Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG L

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Part 7


Mia Amelia

Perasaanku hari ini seperti gado-gado, campur aduk. Setelah shock dengan kehadiran Edwin yang tiba-tiba mucul
kembali setelah 8 tahun, lalu siapa yang menyangka kalau sekarang dia adalah bosku, belum lagi obrolan ketika
diruangannya yang mampu membuat semua kenanganku bersamanya kembali muncul dalam ingatanku dan
sekarang dia mentraktir semua pegawai di divisi marketing untuk makan malam bersama dan berkaraoke. Dia bilang
itu sebagai awal perkenalan dengan semua bawahannya dan untuk menjalin keakraban.

"Maafkan aku ya sayang, malam ini kita tidak bisa malam mingguan," kataku pada Wildan disebrang hape.

"Ya sudah tidak apa-apa. Memangnya hari ini kamu lembur?"

"Tidak. Lebih buruk dari itu, bos baruku datang hari ini. Dan sebagai awal perkenalan dia mengajak semua
pegawaai di divisi marketing untuk makan malam."

"Oh, wah baik juga ya bos baru kamu."

"Apanya yang baik. Dia lebih jahat dari Pak Rudy," ketusku tidak percaya mendengar komentar Wildan. Sebaiknya
aku juga tidak usah memberi tahu dia kalau bos baruku itu adalah mantanku.

"Kok bisa sih kamu berkomentar seperti itu. Memangnya dihari pertama dia menjadi bos sudah marah-marah."

"Enggak juga sih,"

"Nah kan, jangan nge-judge bos kamu seperti itu dong. Lagian ini kan baru hari pertama. Ya sudah kamu have fun
ya, kalau sudah selesai kamu telpon aku ya biar aku bisa jemput kamu."

"Oke."

"Eh Mia, aku lupa ngasih tahu kamu, besok orangtuaku datang ke Bandung. Rencananya aku mau mengajak
orangtua kamu untuk makan malam bersama dengan orangtuaku. Ya sekalian meminta restu buat meminang kamu,"
kata Wildan penuh rasa bahagia.

"Serius Wil, oke nanti aku hubungi orangtuaku. Ya ampun aku seneng banget sayang, makasih ya. Muah..."
Aku tersenyum lebar sambil berkaca pada cermin yang berada di atas wastafel. Sekarang aku memang sedang
berada ditoilet sebelum berangkat untuk makan malam. Sejenak aku pandangi cincin yang melingkar dijariku.
Kukecup berulang kali dan kuluapkan rasa bahagiaku. "Akhirnya aku akan menikah..." kataku bahagia didepan
cermin. Namun sedetik kemudian rasa bahagia itu sirna ketika kata-kata Erwin tadi terngiang-ngiang dalam pikiranku.

"Kamu masih ingat janjiku kan?"

Apa yang harus aku lakukan, disatu sisi aku bahagia karena aku akan segera menikah. Namun disisi lain
perasaanku menjadi tidak tenang dengan kehadiran Edwin yang datang secara tiba-tiba. Kuterus memandang diriku
dicermin di mana mataku terpusat pada dada kiriku. Kedua tanganku secara perlahan membuka kancing kemejaku
dan kuraba tepat di mana dulu Edwin pernah membuat tanda merah.

"Kenapa dia harus datang di saat aku akan menikah." Tanpa kusadari airmata sudah mengalir begitu saja dipipiku.
Segera kuseka begitu hapeku berbunyi.

"Lama sekali sih ditoiletnya," ucap Shanti yang menungguku di depan lift Bukan hanya Shanti saja tapi juga ada
Mbak Gina dan Edwin.
"Yang lain sudah menuju kafe, berhubung aku tidak bawa mobil jadi kita numpang saja sama Pak Edwin, boleh
kan Pak," ujar Mbak Gina yang langsung dijawab oleh anggukan Edwin.
"Tentu saja, lebih baik kita bergegas. Kasihan kalau sampai di sana mereka menunggu kita," katanya lalu
mempersilahkan kami masuk lift duluan.

Di dalam lift, Mbak Gina dan Shanti banyak mengobrol dengan Edwin sementara aku hanya sesekali saja
menimpali obrolan mereka. Di saat jam pulang seperti ini tentu lift akan penuh disetiap lantai. Masuknya karyawan
lain disetiap lantai membuat aku terdorong kebelakang di mana Edwin berada dibelakangku. Bahkan jarak antara aku
dan Mbak Gina serta Shanti jadi berjauhan dan terhalang oleh para karyawan dari perusahan lain yang sama-sama
menempati gedung yang sama.

Glek! Aku meremas tanganku ketika semua orang mulai saling mendorong sehingga aku semakin menempel pada
tubuh Edwin. Mataku membulat ketika bisa kurasakan sesuatu berada tepat dibokongku. Sesuatu yang keras dan aku
tahu itu apa. Hembusan nafas lembutnya bisa kurasakan tepat disekitar tekuk leherku. Ketika kucoba untuk bergeser
agar tidak berada dibelakangnya, hal itu malah membuat keadaan semakin serba salah. Akibat gerakanku itu malah
membuat gesekan Mr. P Edwin dibokongku semakin mengeras. Meski tersembunyi dibalik celana tapi aku bisa
merasakannya karena hal itu pernah aku rasakan ketika milik Wildan mengeras.

Posisi ini benar-benar membuatku risih. Kepunyaan Edwin benar-benar menempel dibokongku yang membuat Miss
V-ku terasa panas. Dan yang lebih sialnya lagi wanita yang ada dihadapanku tidak mau diam dan selalu melakukan
gerakan mundur mendadak sehingga membuatku berusaha menghindar darinya agar kakiku tidak terinjak olehnya.
Gerakan untuk menghindar itu malah membangkitkan reaksi yang sensual antara bokongku dengan kejantanan
Edwin. Kakiku terasa bergetar saat Edwin berusaha membetulkan posisi berdirinya. Sebuah gerakan perlahan yang
mampu membuatku harus menggigit bibir bawahku agar tidak terdengar desahan.
ini tiba-tiba penuh sih. Sejenak aku menoleh pada Mbak Gina dan Shanti yang berada
disamping dekat pintu.

Ya ampun kenapa lift ini tiba-tiba penuh sih. Sejenak aku menoleh pada Mbak Gina dan Shanti yang berada
disamping dekat pintu. Hmft... Seandainya aku berada di sana mungkin aku tidak akan merasakan gairah sensual
yang mulai memanas ini. Pintu lift mulai masuk. Otomatis yang sudah berada di dalam harus mundur beberapa langkah untuk
memberi ruang pada mereka. Dan insiden penuh gairah ini dua kali lebih sensual ketika wanita yang ada didepanku
terdorong hingga aku pun terdorong dan menempel kembali pada Edwin secara cepat. Kontan dorongan itu membuat
bokongku dan kejantanan Edwin beradu cukup keras yang mampu membuatku hampir mendesah penuh kenikmatan.
Segera aku menutup mulutku dan menggigit lidahku.

Sejenak aku menoleh pada Edwin yang sedang memalingkan wajahnya sambil menutup matanya. Aku yakin dia
pun sedang menahan desahannya. Bukan hanya itu saja, ketika dorongan itu terjadi tiba-tiba dengan cepat tangan
kirinya meremas pahaku. Aku dan dia memang berada dipojokan terdalam lift sehingga orang lain tidak akan
menyadari kalau Edwin meremas pahaku. Aku semakin meremas tanganku. Tidak mungkin aku berteriak.

"Aduh, maaf ya mbak," kata wanita itu dan hanya aku jawab dengan anggukan kepala saja.
Keadaan tidak berubah ketika kini kurasakan kalau dia meraba pahaku dengan lembut. Tubuhku terasa panas.
Hasratku terbakar. Apa yang dia lakukan? Tanpa menarik perhatian orang yang berada disampingnya, Edwin mulai
bergerak dengan dalih membetulkan posisi berdirinya secara perlahan yang membuatku terangsang. Sungguh aku
sudah tidak tahan lagi dengan gerakan ini. Aku jadi teringat dengan keinginanku untuk bercinta dengan Wildan yang
hanya terpuaskan lewat sentuhan seperti ini.

Tangan Edwin semakin tidak terkontrol. Secara perlahan tangannya mulai menyelinap kedalam rokku. Jantungku
semakin berdegup kencang. Sensasi ini membangkitkan gairah sex-ku. Aku tidak bisa tinggal diam. Seenaknya saja
dia memperlakukan aku seperti ini. Kulihat tinggal satu lantai lagi menuju basement, akan aku balas perbuatan dia
yang membuatku harus menahan agar desahanku tidak keluar. Begitu sampai di basement dan pintu lift terbuka dan
semua orang saling bergantian untuk keluar, dengan sengaja aku menghentakkan bokongku secara cepat kebelakang
sehingga ada hentakan dengan kejantanan Edwin yang mampu membuat dia mendesah lembut. Namun dia cerdik,
desahannya itu tertutupi dengan pura-pura batuk agar orang-orang tidak curiga.

"Mia..." lirihnya penuh sisa-sisa desahan ketika tinggal aku dan dia yang terakhir keluar. Aku menoleh tajam
padanya lalu dengan tatapan sinis aku meninggalkan dia yang masih belum beranjak dipojokan lift. Segera aku
menyusul Mbak Gina dan Shanti yang sudah keluar duluan. Sekuat tenaga aku berjalan normal meski sebenarnya kaki
terasa lemas akibat perbuatannya terlebih tindakanku barusan yang membuat sesuatu cairan keluar dari
kepunyaanku.


BERSAMBUNG
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
tertahan dipojokan bersama mantan, hati bimbang badan terasa kesemutan..
:konak: hioooohhh
dalam perangkap lipatan..
ndusel-ndusel sebel!​
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
alur ceritanya bagus banget.. moga yang buat cerita selalu sehat.. jadi updatetannya g macet hheee
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kayaknya pernah di muat di wattpad deh...
Entah ini adalah penulisnya atau bukan...
 
Part 8


Mia Amelia

Part 8

Keesokan harinya aku terbangun dengan suasana hati yang penuh dengan bahagia. Aku bisa merasakan aura
kebahagiaan menjelang pernikahan. Sesuai rencana Wildan kalau hari ini kami akan makan malam bersama orangtua
kami masing-masing. Aku sudah menghubungi orangtuaku tentang rencana Wildan ini dan mereka menyetujuinya.

Hari ini aku berencana akan ke spa dan ke salon agar penampilanku malam nanti bisa sempurna. Rasa bahagia ini
membuatku deg-degan. Wildan adalah lelaki yang tepat pilihan hatiku untuk menjadi suamiku, bukan orang lain
apalagi itu adalah Edwin.
Malam telah datang dan Wildan menjemputku sebelum nanti kami menjemput orangtuaku yang jaraknya kurang
lebih satu jam dari kostanku. Berhubung akan ada jamuan makan malam bersama orangtua masing-masing, jadi aku
memilih baju yang terlihat sopan dan tidak terlalu sexy namun tetap memperlihatkan keanggunanku. Gaun selutut
berwarna pink adalah pilihanku. Tidak mungkin juga aku memakai pakaian di mana bagian dada yang terlihat atau V
neck, nanti bisa-bisa tanda merah yang ada disekitar dada sebelah kiriku bisa kelihatan lagi sama orangtuaku
maupun orangtua Wildan. Kan bisa bahaya.

"Kamu cantik sekali Mia," puji Wildan sambil menyerahkan se-bucket bunga mawar padaku. Ah, romantisnya.

"Pakaian apapun yang kamu kenakan selalu membuatku terpesona. Apalagi ketika kamu naked," godanya sambil
mengerlingkan sebelah matanya.

"Kamu ini bisa saja, sayang."

"Lho memang pada kenyataannya seperti itu kok," katanya lantas mengecup pipi kananku sebelum dia
membukakan pintu mobil untukku.

Setelah menjemput orangtuaku, akhirnya kami sampai di sebuah restoran yang menurutku terlihat mewah dan
mahal. Sejenak aku menoleh pada Wildan dan seolah tahu apa maksud lirikanku, dia tersenyum dan mendekatiku
lalu berbisik. "Malam ini begitu spesial, aku ingin memberikan yang spesial juga bukan hanya untuk kamu tapi juga
untuk orangtua kamu."

Begitu memasuki ke restoran, aku semakin dibuat takjub karena interiornya bergaya Eropa. Begitu mewah.
Orangtua Wildan tampak sudah berada disebuah meja panjang. "Ya ampun Mia kamu cantik sekali," komentar
Mamanya Wildan yang mampu membuat pipiku merona.

"Terima kasih Tante."

Kami saling duduk berhadapan. Satu sisi aku bersama orangtuaku, satu sisi lagi Wildan dengan orangtuanya.
Setelah memesan menu. Kami pun membuka obrolan. "Tante, Om, saya tidak pandai berkata-kata. Jujur saya merasa
beruntung sekali bisa bertemu dengan Mia. Ketika kami saling kenal, susah sekali untuk mendapatkan hatinya.
Hingga sampai sekarang dia menjadi kekasih saya, saya merasa beruntung. Saya cukup mengenal Mia. Keinginan saya
saat ini bukan hanya sekedar hanya melindungi dan menjaganya dengan rasa cinta dan sayang saya pada Mia. Tapi
ingin membawa hubungan kami kearah yang lebih serius lagi. Untuk itulah maksud dari makan malam ini adalah saya
ingin meminta restu dan ijin dari Om dan Tante untuk menikahi Mia." Wildan berkata sungguh-sungguh.
Mama dan Papa saling melirik lantas menoleh kearahku sebentar. "Sebagai seorang ayah, tentu saya ingin
memberikan yang terbaik untuk putri kesayangan kami. Terlebih itu untuk pendamping hidup. Kami juga ingin
memiliki menantu yang bukan hanya bermodalkan cinta saja untuk menjadi suami Mia, tapi juga lelaki itu harus
memiliki rasa tanggung jawab yang besar untuk putri sulung kami. Kami berdua sepakat kalau kamu adalah lelaki
yang tepat yang bisa menjaga dan melindungi Mia. Untuk itulah bagi saya dan istri saya, tentu merestui dan
mengijinkan kamu untuk menikahi Mia. Sekarang terserah Mia, mau menerima maksud baik kamu atau tidak," kata
Papa panjang lebar. Kini semua mata tertuju padaku yang membuatku terkesiap.

Aku menatap Wildan yang memberikan senyum manis padaku. Seharusnya Papa tidak usah menanyakan hal itu
lagi padaku yang tentunya sudah tentu aku menerimanya. "Wildan begitu baik. Dia selalu memberikan yang terbaik
pada saya. Dia tidak pernah mengecewakan saya dan saya merasa nyaman dan terlindungi jika bersamanya. Dengan begitu saya menerima Wildan untuk menjadi suami saya selamanya," ucapku malu-malu. Pipiku terasa hangat. Hatiku
terasa begitu bahagia ketika aku mengucapkannya. Jauh dua kali lebih bahagia ketika Wildan melamarku beberapa. Mungkin karena ini efek dihadapan orangtua kami masing-masing.

Wildan dan orangtuanya terlihat bernafas lega. "Syukurlah kalau begitu. Kemarilah Mia, Bunda punya sesuatu
untuk kamu," ujar Bundanya Wildan. Aku bangkit dari duduk dan berjalan menghampirinya. "Kamu akan segera jadi
menantu kami, jadi Bunda memberikan kamu sebuah kalung sebagai tanda kalau kamu sudah menjadi bagian dari
keluarga Bunda."

Bundanya Wildan mengalungkanku sebuah kalung berbentuk dua hati bertabur berlian. Begitu indah, cantik dan
terlihat mahal. Aku merasa tersanjung mendapatkannya.Aku tahu kalau Wildan dari keluarga kaya, tapi mencintainya
bukan karena aku melihat seberapa banyak harta yang dia miliki. "Ini bagus sekali Tante."

"Mia, kenapa kamu masih memanggil Bunda dengan sebutan Tante. Mulai saat ini kamu harus memanggil Bunda
ya," suruh Bundanya Wildan sambil mengelus lembut kepalaku lantas kami berpelukan sebelum aku mengiyakan
ucapannya.

Makanan sudah datang, kamipun bersantap sambil mengobrol. Lagi-lagi Wildan memberikan kejutan yang diluar
dugaanku. "Om, Tante, malam ini selain saya meminta restu dan ijin untuk menikahi Mia, saya juga ingin
menyampaikan sesuatu yang penting tentang kapan pernikahan itu dilaksanakan." Aku, orangtuaku dan orangtua
Wildan menyimak. "Jujur saya ingin segera menikahi Mia, untuk itulah setelah pertemuan ini saya ingin segera
pernikahan itu dilaksanakan. Rencananya saya ingin pernikahan kami dilaksanakan tiga bulan lagi."

Aku tersedak mendengarnya. Aku tidak pernah menyangka kalau Wildan akan secepat itu untuk menikahi aku
setelah pertemuan ini. Meskipun jujur aku senang mendengarnya. Tapi kenapa dia tidak memeberitahuku terlebih
dahulu. Tiga bulan lagi? Ya ampun itu artinya aku akan sah menjadi seorang istri dari Wildan Nugroho, lelaki yang
begitu mencintaiku dan menginginkan tubuhku. Itu artinya aku akan segera melepas masa perawan dan akan
terbebas dari perang hasrat dan keinginanku untuk bercinta. Kulirik Wildan dan kuhadiahi dia dengan senyuman
manis terbaikku.

"Tiga bulan ya?" Tampak Papa berpikir. "Apa itu tidak terlalu cepat? Maksudnya, apa selama tiga bulan segala
persiapan akan bisa terpenuhi."

"Saya sudah mempersiapkan rencana ini sejak setahun yang lalu Om. Dari mulai hotel tempat resepsi
pernikahan, baju pengantin, souvenir, katering dan segala hal yang berhubungan dengan pernikahan saya dan Mia
sudah saya siapkan. Saya juga sudah memilih EO-nya," Wildan menoleh kepadaku seolah dia ingin memberiku
kejutan. "Saya merasahasiakan ini dari Mia agar menjadi kejutan. Jadi ketika semua sudah fix, saya tinggal
menghubungi mereka."

"Wow, kalau begitu apalagi yang ditunggu. Mia, kamu sudah siap kan kalau tiga bulan lagi kamu akan menikah?"
tanya Mama yang cukup membuatku gugup.

Aku hanya bisa mengangguk, tidak bisa berkata apa-apa untuk menggambarkan rasa bahagiaku. Wildan memang
penuh kejutan. Aku tidak pernah menduga kalau dia sudah merencanakan untuk menikahiku setahun yang lalu.
Selama ini aku pikir dia tidak memandang serius hubungan ini dan dulu aku sempat berprasangka kalau dia hanya
ingin mencicipi setengah dari tubuhku karena dia selalu menumbuhkan gairah sex-ku dengan sentuhan-sentuhan
lembutnya tanpa menuntaskannya dengan bercinta. Kalau begini sih aku semakin sayang dan cinta padanya. Lihatlah
betapa beruntungnya aku bertemu dengan Wildan dan dalam waktu tiga bulan lagi, seutuhnya dia akan menjadi
milikku dan aku akan menjadi miliknya. Hanya menjadi miliknya seutuhnya, tegasku membatin.

Sambil menunggu dessert datang, obrolan kembali dilanjutkan. Aku sendiri pamit sebentar untuk ke toilet.
Rasanya ada bahagia yang ingin aku teriakkan. Begitu sampai didalam toilet yang kebetulan kosong, segera aku
luapkan semua rasa bahagia yang membuncah dalam hatiku. Aku berjingkrak kegirangan dihadapan cermin yang ada
di atas wastafel. Senyum mengembang terus menghiasi sudut bibirku ketika kulihat diriku dicermin. Kalung yang
diberikan oleh calon mertuaku memang terlihat mewah dan mahal karena ditaburi berlian. Kuraba liontin kalung itu
yang berbentuk dua hati yang saling menempel. Dua hati itu menandakan dua hati antara aku dan Wildan. Dua hati
yang tidak akan terpisahkan oleh apapun maupun siapapun kecuali oleh Tuhan.

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Part 9


Mia Amelia

Part 9

Mataku bengkak ketika aku bangun tadi pagi. Semalaman aku tidak bisa tidur dan hanya bisa menangis
memikirkan perkataan Edwin. Awal kehadirannya yang tiba-tiba sungguh membuatku kaget. Terlebih sekarang dia
menjadi bosku, manager dibagian marketing di mana pertemuan kami 8 jam perhari dari Senin sampai Sabtu. Segala
cara aku lakukan agar bisa menyamarkan mataku yang bengkak beserta dengan kantung mata yang udah kaya mata
panda. Sekalipun sudah tertutupi oleh makeup, tetap saja samar-samar masih terlihat mata bengkakku.

"Mata kamu bengkak, sayang. Semalaman kamu menangis?" tanya Wildan ketika dia menjemputku.

"Iya, aku menangis karena bahagia. Aku tidak menyangka kalau dalam waktu tiga bulan lagi aku akan melepas
masa lajangku," bohongku karena tidak ingin Wildan tahu apa yang sebenarnya membuatku menangis semalaman.

Kekhawatiran Wildan perlahan sirna dengan kebohongan yang aku ucapkan. Kini kekhawatiran lain yang
melandaku ketika sekarang aku sudah sampai di lobby kantor. Gedung 11 tingkat ini memang dihuni oleh berbagai
perusahaan yang berbeda disetiap lantainya. Sejenak aku mematung dengan pikiran yang hanya terpusat pada lelaki
yang bernama Edwin Aryansyah. Kehadirannya saat ini menjadi malapetaka bagiku. Kucoba untuk menyingkirkan
tindakan dia kemarin malam yang membuat tubuhku tak bisa menahan gairah bercinta yang dilakukan olehnya.
Jepitan yang aku lakukan pada telunjuknya terkadang masih terasa. Aku menggelengkan kepalaku dengan keras
ketika wajah penuh nafsunya hendak membayangi pikiranku. Well, ini bukan pertama kalinya aku melihat wajah nafsu
bercintanya.

"Aduh, please tahan li?-nya dong," pintaku setengah berlari menuju li?. Dari dalam li? seseorang menahan pintu.
Aku bernafas lega. "Terima kasih ya..." kataku lalu menyadari siapa yang sudah menahan li?. Edwin.
Glek! Aku menelan ludah melihatnya. Beberapa detik kedua mata kami saling bertaut. Jantungku tiba-tiba saja
berdebar kencang. Aliran darahku terasa deras mengalir keseluruh tubuh. Seolah memberi tahu pada setiap titik
rangsanganku apa yang pernah Edwin lakukan pada tubuhku dengan sentuhannya. Tanpa permisi kejadian kemarin
terputar kembali dalam pikiranku seperti sedang menonton di bioskop. Begitu panas, mendebarkan, bergairah dan
terlalu nikmat kalau dilanjutkan. Aku tersenyum kecil lantas mundur beberapa langkah kebelakang menghindar
untuk dekat dengannya. Tubuhku tidak akan tahan jika terlalu lama berdiri disampingnya. Li? mulai naik,
pandanganku tak bisa lepas darinya yang berdiri didekat pintu.

Dari tempatku berdiri yang lebih memilih berdiri dipojokan, aku bisa melihat dia secara leluasa meski hanya
melihatnya dari belakang. Postur tubuhnya tinggi dan berotot. Jas hitam yang dia kenakan semakin menonjolkan sisi
lelaki metroseksual. Rambutnya kelimis, mungkin dia menggunakan gel disetiap helai rambutnya. Entahlah tapi aku
bisa merasakan aura Leonardo DiCaprio di film The Great Gatsby dari pancaran aura tubuhnya. Begitu mempesona.
Tangan kirinya memegang tas kerjanya sementara tangan kanannya tampak bersembunyi didalam saku celananya.
Hanya melihatnya dari belakang saja bisa terlihat ketampanannya dan yeah... dia terlihat menawan. Tiba-tiba saja
aku merapatkan kakiku ketika aku bisa merasakan telunjuk Edwin yang hendak masuk keliang Miss V-ku kemarin
malam. Memikirkannya membuat tubuhku bergetar.

"Jadi itu yang namanya Edwin?" Seseorang berbisik yang membuat telingaku semakin dipertajam untuk
mendengarnya.

"Ya ampun cakep banget ya. Aku jadi pengen pindah ketempat dia bekerja," temannya menimpali sambil
menahan tawa.

Aku memutar mataku mendengarnya. Aduh please deh kalian ada-ada saja. Jangan melihat seseorang dari
penampilannya saja. Coba kalian tahu apa yang tersembunyi didalam dirinya. Seingatku dia adalah lelaki yang
memiliki gairah bercinta yang tinggi. Selain itu dia juga keras kepala demi untuk mendapatkan apa yang dia inginkan,
kataku membatin.

Pintu lift terbuka dilantai tempatku bekerja, kulihat Edwin keluar tanpa menoleh kearahku. Aku mengikutinya
dengan semua tanya yang tertahan diotakku. Sikap dia di kantor dengan kemarin malam memang berbeda. Seolah
dia memiliki kepribadian ganda. Ya aku tahu kalau dia tidak menginginkan hubungan aku dengannya dimasa lalu
diketahui oleh orang banyak. Aku juga tidak mau kalau aku diberondol pertanyaan mengenai kisah cintaku dulu
bersamanya yang begitu intens dan bergairah. Bagiku cara dia merahasiakan identitas hubungan kami cukup
diancungi jempol. Dia bertingkah seperti seorang aktor yang sedang memerankan peran dan aku berperan sebagai
aktris pendamping yang memerankan rahasia kecil tentang masa lalu yang tidak ingin kami ungkap.

Setelah melewati meja resepsionis, Ira menyambut Edwin dengan senyuman centilnya. Aku mendelik ketika mata
kami saling bersirobok. Entah berawal dari mana tapi hubungan aku dan Ira kurang baik. Begitupun antara dia dan
kedua sahabatku, Shanti dan Mbak Gina. Heran deh pagi-pagi gini dia sudah ada dipintu masuk ruangan marketing.
Kelihatan banget kalau dia carmuk sama Edwin.

"Selamat pagi Pak Edwin," sapanya ramah diselingi dengan senyum manis andalannya.

"Selamat pagi Ira," balasnya tak kalah ramah.

"Em... Pak, nanti jam sembilan ada rapat semua pimpinan divisi," katanya memberitahu sambil menyerahkan
map berwarna merah.

Edwin mengeluarkan tangan kanannya yang sedari tadi ada didalam saku celananya. Mataku langsung membulat
begitu melihat tangan kanannya diperban. Ya ampun, luka yang kemarin malam. Aku langsung menggigit jariku
mengingat bagaimana Edwin meluapkan amarah dan emosinya dengan cara memukul-mukul tembok hingga
tangannya berdarah. Apa tangannya baik-baik saja, tanyaku membatin. Dia mengambil map itu dari tangan Ira.

"Ya ampun kenapa tangannya Pak. Kok diperban?" Ira menunjukkan rasa khawatirnya sambil meraih tangan
Edwin.

Gila! Ira benar-benar terang-terangan untuk menarik perhatian Edwin dengan cara memberikan perhatian lebih
padanya.

"Tidak apa-apa, hanya luka kecil," Edwin menarik tangannya. "Terima kasih untuk informasinya, Ra. Aku harus
keruanganku, ada pekerjaan yang menantiku," potong Edwin ketika Ira hendak bicara lagi. Tanpa melihat ekspresi
wajah Ira yang kesal, Edwin melongos begitu saja. Melihat itu membuatku tidak bisa menahan tawaku. Ira melirik
kearahku. Dia berjalan mendekatiku sambil melipat tangannya didada. Mata kami saling mendelik ketika dia
melewatiku tanpa berkata apa-apa.

Aku menghela nafas begitu pantatku sudah mendarat dikursiku. Segera kunyalakan komputer. Tas Mbak Gina ada
dimejanya, tapi aku tidak melihatnya. Mungkin dia sedang ada di pantry. Kulirik meja Shanti, tampaknya dia belum
datang. Ada rasa bahagia yang ingin aku bagi bersama mereka. Rasa bahagia karena dalam waktu tiga bulan lagi aku
akan menikah dan rencananya aku akan memberi tahu mereka hari ini.

Beberapa menit kemudian Mbak Gina dan Shanti datang bersamaan. Seperti dugaanku Mbak Gina berada di
pastry untuk mengambil minum sementara Shanti memang baru datang. Aku menyuruh mereka untuk duduk
mendekat yang cukup membuat mereka penasaran. Entah aku harus memulainya dari mana, aku hanya ingin berbagi
kebahagiaan ini dengan kedua sahabatku.

"Ada apa Mia? Cepat katakan." Mbak Gina sudah tidak sabar. Kedua tangannya menggenggam mug berisi teh
manis hangat.

"Aku akan menikah," kataku langsung to the point yang membuat kedua sahabatku tersenyum merekah.

"Iya aku tahu kamu akan menikah. Bukankah kamu sudah dilamar sama Wildan."

"Tiga bulan lagi," tambahku yang langsung membuat Mbak Gina histeris lalu memelukku setelah menyimpan mug
berisi teh manis hangat dimeja.


BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd