Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

Cerita 63 - Warung Langganan

Namaku Otong –bukan nama sebenarnya..– aku bekerja di sebuah perusahaan cukup terkenal di Jawa Barat.. di sebuah kota yang sejuk..
Aku tinggal –kost..– di daerah perkampungan yang dekat dengan kantor. Di daerah tersebut terkenal dengan gadis-gadisnya yang cantik dan manis.

Aku dan teman-teman kost setiap pulang kantor selalu menyempatkan diri untuk menggoda cewek-cewek yang sering lewat di depan kost.
Di sebelah kostku ada sebuah warung kecil tapi lengkap, lengkap dalam artian untuk kebutuhan sehari-hari.. dari mulai sabun, sandal, gula, lombok, roti, permen, dsb itu ada semua.

Aku sudah langganan dengan warung sebelah.
Kadang kalau sedang tidak membawa uang atau saat belanja uangnya kurang aku sudah tidak sungkan-sungkan untuk ngutang.
Warung itu milik Ibu Ita –tapi aku memanggilnya Tante Ita..– seorang janda cerai beranak satu.. yang tahun ini anaknya baru masuk TK nol kecil.

Warung Tante Ita buka pagi-pagi sekitar jam lima, terus tutupnya juga sekitar jam sembilan malam.
Warung itu ditungguin oleh Tante Ita sendiri dan keponakannya yang masih SMA, anaknya Krisna namanya.

Seperti biasanya, sepulang kantor aku mandi, pakai sarung terus sudah standby di depan TV, sambil ngobrol bersama teman-teman kost.
Aku bawa segelas kopi hangat, plus singkong goreng, tapi rasanya ada yang kurang.. apa ya..?

Oh ya rokok.. tapi setelah aku lihat jam dinding sudah menunjukkan jam 9 kurang 10 menit –malam..–
Aku jadi ragu, apa warung Tante Ita masih buka ya..?

Ah.. aku coba saja kali-kali saja masih buka. Oh.. ternyata warung Tante Ita belum tutup, tapi kok sepi.. Mana yang jualan..? Batinku.
"Tante.. Tante..! Dik Krisna.. Dik Krisna..!” Lho kok kosong..? Warung ditinggal sepi seperti ini.. kali saja lupa nutup warung.

Maka kucoba panggil sekali lagi.. "Permisi.. Tante Ita..!?”
"Oh ya.. tungguu..!” Ada suara dari dalam. Wah.. jadi deh beli rokok akhirnya.

Yang keluar ternyata Tante Ita.. ia hanya menggunakan handuk yang dililitkan di dada..
Ia jalan tergesa-gesa ke warung sambil mengucek-ngucek rambutnya yang kelihatannya baru selesai mandi juga habis keramas.

"Oh.. maaf Tante.. saya mau mengganggu nich.. Saya mo beli rokok gudang garam inter, lho Dik Krisna mana..?” Tanyaku rada Tengsin.

"O.. Krisna sedang dibawa ama kakeknya.. katanya kangen ama cucu.. maaf ya Mas Otong.. tante pake' pakaian kayak gini.. baru habis mandi sich..” ujar tante Ita menjelaskan.. namun tak terlihat risih di depanku.

"Tidak apa-apa kok Tante.. sekilas mataku melihat bagian badan yang lain yang tidak terbungkus handuk.. putih mulus, seperti masih gadis-gadis.
Baru kali ini aku lihat sebagian besar tubuh Tante Ita, soalnya biasanya Tante Ita selalu pakai baju kebaya.

Dan lagi aku baru sadar dengan hanya handuk yang dililitkan di atas dadanya berarti Tante Ita tidak memakai BH.
Glotakk..! Pikiran kotorku mulai kumat. Otak Mesumku mulai berderak-derak mencari capaian target operasi. Hehe..

“Malam gini kok belum tutup Tante..?” Tanyaku mulai melancarkan SSI.

"Iya Mas Otong, ini juga Tante mau tutup, tapi mo pake' pakaian dulu..” jawabnya serius.

"Oh.. biar Saya bantu ya Tante, sementara Tante berpakaian..” kataku.

Masuklah aku ke dalam warung, lalu menutup warung dengan rangkaian papan-papan.

"Wah.. jadi ngerepoti Mas Otong..” kata Tante Ita.. “Sini biar Tante ikut bantu juga..” timpalnya lagi dengan masih berlilit handuk.

Tak lama warung sudah tertutup.. berarti kini aku bisa pulang lewat belakang saja.

"Terimakasih lho Mas Otong..” ujar tante Ita setelah warung tertutup.
"Sama-sama.." balasku.
"Tante.. saya lewat belakang saja..” lanjutku mulai merancang aksi.

Nah.. saat aku dan Tante Ita berpapasan di jalan antara rak-rak dagangan.. badanku ‘menubruk’ tante..
Srett.. tanpa diduga handuk penutup yang ujung handuk dilepit di dadanya terlepas.

Splash..! Seketika terpampanglah tubuh tante Ita yang terlihat hanya mengenakan celana dalam merah muda saja.
“Aihhh..!” Sontak Tante Ita menjerit sambil secara refleks memelukku.

"Mas Otong.. tolong ambil handuk yang jatuh.. terus lilitkan di badan Tante..” kata tante dengan muka merah padam.

Aku lantas berjongkok mengambil handuk tante yang jatuh..
saat tanganku mengambil handuk, kini di depanku persis ada pemandangan yang sangat indah..

Celana dalam merah muda.. dengan background hitam rambut-rambut halus di sekitar vaginanya yang tercium harum. Hehe..

Kemudian aku cepat-cepat berdiri sambil membalut tubuh tante dengan handuk yang jatuh tadi.
Tapi ketika aku mau melilitkan handuk.. tanpa kusadari burungku yang sudah bangun sejak tadi menyentuh tubuh tante.

"Mas Otong.. burungnya bangun ya..?” Katanya mungkin tanpa sadar terlepas bertanya.
"I-iya Tante.. ah jadi malu Saya.. Habis saya lihat Tante seperti ini.. mana harum lagi. Jadi nafsu saya Tante..” alasku dengan nada memelas.

"Ah tidak apa-apa kok Mas Otong itu wajar..”
"Eh ngomong-ngomong Mas Otong kapan mo nikah..?” Tanyanya tiba-tiba.
"Ah.. belum terpikir Tante..” jawabku sekenanya.

"Yah.. kalau mo' nikah harus siap lahir batin lho.. jangan kaya' mantan suami Tante.. tidak bertanggungjawab kepada keluarga..
Nah, akibatnya sekarang Tante harus berstatus janda. Gini tidak enaknya jadi janda.. malu ..
Tapi ada yang lebih menyiksa Mas Otong.. kebutuhan batin..” ujar tante Ita panjang lebar.. dan bagian terakhir cukup bagiku sebagai sinyal.

"Oh ya Tante.. terus gimana caranya Tante memenuhi kebutuhan itu..?” Tanyaku usil memancing di air bening.. hehe..
"Yah.. Tante tahan-tahan saja..” ujarnya lagi masih belum bergerak dari posisinya semula.

Hehe.. Kasihan juga nih tante.. batinku..
Andaikan.. andaikan.. aku diijinkan biar memenuhi kebutuhan batin Tante Ita.. ough.. Pikiranku tambah usil dan konak.

Waktu itu bentuk sarungku di bagian depan sudah berubah agak mengembung.. rupanya tante juga memperhatikan.
"Mas Otong burungnya masih bangun ya..?”
Aku cuma mengangguk saja.. lalu beberapa detik selanjutnya sangat di luar dugaanku.. tiba-tiba Tante Ita meraba tonjolan burungku.

"Wow besar juga burungmu Mas Otong.. Ehmm.. burungnya sudah pernah ketemu sarangnya belom..?” Tanyanya lagi seolah tanpa dosa.

"B-belum..!!” Jawabku bohong sambil terus diraba turun-naik.. Erghhh.. jelas saja aku mulai merasakan kenikmatan yang sudah lama tidak pernah kurasakan.

"Mas.. boleh dong Tante ngeliatin burungmu bentarr saja yaa..?”

Belum sempat aku menjawab, Tante Ita sudah menarik dan memelorotkan sarungku..
Jreng..! Praktis tinggal celana dalamku yang tertinggal plus kaos oblong.

"Oh.. sampe' keluar gini Mas..!?”
Serunya seolah takjub melihat helm burungku nongol dari karet kolorku dan langsung mengelus-elus lalu mengocoknya.

"Erhh.. Iya.. emang kalau burungku lagi bangun panjangnya suka melewati celana dalam. aku sendiri tidak tau persis berapa panjang burungku..?” Kataku sambil terus menikmati kocokan tangan Tante Ita di kejantananku yang terasa sangat tegang.

"Wah.. Tante yakin, yang nanti jadi istri Mas Otong pasti bakal seneng dapet suami kaya Mas Otong..” kata tante Ita sambil terus mengocok burungku.

Oughh.. nikmat sekali dikocok tante dengan tangannya yang halus kecil putih itu.
Aku tanpa sadar terus mendesah nikmat, tanpa aku sadari.. ternyata tante Ita sudah melepaskan lagi handuk yang kulilitkan tadi..

Itu aku ketaui karena burungku ternyata sudah digosok-gosokkan di lembah antara buah dadanya yang tidak terlalu besar itu.
"Ough.. Tante.. nikmat Tante.. ough..” desahku sambil bersandar memegangi dinding rak dagangan..

Dan.. kali ini tanpa tedeng aling-aling lagi ternyata tante memasukkan burungku ke mulut kecilnya yang berbibir tipis.
Lantas dengan buasnya dia keluar-masukkan burungku di mulutnya sambil sekali-kali menyedot..

Ough.. seperti terbang rasanya. Kadang-kadang juga dia sedot habis buah salak yang dua itu..
Ough .. “Ehssshh..” tak mampu kuredam.. desis nikmat meluncur dari mulutku menerima perlakuan tante Ita pada batang kemaluanku.

Namun aku kaget.. tiba-tiba tante menghentikan kegiatannya.. dia pegangi burungku sambil berjalan ke meja dagangan yang agak ke sudut..
Tante Ita naik sambil nungging di atas meja membelakangiku..
Kini sepasang bongkah buah pantat membulat terpampang jelas di depanku.

"Mas Otong.. berbuatlah sesukamu.. cepet Mas.. cepet..!” Panggilnya mendesis.. sembari menoleh ke arahku.

Tanpa basa-basi lagi aku tarik celana dalamnya selutut..
Woow.. segera saja pemandangan begini indah terpampang.. vagina dengan bulu halus yang tidak terlalu banyak.
Aku jadi tidak percaya kalau Tante Ita sudah punya anak..

Slrupp.. angsung saja kujilat vaginanya.. Hmmm.. harum.. dan ada lendir asin yang begitu banyak keluar dari vaginanya.
Aku lahap rakus vagina tante Ita.. aku mainkan lidahku di clitorisnya.. sesekali aku masukkan lidahku ke lubang vaginanya.

"Ough Mas.. ough..” desah tante sambil memegangi susunya sendiri.

"Terus Mas.. Maas.. hhhh..” desah tante Ita bereaksi menikmati aksiku di kemaluannya.

Aku semakin keranjingan.. terlebih lagi waktu aku masukkan lidahku ke dalam vaginanya..
ada rasa hangat dan denyut-denyut kecil semakin membuatku gila.

Beberapa saat kemudian Tante Ita membalikkan badannya.. hingga ia telentang di atas meja dengan kedua paha ditekuk ke atas.

"Ayo Mas Otong.. Tante sudah tidak tahan.. mana burungmu Mas.. burungmu sudah pengin ke sarangnya..
Wowww.. Mas Otong.. burung Mas Otong kalau bangun dongak ke atas ya..?”

Wuahh.. aku hampir tidak dengar komentar Tante Ita soal burungku..

Sementara itu aku kini dapat melihat pemandangan demikian menantang..
vagina dengan sedikit rambut lembut, dibasahi cairan harum asin demikian terlihat mengkilat.

Clebb..! Langsung kutancapkan burungku di belahan bibir vaginanya yang berkedut-kedut seolah ingin mencerucup benda kejal yang membelahnya.

"Aughh..!” Teriak tante.
"Kenapa Tante..?” Tanyaku kaget.
"Ngg.. nggak papa Mas.. terusin.. terusin..” katanya lagi setengah mendesah.

Slebb.. kumasukkan kepala burungku di vaginanya.. Erghh.. rasanya sempit sekali.
"Tante.. sempit sekali Tante..?” Erangku nikmat pada tante Ita yang terlihat mulai merem melek matanya.

“Ngghh.. nggak apa-apa Mas.. teruss ajahhh.. soalnya sudah lama sich Tante tidak ginian.. Ntar juga nikmat.. ohhh..”
ujar tante Ita seolah menyemangatiku untuk segera membobol liang nikmatnya.

Yah.. dengan ‘terpaksa’ aku sodokkan sedikit demi sedikit batang kemaluanku di liang vagina yang sempit dan peret itu.
Erghh.. namun baru saja setengah dari burungku amblas.. Tante Ita sudah seperti cacing kepanasan.. menggelepar ke sana ke mari.

"Augh.. Mas.. ouh.. Mas.. nikmat Mas.. terus Mas.. oughh..” rintihnya penuh gairah yang meletup.

Begitu juga aku.. walaupun burungku yang masuk ke vaginanya cuma baru setengahnya..
tetapi sedotan disertai emutan dinding liang senggamanya.. oughh.. rrruarrr biasaaahh..! Nikmat sekaleee..!! Erghh..

Semakin lama gerakanku semakin cepat. Clebb-crebb-clebb-crubb-clupp-crepp-clebb..
Kali ini burungku sudah amblas ‘dimakan’ dan ditelan liang vagina Tante Ita. Keringat mulai membasahi badanku dan badan Tante Ita.

Tiba-tiba tante terduduk sambil memelukku erat.. mencakar punggungku.
"Oughh Mas.. ough.. enakknyaa.. luar biasa.. oughh.. Mas Otong.. hhhh..” erangnya sambil merem-melek.

"Kayaknya ini yang namanya orgasme yaa..? Oough.. hhhh..” ceracaunya kian ramai.

Sementara itu burungku tetap tertancap di liang vagina Tante Ita yang dindingnya kini terasa makin berkedut-kedut..
Seolah meremas.. melumat batang kejal keras yang tengah terbenam keluar-masuk di dalamnya.

"Mas Otong sudah mau keluar ya..?” Tanyanya. Aku menggeleng.

Segera ia merespon. Tante Ita kemudian telentang kembali.. memberi akses padaku menghujam liang nikmatnya.
Ahhh.. Aku seperti kesetanan menggerakkan badanku maju-mundur. Clobb-clebb-crebb-clebb-crubb-clupp-crepp-clebb-clokk-crekk-crekk..

Kulirik susunya yang bergelantungan karena gerakanku.. aku menunduk dan kucium putingnya yang coklat kemerahan.
Aksiku membuat tante Ita semakin mendesah..
"Ough.. Mashh.. hhhh..” tiba-tiba Tante Ita memelukku kembali sedikit agak mencakar punggungku.

"Oughh Mas.. aku keluar lagi..” kemudian dari kewanitaannya aku rasakan semakin licin dan semakin besar.. tapi denyutannya semakin terasa.. Oughh.. aku dibuat serasa terbang mengawang.

Tak berapa lama berselah.. Ach.. rasanya aku sudah mau keluar..

Maka sambil terus goyang kutanya Tante Ita.. "Tante.. Aku k-keluarin di mana Tante..hhh..? D-di dalam boleh nggakhh..?”

"Ngghh.. ohh.. ohh.. terrsseerraah.. hhhhh..” desah Tante Ita sembari meliukkan pinggulnya merespon hujaman batang penisku di liang vaginanya.

Ough.. tak usah duakali perintah.. clebb-crebb-clebb-crubb-clupp-crepp-clebb.. kupercepat gerakanku mengejar puncak nikmatku..
Burungku berdenyut keras.. terasa ada sesuatu yang akan dimuntahkan oleh burungku.

Crett.. crett.. crett.. crett.. Ahhh.. akhirnya semua terasa enteng.. badanku serasa terbang melayang.
Ada kenikmatan yang sangat luar biasa. Akhirnya spermaku bisa aku muntahkan dalam vagina Tante Ita..

Masih aku gerakkan badanku perlahan.. rupanya kali ini Tante Ita orgasme kembali.. dia gigit dadaku.

"Mas Otong.. Mas Otong.. hebat Kamu Mas..” puji tante Ita setelah mengatur napasnya.

Tak lama aku kembali mengenakan celana dalam serta sarungku. Sementara Tante Ita masih tetap bertelanjang telentang di atas meja.

"Mas Otong.. kalau mau beli rokok lagi yah jam-jam begini saja ya. Nah.. kalau sudah tutup digedor saja.. tidak apa-apa.. malah kalau tidak digedor Tante jadi marah..” kata tante Ita menggodaku sambil memainkan puting dan klitorisnya yang masih nampak bengkak.

“Eh.. iya Tante..” jawabku sambil tersenyum lemas namun puaasss.. hehe..

“Tante pingin Mas Otong sering bantuin Tante tutup warung..” tambah tante sambil tersenyum genit.

Beberapa saat kemudian aku pulang.. baru terasa lemas sekali badanku..
Akan tetapi itu tidak berarti sama sekali dibandingkan kenikmatan yang baru kudapat.

Keesokan harinya ketika aku hendak berangkat ke kantor.. saat di depan warung Tante Ita aku dipanggil tante yang tengah melayani pembeli.

"Rokoknya sudah habis ya, mas..? Ntar malem beli lagi ya..?” Katanya penuh pengharapan.
Padahal saat itu pembeli sedang banyak-banyaknya.. tapi jelas mereka tidak tau apa maksud perkataan Tante Ita tadi. Hehe..

Aku menjawabnya dengan senyuman saja sambil mengedipkan sebelah mata.. tanda mengerti.
Lalu pergi ke kantor dengan sejuta ingatan kejadian kemarin malam.
Dan tentu saja takkan kusia-siakan ‘membantu tante menutup’ warung dan liang nikmatnya tiap malam.. haha.. (. ) ( .)
-----------------------------------------------------------
 
Kirain udah tamat huu
Lanjut teruss aja

:Peace: Hehehe.. emang dah tamat brada..
tapi untuk cerita 63-nya..
Masih sekitar 15-16 lagi cerita yang sempat Nubi save..
Tapi belum sempat Nubi edit..

Siapp.. :semangat:
Ntar lagi Nubi bakal nyoba posting cerita ke 64.
 
Cerita 64 - Yang Tak Kusangka

Ci Ana

Aku punya seorang tetangga yang tinggal di seberang rumah.
Namanya Ana, dan kupanggil Ci Ana, karena ia seorang wanita keturunan Chinese.

Sebenarnya aku tidak suka pada gaya dan cara hidupnya yang menurutku ‘ngegampangin’ apa-apa.
Ia suka memandang ringan pada semua hal. Termasuk hubungan dengan tetangga sekitarnya.

Ci Ana ini sudah menikah dan punya anak satu, Rachel namanya.
Wanita tetanggaku ini memang orang yang bertipe mudah bergaul dan ia gampang akrab dengan siapa saja, termasuk dengan isteriku, Rini.

Kadang aku muak bila Ci Ana ini sering memanggil orang dari kejauhan seperti memanggil seekor anjing.
Tapi tidak apalah, pikirku, mungkin udah jadi kebiasaannya. Kalo denganku, aku sengaja tidak mau akrab. Entah kenapa.

Mungkin karena aku tidak mau bergaul dengan sembarang orang atau karena memang aku tidak suka dengan tetanggaku yang tergolong baru pindah sekitar dua bulan yang lalu itu.

Sekitar seminggu yang lalu, saat hendak berangkat ke kantor aku tanpa sengaja menengadah
dan memperhatikan seseorang berjalan mendekati isteriku yang akan naik mobil kami.

Kebetulan saat itu aku sudah ada dalam mobil dan hendak menginjak pedal gas.
Ternyata si Ci Ana. Kebetulan ia hendak pergi ke arah yang berlawanan.

Waktu lewat, kulihat ia mengenakan kaos hadiah dari produk cat ‘CATYLAC’ dengan tulisan merah..
Wuihh.. kaosnya itu amat tipis dengan warna dasar putih.
Buah dadanya itu lho. Tidak kusangka ia punya payudara yang besar. Kayaknya lebih besar dari punya isteriku.

Sepanjang perjalanan ke kantor, badanku terasa panas dingin memikirkan payudaranya itu.
Oh.. andaikata aku punya kesempatan.. aku ingin tidur dengannya.. atau paling tidak kalo dia tidak mau, aku akan memaksanya.
Aku ingin menikmati payudaranya..!

Orangnya memang cantik, tinggi dan putih. Walau berkacamata, dapat kulihat wanita itu kelihatannya memiliki gairah seks yang tinggi.
Entah hanya khayalanku saja atau memang demikian adanya. Rupanya kesempatan itu akhirnya datang juga.

Dua hari yang lalu, saat lingkungan tempat tinggal kami sedang sepi, terjadilah hal yang tidak kusangka-sangka.
Saat aku pulang beristirahat pada sekitar pukul dua belas, seseorang wanita memanggilku.

Waktu itu aku hendak menutup dan mengunci pintu pagar. “Win..! Sini bentar, Win..!” Serunya memanggilku.

Ternyata Ci Ana. Kudekati dia di pintu pagar rumahnya lalu aku bertanya padanya dengan hati dag-dig-dug tak karuan.
“Ada apa Ci..?” Tanyaku.

Sambil membuka pintu pagar ia menjawab.. “Masuklah dulu.. ada sesuatu yang hendak aku bicarakan..”
Tanpa bertanya lebih lanjut, aku mengikutinya masuk ke dalam rumah –tentunya setelah pagar itu aku tutup dan kunci..–

Di ruang tamu, aku kemudian duduk dengan perasaan deg-degan. Sementara ia berjalan masuk ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian ia muncul dengan membawa sebuah kotak berukuran sedang.

“Aku mau tanya ini, Win.. kamu ‘kan pintar bahasa Inggris. Terjemahin ya, untuk aku.
Kotak ini isinya kamu lihat sendiri aja deh..” ujarnya dengan wajah bersemu merah. Entah kenapa.

Kuraih kotak dan kertas yang berisi petunjuk tentang cara pemakaian benda di dalamnya.
Kotaknya memang masih terbungkus rapi. Saat kubuka bungkusnya, aku kaget bukan kepalang.

Tidak pikir benda apa, eh tidak tahunya itu alat kelamin pria.. alias penis palsu..
terbuat dari semacam plastik atau karet tepatnya.. yang dapat digerakkan sesuai dengan kemauan pemakainya.
Alat itu harus menggunakan arus listrik. Setelah kubaca petunjuknya, lalu kujelaskan pada Ci Ana.

“Ci.. daripada Cici pakai alat ini, mendingan pake yang aslinya aja gimana..
Maaf, Ko Teddy –nama suaminya..– ‘kan pasti mau tiap malam..” jawabku sambil memandangnya.

“Wah, Win.. dia jangan diharapin deh.. pulang malam terus.. Datang-datang pengennya tidur aja.. jadi gimana mau melakukan hubungan intim, Win.. sementara wanita kayak aku ‘kan butuh dicukupin juga dong kebutuhan biologisnya..” jawabnya enteng..
namun wajahnya masih terlihat bersemu merah. Ia pun tertunduk setelah itu.

“Gimana kalo .. aku aja yang mencoba memuaskan Ci Ana..?” Tanyaku dengan nekat.

Jdugg..! Aku tidak percaya dengan suaraku sendiri. Beraninya aku berkata begitu pada wanita tetangga yang sudah bersuami.
Bisa repot nih jadinya.. batinku.

“Apa kamu bilang..!? Enak aja kamu ngomong. Emang kamu mau dilemparin tetangga lain..!? Berselingkuh seperti itu nggak boleh, tau..!”
Jawab Ci Ana dengan nada tinggi.

Waduhh.. baru sekarang aku melihatnya benar-benar marah. Menyesal juga jadinya.
Beberapa lama kami pun berdiam diri. Lalu Ci Ana bangkit dari duduknya dan sepertinya ia hendak mengambilkan minum untukku.

“Nggak usah repot-repot, Ci.. Sebentar lagi juga aku pulang..” ujarku mencoba merebut kembali hatinya.

Tidak kusangka ia malah membalas.. “Ngaco.. siapa yang mau ngambilin minum buat kamu.. aku mau minum sendiri kok..
Udah sana, pulang aja. Dan terimakasih udah terjemahin petunjuk alat itu..!” Jawabnya masih dengan nada ketus.

Aku pun bangkit dari dudukku. Namun saat aku hendak berjalan keluar, tiba-tiba muncul ide jahatku.
Dengan berjalan berjingkat-jingkat, kuikuti ke arah mana si Ci Ana berjalan.
Rupanya ia menuju kamar tidurnya. Kebetulan jalan menuju pintu kamar, dibatasi oleh korden.

Sesaat aku bersembunyi di balik korden itu. Untunglah ia tidak menutup pintu kamar itu sama sekali.
Kulihat ia membelakangiku.. lalu pelan-pelan menarik kaos ketatnya ke atas dan menurunkan celana panjangnya. Rupanya ia mau mandi.

Lalu perlahan-lahan kudekati pintu kamar itu. Ci Ana mulai membuka BH dan celana dalamnya yang berwarna krem.
Kemudian ia meraih jubah mandinya yang tergeletak di tempat tidur.

Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Dengan cepat pakaian yang kukenakan kulepas..
kemudian aku mengendap-ngendap masuk ke dalam kamarnya tanpa menimbulkan bunyi.
Ci Ana masih tidak menyadari kehadiranku di sana.

Woww.. dari jarak sedekat itu tubuh indah Ci Ana semakin jelas terlihat. Hmm.. Ko Teddy memang beruntung memiliki istri seperti Ci Ana.
Melihat pantat putih bulat nan menggoda di depanku.. penis di balik celana dalamku pun semakin mengeras.. memintaku untuk segera bertindak.

Pelan-pelan kuletakkan pakaianku di atas ranjang yang berada di sebelahku.. kemudian langsung kuhampiri Ci Ana dari belakang.
Akhirnya aku sampai beberapa langkah di belakang Ci Ana yang agak membungkuk membelakangiku.

Dari posisi membungkuk lalu tegak.. sebelum ia sempat menutupi tubuhnya yang telanjang, aku segera berlari dan menerkamnya.
Sepertinya Ci Ana sadar akan keberadaanku sesaat sebelum aku merengkuh tubuhnya dari belakang.
Namun terlambat.. tubuhnya yang bugil sudah berada di dalam dekapanku.

Sontak Ci Ana pun kaget dan panik.. dirinya berteriak sambil terus bergerak meronta berusaha melepaskan diri dari dekapanku.
Tapi semua itu percuma saja.. ukuran tubuh dan tenagaku jelas lebih besar darinya.
Sekuat apapun dirinya meronta.. ia tidak bisa melepaskan diri dari dekapanku.

Meski tinggi badannya lumayan untuk ukuran perempuan asia.. jika berdiri setinggi daguku.. mungkin sekitar 168 cm.
Namun keadaan tubuh telanjangnya membuatnya 'kebingungan' menutupi hingga aku dapat dengan mudah mengunci semua gerakannya.

Entah kata-kata apa saja yang keluar dari mulutnya.. semua ucapannya dan ucapanku saling bersahut-sahutan.
Makian.. sumpah serapah.. sampai ke permintaan untuk melepaskan dirinya keluar dari bibirnya.
Sedangkan ucapan yang keluar dari mulutku hanyalah ucapan-ucapan untuk berusaha membuatnya diam dan tidak melawan.

"Lepasin Wiinn..! Lepasin nggak..!?" Serunya kaget setengah mati.

Tentu saja aku tidak sebodoh itu untuk melepaskan dirinya. Sudah terlanjur basah.. dilepaskan atau tidak.. konsekuensinya akan sama saja.
Lebih baik sekalian kutuntaskan saja hasrat yang selama ini sudah menyiksaku.

Sambil terus menggerayangi tubuhnya.. aku terus berusaha menenangkan Ci Ana.
"Sshh.. udah tenang aja Ci. Enjoy aja..” bisikku di telinganya tanpa menghentikan kenakalan tanganku.

Dari belakang.. payudaranya yang indah menggantung kuremas-remas dengan lembut..
sambil sesekali kumainkan putingnya dengan jari tanganku.

Sebelah tanganku menelusuri bagian bawah tubuhnya.. mulai dari pahanya yang halus..
perlahan naik menelurusi paha bagian dalam hingga ke vaginanya.

Apa yang dilakukan kedua tanganku membuat Ci Ana semakin berontak.. berusaha melepaskan diri dariku.
“Aduh..! Lepaskan..! Win.., kok kamu belum pulang, hah..!? Mau apa kamu..!?” Teriaknya galak sambil berusaha melepaskan diri.

“Aku mau buktikan bahwa alat punyaku lebih hebat dari penis buatan itu, Ci..!” Jawabku dengan tegas.
“Nggak.. nggak mau.. nanti kalo suamiku pulang gimana..!?” Tanyanya lagi dengan nada ketus.

“Sebentar aja ci.. aku cuma mau membuktikan..” kataku lagi dengan nada merayu.
"Jangan Win.. Stop..! Adduhh Lepasin dong..!" Teriaknya masih meronta.

Teriakan Ci Ana tidak menyurutkan niatku.. malah membuatku semakin bergairah.
Kata-kata kotor yang keluar dari mulutnya semakin menyulut birahiku.

Dengan lembut kuraba dan kuusap kemaluannya.. sambil sesekali memainkan bibir vaginanya dengan jari.
Hmmm.. Dapat kurasakan rambut-rambut halus di vaginanya bergesekan dengan jari-jari tanganku.

"Mmphh.. Jangan Win.. stop..! Nanti gua laporin polisi..! Stop..!" Teriak Ci Ana setengah putus asa.
Ia semakin keras berusaha melepaskan diri dariku.. berontak ke sana-kemari.

Polisi..? So what..? Toh kalo ngga dilanjutin juga bakalan panjang urusannya.. pikirku. Aku tidak melepaskan dekapanku.
Aroma wangi bercampur keringat dari tubuh dan rambutnya membuat kedua tanganku semakin aktif menjelajahi tubuhnya.

Payudaranya terus kuremas-remas dengan sebelah tanganku.. sementara tangan lainnya terus memainkan bibir vaginanya.

Penisku yang semakin keras di balik celana dalamku sudah menempel ke pantatnya yang bulat montok.
Kuciumi lehernya sambil sesekali kujilat.. membuat Ci Ana berontak menaikkan bahunya karena kegelian.

Tapi Ci Ana tidak berhenti berusaha.. ia terus berontak berusaha melepaskan diri sambil terus berteriak..
suatu usaha sia-sia yang hanya menghabiskan tenaganya saja.

Benar saja.. semakin lama tenaganya untuk meronta semakin melemah.
Teriakan-teriakan yang keluar dari mulutnya pun semakin jarang dan lemah.

"Win.. please jangan dong.. stop Win.. stop..!” Serunya namun tidak segalak tadi.
Kulihat air matanya mulai mengalir dari sudut matanya,dan sesekali suaranya terisak ketika memohon untuk dilepaskan.

Melihat perlawanannya melemah.. aku semakin bersemangat. Namun demikian.. aku tidak mau lengah melepaskannya begitu saja.
Mungkin saja dia hanya berpura-pura untuk menungguku lengah.. kemudian berusaha melarikan diri.
Tidak..! Kelinci yang sudah ada di dalam genggaman tangan tidak boleh kabur.. pikirku.

Sambil tetap kudekap dari belakang.. terus kumainkan puting payudaranya dengan lembut.
Tanganku yang memainkan bibir vaginanya pun lebih aktif lagi menjalankan aksinya.
Dengan perlahan bibir vaginanya kutekan dan kugesek lembut dengan ketiga jariku.. berusaha membangkitkan nafsu birahi Ci Ana.

“Nggak mauu..! Jangan Winn.. udah dong..!” Kali ini nada suaranya lebih keras..
namun terlihat jelas ia berusaha tegar dan tidak mau memperlihatkan bahwa dirinya sudah tidak berdaya.

Matanya tampak memerah.. dan airmata sudah mengalir di pipinya.. namun pandangan matanya masih menyala-nyala.. sedikitpun tidak mau menunjukkan rasa takut atau pasrah.
Sepertinya ia bertekad memberikan perlawanan hingga akhir.. suatu hal yang justru kutunggu-tunggu.

Apa gunanya menyetubuhinya jika ia memberikannya dengan sukarela.
Justru semakin dia melawan mempertahankan kehormatannya.. aku semakin mendapatkan kepuasan ketika berhasil menyetubuhinya.

"Sshh.. udah Ci.. nikmatin aja. Percuma ngelawan. Nikmatin aja biar sama-sama enak..” ujarku santai sambil tersenyum.

Ketiga jariku di bibir vaginanya pun tidak berhenti bermain di sana.. berusaha terus memancing birahi Ci Ana.

Namun ternyata tidak mudah memancing birahi Ci Ana. Mungkin karena ini adalah suatu pemaksaan..
tidak mungkin sama keadaannya dengan situasi di mana kedua belah pihak sama-sama mau berhubungan intim.

Akan tetapi aku tidak menyerah.. ketiga jariku terus memainkan bibir vaginanya.
Sesekali jari tengahku masuk agak ke dalam.. membuat Ci Ana menjerit dan memberontak lebih kuat.

Rangsangan itu terus kulakukan berulang-ulang.. aku tidak percaya pertahanan Ci Ana sama sekali tidak bisa kutembus.
Dan akhirnya kerja keras tanganku itu membuahkan hasil.

Jari tanganku mulai sedikit basah dan berlendir.. sepertinya vagina Ci Ana sudah mulai basah akibat rangsanganku pada vaginanya.
Hehe.. aku tertawa dalam hati.. aku selangkah lebih dekat menuju terpenuhinya hasratku.

Mungkin secara emosional memang dirinya tidak menghendaki hal ini.. tapi kondisi biologis tubuh tentunya tidak sama seperti kondisi emosional.
Sekuat apapun dirinya melawan secara emosional.. tetap saja tubuh tidak memiliki pikiran.
Jika diserang terus menerus.. pasti suatu saat akan jatuh juga.

Walaupun demikian.. Ci Ana ternyata memang wanita yang tangguh.
Dirinya masih terus berusaha melakukan perlawanan.. meski hanya lewat kata-kata.
Tubuhnya sudah mulai tidak bertenaga.. tenaganya untuk meronta dan melepaskan diri tidak sekuat sebelumnya.

Melihat tenaganya sudah jauh terkuras.. secara tiba-tiba aku memutar tubuhnya dan langsung mendekapnya dari depan.
Kini tubuh kami saling berhadap-hadapan..

Tentu saja Ci Ana berusaha melawan.. kembali menyia-nyiakan tenaganya.
Kurasakan payudaranya menempel di sebelah bawah dadaku.. sungguh nikmat dan nyaman.

Kucoba untuk mencium bibirnya.. namun Ci Ana terus berontak dan berusaha memalingkan wajahnya..
menghindari ciumanku sambil berteriak meminta diriku untuk berhenti.

Aku tidak menyerah.. terus kuarahkan bibirku ke bibirnya yang dikatupkan rapat-rapat.
Aku tidak peduli.. dengan paksa kulumat bibir itu meski dirinya terus berontak.
Sesekali kuarahkan mulutku ke bagian samping lehernya.. kucium dengan penuh nafsu.

Tangan kiriku terus mendekapnya supaya ia tidak bisa melepaskan diri..
sedangkan tangan kananku terus bergerilya meremas-remas payudaranya yang besar atau sesekali berganti mengusap vaginanya dari depan.

Merasa kerepotan dengan posisi seperti itu.. sambil terus memegangi tubuhnya kudorong dia ke belakang..
berusaha kurebahkan di ranjang yang ada di belakangnya.

Sepertinya Ci Ana menyadari apabila sampai dirinya terbaring di ranjang.. akan semakin sulit dirinya untuk melepaskan diri.
Maka dengan sisa-sisa tenaganya ia terus memberontak.
Tangan dan kakinya bergerak liar.. berusaha melawan supaya posisinya tidak semakin terpojok.

Tapi tidak sulit bagiku untuk merebahkan dirinya.. mengingat tubuhnya yang terlihat mulai kehabisan tenaga.
Brukk..! Dengan mudah dirinya berhasil kurebahkan di atas ranjang..
meski kaki tangannya terus berontak dengan liar memberikan perlawanan sengit.

Segera kupegangi kedua tangannya.. kemudian kuarahkan mulutku payudaranya.
"Win.. Stop..! Jangan. Udahhh aahh.. Stop..!" Teriaknya memohon dengan lemas.
Aku tidak mempedulikan seruannya.. dengan mantap kujulurkan lidahku dan kumainkan puting payudaranya.

Kuawali memanjakan puting itu dengan jilatan-jilatan kecil dengan ujung lidahku..
diikuti sesekali dengan gerakan memutar di sekitar areolanya.. membuat Ci Ana semakin panik.

Melihat dirinya kembali melawan.. diriku semakin bersemangat.
Aku mulai memainkan putingnya naik-turun.. tentu saja dengan menggunakan ujung lidah.
Erangan Ci Ana yang memintaku untuk berhenti justru semakin membuatku gencar memainkan putingnya.

Tidak puas hanya dengan menggunakan ujung lidah.. akhirnya kutempelkan seluruh bagian mulutku pada payudaranya.
Dengan mantap.. aku mulai mengisap payudaranya.
Kulakukan gerakan mengisap itu berulang-ulang.. sambil sesekali kumainkan lagi ujung lidahku untuk merangsang putingnya.

"Win.. Ohhh.. Stophhh.. Please stop..! Udah.. jangan lagi.. hhhh.." serunya memelas dengan suara bergetar seperti menahan tangis.

Sambil terus mengisap payudaranya.. kulirik wajahnya dari ujung mataku.
Wajahnya tampak merah padam karena marah dan menahan malu.. matanya pun merah dan berkaca-kaca karena menahan tangis.
Nafasnya terengah-engah.. entah karena lelah berontak atau karena bercampur birahi yang mulai bangkit.

Kulanjutkan kembali permainan lidahku pada putingnya.. kembali membuat dirinya menggeliat memberontak.
Aku tidak peduli.. terus kumainkan lidahku di putingnya hingga perlawanannya kembali melemah.

Puas bermain dengan payudara Ci Ana.. aku mulai bergerak ke bagian bawah tubuhnya.
Melihat aku mulai berusaha mengeksplorasi kemaluannya.. Ci Ana kembali meronta.

"Win.. jangan Win.. Stop..! Please stop.. Udah Win.. aku nggak bakal bilang siapa-siapa. Stop Win..!" Teriaknya letih setengah putus asa.

Tidak mudah untuk memposisikan kepalaku di depan kemaluannya.
Ci Ana yang panik dan terus meronta membuatku agak kesulitan untuk melaksanakan aksiku.

Dengan susah payah.. akhirnya aku bisa meletakkan kepalaku di antara kedua belah kakinya.. tepat di hadapan vaginanya.
Sambil tetap memegangi kedua tangannya.. aku mulai mencium dan menjilat bibir vagina yang sangat menggairahkan itu.

Ci Ana semakin panik.. meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Kedua kakinya bergerak liar.. berusaha merapatkan kedua belah pahanya.
Namun percuma saja.. kepalaku sudah berada tepat di depan vaginanya.
Sekeras apapun dia berusaha merapatkan kedua kakinya.. tetap saja mulutku dapat menikmati vaginanya.

"Hmmphhh.. Jangan Win.. Please! Stooopp..!" Teriaknya dengan suara parau dan bergetar.

Tanpa mempedulikan teriakannya.. aku terus menjilati vagina milik wanita tetanggaku yang menjadi fantasi seksualku belakangan hari ini.
Hmm.. aroma wangi yang tercium dari vaginanya pun membuatku semakin terangsang.

Kumainkan lidahku naik-turun di bibir vaginanya.. sambil sesekali menusukkan ujung lidahku ke dalam lubang senggamanya
Kemudian memutarkan lidahku dengan perlahan.. mengaduk-aduk isi vaginanya dengan lembut.

Ternyata apa yang kulakukan itu membuat Ci Ana semakin meronta dengan putus asa.
"Mmpphh.. Udah stop.. Please.. Sshh.. Jangan..!” Kembali Ci Ana memohon untuk berhenti.

Suaranya terdengar semakin putus asa.. namun aku sama sekali tidak peduli.
Kupuaskan hasratku selama ini untuk menikmati vaginanya dengan mulut dan lidahku.

Sesekali juga kuarahkan lidahku ke klitorisnya.. memainkannya dengan lembut.. membuat Ci Ana terpekik-pekik lemah.
Serangan lidahku yang begitu gencar pada bagian intimnya itu membuat vagina Ci Ana menjadi basah.

Dapat kurasakan air liurku yang membasahi bagian intimnya bercampur dengan cairan kewanitaan yang keluar dari vaginanya.
Mungkin hanya sedikit.. namun cairan kewanitaan itu jelas keluar.. karena tercium aroma yang sangat khas dari sana.

Meskipun secara emosional Ci Ana memang tidak berhenti memberikan perlawanan..
tapi memang tubuhnya tidak bisa melawan rangsangan yang terus menerus kuberikan.

Kulanjutkan permainan lidahku mengaduk-aduk vaginanya.. sedikit demi sedikit terus menghancurkan pertahanannya tanpa ampun.
Entah berapa lama waktu yang kuhabiskan untuk memainkan vagina Ci Ana. Semakin lama vagina itu semakin basah karena terus kuoral.

Aku sendiri sudah tidak sabar untuk mendapatkan kepuasan yang lebih.
Kuputuskan untuk menghentikan semua ini dan mulai menyetubuhi tetanggaku ini.

Aku mulai beranjak dari posisiku.. mengambil posisi duduk di atas ranjang dan berusaha untuk membuka kedua kaki Ci Ana lebar-lebar.

Ketika sudah berada di atas tubuhnya yang telanjang tanpa buang waktu lagi aku segera mengangkangkan kakinya..
Plass..! Dan kini terlihatlah lubang vaginanya yang berwarna merah muda.

Clopp..! Dengan cepat kumasukkan jari tengahku ke dalamnya.. lantas mengocoknya beberapakali..
Berusaha memancing keluarnya cairan nikmat dari liang vagina.

"Waktunya main course Ci..” ujarku dengan napas menderu.

Melihat apa yang hendak kulakukan.. kembali Ci Ana meronta sekuat tenaga.
Tangannya yang sudah kulepaskan berusaha mendorong tubuhku menjauh.
Kedua kakinya berusaha melepaskan diri dari genggaman tanganku.. menendang-nendang tanpa arah.

Kulepaskan sejenak kedua genggamanku pada kedua kakinya..
kemudian kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya.. menguncinya agar tidak banyak bergerak.

"Win.. Jangan.. Jangan..! Lepasin..!" Teriaknya terdengar panik. Tak kuhiraukan semua semua teriakannya.

Sambil menindih tubuhnya.. kedua tanganku bergerak cepat melepaskan celana dalam yang kukenakan.

"Jangan bangsat..! Lepasin..! Lepasiinnn..!" Teriaknya lagi tetapi dengan suara semakin lemas.

"Udah Ci.. tenang aja. Nikmatin ajalah.. nanti Cici juga enak kok..” balasku sambil tertawa kecil.

Begitu aku berhasil melepas celana dalamku.. maka kami berdua benar-benar dalam keadaan telanjang bulat di atas ranjang.
Aku kembali mengambil posisi duduk.. sambil berusaha memegang erat kedua kaki Ci Ana.

"Udah Win..! Please.. Jangan..! Jangaannn..!" Teriaknya setengah memohon.
Kakinya terus berontak melepaskan diri.. kedua tangannya bergerak liar.. berusaha mendorong tubuhku jauh-jauh.

Perlawanan Ci Ana tidak ada artinya bagiku. Gerakan perlawanannya terasa makin melemah.
Tenaganya sudah jauh terkuras.. sehingga tidak sulit bagiku untuk melumpuhkan perlawanannya.

Kurenggangkan kedua kakinya.. membuat vaginanya terbuka lebar tanpa pertahanan.
Wajah Ci Ana tampak semakin merah padam.. ia tak mampu lagi menyembunyikan ketakutannya.

Kulihat matanya memandang ke arah penisku yang sudah mengeras dengan tatapan takut.
"Jangan. Ampun Win.. Jangaaannnn..!" Teriaknya terdengar panik.

"Ssshhh.. Udah Ci.. relaks aja. Sekali-sekali cobain yang bukan Cina. Rasanya enak juga kok..” ujarku sambil tertawa sinis.

Pelan-pelan kuarahkan penisku ke arah vagina Ci Ana. Kepanikan Ci Ana pun semakin menjadi.
Dirinya berusaha melawan dengan sisa-sisa tenaganya.. sampai akhir tidak mau menyerah begitu saja memberikan kehormatannya.

Ya.. terus begitu. Makin lu ngelawan.. gua makin puas nikmatin badan lu.. ucapku dalam hati.

Semakin penisku mendekati vaginanya.. perlawanan Ci Ana menjadi semakin sengit.
Tangannya terus berusaha menggapai tubuhku.. berusaha mendorongku jauh-jauh.

Sesekali tangannya bergerak liar berusaha menggapai wajahku.. hendak mencakar.. mendorong..
atau apapun yang bisa ia lakukan untuk memberikan kesempatan baginya melepaskan diri.

Plepp..! Akhirnya kepala penisku menyentuh bibir vaginanya. Slepp.. slepp.. clebb.. crebb..
Dengan perlahan kugesek-gesekkan kepala penisku di sana.. sambil sesekali kudorong sedikit ke arah dalam.

Lama kelamaan terasa Ci Ana mulai perlahan-lahan mengendurkan perlawanannya. Tangannya melemas.
Apalagi daritadi ia terus mendorongku supaya aku segera terjatuh dari tempat tidurnya.
Malah kini terlihat kepalanya mulai bergerak ke sana kemari.

Aku kembali mengincar buah dadanya yang besar dan padat. Putingnya kuisap dan kujilat. Kanan dan kiri.. kanan dan kiri.

Akhirnya terdengar suara mendesah dan mengerang tanda ia mulai terangsang.. menyerah pada gairahnya.
Mulai terdengar. “Ah.. ahh.. ahh..” erangnya nikmat namun masih lirih.

Beberapa menit kemudian kusibak rambut kemaluannya yang tebal serta hitam.
Dengan kedua jari telunjuk dan ibu jariku.. bibir kemaluannya kusingkap dengan perlahan.

Setelah mengetahui persis letak lubang senggamanya, kuarahkan penisku ke sana..
Blesepp..! Dengan sekali hujaman.. amblaslah penisku ke lubang surga dunia itu.

Aku terus menghujamkan senjataku di liang vaginanya. Maju-mundur-maju-mundur..
Bless.. clepak.. clepuk.. clpakk.. clpokk.. bebunyian unik beradunya pangkal paha kami mulai ramai terdengar..
mengiringi keluar-masuknya batang kemaluanku di liang vaginanya.

Erghhh.. memang lain rasanya bila bersetubuh dengan wanita yang sudah pernah melahirkan.
Sepertinya penisku tidak menghadapi halangan berarti.. namun tetap saja dinding-dinding vagina itu terasa memijat
dan meremas batang penisku yang menjejalinya.

Sementara di lain pihak Ci Ana mulai bereaksi dengan menggerakkan pantatnya secara memutar.
Senjataku seperti dikocok-kocoknya dalam vaginanya.

Setelah hampir limabelas menit, namun pertarungan birahi kami belum juga usai.
Kami pun kemudian berganti posisi. Meski terlihat ada sedikit perlawanan.. Ci Ana sekarang kuatur dengan posisi menungging.

Aku bersiap menusuknya dari belakang. Kuarahkan senjataku ke mulut kemaluannya sekali lagi.
Sementara tangan kanannya membuka mulut vaginanya dengan lebar. Blessep.. jlebb.. bles.. penisku masuk dengan lancar dan pasti.

Tangan kananku meraih pinggangnya, sementara tangan kiriku memain-mainkan payudara kirinya.
Tampak kepalanya menengadah setiapkali tusukanku kuulangi.

Tiba-tiba ia menjerit sambil kedua tangannya memegang kepala ranjang dengan kuat.
“Aughhh..! Ahh.. ahh.. ahh.. hhhh..!” Rupanya ia orgasme.. namun aku belum juga mencapai puncak.
Memang aku lumayan perkasa kali ini.. hahaha..

Beberapa menit berlalu. Ci Ana akhirnya bilang.. “Win, kamu tiduran sok.. aku yang aktif sekarang.. biar sama-sama dong orgasmenya..”
Hehe.. hilang sudah wajah galak dan perlawanan sengitnya tadi. Entah buyar ke mana.. haha..
Kini berganti dengan wajah memerah tomat dan pandangan sayu.. seolah meminta dipuaskan.. hehe..

Setelah aku berbaring.. ia meraih penisku yang amat keras dan tegak dan diisapnya sambil jongkok di sebelah kananku.
Dan.. Ia juga menjilat dan mengulum batanganku..! Duh.. duh.. duh.. seperti melayang di awan-awan aku dibuatnya.
Wah, sebentar lagi kalau kuteruskan bisa-bisa aku nyemprotin mani di mulutnya nih.. pikirku.

“Masukin lagi Win.. aku sudah nggak tahan nih..” ujarnya dengan wajah memerah malu-malu. Anjritt..!

Tapi saat itu kurasa kontolku belum kembali ngaceng betul..
Lagian aku belum puas ngentotin dan menyumpal mulutnya yang rada ‘pedas’ kalo ngomong itu.

“Ci.. diisap lagi biar makin tegang ya..” ujarku sambil kembali menyodorkan senjataku ke mulutnya.
Kebetulan mulutnya sedang terbuka. Haha.. Kaget juga jadinya dia.

Langsung aku memaju-mundurkan batang kemaluanku di dalam mulutnya.
Luar biasa isapan mulutnya. Walaupun punyaku jadi basah, namun senjata andalanku itu langsung kembali mengeras.

Segera kutarik dari mulutnya. Hehe.. sepertinya Ci Ana tidak rela melepaskan senjataku dari isapan mulutnya.
Ia mungkin ingin terus mengulumnya sampai air maniku muncrat ke dalam mulut dan kerongkongannya.

Lalu buru-buru aku menyuruhnya duduk di atas penisku yang masih gagah gahar menjulang tegang.
Ia lantas memegang penisku dan dengan pelan-pelan duduk di atasnya sambil mengarahkan ke bibir vaginanya.

Dan.. blesepp.. jleb.. bless.. jleb..! Kulihat penisku seperti tenggelam dalam vaginanya.

“Nghhhh.. ahhh..” Desah Ci Ana ketika liang vaginanya mekar dibelah batang penisku.
Erghhhh.. sementara aku hanya dapat merem melek jadinya.. meresapi nikmat di batang penisku.

Ci Ana terus saja bergerak ke sana kemari. Naik-turun.. kanan-kiri.. lonjak sana lonjak sini.. uleg kanan-kiri.. geal-geol berganti-ganti.
Dan setelah beberapa saat ia melakukannya aku merasakan ada sesuatu yang akan meledak dalam tubuhku.

Segera saja aku bangkit sambil memeluk tubuhnya yang masih ada di atas selangkanganku.
Jleb-clebb-jlebb-clebb-crepp-crepp-clobb-crobb-clobb-jleb-jleb.. dengan kecepatan penuh kuhajar liang vaginanya..

Hingga akhirnya.. “Ahh.. ahh.. ahh.. ahh..!” Crott.. Crott.. Crott.. Crott.. Crott..!
Entah berapakali semprotan maniku menyembur masuk ke dalam liang vaginanya.

Sesudah itu kami tiduran karena kelelahan. Ci Ana masih memeluk tubuhku.
“Win, aku sebenarnya sudah lama ingin berhubungan intim denganmu.. aku tau kau punya senjata yang hebat.
Jauh lebih hebat dari suamiku yang loyo. Cuma aku belum mendapatkan kesempatan untuk itu.
Makanya aku pancing kamu dengan alat penis buatan itu..” papar Ci Ana tiba-tiba dengan pelan.

“Loh.. tapi kenapa tadi teriak-teriak mau panggil polisi segala..?” Tanyaku agak heran.

“Ngg.. itu.. jangan marah ya. Tadi aku bersuara ketus seolah-olah menolak kamu.. sebenernya hanya permainan saja.
Aku mau tau seberapa tahan kamu melihat tubuh wanita sepertiku. Makanya aku tadi tidak menutup pintu kamar.
Karena aku tau pasti kamu belum pulang dan kamu tidak akan pulang sebelum kamu bisa menaklukkanku..”
ujarnya lagi sambil tangannya membelai pelan penis kebanggaanku yang sudah mulai mengecil.

Tidak kusangka ia mengatakan itu. Memang benar dugaanku. Ternyata Ci Ana memang hiperseks.
Ia mau dengan siapa saja dan kapan saja memuaskan hasrat seksnya yang menggebu-gebu.

Alamak jangg..! Padahal tadi aku sempat ‘mati akal’ dan pasrah seandainya Ci Ana marah dan melaporkan ‘perkosaan’ yang kulakukan padanya.
Aahh.. Uenaknya punya tetangga seperti dia. Hehehe.. (. ) ( .)
------------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Cerita 65 – Seks Kilat

Rahayu


Rumah yang garasinya difungsikan sebagai toko.. atau mungkin lebih tepat disebut warung itu tampak sepi.
Tidak banyak barang yang dijual. ”Cuma buat sambilan saja dik Pras.. daripada bengong..”
Jawab pemiliknya waktu aku tanyakan kenapa jualannya tidak dilengkapi sekalian.

Dia ibu beranak satu. Berkulit kuning langsat dengan wajah biasa-biasa saja.. meskipun tidak dapat dikatakan jelek.
Suaminya bekerja pada satu instansi pemerintahan. Pergi pagi pulang petang.

Usia suaminya kutaksir empatpuluhan, tapi kepalanya sudah botak.
Kata orang sih, kalau botak di depan berarti dia pintar. Kalau yang botaknya belakang dia pemikir.

Lha.. ini botaknya mulai depan sampai belakang, berarti dia pikir dia pintar dong..! Hehehe..
Ah, ngapain jadi menceritakan suaminya..!?

Dia bernama Rahayu. Bermata sayu berwajah sendu.
Kesehariannya.. wanita berpayudara besar itu berdandan ala kadarnya.

Sering berbaju terusan yang longgar di bagian lengan. Ini yang aku suka.
Saat dia mengambil rokok di etalase, karena letaknya tinggi tentu tangannya terangkat.
Nah.. aku jadi tahu kalau bulu ketiaknya lebat.

Benarlah kata pepatah.. rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput di rumah sendiri.
Dan Rumput ketiak Rahayu lebih hijau.. eh maksudku lebih lebat dari istriku di rumah. Hehe..

Aku laki-laki yang cukup berpengalaman dalam urusan merayu wanita-wanita bersuami alias BinOr.. untuk membawanya ke atas ranjang.

Triknya Sederhana saja:
Beri pujian pada sekecil apapun kelebihan yang ada padanya, kecuali berat badan.
Lalu sentuh tangannya.. dan lihat reaksinya. Kalau matanya melotot, ya sudah.. cari yang lain.


Nah.. gaya seperti ini kuterapkan juga pada Rahayu. Setiap hari kusempatkan beli rokok di warungnya.

“Mbak Rahayu ini asli mana sih..?” Tanyaku sambil menunggu kembalian uang darinya.
“Malang. Memang kenapa..?”

“Ooo Malang.. makanya kulitnya putih banget..!”
“Masa’ sih..? Biasa aja kok..” katanya dengan senyum sambil melihat ke arah kulit lengannya. Sepertinya bangga nih. Hehe..

Uang kembalian kuterima dengan menyentuh tangannya seperti tak sengaja.
Hmm.. Tak ada reaksi. Point Awal..!

Besoknya..
“Usianya berapa sih mbak..?” Pancingku.
“Tiga enam. Memang kenapa..?” Jawabnya sambil menatap ke arahku.

“Ah.. yang bener..!? Saya kira baru dualima-an..” rayuku mulai SSI.
“Masa’ seh..?” Dia tersenyum bangga lagi. Hidungnya kembang kempis. Pikirku: Kena lu..!

Sejak itu aku makin berani. Kucoba menyentuh tangannya tanpa harus berpura-pura tak sengaja.
Ia hanya tersenyum, tanpa berusaha menarik saat kugenggam.
Sepasang matanya yang sayu itu bagai mengundang. Dan kemaluanku jadi mengacung keras di dalam sangkarnya.

Aku meremas tangan halusnya sampai akhirnya dia berkata.. ”Jangan ah, nanti dilihat orang..”
Aha..! Dia hanya takut dilihat orang. Bagaimana kalau ke dalam rumah..?

Tutup rapat pintu juga tirai jendela. Tentu tak akan ada orang yang melihat.
Tentu ia akan membiarkanku berbuat lebih dari sekedar menggenggam tangan. Ini hanya soal kesempatan.

Kesempatan yang datang dua hari kemudian.. dan ternyata dia yang menciptakan.

Pagi itu istriku sudah berangkat kerja seperti biasa. Aku masuk kerja siang.
Kulihat toko Rahayu tutup.. tapi pintu rumahnya terbuka. Dia tampak duduk di teras.

”Kok tutup..?” Tanyaku. Mata lirik kiri-lirik kanan.. sekeliling tak ada orang.

”Lagi malas. Tapi kalau perlu rokok bisa aku ambilkan kok..”
tawarnya sambil langsung berdiri dan berjalan ke arah pintu samping.. yang memang tembus ke tokonya.

Aku rasakan ini sebuah isyarat. Sekali lagi aku menoleh kiri-kanan.. memastikan keadaan aman.

Segera aku menyusul.. lalu berdiri di belakangnya..
menatap pinggul dan bongkahan pantat yang besar di balik baju terusan longgarnya.

Ia masih membelakangiku.. berusaha membuka etalasenya.
Ia tau aku begitu dekat.. tapi ia membiarkannya.

Rambutnya yang tidak terlalu panjang diikat memperlihatkan tengkuknya yang putih dan berbulu halus.
Dan cuph..! Aku mengecupnya.

Dia menggelinjang. Aku jadi makin tidak tahan untuk memeluk tubuhnya.. Jdug..!
Hingga tersentuhlah.. lebih tepatnya ‘tertanduklah’ bagian pantatnya oleh penisku yang sudah membengkak tegang dan keras.

”Jangan Dik.. ah sshh..”
”Jangan dari belakang maksudnya, hee..?” Dengusku di telinganya.

Kini dua tanganku menyelinap dari bawah ketiak untuk ‘bekerja’ meng-uli pada dua bukit kembarnya..
Kuremas perlahan kedua bongkah kenyal yang tumbuh di dadanya.

Ia makin bergelinjang.. makin giat pula aku meremas-remasnya.
”Payudaramu kenyal mbak.. aku ingin netek..” bisikku terdengar parau.

”Punya istrimu lebih kenyal.. kan masih muda. Aduhh.. geli dik.. hhh..” erangnya spontan.
”Lebih kenyal yang ini. sungguh. Ayo ke kamarmu, mbak..!” Ajakku makin berani.

”Jangan.. sebentar lagi anakku pulang. Salahnya kenapa nggak daritadi..!” Balasnya cepat dan lugas.
”Lha tukang sayur ..” tak kulanjutkan ucapanku.
Ini bukan waktunya berdebat.. tapi waktunya membalikkan tubuh Rahayu.

Kami berhadapan kini. Matanya terpejam.. bibir sensual tanpa gincu itu merekah.. memancing untuk dicipok.
Segera kulumat.. dan ia membalasnya dengan panas dan bergairah.

Lidahku menjelajah rongga mulutnya.. mengait lidahnya. Ia bagai kesulitan bernafas.
Lalu kulepas untuk kemudian beralih pada lehernya.. kuangkat lengannya..

Selanjutnya lidahku menempel pada ketiaknya yang selama ini hanya dapat kucuri pandang.
Kujilati ‘rumput’ lebat berbau khas itu.. Rahayu kegeliaan. Aku berpindah kini pada payudara montoknya.

Dua kancing kubuka.. cukuplah.. yang penting tanganku bisa merayap masuk langsung ke balik beha.
Langsung kusingkap tempurung kain itu.. tampaklah puting susu yang kecoklatan dan tegak.

Kulumat dengan rakus dan Rahayu mendesah..
”Oohhh.. sshh..” rintihannya terdengar lembut dan membangkitkan syahwatku.

Aku terus mengelitik dan melumat.. sementara sebelah tanganku merayap ke bawah.. pada selangkangannya.
Waduh bos.. ada penutupnya.. tebal lagi..! Lapor tanganku pada otak.

Otakku merespon: Cepat diplorot..!!

Lidahku protes.. Aku belum puas bos.. puting satunya belum..!
Jilat vaginanya.. bodoh..!
Nafsuku menyela.. dan otak mendukung..

Ya ya ya.. waktu kita tidak banyak..!

Segera aku berlutut di antara kaki Rahayu.
Kusibak setinggi mungkin bagian bawah gaun terusannya sampai aku dapat melihat selangkanganya.

Glek..! Aku menelan liur. Penutupnya telah kutarik.. alangkah menggairahkan pemandangan di depanku kini.
Vaginanya begitu tembam.. sedang rambutnya.. seperti dugaanku.. hutan belantara..! Haha..

Rahayu tetap berdiri.. mengangkang..
Memberi akses dan kemudahan lidahku bermain sirkus di arena yang sempit namun merangsang basah itu.

”Nnghhh.. ohh.. sshh..” lamat kudengar Rahayu merintih dalam nikmatnya.

Aku terus dan terus menjilat bahkan menelan lendir vaginanya.
”Sudahh dik.. aku ga tahan..” Ia menggigil.. menarik kepalaku dari pangkal pahanya.

Lalu beberapa detik kemudian dia berbalik.. berisyarat agar aku segera memasukinya dari belakang.
Rahayu berdiri dengan setengah menungging. Kedua tangannya bertumpu pada pinggiran etalase.

Srettt.. Aku hanya menurunkan celanaku sebatas lutut.. lalu mengarahkan otot kejantanku..
yang telah tegang keras sempurna pada belahan yang mengintip indah dari bawah pantat besarnya.

Jleb .. jleb.. jleb.. Blessep..! Aku langsung menggempur celah yang sempit itu.
“Nghhhh.. hhhh..”

”Errghhhh..”
Rahayu merintih dan mengerang tertahan.. begitu juga aku.. melenguh nikmat.

Beberapa saat kemudian dia lebih menunggingkan lagi pantatnya.. sedang kakinya menjinjit..
Ohh .. Jleghh..!
Makin dalam batang penisku masuk menerobos liang nikmatnya yang telah membasah.. sah.. sah..!

”Duh enaknya.. terus dik.. ohhhh.. lebih keraas..!” Ceracaunya lirih mulai terdengar.

Plak.. cplak.. cplak..! Pantatnya tertampar-tampar hempasan pinggulku.
yang kian menggila menyodok-nyodokkan batang penisku di belahan memeknya.

”Memiawmu oh.. memiawmu legit sekali Rahayu.. nghhh..” tak kuasa aku meracau nikmat.
”Oouhh cepetan dik.. aku mau keluarr..hhh..” lenguhnya di sela deru napasnya yang makin cepat.

Aku makin mempercepat gerakanku.. karena akupun hampir ejakulasi.
Jlebb-clebb-slebb-clebb-clebb-jlebb-jlebb-slebb-slebb-jlebb..

Kucengkram pinggulnya.. lalu dengan satu sentakan panjang dan dalam.. kuhenyakkan penisku.
Jleghh..! Kutandaskan batang tegarku sekandasnya di dasar liang vaginanya mentok di pintu rahim..

Cratt.. cratt.. crett.. crett.. crett..!
Menyemburlah lahar hangat kejantananku dalam lubang surganya.

Rahayu cepat-cepat menarik diri. Memakai kembali celana dalamnya yang tadi berserakan di lantai.
Aku menaikkan kolorku dengan malas-malasan.

Kedua kaki masih terasa lemas sedikit gemetar ketika Rahayu berkata..
”Nih rokoknya.. cepat keluar.. nanti anakku keburu pulang..!”

Aku menjelang pintu ketika dia bersuara lagi.. ”Eh dik, duitnya belum..!”

Rahayu.. oh Rahayu..! Ahhhh.. (. ) ( .)
----------------------------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd