Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG L

Status
Please reply by conversation.

xiro

Semprot Kecil
Daftar
8 Sep 2016
Post
81
Like diterima
1
Bimabet
Nubi minta ijin pada suhu di sini untuk posting sebuah cerita yg nubi ambil dari lapak/forum sebelah. semoga cerita ini menjadi selingan bagi para pembaca yg menunggu update dari cerita2 epic yg di buat oleh suhu suhudi sini. selamat membaca dan semoga bisa di nikmati.


Mulustrasi


Mia Amelia



LIst

Part 1 di hal 1
part 2 di hal 1
Part 3 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-2#post-1893875274
Part 4 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-3#post-1893877897
Part 5 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-3#post-1893884038
Part 6 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-4#post-1893889016
Part 7 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-4#post-1893889089
Part 8 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-5#post-1893907622
Part 9 https://www.semprot.com/threads/l.1199712/page-5#post-1893907646
 
Terakhir diubah:
Part 1



Mia Amelia

Sejenak saja aku ingin mengalihkan perhatianku dari lelaki yang duduk dihadapanku ini. Namun hasilnya nihil.
Wajahnya yang tampan, harum tubuhnya yang maskulin, senyumnya yang manis dan matanya yang menyejukkan
jiwa mampu menembus daya khayalku. Pikiranku tidak sejernih dulu, tidak sebelum aku menjadi kekasihnya. Enam
bulan terakhir ini dia sudah membuat duniaku kacau dengan pesona dan kehadiran dia di setiap keseharianku.
Wildan, lelaki yang sudah menjadi kekasihku selama enam bulan ini mampu membuatku gila. Gila akan
sentuhannya yang mampu membuatku berpikiran liar. Ciumannya yang lembut berhasil menambah keinginanku
untuk memiliki tubuhnya. Setiap dia menarikku kedalam pelukannya dan bibirnya berhasil mengunci bibirku, secara
otomatis khayalku langsung membumbung tinggi akan kenikmatan yang diberikan olehnya melalui sentuhan jarijemarinya.
Kata siapa hanya lelaki saja yang memiliki khayalan liar, wanita juga memilikinya. Termasuk aku yang
setiap kali harus bergulat dengan hawa nafsu kala Wildan melumat bibirku disertai dengan gerakan lidah yang
sensual.

"Mi, kamu melamun ya?" tanyanya memecah khayalan liarku.

Aku menggeleng cepat lalu memalingkan wajah untuk menutupi pipiku yang sudah merona. Ini bukan kali
pertamanya aku kepergok melamun ketika Wildan sedang berbicara. Bahkan aku tidak ingat apa yang sedang dia
bicarakan. Aku melamun bukan memikirkan hal lain maupun pekerjaan dikantor yang kadang membuat mumet
kepalaku. Melainkan melamun kalau sekali saja Wildan berterus terang menginginkan tubuhku, dengan suka rela aku
akan menyerahkannya. Toh aku percaya bahwa Wildan tidak akan meninggalkanku setelah dia merenggut
kesucianku. Aku percaya bahwa dia bukanlah lelaki brengsek yang hanya memberi kenikmatan sesaat dengan
menyumbangkan sperma untuk bersemayam di rahimku lalu menghilang begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab.
Selama ini kehadiran Wildan sudah memberiku rasa aman dan terlindungi. Namun hingga kini, dia tidak pernah
memintaku untuk bercinta dengannya meskipun aku tahu jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam dia
menginginkanku. Sesekali ketika dia memelukku disertai dengan ciuman yang kita bagi bersama, bisa aku rasakan
kejantanannya mengeras yang kapan saja siap menembus selaput dara yang menjadi dinding tipis di inti
kewanitaanku. Aku hanya bisa menghela nafas dan kecewa karena Wildan tidak pernah melanjutkan kenikmatan itu
dan memilih untuk cepat-cepat menghindar. Dan hal itu berulang berkali-kali.

"Enggak kok," elakku kemudian beranjak dari tempat duduk. Segera aku harus mengendalikan khayalan liarku
sebelum Wildan menyadari kalau aku benar-benar meminta lebih dari sekedar ciuman semata.

Baru saja aku melangkah hendak kedapur, Wildan langsung meraih tanganku dan menariknya hingga dia
memelukku dengan erat. "Aku mencintaimu, Mia." katanya yang mampu membuatku tersenyum lebar. Tanpa ragu
akupun membalas pelukannya.

"Aku lebih mencintai kamu, Wil." jawabku dengan rasa bangga.

Wildan melepaskan pelukannya lalu menatapku dengan lekat. Semburat senyum dia berikan sebelum dia
mengecup keningku dengan mesra. Hal yang sama seperti yang pernah aku lihat ketika Edward Cullen mencium
mesra kening Bella di film Twilight.

"Akhir-akhir ini aku selalu melihatmu melamun, apa semua itu karena aku?" tanyanya dengan nada khawatir dan
seolah tahu apa yang sedang aku pikirkan.

Aku tidak berani menjawab, hanya bisa diam dan tertunduk. Sedetik kemudian Wildan meraih daguku sehingga
wajahku terangkat. Dengan jarak wajah kita yang hanya sejengkal, aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang
lembut selain itu aku juga bisa melihat ketampanannya secara jelas. Butuh beberapa detik untuk kita hanya saling
diam dan saling memandang sebelum akhirnya sebuah cium hangat mendarat dibibirku. Sejenak aku memejamkan
mata dan menikmatinya ketika kami saling memainkan lidah`

Khayalan liar yang sudah memenuhi otakku membuatku semakin agresif. Dalam adegan ciuman yang semakin
dalam ini membuatku banyak menuntut. Kulingkarkan kedua tanganku dilehernya agar kami semakin intens dalam
memainkan bibir dan lidah kami. Seperti diburu oleh keinginan akan pemenuhan hawa nafsu, kini bisa kurasakan
kedua tangannya mulai meremas bokongku. Kontan aku mendesah panjang atas permainan kedua tangannya dan
nafas Wildan semakin berat.
Sesekali aku menjauhkan bibirku dari bibirnya dan bergumam menyebut namanya tepat ditelinganya dengan
desahan yang menggoda. "Wildan...," ucapku`

Dia membalasnya dengan ciuman yang dua kali lebih memabukkan dari sebelumnya. Aku meraba tekuk lehernya
kemudian jari jemariku menelusuri helai demi helai rambut hitamnya. Sentuhan ajaib itu mampu membuat kekasihku
ini hilang kendali, dia mengangkat tubuhku sehingga aku bisa mengaitkan kedua kakiku dipinggangnya. Sembari
tetap menciumku, aku pikir dia akan membawaku kekamarnya untuk menyelesaikan hubungan intim yang sudah
lama aku damba-dambakan. Sayang, tebakanku salah. Dia malah membawaku ke sudut ruangan tepat ada tembok
dibelakangku sebagai penopang sehingga ciuman tanpa jeda ini bisa bisa kembali dilanjutkan. Ada tanya dalam benakku,
mungkinkah hari ini dia akan menerobos masuk kedalam mahkotaku yang masih terjaga hingga kini?

Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kurasakan kini nafas kita sama-sama berat dan kami mendesah
penuh kenikmatan secara bersamaan. "Aku menginginkamu, Mia." bisiknya dengan suara lembut. Dugaanku benar,
dia tidak mungkin tidak menginginkanku. Ciuman ini pasti sudah merangsangnya. Rasa bahagia membuncah dalam
hati. Akhirnya dia mau memenuhi hasratku yang paling dalam yaitu bercinta dengannya.
"Seutuhnya aku milikmu, sayang." balasku sambil berbisik ditelinganya.

Bibir Wildan mulai menelusuri leherku, mengecupnya berulang-ulang membuatku tak bisa menahan suara desahan
sensual yang mampu membuat kekasihku ini semakin menjadi. Dengan ragu aku bisa merasakan jemari Wildan mulai
membelai payudaraku. Sejenak dia menghentikan aksinya dan menarik nafas panjang. Tampak dia ragu-ragu namun
pada akhirnya dia berhasil membuka T-Shirt putih yang aku kenakan beserta bra hitam yang melindungi payudaraku.
Kulihat dia hanya memandang kedua bukit kembarku dengan tatapan penuh nafsu.
"Apa lagi yang kamu tunggu, sayang." tantangku sembari meraih tangan kanannya untuk memainkan payudaraku.
Aku terus mengintimidasinya dengan kata-kata yang mampu membangkitkan nafsunya. "Kamu bisa merasakannya,
kan? Begitu lembut, berisi dan... Ahhh..." teriakku kemudian ketika Wildan akhirnya terhipnotis oleh perkataanku. Kini
bibirnya sudah berhasil melumat payudara kananku dan memainkan putingku dengan lidahnya. Gerakannya persis
seperti ketika lidah kami saling bermain kala berciuman.

Ketika bibirnya sibuk mencium payudara kananku, payudara kiriku asyik dimainkan oleh tangannya. Begitu
seterusnya saling bergantian. Aku hanya bisa mendesah dan terus memanggil namanya sambil melepaskan beberapa
kancing kemejanya. Tidak bisa aku pungkiri kalau aku begitu menikmati keintiman ini. Dinding yang ada
dibelakangku dan tubuh Wildan dihadapanku telah memenjarakanku pada kenikmatan. Aku sudah tidak sabar untuk
menikmati ketika tubuh kami saling menyatu. Terlebih aku sudah merasakan cairan itu keluar dari lubang yang
menjadi sumber kenikmatan duniawi dan kejantanan Wildan semakin mengeras. Aku menggigit bibir bawahku ketika
melihat aksi Wildan memainkan kedua payudaraku. Dia tampak kehabisan nafas namun tidak ada tanda-tanda kalau
dia hendak menyudahinya. Kubelai lembut tengkuk lehernya dan kugoda dia dengan desahan penuh sensual. Hingga
akhirnya aku tidak bisa menahan diri lagi. Demi apapun juga aku ingin Wildan segera menuju keinti kenikmatan.
"Sayang aku sudah tidak tahan lagi. Bawa aku kepuncak kenikmatan agar kita bisa orgasme bersama-sama." ujarku
yang malah membuat dia menghentikan aksinya dan menurunkanku. Kaki terasa lemas. Dengan bersandar pada
tembok aku aku berusaha berdiri tegak.

"Belum saatnya Miaku sayang," jawabnya lalu beranjak menuju dapur.

Seperti petir yang menyambar di siang hari, aku tidak percaya dengan kata-katanya barusan. Ada rasa marah yang
menyeruak dalam hati. Entah menguap kemana kenikmatan yang tadi kami bagi bersama. Lagi-lagi dia tidak
menyelesaikan keintiman ini. Aku kecewa. Apa yang salah denganku sehingga dia tidak ingin bercinta denganku.

"Kamu jahat, Wil!" teriakku penuh amarah. Tanpa sadar mataku sudah berkaca-kaca.

Wildan menoleh padaku setelah dia menegak segelas air putih. Dia berjalan kearahku dengan cepat. Kedua alisnya
saling bertaut. "Apa maksud kamu, Mia?

"Kenapa kamu tega melakukan ini padaku. Kenapa kamu tidak pernah mengakhirinya dengan bercinta. Padahal
aku yakin kamu juga menginginkannya, kan? Apa kamu takut aku tidak mampu memuaskan kamu!" bentakku diiringi
dengan tangis yang tadi aku bendung. Wildan berusaha memelukku tapi aku langsung menolak pelukannya.
"Maafkan aku, Mia." Sesalnya namun itu tidak cukup untuk mengobati rasa sakit dihati karena Wildan tak pernah
memuaskan nafsuku.

"Asal kamu tahu Wil, apa yang sudah kamu lakukan padaku ini sudah membuatku menderita. Menderita karena
kamu tidak memenuhi hasratku untuk bercinta denganmu. Kamu hanya memberikanku kenikmatan sesaat dengan
hanya menciumku. Sementara aku juga bisa merasakan kejantananmu mengeras. Apa sekali saja kamu tidak pernah
berpikir untuk menyetubuhiku!" Nada bicaraku mulai meninggi.


Aku sudah tidak tahan dengan kondisi ini. Wildan mencintaiku dan menginginkaku tapi kenapa dia tidak pernah
menyelesaikan adegan mesra yang selalu kita bagi ini. "Apa kamu ragu kalau aku sudah tidak perawan lagi!" lanjutku
yang mampu membuat Wildan menggeleng tiga kali.

"Aku tidak pernah punya pikiran seperti itu, Mi. Aku percaya sama kamu seperti kamu percaya sama aku. Bohong
jika aku tidak ingin bercinta denganmu," Kedua tangan Wildan berada dipipiku. "Setiap kita bercumbu, aku selalu
berpikiran untuk menikmati tubuh kamu yang lain seperti halnya tadi. Aku begitu menginginkan hal lebih dari sekedar
menikmati payudara kamu yang lembut dan hangat itu. Kamu juga bisa merasakan kejantananku mengeras dan aku
ingin segera melepaskannya dan bermain liar diinti kewanitaanmu. Aku juga dibuat menderita dengan keadaan ini,
Mi. Namun ada hal lain yang menahanku untuk tidak melakukannya dan itu sudah menjadi prinsipku." Jelasnya
panjang lebar.


"Apa?!" tuntutku ingin tahu.

"Untuk satu hal yang itu aku ingin kita melakukannya ketika kita menikah. Aku ingin menciptakan malam pertama
terindah yang tidak akan pernah kamu lupakan." ujarnya yang mampu membuat tangisku kembali pecah.
Aku tidak percaya kalau Wildan sampai memikirkan hal itu. Sementara aku hanya mementingkan akan pemuasan
nafsu belaka. "Aku, hiks..." tangisku semakin kencang. Wildan tampak berjongkok untuk mengambil bra dan T-Shirt
putihku sebelum kini dia memakaikannya padaku.

Dengan tangannya yang kekar dia memelukku untuk memberiku ketenangan. Dadanya yang bidang memberiku
kehangatan dan aku merasa terlindungi. "Aku mencintaimu Mia dan aku berjanji aku akan segera menikahi kamu. Aku
akan melepaskan kamu dari derita puncak kenikmatan yang belum kita bagi bersama. Bersabarlah, sayang..." janjinya
sambil mengelus kepalaku dengan lembut kemudian dia kembali mencium mesra keningku. Aku mengangguk dalam
pelukannya penuh bahagia.

BERSABUNG
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 2

Mia Amelia

Dua minggu berlalu sejak terakhir kali aku menghabiskan waktu bersama Wildan diapartemennya yang penuh
dengan emosi akan keinginan untuk memuaskan nafsuku. Sejak saat itu secara perlahan aku mencoba
mengendalikan khayalan liarku yang kerap muncul ketika Wildan menciumku atau sekedar mengobrol biasa. Dengan
mengingat kata-katanya untuk tetap menjaga kesucianku hingga kita menikah, secara otomatis khayalan liarku
menguap entah kemana. Di zaman sekarang akan sulit sekali menemukan lelaki yang masih menjunjung tinggi no sex
before marriage, dan beruntungnya aku memiliki Wildan. Satu dari sekian juta lelaki yang masih memegang prinsip
itu.

Hubungan kami semakin hari semakin romantis. Sesibuk apapun pekerjaan kami, tak pernah dalam satu hari kami
tidak saling memberi kabar. Komunikasi menjadi salah satu andalan kami agar tidak terjadi sebuah kesalahpahaman.
Namun sekalipun tingkat keromantisan dia meningkat, hal itu malah membuat intensitas pertemuan kami berkurang.
Akhir-akhir ini Wildan cukup sibuk dengan proyek pekerjaannya yang mengharuskan dia untuk menambah jam kerja.
Dengan terpaksa setiap dia lembur, aku pulang sendiri meskipun dia tetap menelponku untuk mengetahui keadaanku
apa sudah sampai di kostan atau belum. Meskipun keadaan ini membuat bad mood-ku naik turun tapi lelaki
berambut spike itu selalu tahu cara mengembalikan mood-ku. Hal itulah yang membuatku terkadang tersenyum
sendiri dan begitu beruntungnya aku memiliki pacar seperti Wildan.

"Maaf ya sayang, akhir-akhir ini kita jarang ketemu. Aku lagi kejar setoran biar bisa cepat-cepat nikahin kamu,"
ujarnya suatu hari ketika aku protes kenapa kita jarang bertemu.

Wanita mana sih yang tidak bahagia ketika lelaki yang kita cintai ingin mengajak kita untuk menikah. Menjadikan
kita sebagai wanita yang selalu dia cintai, yang selalu dia sayang, yang selalu dia puja, yang menjadikan kita sebagai
belahan jiwanya dan bagi mereka kita adalah wanita yang diciptakan Tuhan dari tulang rusuk mereka. Aku benarbenar
dibuat bahagia akan hadirnya Wildan dalam kehidupanku. Dengan cintaku yang selalu membara untuknya, aku
ingin selalu berada disampingnya dan kelak menjadi istri yang baik untuknya begitupun menjadi ibu yang baik dari
anak-anak kami.

"Kira-kira jarak dari kantor ke rumah sakit jiwa seberapa jauh ya?" celetuk sebuah suara yang kini sudah duduk
dihadapanku. Nampan berisi makanan yang baru dia beli dikantin sudah menjadi pemandangan dihadapannya. Aku
menoleh pada Mbak Gina, wanita yang duduk dihadapanku.

"Memangnya siapa yang gila, mbak?" tanyaku penasaran.

"Itu lho marketing of the year, siapa lagi kalau bukan Mia Amelia." Jawabnya diselingi dengan tawa.

"Aku? Memangnya aku kenapa mbak sampai harus dibawa ke rumah sakit segala." Protesku lalu menyeruput jus
mangga pesananku.

"Ya habisnya akhir-akhir ini kamu sering senyum-senyum sendiri gak jelas sambil ngelihatin BB kamu. Wildan sudah
melamar kamu ya?" tebaknya dengan sorot mata ingin tahu. Mbak Gina memang satu dari dua sahabatku di kantor ini
yang tahu tentang hubunganku dengan Wildan. Aku selalu curhat tentang Wildan pada Mbak Gina, seorang ibu dari
dua putri kembar berusia dua tahun dan juga pada Shanti, wanita yang umurnya sebaya denganku. Kami selalu
curhat satu sama lain, bukan hanya tentang pekerjaan saja melainkan tentang hubungan asmara juga.

"Wildan sih sudah bilang mau nikah sama aku, mbak. Cuman dia belum resmi melamarku," jawabku lalu
memperlihatkan tangan kiriku dimana belum ada cincin yang melingkar dijari manisku.

"Uhuk, uhuk..." Mbak Gina terbatuk setelah mendengar jawabanku. Dengan cepat dia menegak teh dinginnya. "Ya
ampun selamat ya Mi, akhirnya tak lama lagi kamu akan melepas masa lajang kamu." katanya sembari menjabat
tanganku, memberi selamat. "Cincin hanyalah simbol Mi, yang penting dia udah berani bilang ingin menikahi kamu.
Hanya lelaki yang berkomitmenlah yang mau mengatakan itu. Percaya deh sama mbak." lanjutnya setelah dia
mengunyah nasi ayam bakar pesanannya.

Aku mengangguk penuh keyakinan membenarkan perkataan Mbak Gina. Dulu aku juga pernah membaca sebuah
artikel tentang lelaki dan komitmen mereka dengan pasangannya. Hasil survey menunjukkan lelaki yang menjalin
hubungan dengan pasangannya enggan berkomitmen untuk membawa hubungan mereka kejenjang pernikahan
dengan beberapa alasan. Tentunya lagi-lagi aku begitu beruntung karena Wildan selain berprinsip no sex before
marriage, dia juga berkomitmen untuk segera menikah denganku.

"Iya mbak dan hal itulah yang membuat aku sering senyum-senyum sendiri. Terlebih Wildan semakin romantis dan
lagi gencar-gencarnya ngumpulin pundi-pundi rupiah untuk pernikahan kita. Kok jadi deg-degan ya mbak," Aku
memegang dadaku begitu merasa jantung berdebar kencang ketika muncul bayangan aku menggunakan gaun
pernikahan dan berdiri disamping Wildan dengan senyum bahagia yang terus kita umbar.

"Itu sih belum seberapa, Mia. Coba deh pas malam pertama, deg-degannya dua kali lipat. Hihihi..." Ucap Mbak Gina
sembari terkikik dan berbisik agar tidak terdengar oleh pegawai lain yang sedang menyantap makan siang mereka
dikantin kantor.

Aku tersipu malu mendengarnya apalagi membayangkan ketika Wildan sudah sah menjadi suamiku dan setiap
waktu aku bisa melihatnya telanjang, begitupun dengan sebaliknya.

"Udah, udah jangan terlalu jauh membayangkannya." Kata Mbak Gina membuyarkan khayalan liarku. Bisa
kurasakan pipiku merona.

"Gara-gara Mbak Gina sih ngomongin malam pertama, pikiranku kan jadi liar." Protesku yang disambut tawa wanita
yang masih terlihat cantik dengan tubuh tinggi langsingnya meski sudah memiliki dua putri kembar. Sepertinya nanti
aku harus menanyakan bagaimana cara mengecilkan berat badan pasca melahirkan padanya. "oh iya, ngomongngomong
Shanti kemana ya? Dia gak makan siang?" tanyaku sambil mengedarkan pandangan kesetiap sudut kantin.
Namun tetap saja, wanita berkulit eksotis itu tak terlihat.

"Alah, paling dia lagi galau. Terakhir aku ngelihat dia sih lagi marah-marah sama pacarnya ditelpon. Sesudah itu aku
gak tahu lagi kemana dia pergi."

"Mereka marahan lagi?" tanyaku yang hanya dijawab Mbak Gina dengan mengangkat kedua bahunya.

Yang aku tahu tentang Shanti adalah sekarang dia masih pacaran dengan Benny, pacarnya semasa kuliah dulu.
Hubungan mereka bisa dibilang sering putus nyambung. Dikit-dikit marahan selang berapa hari baikan lagi.
Begitupun ketika dia memutuskan untuk menyudahi hubungannya dengan sang pacar namun besoknya malah
kepergok lagi bermesraan di cafe. Seperti itulah hubungan Shanti dan Benny. Meskipun mereka sering berantem tapi
aku patut mengancungi jempol untuk mereka. Bagaimana tidak hubungan mereka sudah terjalin sejak mereka duduk
dibangku kuliah dan sampai sekarang masih terjalin meski diselingi dengan putus nyambung. Dari curhat Shanti, dia
ingin segera menikah dengan Benny, sementara Benny berpendapat kalau masih banyak hal yang harus
dipertimbangkan dan dia belum bisa 100% berkomitmen untuk hidup selamanya bersama Shanti meski dia sangat
mencintai dan menyayangi Shanti.

"Menyebalkan!" umpat sebuah suara membuat aku dan Mbak Gina menoleh kesumber suara yang kini sudah
duduk dikursi kosong disamping Mbak Gina.

"Kamu kenapa, Shan?" tanyaku hampir bersamaan dengan mbak Gina.

"Benny benar-benar menyebalkan!" umpatnya lagi yang menambah kerutan dikeningku dan juga dikening Mbak Gina.
Entah apa yang terjadi dengan Shanti dan Benny sampai sahabatku itu tampak begitu kesal dan penuh emosi.


Tanpa ragu Shanti merogoh sesuatu disaku blazer putihnya lalu menaruh suatu benda dimeja. Aku dan Mbak Shanti
langsung menoleh pada benda kecil panjang itu. "Testpack?" kompak kami kaget. Untung meja kami berada
dipojokan dekat jendela dan tidak banyak pegawai yang duduk disekitar meja kami, jadi aku pastikan kalau suara
kami barusan tidak terdengar oleh siapapun.

Mbak Gina mengambil testpack itu lalu sedetik kemudian dia menghela nafas lega. "Haduh... aku pikir kamu hamil."

Aku mengambil testpack itu dari tangan mbak Gina. Hanya ada satu strip merah. "Kamu gak hamil Shan, kok kamu
malah marah sih," celetukku yang malah membuat Shanti menatap sinis padaku.

"Kamu salah Mi, aku ingin hamil. Dengan begitu tak ada alasan lagi bagi Benny untuk tidak menikahiku." Terdengar
suara getar dari ucapan Shanti. Matanyapun merah dan berkaca-kaca. Bisa aku pastikan kalau dia sedang menahan
tangis. Mbak Gina yang ada disamping Shanti tampak mengengelus-ngelus punggung Shanti. "Aku sudah capek
dengan hubungan putus nyambung ini, mbak Gina, Mia. Kami tinggal satu atap diapartemen Benny. Kami hidup
layaknya suami istri tapi dia, hiks..." lanjutnya disertai tangis. Shanti menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan
menangis untuk meluapkan emosi.

Mbak Gina menarik tubuh Shanti kedalam pelukannya untuk meredam tangisnya yang mulai dilirik oleh beberapa
pegawai yang mendengar tangisan Shanti. Aku iba melihat Shanti. Aku dan Mbak Gina memang tahu kalau Shanti
hidup bersama dengan Benny meski tanpa ikatan suami istri. Bukannya Benny tidak ingin mensahkan hubungannya
dengan Shanti dalam ikatan tali pernikahan hanya saja entah apa yang ada dalam pikiran Benny sehingga dia banyak
mencari alasan agar pernikahannya ditunda.

Shanti terlihat lebih tegar, dia mengusap airmata yang sudah membasahi pipinya. "Aku tidak tahu harus
bagaimana lagi mbak. Hamil adalah salah satu senjataku agar Benny mau menikah denganku. Tapi hasilnya malah
negatif."

"Kalau begitu jangan pake pengaman," ucapku yang terdengar bodoh namun hal itu cukup membuat Shanti
menyunggingkan senyumnya.

"Kalau begitu jangan pake pengaman," ucapku yang terdengar bodoh namun hal itu cukup membuat Shanti
menyunggingkan senyumnya.

"Mia, Mia... Kamu polos banget sih. Hal itu pernah aku lakukan tapi entah kenapa Benny selalu menemukan
kondom yang sudah aku sembunyikan. Apa ada ide yang lain?" Shanti minta pendapat dan aku sama sekali tidak
punya ide untuk urusan ranjang agar Shanti bisa hamil dan bisa segera menikah dengan Benny. Seandainya aku
sudah pernah bercinta dengan Wildan, mungkin aku bisa memberi tahu bagaimana caranya.
Aku menggeleng tiga kali dan Shanti memakluminya.

BERSABUNG
 
wuihh:panlok2: mane.. seng iki judule,
calok potol..:p

asik..:jempol:..asik.. Ayu ne kayak bibi Long...
langsung:baca: tancep!​
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd