar dan duduk di atas ranjang.
Tak berapa lama petugas tadi kembali dengan membawa dua handuk dan dua sabun mandi kecil, khas hotel.
“Ini pak,” katanya sambil mengulurkan handuk dan sabun. Di atasnya ada nota pembayarannya, kuambil dan kuserahkan sejumlah uang sesuai yang tertera di nota, plus sedikit tip.
“Terima kasih pak, mari saya permisi,” katanya sambil meninggalkan kamar.
Kututup dan kukunci pintu kamar, kuperiksa jendela dan kordennya kemudian berbaring di ranjang. Lumayan empuk ranjangnya. Overall kamar sesuai dengan harganya. Suci duduk di sampingku bersandar ke kepala ranjang.
“Kok disini sih, kenapa ga cari yang agak bagus sedikit?” tanyaku sedikit protes.
“Disini jauh dari rumah dan jauh dari orang-orang. Kemungkinan bertemu dengan orang yang kenal lebih kecil. Apalagi kan ga melalui resepsionis. Kalaupun ada yang ketemu di luar, artinya tujuan diapun sama dengan kita… hehehe”.
“Sering kesini yaa?”
Sebuah pertanyaan bodoh yang kemudian harus kusesali.
“Kenapa, kamu menyesal dan mau membatalkan pertemuan ini?” Katanya tajam. “Apakah penting sekali aku harus jawab pertanyaanmu, Yang?” katanya melunak kembali. “Nanti kamu akan tahu kenapa semua ini terjadi”.
“Uupps…sorry pertanyaanku tadi. Lupakan saja,” jawabku.
Ia membuka jaket dan memainkannya di pangkuannya. Keheningan memenuhi ruangan ini. Aku memutuskan mandi dulu supaya segar.
“Aku mandi dulu yaa’, kataku padanya.
........
Suci
Update 1 : page 1
Update 2 : page 2
Update 3 : page 4
Update 4 : page 4
Update 5 : page 5
Mita : page 6
Up tipis : page 7
Cici
Update : page 7
Update 1 : page 8
Cerita ini dibuat berdasarkan kisah nyata dalam kehidupanku, dimulai tahun 2009-2010 ketika aku mulai bermain dating site dan setelah android berkuasa ada versi apps-nya, meskipun versi web-nya juga tetap ada.
Kisah hidup sebelumnya tidak kutuangkan dalam cerita ini. Tentu nama yang kusebutkan bukanlah nama aslinya. Mengenai lokasi kota ataupun killing fields, tempat kejadian perkara diusahakan sesuai dengan kondisi sebenarnya, meskipun ada juga yang aku samarkan dengan inisial.
Pertama kali aku mengenal dating site setelah masuk bergabung dengan forum dewasa yang sekarang sudah almarhum, ketika berdomisili di sebuah kota kabupaten di Kalimantan, usiaku pada saat itu 30-an akhir, status married. Dating site yang terkenal pada waktu itu adalah tagged.com, hampir semua FR yang kubaca TO nya dari tagged dan beberapa dari MIRC. Aku bergabung di tagged sekitar 2009 akhir dengan nick name Anto, dan nama ini yang akan aku pakai untuk selanjutnya.
Seperti pemula pada umumnya, pertama aku merasa kaku dan canggung untuk menyapa female member di tagged. Maklum namanya juga masih belajar. Lokasi target yang aku cari adalah di Jakarta dan kota P, karena meski bekerja di pedalaman Kalimantan, aku sering ke kota P maupun ke Jakarta untuk urusan pekerjaan. Untuk mencari target di area atau kota yang berdekatan tentu sangat riskan dan juga female membernya sangat terbatas.
Setelah browsing dan mengirim inbox ke beberapa member wanita, ada beberapa yang direspon dan lebih banyak yang dicuekin. Salah satu nilai plus di tagged bisa berkirim inbox tanpa menunggu match. Aku sendiri sadar bahwa mukaku tidaklah fotogenik, meskipun aslinya tidak jelek-jelek amat, setidaknya itu pengakuan dari wanita yang pernah berhubungan dengan aku. Yaaahh mungkin bisa dapat nilai 7,5-8 lah……
Dari sekian banyak yang merespon inbox ada satu yang cukup enak untuk ngobrol di inbox, talkative dan tidak jaim. Tidak berapa lama kami sudah bertukar nomor hp. Aplikasi Pesan Beri Hitam sudah ada dan mulai populer pada saat itu, tapi aku yang belum punya.
Female member tagged sebut saja Suci, seorang PNS pahlawan tanpa tanda jasa dengan status married, umur di bawahku sedikit, berdomisili di kota P. Aku juga tidak menyembunyikan statusku yang juga married. Dalam chat di inbox, kami sepakat untuk ketemu di kota P. Melalui pesan-pesan yang dikirim tercium ada bau-bau peluang untuk lanjut bertukar keringat dan lendir.
Akhirnya setelah melalui sedikit drama sampai disebut bohong akibat re-scheduling tugas ke kota P, maka awal 2010 sampailah aku di kota P untuk urusan kantor. Sebelumnya sudah ada kontak via telepon untuk bertemu.
”Mas jadi ke kota P kah? Jangan-jangan bohong lagi nih,” kata Suci.
”Ini udah otw, pagi besok dan sampai di kota P kok,” jawabku.
”Kabari kalau sudah mau sampai yaaa”.
“Siippp, besok pagi cari sarapan dulu baru ke mess, supaya ga bolak-balik”.
”Biasanya sarapan di mana?”
“Biasanya sih di jalan H, tempat yang rame orang2 yang cari sarapan”.
“OK…., Aku tau tempatnya”.
“Mau ketemu dan sarapan barengan?” Tanyaku
“Ga lah, paling nanti aku ke situ, kita ketemu sebentar, hanya untuk melihat secara langsung saja”.
“Hehehe…. Ga yakin yaaa. Baiklah ga apa-apa, paham kok. Aku juga lebih suka begitu. Artinya kalau salah satu ga cocok ya selesai urusan, atau paling hanya makan saja, ga lebih”.
“Hmmm bukan begitu say, kalau pagi susah waktunya. Aku harus bersiap untuk mengajar, menyiapkan sarapan orang rumah dll”.
“Suamimu gimana?”
“Udah tar aja dibahasnya”.
Sekitar jam 5.30 aku sudah memasuki kota P dan memberitahukan ke Suci melalui SMS. Jam 6 kurang sedikit aku sudah sampai di Jalan H, tempat biasanya aku sarapan kalau tugas ke P. Aku memesan segelas teh panas dan mie goreng. HP ku berdering dan kulihat Suci yang memanggil.
“Halooo, Sudah di jalan H, Mas?” Tanyanya
“Udah, lagi pesan makanannya. Bener ga mau makan disini?”
“Ga, makasih. Aku di seberang jalan. Kamu pakai kaus abu-abu khan, coba tengok ke kiri”.
Akupun menengok ke kiri dan kulihat seorang wanita mengenakan kerudung -bukan jilbab- duduk di atas sepeda motor bebek sambil menelepon. Ia melambaikan tangannya ketika tatapan mata kami bertemu. Aku menghampirinya, menyalaminya dan mengusap pipinya. Wajah dan tubuhnya tidak berbeda jauh dengan foto-fotonya di tagged. Ia memegangi tanganku yang masih berada di pipinya.
“Gimana?” tanyaku
“Lebih gagah dan ganteng aslinya,” katanya sambil melepaskan tanganku. “Kayak bintang film,” lanjutnya.
“Hahahaha….binatang film kaleee,” kataku lagi.
“Serius, benerannnnn,” sergahnya.
“Ya udah kalau ga sarapan aku balik ke mejaku dulu, kayaknya udah siap pesananku”.
“Ok deh, nanti kabari kalau udah selesai kerjaan kantor. Aku pulang ngajar jam 14”.
“Siiaaappp….”.
Aku kembali ke mejaku dan Sucipun bergerak meninggalkan tempatnya.
Hari itu waktu rasanya berjalan dengan lambat. Ketika waktu istirahat siang ada sms masuk, ternyata dari Suci.
“Haiii sayangku, dah makan siang?”
“Ini baru mau makan di RM depan kantor”.
“Ya udah, makan yang banyak biar kuat….hihihi”.
“Hmmmm…maksudnya gmna”.
“Pokoknya makan yang banyak saja. Ya udah selamat makan”.
“Ok…ok”.
“Ehhh… di kantor sampai jam berapa sayang?”
“Sekitar jam 14 udah selesai kerjaan”.
“Ok deh, aku prepare jam segitu. Kebetulan selesai di sekolah juga sekitar jam 14 an”.
“Okayyy…deal”.
***
Jam 13,45 pekerjaanku selesai. Kukirimkan SMS ke Suci.
“Dah selesai kerjaanku nih”.
“Siippp, aku berangkat sekarang, aku tunggu depan kantormu yaa. Aku naik ojek kesana”.
“Ehhhh jangan, ga enak kliatan satpam atau teman kantor”.
“Agak geser kiri dikit ada warung kecil, sayang tunggu disitu sekalian beli permen mint atau rokok”.
“Aku ga merokok”.
“Hmmmm, padahal aku suka cowok yang merokok, tapi aku sendiri ga merokok. Ya udah, 15 menit lagi sampai yaaa”.
“Siaapppp….”.
Beberapa menit kemudian Suci memberitahukan sudah di tempat kami berjanji untuk ketemu. Aku baru mulai merasa lelah dan sedikit ngantuk akibat berkendara setengah malam dan lanjut menyelesaikan pekerjaanku. Tadi tidak terasa karena sibuk dengan kerjaan. Kuregangkan lenganku dan kujalankan mobilku perlahan. Keluar dari gerbang kantor kulihat ke arah kiri Suci sudah menunggu. Sampai di depannya kuhentikan mobilku dan kubuka pintu depan. Ia masih mengenakan seragam khaki ditutup dengan jaket biru, tanpa kerudung. Ia naik dan duduk di sebelahku, menyalamiku dan mencium tanganku kemudian spontan mengecup pipiku. Aku agak terkejut juga dengan sikapnya. Kembali mobil kujalankan.
“Kemana kita?” tanyanya.
“Hmmm…. No idea. Mau makan masih kenyang. Sekarang mata terasa ngantuk deh,” jawabku.
Ia menatapku sambil tersenyum menggoda. Kuputuskan saja untuk mengambil kendali, toh selama ini dalam chat kami terselip pesan-pesan nakal.
“Open room aja yukk. Bisa rebahan dan ngobrol lebih santai”.
Ia tidak menjawab dan memainkan ujung jaketnya.
“Gimana?” tanyaku lagi.
“Ya terserah sayang saja,” jawabnya.
Hmmmm …… betina ini sepertinya banyak pengalaman dalam menghadapi pejantan, tapi pura-pura menjadi korban. Baiklah siapapun pemangsa dan korbannya yang jelas bakal terjadi sesuatu yang indah.
“Ke arah mana nih? Jangan bilang terserah lagi. Gak lucu kalau tiba-tiba aku ambil ke jalur arah rumahmu”.
“Ke arah bandara,” katanya pelan.
Seingatku tidak ada hotel berbintang ke arah bandara. Kutatap matanya,”Emang ada hotel arah ke sana?”.
“Ikuti saja petunjukku, aku yang jadi penunjuk jalan,” jawabnya sambil tersenyum.
Ternyata benar, betina ini sudah punya jam terbang dalam hal perselangkangan. Kuikuti saja petunjuk arah yang diberikannya. Beberapa menit kemudian kami sampai ke sebuah hotel S, sebuah hotel melati yang agak tersamar tidak begitu nampak dari jalan. Berkali-kali lewat jalur sini aku malah ga pernah tahu ada hotel ini.
“Yakin aman disini?” tanyaku
“Ga tau juga sih. Kalau siang sih mestinya aman,” katanya. Jawaban yang sangat-sangat normatif. Kelihatannya ia menyadari kebodohan pertamanya tadi. Kami masuk ke halamannya, terlihat beberapa mobil dan motor yang parkir disana. Ada petugas yang mengarahkan dimana kami memarkirkan kendaraan. Suci turun dan langsung melangkahkan kaki ke kamar yang ada di dekat mobil. Satu bukti lagi dari pengalaman jam terbangnya.
Aku turun dan melangkah ke arah resepsionis.
“Yang, langsung ke kamar saja?” katanya pelan. Hmmm transit mode rupanya…
Aku mengikutinya dari belakang. Petugas parkir tadi mempersilakan kami masuk ke kamar.
“Tunggu sebentar ya pak. Saya ambilkan handuk dan sabun dulu,” katanya ramah.
“Baik pak, terima kasih,” jawabku.
Kami masuk ke kamar dan duduk di atas ranjang.
Tak berapa lama petugas tadi kembali dengan membawa dua handuk dan dua sabun mandi kecil, khas hotel.
“Ini pak,” katanya sambil mengulurkan handuk dan sabun. Di atasnya ada nota pembayarannya, kuambil dan kuserahkan sejumlah uang sesuai yang tertera di nota, plus sedikit tip.
“Terima kasih pak, mari saya permisi,” katanya sambil meninggalkan kamar.
Kututup dan kukunci pintu kamar, kuperiksa jendela dan kordennya kemudian berbaring di ranjang. Lumayan empuk ranjangnya. Overall kamar sesuai dengan harganya. Suci duduk di sampingku bersandar ke kepala ranjang.
“Kok disini sih, kenapa ga cari yang agak bagus sedikit?” tanyaku sedikit protes.
“Disini jauh dari rumah dan jauh dari orang-orang. Kemungkinan bertemu dengan orang yang kenal lebih kecil. Apalagi kan ga melalui resepsionis. Kalaupun ada yang ketemu di luar, artinya tujuan diapun sama dengan kita… hehehe”.
“Sering kesini yaa?”
Sebuah pertanyaan bodoh yang kemudian harus kusesali.
“Kenapa, kamu menyesal dan mau membatalkan pertemuan ini?” Katanya tajam. “Apakah penting sekali aku harus jawab pertanyaanmu, Yang?” katanya melunak kembali. “Nanti kamu akan tahu kenapa semua ini terjadi”.
“Uupps…sorry pertanyaanku tadi. Lupakan saja,” jawabku.
Ia membuka jaket dan memainkannya di pangkuannya. Keheningan memenuhi ruangan ini. Aku memutuskan mandi dulu supaya segar.
“Aku mandi dulu yaa’, kataku padanya.
........
Suci
Update 1 : page 1
Update 2 : page 2
Update 3 : page 4
Update 4 : page 4
Update 5 : page 5
Mita : page 6
Up tipis : page 7
Cici
Update : page 7
Update 1 : page 8
Terakhir diubah: