Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

[Kompilasi] Rumput Tetangga 'Nampak' Selalu Lebih Hijau.. (CoPasEdit dari Tetangga)

-------------------------------------------------------------

Cerita 96 – Donor Sperma


Episode 1

“Itulah sebabnya aku ingin meminta tolong kepada Bara agar mau membantu menghamili istriku..”
Kata-kata itu, sebagaimana yang diucapkan oleh suami Dania, Ageng.. menggantung di udara selama beberapa detik.

Kupikir aku baru menyadari artinya tak lama sebelum Icha, karena aku bisa melihat perubahan ekspresi di wajahnya yang cantik.
Istriku itu tampak syok saat aku menatapnya.

Di seberang meja.. duduk di sebelah kanan Icha.. adalah istri Ageng sekaligus sahabat Icha, Dania..

Saat kulihat Icha masih menatap terkejut, aku juga melirik Dania yang menatap meja karena malu..
tidak ingin membuat kontak mata dengan siapa pun.

Aku adalah orang pertama yang berbicara. “J-jangan bercanda..” kataku pada Ageng. “Pasti bukan itu kan maksudmu..”
“Aku serius..!” Ageng membungkuk untuk menaruh sikunya di atas meja, lalu berhenti dan menatap Dania.

“Istriku akan bisa hamil secara alami bila ia berhubungan seks dengan pria lain dan .. maafkan kalau aku berbicara terus terang..
tapi Dania dan aku telah membicarakan hal ini panjang lebar dan kami memutuskan.. orang yang tepat itu adalah kamu, Bara..”

Aku duduk kembali dan mendengar Icha menghela napas berat, lalu kemudian berkata.. “Hmm..”
Kata pendek itu sudah cukup menyimpulkan bagaimana ia bereaksi.
Ketika Ageng mengundangku untuk makan malam.. aku tidak pernah mengharapkan akan terjadi hal seperti ini.

Aku dan Ageng telah berteman lama.. begitu juga dengan istri-istri kami. Kami sudah sering makan bareng..
karena itulah aku sama sekali tidak curiga ketika sore kemarin ia menelepon.. mengajakku untuk makan malam di rumahnya.

Tidak ingin menolak, akupun menitipkan anak-anak kepada pengasuh dan berangkat berdua bersama Icha..
perempuan cantik yang sudah kunikahi selama tujuh tahun dan sudah memberiku tiga orang anak yang lucu-lucu.

Putra pertama kami.. Keanu Al Faritsi.. lahir 6 bulan setelah pernikahan kami.
Banyak yang mengatakan kalau Icha sudah hamil duluan saat kami menikah.

Dengan tegas aku membantah.. menyatakan kalau Keanu sudah cukup umur untuk dilahirkan.
–Padahal dalam hati membenarkan hal tersebut. Hehe..– Khahlil Al Valimbani.. lahir dua tahun kemudian.
Berita yang disambut dengan sukacita oleh semua orang yang kita kenal.. termasuk Dania dan Ageng..
karena bertepatan di tahun itu juga mereka menikah.


Di pesta pernikahan.. Icha membawa Khahlil dan menyatakan kepada Dania.. “2 – 0, ayo susul kalau bisa..”
Dania hanya tertawa saja menanggapi.

9 bulan lalu.. istriku melahirkan lagi. Kali ini perempuan.. kuberi nama Khailillah Gadisa.
Dania datang berkunjung ke rumah sakit dan menyatakan kalau sudah mencoba segala cara untuk hamil.. tapi tidak berhasil.

Di usia pernikahan mereka yang menginjak 3 tahun.. sepertinya itu sangat sulit.
Dan seiring berjalannya waktu itu.. mulai jelas bagi kami bahwa Dania mulai merasa frustasi. Ia terlihat marah-marah, entah kepada siapa.

“Ceritakan masalahmu..” kata Icha pada suatu hari sambil menyusui Khailillah.

Dengan terbuka Dania lantas mencurahkan pikirannya.
Mereka sudah pergi ke dokter.. dari hasil uji lab.. tampaknya masalah ada di Ageng..
yang ternyata memiliki jumlah sperma rendah.. sehingga membuat pembuahan secara normal sangat mustahil untuk dilakukan.

Sedangkan Dania sendiri dinyatakan subur sempurna.. mungkin itulah yang membuatnya marah-marah;
Ageng tidak bisa bertindak sebagai lelaki yang sebenarnya..!

Setelah diagnosis tersebut.. langkah mereka berikutnya adalah mencoba donor sperma melalui program bayi tabung.
Dalam dua tahun terakhir mereka telah melalui proses itu duakali.. tapi tidak ada hasil sama sekali.

“Kenapa tidak mencoba lagi..? Siapa tau kali ini lebih beruntung..” saran Icha.
“Prosesnya yang melelahkan membuat Dania stress.. hasilnya tidak akan maksimal.
Karena itulah dokter menyarankan agar kami bersabar menempuh jalan normal.. ya sambil banyak berdoa tentunya..”
kali ini Ageng yang menjawab..

“Aku hanya ingin hamil.. tapi kenapa sangat sulit sekali..?” Lirih Dania bersedih.
Icha segera mencondongkan tubuh ke depan untuk meremas tangan perempuan itu. “Jangan berputus asa.. terus berusahalah..”
“Mbak bisa dengan mudah memiliki bayi.. sedangkan aku ..” pandangan Dania menerawang.

“Bagaimana kalau adopsi saja..?” Usulku sembari menyulut rokok yang sedari tadi hanya kupermainkan di jariku.
Ageng menggeleng.. “Tidak..! Kami ingin bayi kami sendiri. Sebenarnya istriku bisa saja hamil.. tapi ..” ucapnya tertahan.

“Kenapa..?” Kejar Icha.
“Masalahnya ada padaku..” Ageng meringis karena malu.

“Kalau merujuk apa kata dokter Dania pasti bisa hamil kalau berhubungan seks dengan seorang pria jantan yang memiliki jumlah sperma sempurna. Kami berdua telah membicarakan hal ini panjang lebar dan memang sepertinya hanya itulah satu-satunya jalan..”

“Jangan ngawur..” Icha memotong. “Kamu yakin mau memberikan istrimu pada laki-laki lain..?”

Ageng menatap Icha dan kemudian padaku, menilai reaksi kami berdua. Tapi setelah Icha berucap demikian ia pun lekas menggeleng.
“Tentu saja tidak..! Itu sangat berbahaya..”
“Ya.. siapa tau pria itu membawa suatu penyakit, AIDS misalnya..” dukungku sambil menatap Ageng penuh harap.

Dania yang sepertinya tau apa yang ada di dalam kepalaku.. segera pergi ke depan karena malu.
Bias jilbab coklatnya tak mampu menutupi wajahnya yang cantik.. yang perlahan berubah menjadi merah merona seperti semangka.

Ageng mengangguk.. “Tapi aku sudah memutuskan dania bisa saja berhubungan dengan orang yang aku kenal..
yang aku percaya kepadanya.. yang sehat dan yang terpenting; kejantanannya tidak diragukan lagi..”

Dia berhenti sejenak.. kemudian menyampaikan kata-kata itu..
“Itulah sebabnya aku ingin kamu agar membantu menghamili Dania..” Ageng menunjuk padaku.

Setelah reaksi terkejut awal dan pertukaran percakapan seperti yang diceritakan sebelumnya..
Icha berbalik untuk menatap Dania dan berkata sengit..
“Biar kuperjelas.. kamu ingin aku menyetujui Bara agar menidurimu.. mengisi tubuhmu dengan spermanya..
dan dengan begitu kamu akan hamil. Benar begitu..?”

Dania masih belum mengangkat matanya. Aku bisa melihat tubuhnya sedikit gemetar.. seolah-olah dia berada di ambang tangis.

Dan Dania menjawab tanpa melihat Icha. “M-maafkan aku, Mbak. Tidak seharusnya aku melakukan ini.
Aku tau ini tidak benar dan bisa menghancurkan persahabatan kita, tapi ..”

Ageng memotong. “Tidak.. memang itu yang aku minta.
Kalian berdua adalah teman terbaikku dan percayalah.. pemikiran Dania akan tidur dengan laki-laki lain membuatku merasa terpuruk.
Tapi kami sangat perlu untuk melakukannya.. kami tidak tau harus berbuat apa lagi..”

Ada keheningan setelah itu.
Aku tidak tau harus berkata apa.. bahkan aku juga bingung bagaimana menangani situasi yang serba canggung ini.
Semua terasa tidak nyaman. Aku menatap Icha.. perempuan cantik berusia 32 tahun.. ibu dari tiga anak-anakku.

Ada ekspresi bingung di wajahnya yang jelita. Ia yang biasanya tenang kini nampak sedikit gusar.
Payudaranya yang cukup besar bergerak turun-naik saat ia bernapas pendek-pendek di sebalik jilbab yang dikenakannya.

Aku kemudian melihat Dania. Meskipun mereka sedekat saudara.. dua perempuan itu sangat berbeda secara fisik.
Kalau Icha sedikit pendek dan agak gemuk..
Dania tinggi langsing dengan payudara kecil padat dan pinggul bulat yang terlihat sangat nakal.

Rambutnya aku belum pernah melihatnya selama beberapa tahun ini.. karena Dania kini mengenakan hijab.. Ya, berjilbab.
Namun setauku.. –sebelum Dania mengenakan jilbab..– saat itu rambutnya hitam sebahu.. matanya cokelat eksotis.

Beda dengan Icha yang bermata hitam jernih.
Namun mereka sama-sama cantik.. meski payudara dan tubuh Icha telah menjadi sedikit berisi akibat dari melahirkan tiga orang anak.

Dania melirik ke arahku dan menemukanku sedang menatapnya.
Wajahnya langsung memerah karena malu.. dan ia pun cepat-cepat menunduk lagi.

Sebuah gambar tiba-tiba melintas dalam pikiranku.. tanpa diminta.. tubuh telanjang Dania sedang kutindih..
dan dia mengerang sambil menggeliat saat penisku terus meluncur masuk ke dalam dirinya.
Ia memohon padaku agar mengosongkan spermaku ke dalam liang vaginanya.

Kalau saja Icha tidak berdehem.. aku pasti akan terus membayangkannya.. bahkan bisa-bisa muncrat dibuatnya.
Namun Icha yang tiba-tiba berdiri.. menyela lamunan erotis itu. “Kupikirkan dulu.. beri kami waktu..” katanya kepada Ageng.

“Ayo, Sayang.. kita pulang..” Dia menarik tanganku dan tanpa membantah aku segera mengikutinya.
-------------

Icha terlihat tenang.. seperti benar-benar merenungkan percakapan itu ketika kami berjalan kembali ke rumah kami..
yang hanya berkelang 2 rumah di deretan depan rumah kami.

Ketika dia sedang seperti ini.. hal yang paling aman adalah tidak mengganggunya.
Jadi aku pun tidak mengatakan apa-apa dan kami berjalan dalam diam.

Ketika sampai di rumah.. aku segera masuk ke tempat tidur setelah sejenak menengok kamar anak-anak.
Keanu dan Khahlil tampak sudah tertidur pulas. Icha mengikutiku masuk ke kamar.

Setelah meletakkan Khailillah di box bayi.. ia akhirnya berpaling kepadaku dan mulai berbicara.
“Kalau kau sendiri gimana..?”
Tanyanya dengan meringis sedikit ironis.. yang langsung melegakanku karena ternyata ia tidak meledak marah.

“Tidak, itu usulan gila..!” Jawabku penuh kebohongan.
Kuputuskan untuk berhati-hati dalam hal ini.. biar Icha saja yang mengambil kesimpulan.

“Benar..” Icha mengangguk mengiyakan.
“Coba bayangkan.. kau tidur dengan Dania dan membuatnya hamil. Mikir apa tuh si Ageng..?” Dia tampak bingung.

Aku mengambil napas dalam-dalam.. tapi tidak menjawab.
Pelan aku berbaring di sisinya.. dan mulai mempermainkan bulatan payudaranya yang sangat indah..
hal yang sudah jadi kebiasaanku sebelum tidur sejak kami kali pertama menikah.

“Tapi kasihan juga mereka..” tambahnya.
“Tanpa anak setelah lima tahun menikah.. pasti sedih sekali. Aku bisa merasakannya..”

Aku tetap diam.. sama sekali tidak menanggapi.
Dan sepertinya pilihanku ini sangat benar karena selanjutnya Icha melanjutkan.

“Dia meminta bantuanku.. sebagai sahabatnya yang paling akrab dan juga satu-satunya orang yang sanggup menolongnya..
tapi apa yang kulakukan..? Aku malah bereaksi buruk..” pandangan Icha menerawang menatap langit-langit kamar.

“Apalagi yang bisa kaulakukan..? Memang kau mau merelakanku tidur dengan Dania..?” Aku menjawab.
“Permintaan mereka memang sangat keterlaluan..” Satu kebohongan lagi dariku.

Dia kemudian berbalik miring.. memberiku tatapan tajam yang sangat menusuk.
“Bagaimana Dania menurutmu.. dia sangat menarik kan..?” Tanyanya menuduh.

“Ah.. dia bukan tipeku..”
aku langsung menjawab sambil mempertahankan kontak mata.. mengetahui bahwa jawaban lain akan menjadi bencana.
“Maksudku.. dia selalu kuanggap seperti saudara..” Jawaban itu terdengar sangat meyakinkan.. bahkan bagiku.

Ya.. dania memang tidak pernah masuk ke dalam pikiranku.. sampai sekitar satu jam yang lalu.
Tetapi sekarang.. bayangan tubuh Dania yang telanjang di dalam pelukanku terus berseliweran.

Kali ini istri Ageng itu membungkuk di sisi tempat tidur dengan tanganku memegangi pinggulnya yang besar..
ia merintih erotis saat aku terus mendorong penisku masuk sedalam mungkin ke rongga tubuhnya yang terasa begitu ketat dan nikmat menjepit..

Ya Tuhan.. apa yang kupikirkan.
Aku yang biasanya setia.. kini diserang oleh bayangan-bayangan buruk tubuh indah istri sahabatku dan tetanggaku.
Namun harus kuakui.. memikirkannya membuat batang penisku mulai menegang di balik celana. Aku merasa sangat horny sekali.

Icha terus menatapku selama beberapa detik.. lalu kemudian berkata..
“Aku berpikir untuk menerimanya..” Ia menjatuhkan bom yang sudah kuharapkan sedari tadi.

Namun sekali lagi.. aku memutuskan diam adalah reaksi yang paling aman.. bukan menaikkan alis karena heran.

Setelah sedetik.. Icha menambahkan.. kali ini lebih tegas. “Kau bisa tidur dengan Dania dan menghamilinya..!”
“Sudah ah.. jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo tidur..!” Aku berkata sambil memeluknya.

Tapi Icha menepis tanganku.. “Dengarkan dulu.. aku serius..!” Kami kembali bertatapan.
“Kita bicarakan besok saja..” aku mencoba untuk menghindar.. meski dalam hati begitu tertarik.
“Tidak.. harus sekarang..!” Icha menggeleng.

Melihat kesungguhannya.. aku pun menyerah. Tanpa bermaksud untuk mengkhianatinya.. aku berkata..
“Begini, jika kau bertanya pendapatku.. Oke.. aku akan melakukannya.
Itu demi agar Dania bisa hamil.. bukan karena aku tertarik kepadanya.
Dan yang perlu kau tau.. setelah aku.. tidur.. dengan Dania.. tidak ada jalan untuk kembali. Kita harus siap menanggung segala risikonya..”

Kukira Icha akan memprotes. Tapi secara mengejutkan.. ia malah meluncur lebih dekat kepadaku dan tangannya merayap ke bawah untuk meletakkan jari-jarinya yang lentik tepat di batang penisku yang sudah menegang kencang sedaritadi.

“Tapi kontol ini selalu jadi milikku, kan..?”
Tanyanya dan perlahan-lahan mulai menggenggamnya lebih erat melalui celana pendek yang kukenakan.

Gambar di dalam kepalaku langsung berubah. Selama Icha membelai batang penisku.. kubayangkan Danialah yang melakukannya.
Namun sambil menikmatinya.. aku tetap menjawab.. “Iya.. kamulah satu-satunya wanitaku.. wanita terseksi yang pernah kukenal..”

“Jadi, jika kau nanti melakukannya dengan Dania.. sama sekali tidak ada cinta di sana..” Icha memastikan sambil mendesah..
itu karena tanganku kembali menggapai bulatan payudaranya dan mulai memijitnya lembut berkali-kali.

Aku mengangguk..
“Aku akan melakukannya dengan cepat; menidurinya.. mengeluarkan spermaku dan kemudian selesai. Sesederhana itu..”

Icha tersenyum. “Hanya intercourse.. tanpa ada foreplay..?”
Aku membungkuk dan menciumnya.. menarik lidahnya ke dalam mulutku.. lalu mengisapnya pelan-pelan.

“Aku tidak akan telanjang, begitu juga dengan Dania. Kami hanya akan membuka baju seperlunya
dan aku bisa menutup mata selama melakukannya hingga yang bisa kubayangkan hanya dirimu..”

Icha mengangguk senang.
Dia terus membelai batang penisku dan kini mencapai ke bawah untuk sesekali meremas biji zakar mungil yang ada di sana.

“Katakan kalau kau tidak akan melibatkan perasaan, cintamu hanya untukku..!” Pintanya.

Aku menariknya lebih dekat dan melarikan tanganku ke punggungnya.. juga ke bulatan pantatnya yang melengkung indah sambil bibirku terus mencumbu liar disana-sini.

“Ini adalah satu-satunya tubuh yang kuinginkan.. aku sudah memiliki istri cantik yang sangat seksi.. tidak ada alasan untuk pengen yang lain. Kamulah satu-satunya wanita yang pernah kucintai dan satu-satunya wanita yang bisa membuatku bergairah..”

Sementara kebohongan demi kebohongan terus meluncur dari mulutku..
kurasakan tangan Icha terangkat dan berpindah ke belakang leher. Ia memelukku erat dan mencium bibirku dengan penuh nafsu.
Lidah kami sama-sama terjalin rapat untuk saling mengisap rakus satu sama lain.

“Masukkan kontolmu..” Icha berbisik manja saat tanganku mencengkeram bulatan pantatnya..
sementara kami berciuman dengan penuh gairah. Pikiranku sekarang benar-benar terfokus pada kenikmatannya.

Icha tau aku menyukainya ketika ia berbicara kotor dan dia juga tau aku menyukainya saat ia memuja penisku yang sekarang sudah sepenuhnya membesar seperti lobak cina.

Dia mulai menggilingkan pinggulnya ke batang kontolku yang panjang dan tebal..
sementara kami berdua berusaha untuk melepas pakaian dari pinggul ke bawah.

Tak lama.. celanaku sudah hilang. Begitu juga dengan bawahan piyama Icha.
Ia mendorong punggungku dan mengayunkan kakinya.. berusaha untuk duduk mengangkang sambil menghadap ke depan.

Dengan lapar ia meraih batang penisku dan mencengkeramnya erat..
sebelum kemudian secara perlahan menempatkan di pintu masuk liang vaginanya yang terlihat sudah merekah indah.
Meski sudah dilalui tiga bayi.. benda itu masih sanggup membuatku mendesah dan merem melek keenakan.

“Ughh..!” Dengan satu erangan kecil.. Icha meluncurkan tubuhnya yang sintal ke bawah..
dan diiringi ekspresi nafsu nakal di wajahnya yang cantik jelita.. mulai menelan kemaluanku ke kedalaman lubang senggamanya
yang masih terasa sangat kesat dan rapat.

“Oh, Sayang.. aku suka kontolmu..” bisiknya terengah-engah..
sementara penis panjangku terus menusuk meluncur di rekahan tubuhnya dengan lancar.

Icha meletakkan tangan ke dadaku dan kemudian perlahan-lahan mulai mengayunkan pinggulnya yang bulat.
Erghh.. Kemaluannya terasa menjepit erat.. mengelus dan meremas-remas batangku yang semakin membengkak besar di dalamnya sana.

“Memekmu enak..” balasku dengan tangan menggapai bulatan susunya yang terpantul-pantul indah
dan dengan dua jari kugoda putingnya yang tampak basah oleh air ASI.

Aku merasa dia menggeser liang vaginanya semakin cepat.. juga sedikit lebih dalam.
Kunikmati sensasi itu dengan ikut mengayunkan pinggulku keras-keras dari bawah ke atas hingga tak lama kemudian..
gairah kami perlahan terbangun dan memuncak penuh.

“Ini satu-satunya memek yang kamu inginkan, kan..?” Tanyanya sambil mengunci mataku.
Rambutnya yang panjang kini terurai terlihat kusut.. melingkar di sekitar wajahnya yang sekarang basah memerah oleh keringat.

“Memekmu.. ugh, aku suka rasanya..” aku menjawab jujur. Tapi bersamaan dengan itu.. pikiran lain melonjak ke dalam kepalaku..
sebuah vagina indah nan ketat karena belum pernah dipakai untuk melahirkan.

Celahnya membentang sempit di depan mataku.. ada tetesan sperma yang menetes dari dalam sana.
Itu spermaku..! Di dalam kemaluan Dania..!

Bayangan itu membawaku semakin dekat ke ambang klimaks.. begitu juga dengan Icha.
Ia terus menggoyangkan pinggulnya dengan irama yang semakin lama semakin meningkat.

Kekuatan dan kecepatannya juga terus bertambah seiring belaian dan usapanku di biji klitorisnya yang mungil menggiurkan.
Sambil melakukannya.. sesekali tanganku juga meluncur untuk meremas kembali bulatan payudaranya..
yang kini terlihat semakin memerah.

Kulit putihnya membuat benda itu jadi nampak seperti terbakar..
terutama putingnya yang sejak tadi kucucup dan kujilati dengan penuh nafsu.

“Oughh.. Sayang..!” Icha merintih sambil tangannya meraih bahuku.

Dia mulai mendengus dalam kesenangan saat aliran orgasme mulai menjalar di seluruh tubuh sintalnya.
Ia menumbukkan vaginanya semakin kuat.. membuat bulatan payudaranya yang sedang kupegangi jadi memantul-mantul kembali..
sampai akhirnya ia menjerit lirih tak lama kemudian.

“AARRGHHH...!” Kurasakan seluruh tubuhnya menegang ketika gelombang orgasme mulai memukulnya.
Kejang-kejang di vaginanya menciptakan sensasi yang sangat lezat di batang penisku.

Bersamaan dengan itu.. aku juga merasakan ketegangan yang akrab di kedua biji zakar..
tanda kalau aku juga akan ikut klimaks dalam waktu dekat.

Sementara Icha terus orgasme di atas tubuhku dan mengerang memanggil namaku saat cairan cintanya mengucur deras..
aku pun ikut meledak dengan mata terpejam dan tubuh bergetar keras dalam kenikmatan.

Namun anehnya.. bukan wajah Icha yang kulihat..
tapi sebentuk wajah cantik seorang perempuan yang juga mengenakan jilbab dengan mata coklat menyenangkan.

Dania menyeringai padaku dan menyuruhku agar terus menguras sperma ke dalam dirinya.
Aku pun mengangguk.. gelombang demi gelombang air mani terus kukeluarkan..
sampai akhirnya aku menembak untuk yang terakhirkali ke dalam vagina basah Icha.

Ya.. memang istriku yang menerimanya.. karena Dania adalah cuma bayanganku.
Tapi meski cuma angan-angan.. namun rasanya seperti nyata.

Sungguh sangat tidak bisa digambarkan dengan kata-kata.. membuatku jadi tak sabar untuk segera merealisasikannya.
“Oughh..” bisikku.. terkejut oleh citra sensual yang memborbardir di dalam pikiran.

Icha yang merasakan aku meledak - dengan rambut tergerai indah menutupi puncak payudaranya yang memerah..
segera menurunkan tubuh dan mengunci mulutnya ke mulutku.
Dia menciumku rakus.. sementara penisku masih berkedut-kedut cepat di dalam kedalaman liang senggamanya.

Sambil melumat bibirnya.. kembali kuraba-raba gundukan payudaranya yang tidak pernah membuatku bosan..
perlahan kupenceti gemas satu per satu sambil sesekali kupilin-pilin juga putingnya yang mungil menggemaskan dengan kedua jariku.

“Aghh..!” Icha merintih seiring orgasmenya yang mulai mereda.
“Kamu suka, Sayang..?” Bisiknya sambil melepaskan pagutan dan memberiku ekspresi puas penuh kebahagiaan.

Wajah cantiknya memerah.. namun terlihat berbinar oleh sisa-sisa cahaya seks yang baru saja kami lakukan.
“Sangat fantastis..” aku menjawab sambil terus memenceti gundukan payudaranya yang terasa licin oleh gelimang keringat dan air ASI.

“Kontol ini akan selalu jadi milikku, kan..?” Tanyanya sambil menatapku lembut.
“Tentu saja, Sayang. Selamanya..!” Jawabku, pura-pura tulus.

Sambil mengucapkannya, pikiranku mengembara pada Dania. Akankah perempuan itu akan memberiku kenikmatan yang sama..
kenikmatan bagaimana tadi vagina Icha melilit batang penisku dan memerahnya hingga keluar segala isinya..?
Ah.. kuharap saja begitu.

“Kalau begitu.. akan kukatakan pada Ageng kalau kita setuju..” ujarnya.. sebelum menciumku lagi.
----------

Jadi begitulah. Dua malam kemudian, kami berempat berkumpul kembali..
duduk di depan kamar Ageng dan Dania dengan perasaan canggung dan rikuh.

Selagi kami diam-tidak tau harus berkata apa.. Icha sudah mencetuskan idenya duluan.
“Baik, begini peraturannya..” ia berkata sambil memandang kami semua.

Aku mengangguk sementara Dania dan Ageng menggumam ya.
Aku berusaha untuk tidak menatap Dania.. perempuan cantik berumur 28 tahun yang dalam waktu kurang dari 30 menit akan kutiduri.

Membayangkan ia tergeletak telanjang di bawah tubuhku.. sementara aku menusuk dan menembakkan sperma ke dalam dirinya..
perlahan membuat penisku kaku dan menegang penuh.
Kupikir Dania juga membayangkan hal yang sama karena kulihat mukanya mulai tegang dan berkeringat.

Hari ini dania mengenakan kaos pink lengan panjang yang sangat pas membingkai tubuhnya yang ramping..
juga celana kulot hitam santai tapi seksi yang justru sangat menonjolkan bentuk bokongnya yang bulat padat.
Dipadu dengan make-up ringan dan jilbab modis pendek dengan warna hijau mendominasi yang tidak menutupi bongkahan dadanya.
Dia nampak begitu cantik dan menarik.

“Pertama..” Icha melanjutkan. “Kuberi waktu limakali kesempatan untuk membuat Dania hamil.. sekali setiap bulan di masa subur.
Kalau ternyata Dania hamil sebelum masa itu.. maka semua harus berhenti. Begitupun kalau ternyata gagal..
Pertemuan tidak boleh diteruskan. Tidak ada kesempatan keenam.. ketujuh dan seterusnya..
Kita harus melupakan semuanya dan tidak pernah menyinggung atau membicarakan hal ini lagi.
Aku tidak akan menyetujui Bara melakukannya..”

Ageng mengangguk setuju.. sepertinya dia sudah membahas hal ini dengan Icha sebelumnya.
Aku cuma diam.. begitu juga dengan Dania.

Icha menarik napas panjang. “Yang kedua.. kalian hanya boleh melakukannya di sini.. di kamar ini.. sementara aku dan Ageng menunggu di ruang tengah. Aku akan menonton tv keras-keras karena terus terang saja, aku tidak mau mendengar bedsprings menderit atau dengus napas kalian yang lagi enak-enakan. Tapi aku ingin tetap berada di sini.. jangan tanya apa alasannya..”

Dania mengangguk canggung dan aku mengikutinya. Hanya Ageng yang tetap diam, wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi.
Namun meski begitu.. aku bisa mengetahui bagaimana perasaannya.

Kalau saja tidak terpaksa..
ia pasti tidak akan mengizinkan orang lain untuk bercinta dengan istrinya yang cantik hanya demi harapan dapat memiliki seorang anak.
Sungguh suatu pengorbanan yang sangat besar.

Kalau aku dalam posisi seperti itu, aku pasti sudah merasa sakit perut sekarang.
Aku tidak akan bisa membagi Icha dengan lelaki lain. Icha hanya milikku, satu-satunya milikku..!

“Ketiga.. Lakukan semuanya dengan sesegera mungkin. Tidak ada foreplay dan acara rayu-rayuan. Masukkan-keluarkan-selesai..!
Semakin cepat semakin baik..” Icha berkata.

Aku melihat Dania tersipu. Aku bertanya-tanya dalam hati.. apa yang sedang dipikirkannya sekarang..
Apakah dia melihatku sebagai lelaki jantan pemasok benih yang siap menghamili dirinya..?
Itu memang bukan bayangan yang bagus.. namun kuyakin sudah sanggup membuatnya basah.

“Peraturan keempat.. hanya buka pakaian seperlunya.
Untuk Bara.. cukup buka ritsleting celana. Sedangkan Dania.. selipkan saja melalui celah celana dalam.
Aku rasa itu sudah cukup.. yang penting alat kelamin kalian terhubung..!”

Aku melirik baju kaos Dania..
Sekilas bisa kulihat tonjolan payudaranya yang kecil menempel di kain itu di sebalik jilbab yang dikenakannya.
Apakah dia tidak mengenakan beha..? Aku bertanya-tanya lagi.

“Yang kelima.. Jangan ada sentuhan lain selain alat kelamin, itu sudah jelas. Tidak ada acara raba-rabaan.. ciuman.. apalagi oral.
Tujuan kita di sini hanya mengisi rahim Dania dengan sperma Bara.. jadi lakukan itu atau tidak sama sekali..!”

Aku tanpa sadar menekuk jari-jariku. Peraturan istriku itu sangat mustahil untuk dijalankan..
mampukah aku melakukannya sementara ditinggalkan hanya berdua di dalam kamar bersama Dania..?
Sepertinya tidak mungkin. Namun aku tetap diam dan terus mendengarkan.

“Keenam ..” Icha melanjutkan, tapi segera dipotong oleh Dania.
“Mbak, jangan berburuk sangka. Aku tidak akan merebut suami mbak.
Mbak sudah begitu baik kepadaku. Kalau tidak terpaksa, aku tidak akan melakukan ini..”

Aku menunduk..
merasa begitu kaget karena dari ucapan itu seolah-olah Dania sama sekali tidak mengharapkan berhubungan intim denganku.

“Iya, aku mengerti..” Istriku mengangguk. “Tapi tetap harus kuberikan batasan..” Dania terdiam.. maka Icha pun melanjutkan..
“Keenam.. Jangan membicarakan tentang ini lagi setelah malam kelima.. atau setelah kamu hamil..”

Dia mengerjap menatap Dania, lalu kemudian aku dan Ageng. “Bagaimana, semua setuju..?” Tanyanya untuk memastikan.
“Tentu saja..” aku menjawab dan Dania serta Ageng ikut menyuarakan kesepakatan mereka.

“Ok kalau begitu..” Icha menutup.
“Lakukan sekarang dan cepat, sebelum aku berubah pikiran..”

Dan kemudian kami semua berdiri. Icha yang ada di sebelahku, memberiku ciuman ringan di pipi dan berbisik..
“Ingat apa yang kau katakan kemarin, kontolmu hanya milikku..!”

Aku mengangguk selagi Ageng menjabat tanganku.
Aku tak mengerti, apakah itu tanda kalau dia telah benar-benar mempercayakan istrinya kepadaku..?
Aku tidak berani untuk bertanya.

Sementara Dania hanya menunduk malu dan lekas mengikutiku masuk ke dalam kamar.
Tak kusangka, kamar mereka ternyata begitu luas.

Banyak perabot mahal di dalamnya, lengkap dengan wastafel, toilet dan kamar mandi dalam.
Barang yang paling menonjol adalah tempat tidur ukuran king yang berada tepat di tengah ruangan.

Tirai di jendela telah ditarik.. menutupi apapun yang mungkin melintas di jalan.
Hanya satu lampu kecil di sudut kamar yang menyala.. memberi kami cahaya oranye lembut ke seisi ruangan.

Dania segera mengunci pintunya begitu kami masuk. Ia masih menunduk malu-malu.. sama sekali tidak berani menatapku.
Sementara aku, sudah dari tadi ngiler ingin segera menyantap tubuhnya yang meski kurus langsing namun begitu bikin nafsu.

“Emm..” Tiba-tiba Dania mengangkat mukanya.. membuat kontak mata denganku. Bisa kulihat kalau dia sangat gugup dan ragu.
“Yah..” kataku, mencoba untuk meringankan suasana hatinya.

“Kita di sini sekarang. Jadi, apa yang akan kita lakukan..?”
Dania tersipu dan tersenyum malu-malu.

“Ehm, mungkin kita kita bisa naik ke tempat tidur dan masuk ke bawah selimut.. aku masih malu untuk telanjang di sini..”
“A-aku juga..” bisikku tak berkedip.. terpikat oleh mata coklatnya yang sangat menakjubkan.

“Nanti bisa kita lepas pakaian di sana..”
“Iya..” dia mengangguk mengiakan.

Kami berdua segera pindah ke sisi berlawanan dari tempat tidur..
lalu berbaring dan bergeser di bawah selimut hingga hanya berjarak sejengkal.
Aku berada di sebelah kiri, sementara Dania di sebelah kanan.

Kami berada cukup dekat hingga bisa kucium aroma parfumnya yang segar melenakan.
Aku yakin ia juga bisa mengirup aroma tubuhku.

Kami membuat kontak mata sementara ada keheningan canggung yang memisahkan..
menunggu siapa pun untuk berkata atau melakukan sesuatu terlebih dahulu.

“Ini aneh ya..?” Kataku.
“Jujur, aku tidak pernah membayangkan akan berdua sekamar denganmu dalam keadaan seperti ini..”
“A-aku juga..” jawab Dania, lirih.

Payudara kecilnya tampak mendesak indah di balik baju kaos dalaman yang ia kenakan saat berbaring miring beralaskan siku.
Aku hanya melirik sesaat, tidak ingin di cap mesum karena menatap langsung pada buah dadanya.

Tapi sekarang aku cukup yakin kalau ia tidak mengenakan beha..
bisa kulihat dua titik mungil menekan lembut di kedalaman kain kaos tepat di mana seharusnya puting Dania berada.

Aku langsung kesulitan menelan ludah, namun tetap berusaha untuk berkata.. “Jadi, bisa kita lakukan sekarang..?”
Dania langsung mendelik kaget.

Aku buru-buru meralat. “Bukan..! Aku tidak bermaksud.. emm, begini.. ingat kata istriku tadi, lebih cepat lebih baik.
Bukannya aku bernafsu atau apa.. tapi kalau memang kita sudah siap, kenapa harus ditunda-tunda lagi..”

Ekspresi Dania melunak dan dia segera mengangguk mengerti.

Pelan melepas jilbab hijaunya..
setelah itu ia mulai menggeliat sedikit di bawah selimut dan kemudian melemparkan celana kulotnya ke sisi tempat tidur.

Aku bertanya dulu sebelum mengikutinya.. “Celanaku kulepas juga atau ..?”
“Lepas saja..” potong Dania..

Selanjutnya ia menggeliat lagi dan menunjukkan kepadaku carikan celana dalamnya yang ia tarik lepas.
“Istrimu tidak akan tau..” Ia menyeringai menawan.

Kuhargai kenakalannya dengan lekas melepas celana dan juga celana dalamku.

Jarak kami memang masih terpisah sejengkal.. namun seakan-akan tubuh kami sudah saling berpelukan mesra..
karena bisa kurasakan kehalusan dan kehangatan kulit tubuhnya yang kini tinggal mengenakan baju kaos dalaman.

Meski sudah mengantisipasi.. tak urung penisku makin menegang saja membayangkannya.
Ada keheningan yang tidak nyaman di antara kami berdua.. sampai Dania akhirnya berkata..

“Emm.. Haruskah aku berbaring telentang..?”
“Ya, sebaiknya begitu. Posisi misionaris membuat kesempatan untuk hamil menjadi lebih besar..” jawabku malu-malu.

Dania segera memposisikan tubuhnya, sementara aku bergeser makin mendekat.
“Ehm.. sebentar..” aku berbisik.

“Aku masih belum siap. Ituku..!”
Kularikan pandanganku ke bawah, ke arah batang penisku yang sudah menegang penuh.

Dania terdiam.. menunggu.
“Aku harus mengocoknya sebentar..” ucapku dengan wajah memerah dan kulihat ia juga begitu.
“Ini benar-benar memalukan..” sahut Dania dan ia tersenyum secara terbuka untuk pertamakalinya.

“Kamu tidak keberatan, kan..?” Aku bertanya. Dania menggeleng,
“A-aku juga perlu menyentuh milikku, menyiapkannya untukmu agar menjadi cukup basah..”

Kami sama-sama tersenyum dan selanjutnya aku mulai mengocok penisku agar menjadi lebih kaku dan menegang.
Di sebelahku dania berbaring diam sambil melakukan hal yang sama pada kemaluannya sendiri.

Tidak ada yang bersuara.. hanya tangan kami yang bekerja.
Desah nafas terdengar semakin berat sementara tubuh kami tanpa sadar mulai bergerak meluncur sedikit lebih dekat satu sama lain.

Ada pergeseran di bawah selimut saat tanpa sengaja tanganku mengenai kulit pahanya yang terasa begitu licin dan hangat.
Aku terdiam kaku.. sementara Dania langsung menatapku tajam.

“Sebaiknya berhati-hati, jangan melanggar aturan nomor lima..” Ia berkata, namun tidak berusaha untuk menepis tanganku.
Jadi aku pun membiarkannya di sana sambil kembali kuelus-elus lagi batang penisku dengan tangan yang lain.

Sementara Dania juga kembali mengusap-usap liang vaginanya sembari menikmati elusan tanganku pada kulit pahanya..
yang perlahan namun pasti mulai menjalar semakin nakal.

Ada pandangan konsentrasi penuh di wajahnya yang cantik.. ekspresi itu bisa kugambarkan sebagai sesuatu yang sangat erotis.
Apalagi saat ia mulai menutup mata dengan mulut sedikit terbuka dan gigi atas bertumpu pada bibir bawahnya.
Dania terlihat sangat menggairahkan sekali.

Aku juga bisa melihat buah dadanya yang naik-turun secara perlahan saat ia mulai bernapas dalam-dalam..
sementara bagian atas lengannya bergerak pelan dalam sentuhan masturbasi.

Putingnya menjadi semakin tegak sekarang..
tercetak cetak di balik kaos ketat yang ia kenakan, menekan kainnya yang tipis hingga seperti ingin merobeknya dari dalam.
Aku merintih.. yakin benar bahwa dia memang tidak memakai beha.

Aku bertanya-tanya, apa yang sedang dibayangkan Dania saat ini untuk membuatnya terangsang.
Apakah dia memikirkan suaminya.. atau malah memikirkanku dan apa yang akan terjadi selanjutnya..?

Karena terus terang saja, itulah yang kupikirkan. Aku sudah tidak sabar ingin segera menggauli istri Ageng ini.
Aku ingin menyetubuhinya lebih dari apapun, berkali-kali dan dalam waktu yang lama.
Penisku terasa menegang menyakitkan.. siap untuk digunakan. Namun aku harus menunggu.

Dania masih terus merangsang diri, tampak masih belum siap.
“Bagaimana, sudah cukup..?” Tanyaku saat semenit berikutnya Dania masih mengabaikanku dan lebih sibuk dengan dirinya sendiri.

“Eh, i-iya..” Dia tergagap, tersadar.
Dania membuka mata dan menatapku dengan pandangan menyipit. “Silakan..” jawabnya tak lebih dari sebuah bisikan.

“Kamu telentang aja.. biar aku yang naik ke atas..” kataku dengan suara berat.

“I-iya.. Ohhh..” Dania mendesah dan terus menatapku yang perlahan mulai mendekat..
sebelum kemudian berbalik dan mengayunkan kaki ke atas tubuhnya yang sintal menggoda.

Dengan hati-hati aku menjaga selimut agar tidak tersingkap..
aku juga mengusahakan agar kontak yang terjadi di antara tubuh kami berlangsung sesedikit mungkin.

“Ingat, peraturan nomor lima..” Dania tersenyum mengingatkan.
Aku mengangguk dan ikut tersenyum begitu merasakan dia mulai menyebar kaki di bawah selimut.

Kutaruh tanganku di kedua sisi lehernya.. di atas bahunya..
padahal dalam hati aku sangat ingin memegangi bulatan payudaranya yang berayun indah..
karena ke sanalah biasanya aku bertumpu bila bercinta dengan Icha dalam posisi misionaris seperti ini.

Namun dengan Dania aku tidak berani melakukannya sebelum dia yang meminta, kan bisa gawat kalau dia tidak terima dan berteriak.
Bisa-bisa batal acara donor sperma ini. Aku tidak mau rugi! Jadi aku harus bertindak sabar dan hati-hati.

Aku sudah berada di atas tubuh Dania.. menahan diri dengan menggunakan lengan.
Kakiku melebar di antara miliknya hingga penisku pasti hanya berjarak 2 atau 3 centi dari lubang surga yang ia miliki.

Dada dan wajah kami hampir bersentuhan, tapi tidak sampai menempel penuh.
Secara fisik.. aku sudah cukup senang untuk saat ini.

Penisku sudah sangat keras.. dan aku menikmati masa-masa dimana aku akan segera memasukinya dalam waktu dekat.
Tak berkedip aku menatap tubuh kurus Dania, bisa kulihat perbedaan antara dia dan istriku.

Kalau Icha cenderung sintal dan gemuk.. Dania terbilang cukup langsing dan berisi.
Tonjolan pinggulnya terasa hangat di bawah selimut begitu kulit kami mulai saling bersentuhan.

“Eh..!?” Dania menatap mataku.. pipinya sedikit memerah..
sementara matanya melebar seolah-olah mengerti dengan apa yang tengah kupikirkan.

“Siap..?” Bisikku pelan sambil merayapkan penisku lebih dekat ke pintu masuknya.. tetap dengan tanpa menyentuh tubuhnya.
“I-iya..” ia menjawab, ada sedikit keraguan di matanya yang bening.

Namun segera terhapus begitu aku memindahkan penisku dengan lembut ke depan dan kemudian menyentuhnya.. plepp..

Kubiarkan ujung kemaluanku yang sudah mengeluarkan caran bening beristirahat di pintu masuk liang vaginanya..
yang kini kurasakan sudah begitu basah dan lembab.

Bisa kurasakan betapa panasnya celah mungil itu..
masturbasi singkat yang dilakukan oleh Dania ternyata benar-benar sanggup untuk membangkitkan gairahnya.

Dania menggeser sedikit tubuhnya hingga secara perlahan-lahan.. slepp.. aku mulai bisa memasuki dirinya.
Ia menggeliat seperti ingin memekik saat ujungku mulai menembus masuk..
Namun tatapan mataku yang menghujam di wajahnya yang cantik membuatnya mengurungkan niat.

Dania tampak baru menyadari bahwa penisku jauh lebih besar dari milik suaminya.
Bisa kurasakan dinding-dinding liang vaginanya meregang di sekitar penisku.

Sebagai gantinya.. mata Dania melebar dan ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan jeritan..
Blessepp.. manakala aku terus menghujam dan menusuk pelan.

Saat sudah terbenam semua.. alis matanya terangkat dan mulutnya tanpa sadar terbuka membentuk huruf 'O'.
“Ughh..!” Vaginanya terasa membentang di sekujur batang penisku.

Sensasi panas.. basah dan nikmat bercampur menjadi satu.
Dan rasa itu melonjak berkali-kali lipat begitu aku terus mendorong untuk memasukkan penisku lebih dalam dan lebih jauh lagi.

Aku bisa mendengar napas Dania yang perlahan berubah menjadi berat begitu penis besarku memenuhi keseluruhan liang senggamanya.
Dari reaksinya.. bisa kupastikan kalau milikku lebih besar dan lebih panjang dari apapun yang pernah dimasukkan oleh Dania ke sana dalam seumur hidupnya.

Istri sahabat dan sekaligus tetanggaku itu mencengkeram kain sprei erat-erat untuk menahan rasa nikmatnya, atau rasa sakit..?
Entahlah.. aku juga tidak tahu.
Yang jelas ia terus menatapku saat aku mulai menggoyangkan pinggul secara perlahan, mulai menyetubuhinya.

Hidungnya mengernyit sedikit saat aku agak menaikkan kecepatan sodokan penisku di lepitan hangat vaginanya..
namun liang vaginanya tetap dengan senang hati menerima kehadiran penisku.

“Ohh..!” Aku merinding merasakan keketatan liang vaginanya yang sungguh luar biasa.

Dibanding Icha, Dania menang segalanya. Mulai dari kekenyalan.. kehangatan.. kelembapan..
hingga sensasi kejut dan kedutan-kedutan kecil yang terus mengiringi selama alat kelamin kami bersatu padu.

Milik Icha jadi terlihat atau terasa tidak ada apa-apanya..
padahal dulu aku tertarik pada istriku itu karena rasa liang kemaluannya yang begitu nikmat dan lezat.

Kuhamili Icha duluan selama kami berpacaran karena aku tidak tahan; disuruh muntah di luar.. tapi aku tetap mengguyurkannya di dalam.
Akibatnya, Icha jadi hamil.

Memang kehidupan seks kami masih tetap hangat sampai sekarang..
namun setelah merasakan milik Dania, entah apakah akan tetap hangat..? Mudah-mudahan saja.

Aku terus mendorong penisku ke dalam tubuh langsing Dania..
yang diterima oleh perempuan itu dengan wajah memerah dan pekikan lirih hampir terkesiap.

Ia mulai menggigil kecil ketika sensasi bergetar halus mulai mencengkeram batang penisku.
Dania mengangkat kepalanya dari bantal dan mengintip ke bawah melalui selimut ketika aku terus menggoyang semakin cepat.

Rupanya ia penasaran dengan alat kelamin kami yang saling mengisi satu sama lain..
seolah-olah bingung kenapa bisa membikin sensasi senikmat itu..
sebelum kemudian kembali mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan senang.

Pada saat itu juga aku tau bahwa Dania juga mengharapkan hal ini;
Ia berharap agar penisku jauh lebih panjang dan lebih tebal dari milik suaminya..
sehingga bukan hanya sperma yang ia dapat, namun juga rasa nikmat dari milikku.

Dan doa itu terkabul.
Dia terus menggigit bibir bawahnya selama penisku semakin menghujam dan mengisi lubang di dalam tubuhnya yang ramping.

Setelah sekian menit.. kuubah gerakanku dengan sesekali mengayun memutar.
Dania terlihat semakin menikmati..
ia menyambut setiap doronganku yang lembut tapi tegas dengan nuansa liang vaginanya yang sungguh luar biasa.

Belahan daging hangat itu terus memijit dan membelaiku kuat-kuat selama aku meluncur ke dalam dan menarik pulang melaluinya.

Aku mengulangi lagi.. sekali lagi dan lagi..
perlahan dan terus menggerakkan pinggulku untuk menyetubuhi perempuan cantik istri sahabatku sekaligus tetanggaku ini.

Lenganku masih berposisi di atas bahunya.
Bisa kulihat jari-jari Dania sekarang mengepal untuk mencoba menahan tubuhnya yang mulai terhentak-hentak pelan seiring genjotanku.

Meski tetap mendorong lembut.. tapi aku benar-benar mengisi penuh liang senggamanya hingga tidak ada lagi celah yang tersisa.

“Ahh..!” Mulut Dania terbuka lebar.
Dia yang awalnya berusaha untuk tetap bersikap pasif.. perlahan mulai merintih dan mendesis secara naluriah.

Dan secara bertahap, aku mulai merasakan gerakan bibir liang vaginanya yang menjepit kuat di setiap gerakanku.
Benar-benar otot kemaluan yang sungguh luar biasa.

Tanda itu memberi dorongan padaku untuk menaikkan tempo.
Meski sedikit, namun sudah cukup untuk membuat Dania semakin memekik lirih.

Dengan kecepatan konstan yang semakin naik secara bertahap.. kubuat vagina sempit Dania semakin gila dalam mencengkeram.
Sensasi itu tentu saja melampaui apa yang pernah kualami bersama Icha.

Menurutku inilah seks yang sebenarnya.. lebih baik daripada apa pun yang pernah kurasakan sebelumnya.
“Ehm.. memekmu enak..” ucapku terengah-engah.. tidak bisa menahan diri dan melanggar peraturan nomor tiga.

Tapi siapa peduli.. toh Icha tidak ada di sini.
Jadi aku terus mendorong penis ke dalam tubuh mulus Dania dan kembali berkonsentrasi penuh.

“He-eh..!” Hanya dengan itu Dania menjawab, suaranya terdengar serak seperti suaraku sesaat sebelumnya.

Aku ingin membantu dengan menurunkan tubuhku sedikit, kini aku menempatkan berat badan pada siku.
Wajah kami jadi semakin berdekatan.. bisa kurasakan embus napas harum Dania sementara mata kami saling tertuju satu sama lain.

Sementara di bawah – dengan bertutupkan selimut..–
Alat kelamin kami masih terus saling mengisi dan bersentuhan untuk terus mendapatkan kenikmatan.

Dania menanggapi doronganku dengan memutar lembut pinggulnya..
seperti ingin menggosokkan daerah pangkal penisku ke biji klitorisnya.

Begitu mendapatkan, bisa kurasakan kalau liang vaginanya berubah jadi semakin basah dan panas.
“Nghhh..!” Aku ingin merintih, tapi Dania sudah mendahului. Ia semakin mendengus manakala aku terus menyetubuhinya.

Sambil tetap menggerakkan pinggul, kupindahkan tanganku untuk mencari jari-jarinya.
Kupegangi tangannya yang sedang mencengkeram lembaran sprei, kujadikan pegangan untuk meningkatkan tempo dan kecepatan.

Kutekan jari-jariku ke dalam miliknya sampai jari-jari kita saling menggenggam satu sama lain.
Punggung tangannya menekan ke tempat tidur, sementara aku melingkupinya hingga kini kami terhubung di tangan serta alat kelamin.

Harus diakui, genggaman tangan itu memecah batas keintiman yang dari tadi terhalang.
Kami merasa semakin dekat dan akrab, sesuatu yang tadi sangat ingin dicegah oleh Icha dengan segala peraturannya.

Kini tanpa sungkan aku menurunkan tubuhku hingga dada kami saling bersentuhan.
Sambil terus menyetubuhinya.. kunikmati gesekan puting keras milik Dania yang menembus melalui baju kaosnya.

Dania menyambut dengan ikut menekan tubuhnya, menyatukan tulang panggul kami hingga bisa bergerak cepat secara bersama-sama.
Semakin aku menyodorkan batang penis.. semakin ia menggeliat di bawah tubuhku.
Dia juga mulai mendengus dengan suara parau rendah dan sedikit terengah-engah.

Aku menunduk ke telinganya, menjilatnya sedikit sebelum kemudian berbisik.. “Punyamu lebih enak daripada milik Icha..”
Selesai dengan kata-kata itu, hal berikutnya yang aku rasakan adalah kaki Dania yang tadinya menyebar..
Huftt.. tiba-tiba menekuk dan memelukku.
Ia menarikku erat ke dalam tubuhnya, mencengkeram batang penisku sambil otot-otot liang vaginanya mengepal semakin kuat.

Kemudian wajahnya maju untuk bersarang di sudut antara kepala dan pundakku, lalu memekik keras.
“ARGHHH.. Uhh.. uhh.. aghh..!!”

Aku merasakan sebagian dinding vaginanya mengkerut di sekitar penisku..
lalu mengembang dan berkedut cepat begitu menyemburkan cairan nikmatnya.
Srrrr.. srrr.. srrr.. srrr.. Aku yang diguyur jadi ikut merasa nikmat.

Kupegangi tubuhnya yang mulai bergetar dan kejang di sana-sini.
Dania juga membuat suara mengerang berkepanjangan selama orgasme luar biasa yang menyelinap di tubuh sintalnya.

“Ahh.. Bara.. i-ini apa..!?” Tanyanya kebingungan dengan tubuh terus meliuk-liuk di bawah tubuhku.
Cairan vaginanya seperti terus tercurah sementara ia berusaha melawan sensasi nikmat itu.

Liangnya yang berdesir di sekitar penisku membuatku jadi ikut tak tahan.
Aku belum pernah mengalami yang seperti ini sebelumnya, maka ketika Dania berbisik..

“Oohh.. cepat isi tubuhku dengan spermamu..!”
Aku pun melakukannya. Kutekan penisku jauh ke dalam ketika.. crett.. crett.. crett.. aku meledak.

Rasanya ringan dan nyaman ketika batangku berkedut-kedut menguras segala isinya..
menuangkannya ke lorong rahim Dania yang sudah siap sedaritadi.. mengubahnya dari sekedar lembap menjadi sangat basah.

Aku mengerang seiring gelombang demi gelombang air mani yang terus kukeluarkan.
Dania menyambut dengan mengedut-ngedutkan liang vaginanya..
selain untuk memperpanjang orgasme.. dia juga seperti ingin mengisap habis seluruh benihku dan dimasukkan ke dalam mulut rahimnya.

Kakinya masih mencengkeram.. memelukku erat.
Dia seperti tidak ingin melepaskanku meski klimaks kami sudah sama-sama lewat.

Dada kami saling menghimpit dan menumbuk nikmat.
Benar payudaranya kecil.. tapi kekenyalan dan kelembutannya tetap sanggup menggelitik naluri kelelakianku.
Terutama putingnya yang terasa semakin menegak dan mengacung keras.

Sementara penisku mulai melembek dan kehilangan daya juangnya, kurasakan liang vagina Dania masih terus kejang dan bergetar pelan.
Ia memerah cairan spermaku hingga tetesnya yang terakhir. Ahh.. Kunikmati sensasi itu dengan mulai membelai pipinya lembut.

Dania juga melakukan hal yang sama pada punggung dan pantatku yang telanjang.
Kami berdua tau telah melanggar peraturan nomor lima, tapi siapa yang peduli.

Selanjutnya hal yang paling alami di dunia mulai terjadi. Diawali saling memandang..
kepala kami mulai mendekat dan tanpa bisa dicegah.. mulut kami sudah saling menemukan satu sama lain..
dan dengan rakus mulai bergelut untuk saling mengisap lidah dan bertukar air liur.

Aku sadar.. apa yang kami lakukan sudah lebih dari sekedar ingin menghamili.
Nafsu sudah berperan di sini dan aku yakin Dania juga menyadarinya.

Aku akhirnya melepas ciuman setelah merasa ini sudah keterlaluan.
Penisku sudah melembek dan keluar dengan sendirinya dari liang rahim Dania.

Dengan pandangan ingin lagi, dia menatapku. Kubalas dengan menjauhkan wajahnya yang memerah oleh nafsu.
“Gimana rasa spermaku, enak..?” Tanyaku dengan napas terengah, padahal sudah tau jawabannya.
“I-iya..” bisiknya masih terangsang..

Drrtt.. drrtt.. Ughh.. Kurasakan liang vaginanya kembali berkedut mendengar kata-kata cabul dariku.

“Mau lagi..?” Aku bertanya lagi, menantangnya dengan pandangan mata sayu.
Dia tersipu, tapi berani membalas tatapanku. “T-tentu saja..”

“Memekmu enak, lebih ketat dan panas dari punya Icha..” Aku menyeringai.
“Bara..” dia menegur, tiba-tiba saja menghindar.

“Jangan katakan itu, ingat peraturannya..”
“Kita sudah dari tadi melanggar aturan..” sahutku.

“Apa bedanya dengan ditambah satu lagi..!?”
Seolah-olah untuk memperkuat alasan, aku kembali menunduk dan menciumnya.

Dania tidak menolak saat kuisap bibir bawahnya, bahkan ia membalas lumatanku dengan lapar.
Tanggapannya itu membuat batang penisku yang pada dasarnya memang nakal..
kembali menggeliat dan membesar secara perlahan-lahan.

“Eh, bangun lagi ya..?” Desis Dania merasakan penisku setengah ereksi di atas perutnya.
Aku tersenyum. “Enak mana antara punyaku dengan milik suamimu..?” Aku bertanya.

Dia berpaling.. tidak ingin melihatku.
“Jangan bertanya seperti itu, aku tidak mau menjawab..”

“Aku tadi sudah berterus terang, tubuhmu lebih nikmat daripada tubuh Icha. Sekarang giliranmu, katakan yang sebenarnya..”
Aku membujuk.

Dania menoleh dan menatapku ragu.. “Tidak bisa dibandingkan begitu.. punyamu jauh lebih besar dan panjang.
Yang barusan adalah seks terbaik yang pernah kualami.. tapi tetap saja kita tidak bisa meneruskannya. Ini hanya sementara.
Bahkan kalau aku boleh berharap, kita hanya punya kesempatan empatkali lagi..”

“Dari reaksimu tadi, sepertinya kamu belum pernah mencapai klimaks sebelumnya..?” Aku menebak.
Dania mengangguk membenarkan.
“Mungkin itu juga sebab kenapa aku tidak hamil-hamil sampai sekarang..”

“Percayalah.. dengan bantuanku, kau pasti bisa memiliki bayi..” Kucium lagi bibirnya yang terlihat ranum.
Dania mengangkat tangan dan membelai pipiku.

“Itu bisa disimpan buat nanti. Sekarang, kau harus mandi dan pulang. Istrimu sudah menunggu.
Katakan aku tidak bisa menemuinya, aku tidak ingin dia melihatku dengan keadaan seperti ini..”

Mengetahui kenyataan kalau Icha ada di ruang tengah sedang menungguku.. anehnya tidak membuatku merasa bersalah.
Malah aku gembira karena sudah merasakan indahnya seks barusan.

“Akan selalu kuingat persetubuhan ini..” bisikku di telinganya.

Dania menatapku dengan wajah serius selama beberapa detik.. lalu tersenyum dan berkata..
“Kalau begitu.. akan kita coba lagi bulan depan. Mudah-mudahan saja aku belum hamil..”

Ahhh.. ya.. Semoga..!
-----------------------------------------------------
 
Terakhir diubah:
request biar cepat crott.. di edit yang detial alur ceritanya dan permainan nya
 
------------------------------------------------------------

Cerita 85 – Kenangan Hitam Masa Lalu

Chapter 14 – Final

Hari
berganti pagi. Gatot sudah siap untuk mengantar Aisyah mengajar.
Ia membantu merapikan baju muslimah Aisyah. Kini setiap hari tugasnya adalah mengantar Aisyah ke mana saja.

Mengajar ke sekolah, berbelanja di pasar murah.. pokoknya kegiatan Aisyah tidak pernah lepas dari kontrolnya.
Biarpun mengantarnya hanya pakai motor.. tapi Gatot bahagia. Aisyah juga sangat bahagia.

“Sudah dipanasi motornya, Mas..?” Tanya Aisyah.
“Beres. Tinggal nambah bensin. Jam berapa kamu pulang..?” Tanya Gatot balik.

“Aku pulang lebih awal, Mas. Jemput saja jam sepuluh..” jawab Aisyah. Gadis itu sudah cantik dan rapi.
Gatot paling suka memandangi Aisyah kalau sudah memakai seragam.

Apalagi Aisyah pintar mengkreasi seragam kerjanya dengan paduan kerudung yang berganti-ganti tiap hari..
membuat Gatot tak pernah bosan.

“Nanti antar ke dokter ya, Mas..” kata Aisyah.
“Dokter apa..? Spesialis kulit..? Ahli penyakit dalam..? Atau dokter jiwa..?” Tanya Gatot menggoda.

“Entahlah, Mas. Aku sudah dua bulan tidak datang bulan..” sahut Aisyah tanpa bisa menyembunyikan senyumnya.
“Benarkah..?” Gatot ikut berbinar. Aisyah mengacungkan dua jarinya.

Gatot kembali membuka kancing-kancing seragam Aisyah dan meraba-raba perut perempuan cantik itu.
Memang ada yang berubah dari bentuk perut Aisyah. Tidak rata seperti biasanya.

“Semoga kamu hamil, Aish..” kata Gatot penuh harap.
Sebagai lelaki bisa menanamkan benih di rahim wanita adalah hal yang paling membanggakan.

Gatot berharap Aisyah benar-benar hamil dan memberinya keturunan.
Ia merasa belum menjadi lelaki sempurna bila belum bisa membuat istrinya itu hamil.
Dan Aisyah sudah dua bulan tidak datang bulan. Sebuah pertanda baik.

“Kita berdoa saja, Mas..” kata Aisyah sambil kembali mengancingkan baju seragamnya.
”Sudah ah, ayo berangkat. Nanti aku telat..”

Ia harus cepat karena tangan Gatot sekarang sudah mulai menjamahi gundukan payudaranya..
dan meremas-remas lembut di sana.

”Hehe, ini juga tambah besar..” sahut Gatot dengan wajah sumringah.
”Itu karena sering Mas pegang-pegang..!” Balas Aisyah.

Setelah tertawa bersama.. merekapun berangkat.

“Nanti kujemput, Aish. Jangan ke mana-mana sebelum aku datang..” ujar Gatot saat menurunkan Aisyah di depan sekolah.
“Iya, Mas. Hati-hati di jalan..” pesan Aisyah sebelum masuk kelas.

Gatot pulang tapi tidak ke rumahnya.. melainkan ke rumah lama milik Murti.
Boleh dibilang rumah itu kini jadi miliknya karena Aisyah telah membeli rumah itu seluruhnya.

Perlahan Gatot membuka pintu dan masuk.
Ada kerinduan dan kebencian tiapkali ia memasuki rumah ini.. rumah yang memberinya banyak kenangan.

Ia rindu kepada senyum dan tawa Murti.. rindu pada aroma keringat Murti.. dan rindu pada segala kebaikan Murti.
Tapi ia juga benci karena di rumah ini pula jadi ajang penumpukan dosa.
Setiap sudut rumah pernah ia jadikan tempat pelampiasan nafsu bersama Murti.

Mengingat hal itu Gatot jadi benci dirinya sendiri. Aisyah pernah berkata tidak akan menempati rumah yang dibelinya.
Aisyah takut karena rumah itu menjadi tempat kejadian tragis.. tempat Pak Camat bunuh diri setelah menyiksa Murti.
Aisyah takut kalau tinggal di rumah itu akan terbawa suasana buruk.

Gatot pun dilanda takut. Ia tidak berani membuka kamar yang ada.
Ia kembali dan keluar.. menutup dan mengunci pintu lalu berjalan menuju rumahnya sendiri.

“Tot, mampir kemari..!!” Seru suara seseorang.
Gatot menoleh ke arah asal suara dan melihat Ningsih melambaikan tangan memintanya menghampiri.
Dengan dibayangi ragu.. Gatot memenuhi panggilan Ningsih.

“Ada apa..?” Tanyanya begitu mereka sudah berdiri berhadapan.
“Aku butuh bantuanmu, Tot. Ayo ikut ke dalam..” sahut Ningsih ringan.

“Kok sepi..? Mana yang lain..?” Tanya Gatot sedikit agak curiga.
“Tidak ada. Aku sendirian di rumah. Makanya aku minta tolong ke kamu..” sahut Ningsih lagi.. masih tetap santai.

“Kalau aku bisa, pasti kubantu. Ada kesulitan apa..?” Tanya Gatot dibayangi ragu.
“Tolong perbaiki pintu kamarku, Tot. Nggak mau tertutup tuh..” jawab Ningsih.

Gatot membuntuti Ningsih sampai di depan sebuah kamar.
“Coba kulihat dulu..” Gatot memeriksa keadaan pintu yang sepertinya tidak ada masalah.

Tapi ningsih tidak bohong. Pintu kamar itu tidak bisa ditutup. “Coba kuperiksa dari dalam..”
Gatot masuk ke dalam kamar dan sekali lagi coba menutup pintu.
Aneh, justru dari dalam pintu kamar bisa tertutup, bahkan tidak bisa dibuka. Gatot jadi terjebak bersama Ningsih di dalam kamar.

“Bagaimana, Tot..?” Tanya Ningsih mengagetkan.
“Pintu kamarmu ini aneh. Tadinya nggak bisa ditutup.. sekarang malah nggak bisa dibuka..” kata Gatot sambil terus mengutak-atik.

“Jadi bagaimana..?” Desak Ningsih lagi.
“Biar kupikirkan dulu..” Gatot berpikir keras demi bisa secepatnya keluar dari kamar Ningsih.

Ia bisa saja menggunakan tenaganya yang luar biasa untuk mendobrak pintu itu..
tapi ia perlu mengkaji ulang untuk melakukannya karena konstruksi rumah yang tidak memungkinkan.
Bisa-bisa bukan cuma pintu yang jebol.. tapi dinding juga ikut jebol.

Gatot mencoba beberapa kunci yang diberikan Ningsih.. tapi tak satupun yang cocok.
Gatot mulai kesal.. apalagi Ningsih sama sekali tidak berusaha memberi saran.

Diminumnya segelas air yang disuguhkan Ningsih. Matanya seketika berkunang-kunang.
Sadarlah Gatot situasi telah berubah penuh bahaya. Ia sempat melihat Ningsih membuka pakaian.

Dengan kepala setengah pusing.. Gatot tidak berpikir apa-apa lagi dan menerjang pintu kamar yang seketika roboh.
Ia berlari keluar dari rumah Ningsih dan masuk ke rumahnya sendiri. Sampai di kamar ia jatuh.

Beberapa saat lamanya Gatot berada di dunia lain.
Tapi Gatot adalah lelaki yang tangguh dan kuat. Tidak sampai dua menit.. ia telah sadar kembali sepenuhnya.

Tega-teganya Ningsih menjebakku..! Batin Gatot penuh sesal.
Hampir saja ia jatuh ke lubang yang sama seperti beberapa bulan silam. Maafkan aku, Aisyah.. bisik hati Gatot lagi.

Sementara itu di dalam kamarnya, Ningsih terlihat sangat kecewa.
Usahanya menjebak Gatot gagal total. Minuman yang ia campuri obat tidur tidak bisa melumpuhkan Gatot.

Padahal ia sempat tersenyum lebar saat melihat Gatot mulai limbung.
Ia sudah siap menyuguhkan tubuhnya kepada Gatot. Akan tetapi sama sekali tidak ada hasil.

Ia juga sengaja mengakali pintu..
tapi sekarang ia bingung harus bilang apa nanti kalau seisi rumah bertanya kenapa pintu kamar hancur dan dinding rumah retak.

Gara-gara ingin mencelakai Gatot, ia harus mendapat masalah baru.
Ningsih kesal dan menumpahkan kekesalannya itu dengan merobek-robek pakaiannya dan membuang sisa air yang tadi diminum Gatot.

“Suatu saat kamu pasti jatuh, Tot..!” Bisiknya geram.
--------------

Aisyah mulai membereskan perlengkapan mengajarnya dari atas meja kerja.
Ia memasukkan buku dan laptop ke dalam tas, menoleh ke jam dinding yang hampir menunjuk angka sepuluh.
Saatnya untuk pulang dan menunggu Gatot di depan pintu gerbang.

Tapi sampai jam sepuluh lewat, Gatot tak kunjung datang menjemput.
Nah itu dia.. Aisyah girang melihat Gatot ngebut dari kejauhan.
Tak lama kemudian sampai di hadapannya.

“Kok lambat, Mas..?” Tanya Aisyah sabar.
“Maaf, Aish.. aku ketiduran. Mau langsung ke dokter..?” Balas Gatot.

“Boleh, Mas. Daripada bolak-balik..” jawab Aisyah.
“Ayo naik. Pelan-pelan saja..”

Gatot langsung mengantar Aisyah ke dokter.
Sebenarnya kepalanya masih terasa pusing akibat meminum air pemberian Ningsih tadi.. namun demi Aisyah ia memaksakan diri.

Gatot membawa Aisyah ke salah seorang dokter yang merupakan temannya.
Ia menuntun Aisyah ke ruang praktek dan disambut hangat seorang dokter wanita.

“Ya ampun, Gatot, lama sekali aku tidak bertemu kamu..!” Seru bu dokter gembira.
“Aku nganter istriku nih, sudah dua bulan telat..” jawab Gatot.

“Jadi mbak ini istrimu..? Kenalkan, Mbak.. saya Yuni. Teman sekolah Gatot..” kata bu dokter memperkenalkan diri pada Aisyah.
“Saya Aisyah..” balas Aisyah sopan.

“Sombong kamu, Tot. Mentang-mentang dapat istri cantik.. kamu tidak ngundang aku..” kata bu dokter Yuni.
“Nanti kuundang. Kebetulan minggu depan kami menggelar resepsi. Sudahlah, buruan periksa istriku..” jawab Gatot.
“Kalau mau jadi ayah harus sabar, Tot. Jangan brangasan..” kata Yuni.

Aisyah berbaring sesuai perintah dokter cantik itu. Gatot menunggu dengan harap-harap cemas.
Tak berapa lama bu dokter tersenyum dan selesai melakukan pemeriksaan.

Aisyah juga sudah mengenakan lagi pakaiannya dan sekarang duduk di dekat Gatot.. menunggu juga dengan harap-harap cemas.
Tapi senyum bu dokter membangkitkan sebuah harapan.

“Bagaimana hasilnya, Yun..?” Gatot semakin tak sabar.
“Positif. Istrimu hamil dua bulan..” jawab Yuni.

Gatot memeluk Aisyah dan menciumi wajah Aisyah dengan raut gembira.
“Kamu positif hamil, Aish..! Kamu hamil..!” Serunya riang seperti anak kecil.
“Alhamdulillah, Mas. Keinginan itu dikabulkan..” kata Aisyah tak kalah gembira.

“Itu baru satu kabar gembira. Kalian mau tau kabar yang lainnya..?” Tanya Yuni menebar teka-teki.
“Apa itu..!?” Kata Gatot dan Aisyah serempak dan kompak.

“Ini masih sebatas diagnosaku, Tot. Janin di rahim Aisyah kembar.
Untuk lebih meyakinkan.. cobalah USG saat usia kandungan Aisyah tiga bulan lebih..” kata Yuni.

Lengkaplah kebahagiaan Gatot dan Aisyah. Mereka berbincang-bincang sejenak dengan Yuni sebelum pulang.
Yuni tidak membebani biaya pemeriksaan. Yuni juga bersedia dipanggil kalau Gatot atau Aisyah butuh bantuan.

Gatot sangat berterimakasih. Mereka pulang dengan suasana hati riang.
Sengatan mentari tidak menyurutkan semangat mereka.
Pusing yang dirasakan Gatot seketika hilang.. terobati oleh senyum kebahagiaan yang dipancarkan Aisyah hingga tiba di kompleks.

“Mbak Yuni itu orang baik ya, Mas..” kata Aisyah.
“Dia sih nggak butuh duit. Orangtuanya pejabat. Yuni buka praktek hanya buat senang-senang..” jawab Gatot.

“Tapi kok masih ingat ya ke Mas Gatot..? Padahal mas kan cuma sekolah sampai kelas 2 SMP..” pancing Aisyah.
“Siapa sih yang bisa melupakan masmu yang ganteng ini..?” Goda Gatot.

Aisyah mencibir. Udara siang semakin panas dan terik.
Aisyah ingin sekali mandi untuk menghilangkan gerah, tapi Gatot melarang.
Akhirnya Aisyah memilih memakai daster dan duduk bersama Gatot di meja makan.

“Kok aku baru tau ya..?” Kata Gatot membuka pembicaraan.
“Baru tau apa, Mas..?” Tanya Aisyah.

“Baru tau kalau kamu cantik..!” Celetuk Gatot.
“Jadi selama ini Mas Gatot menilai aku jelek..?” Sungut Aisyah pura-pura.
“Iya..!” Gatot menanggapi dengan tersenyum.

“Biar jelek tapi aku ini istrimu, Mas. Calon ibu. Nih bayinya terasa bergerak-gerak..!”
Bisik Aisyah sambil menunjuk perutnya.

“Aku juga merasakannya, Aish..” Gatot memegangi perut itu.
”Mulai sekarang kamu hati-hati ya..” pesannya dengan tangan mulai merambat ke atas,
meraba bukit payudara Aisyah yang makin membusung indah.

“Mas Gatot ih, sukanya megangin yang ini..!” Pekik Aisyah kegelian.
”Habis enak sih..” Gatot nyengir.. tapi tetap meneruskan rabaan tangannya.

”Mas juga hati-hati ya. Jangan salah bicara. Ingat kata orang-orang tua, Mas.
Kalau istri lagi hamil, maka sang suami harus menahan diri dari perkataan buruk..
juga perbuatan buruk.. karena hal semacam itu bisa berpengaruh pada calon bayi..” kata Aisyah panjang lebar.

“Baiklah. Aku akan puasa bicara..” janji Gatot dengan sungguh-sungguh.
“Sanggup..?” Tagih Aisyah.

Gatot mengangguk.. dan setelah itu segera membopong tubuh montok Aisyah ke kamar..
sebelum wanita itu bertanya macam-macam lagi.

Siang nan terik tidak menghalangi hasrat dan keinginan mereka untuk merangkai harapan..
yang semakin tumbuh bermekaran memenuhi taman impian.

Sambil berciuman.. tangan Aisyah mulai melucuti kemeja Gatot..
kemudian tangannya menyusup ke balik celana panjang sang suami dan meraih penis Gatot yang sudah menegang penuh.

Aisyah meremas dan mengocok-ngocoknya lembut sambil mulai menjilati kepalanya..
yang kian membesar bagai pentungan secara perlahan-lahan.

”Ughh.. Aisy..ahh..!” Gatot mendesah.
Tak ingin kalah.. ia juga menurunkan rok panjang sang istri beserta celana dalamnya.

Dengan tubuh sudah setengah telanjang Aisyah terus memanjakan batang penis Gatot yang berurat tebal.
Lahap ia jilati setiap titik di batang penis itu.. sebelum akhirnya bibirnya mendarat di buah pelir Gatot.

Aisyah menjilatinya sambil terus mengocoknya.. hingga membuat penis Gatot jadi kian mengeras saja.
Mulut Aisyah terasa keluh saat mencoba menelan seluruh batang besar itu.

”Ahh.. Aish..!” Gatot kembali melenguh sambil kedua tangannya meremas rambut sang istri.
Apalagi saat Aisyah kian ganas mempermainkan penisnya..

Hingga akhirnya Gatot merasakan penisnya mulai berdenyut-denyut kencang..
Tanda kalau sebentar lagi akan segera meledak.

Cepat ia menghentikan permainan tangan dan mulut Aisyah yang kian nikmat sebelum ia menyemburkan spermanya.
“S-udah, Aish. Nanti aku keluar..” keluhnya.

Gatot segera menarik tubuh montok Aisyah dan merebahkannya di atas tempat tidur..
Lalu ia tindih dan mulai mengecupi mata serta bibirnya dengan lembut.

”Ehm.. Mas..” rintih Aisyah ketika merasakan tangan Gatot yang mulai meremas-remas buah dadanya..
sementara tangan satunya turun terus menuju paha..
Hingga akhirnya berhenti begitu menyentuh rambut vagina Aisyah yang tercukur rapi.

Gatot mengusap pelan belahan bibir hangat milik Aisyah.. juga biji klitorisnya yang mungil namun sangat menggemaskan.
”Ohh.. terus, Mas..!” Desah Aisyah sambil mengelus-elus rambut hitam Gatot.

Gatot meneruskan usapan dan gesekannya sampai Aisyah merintih pelan..
Tak lama kemudian. ”Sekarang, Mas..! Lakukan sekarang..! Aku tidak tahan lagi..!” Jeritnya kehilangan kontrol.

”Iya, Aish. Aku juga tak tahan..” balas Gatot sambil membuka kedua paha Aisyah lebih lebar..
hingga belahan vaginanya jadi makin nampak menganga sempurna.

Dan sebelum Aisyah meminta duakali.. Gatot segera mengarahkan batang penisnya ke sana.

Dengan penuh perasaan ia gesek-gesekkan kepala penisnya ke bibir vagina Aisyah..
lalu mulai mendorongnya pelan saat dilihatnya Aisyah sudah menggelinjang geli.

”Ohh.. Mas..! Masukkan penismu.. Cepat, aku nggak tahan lagi..!!”
Erang Aisyah sambil menekan pantatnya.. hingga amblaslah seluruh penis Gatot ke dalam liang vaginanya.

”Ahh.. hmmp..” Aisyah mendesah nikmat di balik kecupan bibir liar Gatot.

Luar biasa, mengetahui kehamilannya membuat Aisyah bercinta dengan penuh gairah.
Sedikit gesekan pada vaginanya saja sudah memberikan rangsangan yang sungguh luar biasa.

Aisyah benar-benar dibuai permainan Gatot..
setiap remasan dan kenyotan laki-laki itu pada payudaranya membuat Aisyah menggelinjang nikmat.

Goyangan pinggul dan pantat Gatot juga membuat nafas Aisyah turun naik.
Hari itu setiap sentuhan maupun hujaman Gatot terasa lebih nikmat sejuta kali dibanding biasanya.
Maka beberapa saat saja, Aisyah sudah berada di ambang klimaksnya.

”Aaahh..” Orgasme yang begitu hebat menerpa tubuh montok Aisyah..
membuatnya jadi mendesah-desah dengan tubuh menggelinjang dahsyat.

Cairan kewanitaannya keluar dengan deras dan banyak sekali..
yang langsung membasahi batang penis Gatot yang masih menancap dalam.

Aisyah terus memejamkan mata menikmati sisa-sisa orgasmenya saat Gatot mulai kembali menggerakkan pinggulnya.
Laki-laki itu memang belum keluar, dan Aisyah tentu saja bisa mengerti.

”Bagaimana, Aish, enak kan..?” Tanya Gatot sambil tangannya meremas payudara Aisyah yang membusung indah.
”Ssh.. iya, Mas. Enak..!” Aisyah mengangguk mengiyakan sambil mulai menggeliat.

Gatot semakin mempercepat kocokannya. Tetap terasa lembut tapi lebih dalam.
Aisyah jadi kembali menikmati. Perlahan nafsunya jadi timbul kembali.

Ia semakin rileks ketika penis panjang Gatot terbenam semakin dalam di lorong liang vaginanya.
Aisyah benar-benar pasrah diperlakukan apapun oleh suaminya, yang penting ia terus mendapat kenikmatan seperti ini.

Gatot menekan lebih dalam lagi serta terasa semakin bertenaga..
bahkan sampai membuat tubuh molek Aisyah ikut terguncang-guncang hebat.

Semakin lama juga menjadi semakin cepat.. terkadang batangnya dikeluarkan dari vagina Aisyah..
kemudian dihujamkan lagi dalam-dalam hingga membuat Aisyah melenguh dan merintih berkepanjangan.

Tak selang beberapa lama.. terlihat badan Gatot mulai bergetar sebelum tiba-tiba melolong panjang..
sambil kedua tangannya mencengkeram payudara Aisyah kuat-kuat.

Dengan penis terbenam seluruhnya.. laki-laki itu melepaskan orgasmenya.
”Aahhh… aku keluar, Aish..! Ahh.. ahh..” rintih Gatot penuh kenikmatan.

Dengan badan lemas dan dua kaki tetap melingkar di pantat Gatot..
Aisyah bisa merasakan kemaluan Gatot yang menyemburkan cairan spermanya..
Ia dapat merasakan setiap semprotannya dengan begitu jelas.

Gatot memang pandai memuaskan wanita.
Meski dengan penis mulai melemas.. ia masih terus menggoyang..
sampai akhirnya Aisyah mendapatkan kenikmatannya yang kedua tak lama kemudian.

”Aarghh..” erangnya dengan mata terpejam.
Liang vagina Aisyah terasa begitu becek dan penuh. Bercinta kali ini sungguh memberikan sensasi lebih yang sangat-sangat nikmat.

Mereka berpelukan dan saling berciuman kecil menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda..
sampai Aisyah teringat kalau mereka ada acara yang harus dihadiri tidak lama lagi.

Di luar, malam sudah menjelang. Dari ujung komplek terdengar suara lagu berkumandang.
Kompleks memang ada gawe. Ada resepsi pernikahan.

Aisyah segera mengajak Gatot untuk bersiap-siap.
Setelah mandi bersama dan Aisyah sempat menolak permintaan Gatot yang mau minta nambah.. mereka berganti baju di kamar.
Mereka akan menghadiri resepsi pernikahan Dewi yang digelar malam ini.

“Bagaimana kalau nanti ketemu Bu Murti ya, Mas..?” Tanya Aisyah di sela-sela merias diri.
“Bersikap biasa saja kayak dulu, Aish..” balas Gatot.

Mereka berangkat bersama-sama menuju ujung komplek di mana pesta berlangsung.
Yang datang memenuhi undangan ternyata cukup banyak..
bahkan yang bukan warga kompleks dan bukan tamu undangan juga datang berdesakan di sekitar rumah Dewi.

Ada selentingan yang mengatakan kalau Murti akan datang.
Berita itulah yang menyedot antusiasme warga sekitar komplek.
Acara resepsi tidaklah terlalu menarik.. justru kemunculan Murti yang paling ditunggu-tunggu.

Sampai akhirnya saat itupun tiba. Orang-orang yang berjubel berdesakan serentak mengarahkan mata ke satu tujuan..
ke arah di mana seorang wanita melangkah dari kejauhan.

Gatot dan Aisyah menahan rasa hati yang berdebar-debar.
Semakin dekat wanita itu, maka semakin riuhlah orang-orang menyebut satu nama.
”Murti..! Murti..!” Panggil orang-orang.

Tapi Murti tak menoleh sama sekali dan tetap berjalan lurus menuju pelaminan..
melewati Gatot dan Aisyah yang berdiri dan tersenyum padanya.

Murti seolah-olah tidak melihat senyum yang tulus itu.
Gatot kecewa dalam hati.. begitu pula Aisyah. Mereka sama sekali tidak menyangka Murti akan sedemikian angkuh.

“Ayo nyanyi, Murti..! Goyang..! Joget..!” Teriak orang-orang tak sabar ingin segera melihat penampilan Murti.
Murti telah didaulat naik ke atas panggung hiburan.
Penontonpun mulai bersorak ketika Murti bernyanyi dan bergoyang dengan gerak tubuh yang mengundang.

Di bawah sorotan lampu yang terang, seisi tubuh Murti juga terang membayang dari balik baju merah menyala yang tipis dan transparan.
Hingar bingar dan teriakan-teriakan semakin liar.. bahkan panggung telah dipenuhi orang-orang yang berjoget bersama Murti.

Gatot dan Aisyah pulang tanpa menonton tarian Murti yang liar. Mereka pulang dengan hati sedih.
Bukan sedih karena dilupakan oleh Murti.. tetapi sedih karena Murti telah terseret dalam gemerlap dunia yang penuh petaka.

Betapa cepat Murti berubah.. sementara mereka masih tetap menganggap Murti sebagai sahabat lama..
sahabat yang pernah bersama-sama merasakan suka duka.. bahagia dan derita. Murti seakan lupa itu semua.

“Semoga Bu Murti menemukan jalan ya, Mas..” kata Aisyah sedih.
“Kita doakan saja, Aish. Bagaimanapun Murti sangat berjasa pada kita, terutama padaku..” balas Gatot.

“Aku yakin Bu Murti hanya khilaf, Mas. Tak mungkin beliau lupa begitu saja pada kita..” lirih Aisyah.
“Yah semoga saja, Aisyah. Minumlah obatmu, biar bayi di perutmu sehat..” kata Gatot.

Telinga mereka telah terkunci dari suara-suara yang mengusik hati.
Malam mengantar mereka ke dalam mimpi.
Tapi itu cuma semalam, karena keesokan harinya, kota dilanda prahara.
Di mana-mana banyak sekali kerumunan massa.

Di depan gedung DPRD, ribuan orang berdemonstrasi menuntut pencabutan izin sebuah majalah remaja.
Poster-poster yang bertuliskan anti pornoaksi.. anti pornografi dan sejenisnya banyak diusung para demonstran yang mulai anarkis.

Gambar Murti dalam berbagai pose menantang juga bertebaran di mana-mana.
Foto topless Murti yang dimuat sebuah majalah dewasa memancing kontroversi.. menyulut kemarahan penduduk kota.

’USIR MURTI. USIR BUDAK SETAN. JANGAN BIARKAN KOTA JADI AJANG MAKSIAT..’

Gatot dan Aisyah terperangah. Mereka sama sekali tidak menyangka Murti akan berani senekad itu..
melukai hati penduduk kota dengan ulahnya yang mencari popularitas belaka.
Mereka sangat sedih, sangat terpukul mendengar Murti dihujat di sana-sini.. namun sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.

Gambar Murti dilempari dengan telur busuk dan dicoret-coret dengan tinta merah.
Penduduk kota juga menuntut pengusiran Murti sesegera mungkin..
dan secepat cepatnya dari kota. Penduduk telah sampai pada puncak amarahnya.

“Ya Tuhan..! Bu Murti, Mas..” ratap Aisyah tak percaya.
“Iya, Aish, entah setan apa yang merasuki jiwa Murti sampai nekad seperti itu..” balas Gatot.

“Kita harus bagaimana, Mas..?” tanya Aisyah.
“Harus bagaimana lagi..?” Gatot mengidikkan bahu.
”Murti sudah melupakan kita, Aish. Dia sudah asyik dengan dunianya sendiri. Apa daya kita untuk menolongnya..?”

“Andai kita bisa melakukan sesuatu ya, Mas. Tapi penduduk kota sudah terlanjur marah..” sesal Aisyah.
“Tidak ada yang bisa kita lakukan, Aish. Kita hanya bisa berdoa dan berharap semoga Murti mau meminta maaf dan kembali seperti dulu..” jawab Gatot sambil merangkul istrinya itu.

Tetapi Murti sudah gelap mata dan keras kepala.
Ia tidak bersedia memenuhi tuntutan warga untuk meminta maaf secara terbuka.
Bahkan Murti balas menantang warga. Tentu saja warga marah.

Tidak sampai setengah hari, kota telah dilanda huru-hara.
Ratusan bahkan ribuan orang berduyun-duyun mendatangi perumahan Residence.

Semakin bertambahlah massa yang ada di depan rumah Murti.
Tapi Murti tidak mau menemui massa. Murti sudah benar-benar dibutakan oleh nafsu angkara.

Entah darimana asalnya.. dalam sekejap api mulai menjalar dan membakar rumah mewah berlantai tiga itu.
Di dalam rumah.. Murti agak panik karena api sangat cepat menyebar.

Ia tergopoh-gopoh memberesi pakaian dan dokumen-dokumen penting..
lalu dengan kenekatan yang sangat berani dan luar biasa..
ia menerobos kerumunan massa itu dengan memacu mobil sekencang-kencangnya..
membuat orang-orang semburat seraya mengumpat dan melempari mobilnya.

Murti selamat dari amukan massa.. tapi tidak dengan rumah mewahnya yang hangus tanpa sisa..
meninggalkan puing-puing yang membara.

Kriiiingng..!! Handphone di saku baju Aisyah berdering.
Gatot memberi isyarat agar Aisyah mengangkat telepon itu.

“Assalamualaikum..” sapa Aisyah.
“Waalaikumsalam, Aisyah..”

“Bu Murti..!?” Seru Aisyah antara gembira dan tak percaya. Gatot ikut terperangah tak percaya. “Bagaimana kabar ibu..?” Tanya Aisyah.
“Aku hanya mau minta maaf padamu, Aisyah. Pada Gatot juga..” sahut Murti.

“Ini Mas Gatot mau bicara sama Ibu..” Aisyah memberikan telepon pada Gatot, tapi…
“Jangan, Aish. Selamat tinggal ya..”
“Bu Murti..! Bu..! Dengar dulu..!” Aisyah berteriak-teriak.. namun tidak ada suara Murti lagi.

Telepon terputus begitu saja. Aisyah coba menelpon balik tapi terlambat.
Nomor HP Murti sudah tidak aktif dan di luar jangkauan. Aisyah bersandar lesu dan sedih di dada Gatot.

“Bu Murti telah pergi, Mas..” bisik Aisyah sambil terisak sedih.
“Apa yang dia bilang..?” Tanya Gatot.

“Tidak bilang apa-apa, Mas. Bu Murti hanya minta maaf pada kita dan mengatakan selamat tinggal..” jawab Aisyah.
“Mungkin memang sudah saatnya dia pergi, Aish. Dan dia pasti kembali. Yakinlah..”
Gatot yakin Murti pergi hanya untuk menenangkan hati.

Ia yakin Murti akan kembali ke kota.. kembali ke kompleks dengan sikap seperti dulu.
Ia mencintai Murti dalam hati terdalam.
Mengasihi Murti yang telah memberi banyak sekali jasa pada kehidupannya.

Gatot sadar bahwa tanpa Murti ia bukanlah siapa-siapa.
Murti telah mengangkatnya dari kebobrokan. Murti pula yang telah mempertemukannya dengan Aisyah.. istri tercintanya.

Di gerbang batas kota Murti berhenti dan menangis seorang diri di dalam mobilnya.
Meratap dalam hati. Dunia berputar terlalu cepat baginya.. membolak-balik halaman kehidupan yang berganti begitu saja.

Betapa cepat kebahagiaan datang bertandang.. namun secepat itu pula kebahagiaan pergi dan menghilang..
berganti dengan kesedihan yang terus-terusan menggerogoti perasaan.
Murti menyesali dirinya sendiri yang telah melupakan begitu banyak orang hanya demi sebuah pelarian.

Kematian Pak Camat, suaminya.. memang cukup mengguncang jiwa..
namun yang paling menyakitkan adalah siksaan yang ia terima yang kini membuatnya trauma.

Murti menghela napas dan mencoba tegar..
mencoba melupakan apa yang terjadi hari ini dan bersiap menyongsong hari-hari yang terus berganti.

Dengan berat hati ia tinggalkan kota yang memberinya begitu banyak memori.
Ia telah putuskan untuk pergi ke kota lain di mana bisa meneruskan hidupnya yang sesaat lalu berhenti. Hidup harus dimulai kembali.
Ia mengusap air mata dan menjalankan mobil, benar-benar meninggalkan kota.

Di dalam kota, huru-hara perlahan tapi pasti telah berhenti dan situasi yang sempat mencekam mulai pulih kembali.
Orang-orang mulai pulang ke rumah masing-masing setelah memastikan Murti telah pergi.

Majalah dewasa yang memuat foto-foto seksi Murti juga telah menutup kantornya.
Izin terbit majalah itu telah dicabut. Penduduk kota lega dan ketenangan kota kembali terkendali.
Jalanan kota kembali sepi.. menyisakan sampah di sana-sini. Sampah yang dipenuhi wajah Murti.

Beberapa orang iseng memungut sampah itu dan menempelkan di sepanjang tembok trotoar.
Murti telah dianggap sampah oleh masyarakat kota.. dan mereka sukses membuang sampah itu dengan cara yang hina.

Mungkin hanya Gatot dan Aisyah saja yang tidak menganggap Murti sampah.
Bagi keduanya Murti adalah korban yang lebih pantas dikasihani.

Menurut mereka.. apa yang dilakukan oleh Murti hanyalah tak lebih dari sekedar pelarian hati yang tersakiti.
Sakit hati itu yang mendorong Murti lari dari kehidupannya yang hakiki..
mencari kepuasan demi bisa menyembuhkan luka batin dan Murti pasti ingin menghapus trauma.

Itulah pemikiran Gatot dan Aisyah.

Mereka berjanji tidak akan pernah membenci Murti. Mereka berharap Murti segera kembali.
Sebuah harapan yang bakal lama terwujud. Murti tak mungkin secepat itu kembali.

Murti telah terlalu jauh pergi meninggalkan kota.. meninggalkan mereka..
Dan meninggalkan semua kenangan yang pernah ada. = T@M@T (. ) ( .)
---------------------------------------------------------
Baru sampel sini huuu....

Kanjutkan...!!!!!
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd