●●●●●
8. Tongkat Ajaibku Memulihkan Kesehatan Mami Temanku
RAI RAFLES ANTALANTA adalah namaku. Pada suatu hari aku diajak oleh temanku ICONG KOMBES ke rumahnya. Icong Kombes adalah teman kuliahku. Ternyata mami Icong Kombes sudah duduk di kursi roda.
"Mami gua kurang gaul, Bro." kata Icong padaku. "Sejak Papi meninggal, Mami jatuh sakit parah sampai harus dirawat di rumah sakit selama 2 minggu. Mami gua stroke, Bro. Ayo, gua kenalin lo sama Mami gua." kata Icong padaku.
Diwaktu masih muda mungkin mami Icong itu cantik, sehingga ketika ia duduk dikursi roda ia kelihatan masih tetap cantik. "Mam, ini temanku, namanya Rai." Icong memperkenalkan aku pada maminya.
"Oh.. kamu satu sekolah dengan Icong, ya?" tanya mami Icong.
"Iya, Tante." jawabku mengulurkan tanganku menyalami maminya Icong.
“Duduk Rai," suruh maminya Icong menyalami aku dengan tangan kirinya. "Tangan kanan Tante sudah nggak bisa digerakkan Rai." kata maminya Icong padaku.
"Harus diusahakan Tante, pasti Tante bisa..." jawabku duduk di sebelah kursi roda maminya Icong memberikannya semangat. "Tante masih bisa sehat seperti semula asal Tante semangat dan berusaha,"
"Iya, sudah kubilang, tapi Mami ngeyel Rai, Mami maunya cepat mati saja ikut Papi." balas Icong.
"Nggak boleh begitu dong, Tante." kataku memegang tangan kanan mami Icong yang diletakkan di sandaran tangan kursi roda. "Mati bukan urusan kita, jangan diminta, Tante. Hidup ini harus kita syukuri, nikmati saja seperti nenek Rai, umurnya sudah hampir 100 tahun lho, Tante. Bukan Rai menasehati Tante lho ya, Tante..." ujarku.
"Tante senang Rai, kamu bisa datang ngobrol dengan Tante hari ini." jawab maminya Icong.
"Kalau kita bisa ketemu hari ini, bukan kebetulan Tante..., Rai juga senang bertemu dengan Tante dan Rai harap Tante sih cepat kembali sehat ya, Tante. Sudah berapa lama Tante duduk di kursi roda begini?" tanyaku.
"Sudah hampir 3 tahun kali, Rai."
"O, sudah lama ya, Tante. Tapi percayalah, Tante masih bisa sembuh total kok." ujarku.
"Si Icong suka ngomelin Tante, Rai."
"Mami bandel sih, suruh minum obat gak mau, dikasih pembantu nolak. Pernah jatuh tuh Mami di kamar mandi, Rai. Maka itu nurut, kita maunya Mami sehat. Ngapain duduk dikursi roda, emangnya enak.." kata Icong.
"Iya Tante, Rai juga ingin melihat Tante bisa sehat kembali. Pokoknya kalau Rai datang kesini lagi, Tante harus lebih sehat, ya." kataku. "Janji ya, Tante."
Demikianlah perjumpaanku dengan maminya Icong siang itu. Maminya Icong bernama LINDA HARTINI. Aku tahu nama maminya Icong karena KTP-nya dibawa oleh Icong untuk di foto copy. Umurnya 45 tahun. Tidak beda jauh dengan umur mamiku, hanya selisih 2 tahun. Usia mamimu 43 tahun. Icong mempunyai seorang kakak dan seorang adik.
Hidup mereka cukup baik menurutku. Punya rumah bagus, punya mobil 2 karena dulu papinya Icong kaya, sehingga membuat maminya Icong menjadi sombong, tidak mau bergaul dengan tetangga. Makanya Icong ngomong maminya kurang gaul. Ketika saat jatuh sakit begini, saudara nggak dekat, tetangga menjauh, frustrasilah mami Icong.
"Mami gua minta lo datang ke rumah lagi, Bro." kata Icong setelah beberapa hari aku ketemu dengan maminya.
"Dengan lo, dong." jawabku.
"Iya, Mami gua pengen ngobrol lagi dengan lo. Sekarang Mami gua sudah mau minum obat, mau diurus oleh pembantu...."
Oh... syukurlah, kataku dalam hati.
“Tuh Mami gua, Bro... sudah kelihatan cantik kan?” kata Icong mengantar aku ke tempat duduk maminya di ruang tengah yang sedang nonton televisi.
“Mami lo memang cantik, Bro...” balasku. “Apa kabar, Tante...” kuraih tangan kiri tangan maminya Icong untuk bersalaman.
“Tante nyangka kamu gak mau datang lagi, Rai?”
“Mau dong, Tante... apalagi Rai dengar dari Icong bahwa Tante sudah mau minum obat, tentu saja dengan senang hati Rai akan datang bertemu dengan Tante dan ngobrol dengan Tante agar cepat sembuh...” jawabku.
“Duduklah, Rai...” suruh Tante Linda.
(~~~ biar kuganti menyebut ‘maminya Icong’ dengan sebutan ‘Tante Linda’ saja ya, biar gak nyelimet membacanya ( ~~~)
Aku duduk di bangku yang disediakan di sebelah kursi roda Tante Linda. Tante Linda berkata pada Icong, “Inah mau minta izin pulang Cong, katanya minta libur sehari, anaknya sakit.”
“Nggak apa-apa Mi, biar nanti Icong yang nyuapin Mami makan dan mandiin Mami nanti sore...” jawab Icong. “Sudah siang Rai, lo mau makan apa? Nasi padang aja, ya? Gua mau beliin nih, sekalian beliin nasi buat Mami.” kata Icong.
“Terserah lo, Bro... gua sih gak makan juga gak papa, gua sudah seneng melihat Mami lo gembira banget hari ini. Ya kan Tante?”
Tante Linda tersenyum.
Ah, betapa indahnya senyumanmu, Tante Linda, desahku dalam hati. Kalau boleh kucium bibirku... kalau boleh kubalut luka batinmu dengan tubuhku...
Tante Linda memegang tanganku. Berdesir darahku merasakan kehangatan dan kemulusan tangan Tante Linda. Sebuah cincin emas melingkar di jari manisnya.
Tante Linda memandangku dengan mata tak berkedip.
Tanpa kata-kata, tanpa suara Icong berjalan belum sampai di depan pintu rumah, Tante Linda merebahkan kepalanya di bahuku, lalu kusegerakan memeluk pundak Tante Linda dan menghadiahkannya sebuah kecupan indah di bibirnya yang tipis, tapi sudah kering.
Berhasil juga gua mencium bibirmu, sayang... desahku dalam hati.
Tante Linda tidak menolak kecupan bibirku, malahan ia memejamkan matanya sehingga membuat aku berani mengecup bibirnya sekali lagi. Lebih lama....
Oh... fantastis...
Kali ini Tante Linda merangkul leherku lalu ia menggeluti bibirku dengan panasnya.
Dalam sakitnya ternyata di dalam tubuh Tante Linda, mami dari Icong ini masih terkandung birahinya yang meledak-ledak, apalagi ia bertemu dengan aku yang masih muda.
Mendapat kesempatan seperti ini tentu saja aku tidak tinggal diam. Lidahku merangsek masuk ke dalam rongga mulut Tante Linda. Di sana lidahku saling bergelut dengan lidah Tante Linda, sehingga tidak bisa dihindari lagi kami saling bertukar ludah.
Rumah yang sepi hanya tinggal kami berdua membuat tanganku juga ikut sibuk meremas-remas payudara Tante Linda yang masih berbalut kaos dan BH.
Detik berikutnya, tanganku berhasil masuk ke dalam kaos Tante Linda mendorong naik cup BH-nya. Payudara Tante Linda yang tidak seberapa besar dan masih kenyal itu langsung kuremas-remas. Putingnya yang kecil kujumput dengan jariku dan kupelintir dengan gemas.
Sudah pasti napsu Tante Linda nyalanya semakin membumbung tinggi. Suara yang keluar dari hidungnya menderu-deru.
Dulu setelah suaminya meninggal, napsu Tante Linda hanya berupa tumpukan sekam yang kering, sehingga sekarang tanpa perlu disiram minyak tanah atau bensin, hanya menyalakan sebatang korek api saja, tumpukan sekam itu langsung menyala.
Aku tidak memikirkan Icong lagi. Dan entah dari mana aku mendapat kekuatan yang berlebihan. Kuangkat Tante Linda dari kursi roda, lalu kubopong Tante Linda masuk ke kamarnya.
Kubaringkan Tante Linda di tempat tidur, kembali kami berciuman panas. Tante Linda lebih agresif dari aku. Satu tangannya yang masih bisa digerakkannya meremas-remas tonjolan besar yang terdapat di celana jeansku.
Sehingga sebentar saja tubuh Tante Linda sudah kutelanjangi. Tak terlihat sama sekali kalau wanita bertubuh masih mulus itu sakit stroke. Setelah itu aku melepaskan pakaianku juga.
Pahanya kukangkangi. Vaginanya kucium. Ahh...
Di atas vagina Tante Linda menyebar banyak bulu berwarna hitam tipis. “Setubuhi Tante, Rai... ayo, Rai...” pinta Tante Linda tak sabar lagi ingin segera liang vaginanya kumasukkan penisku yang keras.
Berhubung liang vagina Tante Linda sudah cukup basah, dan lagi pula takut Icong keburu pulang membeli makanan, segera kudekatkan kepala rudalku ke liang vagina Tante Linda. Blesekk... slepp... srett... tidak mudah aku menyambungkan kontolku ke lubang vagina Tante Linda. Mungkin sudah lama tidak disetubuhi, liang vagina Tante Linda jadi agak macet.
Kuusahakan agar penisku bisa masuk semua ke dalam liang vagina ibu dari temanku itu agar Tante Linda puas. Kugoyang penisku dengan penuh napsu sambil kujilat dan kuhisap puting payudara Tante Linda. Payudaranya juga masih cukup padat.
“Sesttt... aahhh... ooohh... ooohhh... ooohhh...” desis Tante Linda merasa kontolku enak di vaginanya.
Blessss... ohhh...
“Memek Tante masih sangat enak, aaahhh...” kataku mendiamkan penisku di dalam vagina Tante Linda yang menjepit kuat batang kontolku. Kuusap rambutnya dan kucium keningnya.
“Puaskan Tante, Rai... ayooo...” minta Tante Linda. Tante Linda berusaha menggoyang pantatnya.
Kusambut goyangan pantat Tante Linda dengan menarik dan mendorong penisku maju-mundur keluar-masuk di vaginanya yang mulai membasah. Rasanya sangat nikmat liang vagina Tante Linda, seperti ia wanita normal.
“Seesttt... ahhhh... enak Rai, penismu...” desis Tante Linda. “Ayoo.... trussss... Raiiii... ahhh... ahhhh...”
“Rai sudah gak tahan, Tante. Memek Tante memabukkan Rai. Bagaimana dengan Tante?”
“Keluarkan saja manimu Rai, kalau kamu sudah gak tahan, Tante sudah sekitar 4 tahun sejak papinya Icong tidak mampu, vagina Tante sudah gak pernah merasakan hangatnya air mani... ooohh, Raiii... ayooo...”
“Ooohhh.... Tanteee... ooohhh Lindaku, sayang...” balasku mencium bibir Tante Linda bersamaan dengan itu kusumbatkan kontolku lebih jauh masuk ke dalam liang vagina Tante Linda.
Sejurus kemudian, “Terimalah air maniku Lindaku sayang, biar penyakitmu cepat disembuhkan....” racauku.
Crroottt.... crrrooottt.... crrooottt.... air maniku menembak kuat dan kencang di rahim Tante Linda. Meskipun tubuhku lemas, segera kulepaskan penisku dari liang vagina Tante Linda.
“Di meja ada tissu, Rai...” kata Tante Linda padaku.
Aku menarik beberapa lembar tissu dari tempatnya, lalu kubersihkan vagina Tante Linda terlebih dahulu. Setelah vagina Tante Linda bersih, kupakaikan kembali pakaiannya, baru kemudian aku berberes-beres.
Icong pulang membeli makanan, aku sudah mendudukkan maminya kembali di singgasananya. Tentu saja Icong sangat senang melihat suasana maminya yang senang dan gembira. Icong barangkali menyangka aku menghibur maminya dengan kata-kata, tapi bukan. Aku menghibur maminya dengan batang ajaibku.
Batang ajaibkulah yang membuat maminya senang dan maminya bisa bangun dari kursi roda dan berjalan perlahan-lahan membawa tongkat pada suatu hari.
Tongkat ajaibku yang telah memulihkan penyakit stroke Tante Linda, meskipun tidak sempurna, paling tidak bisa aku mengajaknya jalan-jalan di mall dan nonton film di bioskop.
Kadang-kadang aku pula yang memandikan Tante Linda, karema aku ingin menjadikan Tante Linda istriku ketika aku tahu ia tidak menstruasi pada suatu hari dan Icong juga mau menerima aku mendampingi maminya yang sudah hamil 2 minggu.
Icong sudah pasti tau berasal dari mana kehamilan maminya kalau bukan dari aku yang sering menyetubuhi maminya... (2020)