Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Let Down

Bwahahahahahahaha..akang mah bisa ajah..delima aja atuh kang,kalo tante mah terkesan uda uzur,delima mah masih kecil,bau kencur
Dipanggil 'Neng' aja, kalau begitu ya..heheh
Seperti Dinan memanggil Neng Neta.. :)
 
Dipanggil 'Neng' aja, kalau begitu ya..heheh
Seperti Dinan memanggil Neng Neta.. :)
Ahahahahahahahaha...asek2..'neng delima':dance:rada aneh, tapi keren juga kang:D..sok, di update atuh kang, delima penasaran dgn nasib neng tessa
 
- C L O S E D -
 
Terakhir diubah:
Oh BIP teh geus lami enya kang, kirain BIP teh baru ada sekitar 2007/2008, hehehe

37
(Hari yang Sempurna)


7 Agustus 2005


Hari Minggu.

Pagi menjelang siang, Dinan telah berada di kediaman keluarga Neta.

"Venue konsernya di mana?" tanya si Tétéh. "Acaranya dimulai jam berapa?"

"Brigif Cimahi, Téh," jawab Dinan. "Kalau melihat di billboard, acara dimulai jam 11.00. Selesai tengah malam nanti."

"Lama sekali," komentar si Tétéh. "Memangnya, ada berapa band pengisi acara?"

"Puluhan," jawab Neta, yang baru keluar dari kamarnya. "Dan sebagian adalah favoritnya si Akang."

"Pantas kamu bersemangat, Dinan," ujar si Tétéh.

Dinan hanya nyengir.


Ya, semenjak hampir dua bulan lalu, ketika kali pertama melihat billboard di depan BIP tentang penyelenggaraan ajang musik besar tersebut, Dinan langsung mencatat di agendanya. Ia mengajak Neta untuk hadir di acara yang pada penyelenggaraan perdananya di Jakarta tiga tahun lalu memiliki slogan 'Ajang Musik Paling Bernyali' itu. Melihat kesungguhan Dinan, Neta merasa tak tega menolak ajakan tersebut.

Ini adalah kali kedua ajang tersebut menyambangi Bandung, setelah tahun 2003. Pada tahun tersebut, acara digelar di Lapangan PPI Pussenif, Jl. Katamso Bandung. Dinan tidak berminat untuk datang, karena pada saat itu, hatinya tengah dilanda kecamuk akibat konflik asmaranya dengan Tessa. Datang ke konser tanpa teman, dalam keadaan hati yang kisruh, dapat berakibat fatal.

So, ketika berselang dua tahun acara tersebut mampir lagi di Bandung, Dinan menyambutnya dengan sumringah. Apalagi, saat ini, suasana hati Dinan sedang begitu melambung. Penyebabnya, siapa lagi kalau bukan Neta? Selain itu, fakta bahwa saat ini dirinya berstatus sebagai karyawan, meski berpenghasilan tidak terlalu besar, menambah kegembiraan hatinya.

Sejak dua pekan lalu, dua lembar tiket telah dipesannya, di sebuah toko musik di Jl. Djuanda. Kemarin sore, bersama Neta, ia menukarkan resi pemesanan dengan tiket asli, juga di tempat yang sama. Dan hari ini, sejak siang hingga tengah malam nanti, ia dan Neta akan bersama-sama menjadi saksi salah satu acara musik terbesar yang pernah digelar di Indonesia tersebut.


Umi tiba di rumah, sepulang dari pasar.

"Kalian berencana berangkat jam berapa?" tanyanya.

"Jam setengah 10," jawab Dinan dan Neta serempak.

Umi menatap jam di dinding ruang tengah. "Masih ada waktu 40 menit lagi. Umi buatkan bekal makanan ringan untuk dimakan di lokasi acara, ya?"

"Nggak usah, Mi," tolak Neta. "Tas kami udah penuh. Nanti..."

Namun Dinan buru-buru meletakkan telunjuk tangan kanan di depan bibirnya. Lalu melangkah menyusul Umi yang telah berada di dapur. Neta cukup heran.


Dua puluh menit kemudian, Dinan kembali ke ruang tengah dengan menjinjing sebuah bungkusan plastik hitam. Mungkin itulah bekal makanan ringan yang dibuatkan Umi.

"Menambah beban di dalam tas, Kang," protes Neta.

"Biar aku yang menggendong," ujar Dinan, sambil tersenyum tenang. "Néng... orang tua nggak senang ditolak. Turuti aja."

Neta tertegun.

"Nanti, kita akan tahu, bahwa Umi benar," sambung Dinan. "Dan kelak, kita akan sangat berterima kasih karena Umi udah membekali kita dengan makanan ringan sebanyak ini."


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Satu jam kemudian, mereka telah berada semakin dekat dengan venue konser. Dinan memilih untuk memarkirkan sepeda motornya di area parkir sebuah rumah sakit milik TNI, yang berjarak sekira 1,5 kilometer dari venue. Lalu meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki.

"Kenapa nggak parkir di sekitar lokasi konser?" tanya Neta, sedikit memprotes keputusan Dinan. "Jadi nggak perlu jalan kaki lagi, 'kan?"

"Lebih tenang parkir di area rumah sakit," jawab Dinan. "Karena nanti, ketika keluar, petugas parkir mengecek STNK."

Neta mengangguk tanda mengerti.

"Selain itu," lanjut Dinan. "Berjalan kaki sepuluh ribu langkah sehari bisa mencegah osteoporosis."

Neta merengut. "Beda konteks atuh, Kang. Niat kita 'kan mau nonton konser."

Dinan tertawa kecil. "Kamu malas berjalan kaki karena matahari lumayan terik, ya?"

"Nah, itu Akang mengerti," cetus Neta.

"Kalau begitu, pulang lagi aja, yuk!" usul Dinan. "Nggak usah nonton konser."

"Kenapa?" tanya Neta heran.

"Karena di venue, matahari juga seterik ini," jawab Dinan.

Neta terdiam.


Hingga ratusan meter berjalan kaki, keduanya saling diam. Lama-lama, Dinan merasa tak enak hati.

"Jangan bete dong, Néng," bujuknya. "Kita mau bersenang-senang. Masa' harus dimulai seperti ini?"

Neta mengangguk, lalu menoleh ke arah Dinan. Dipaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Jangan cemberut lagi," tambah Dinan. "Wajahmu nggak manis lagi kalau menekuk wajah."

Neta tersenyum lebih lebar.

"Dan jangan tersenyum terlalu lebar juga," sambung Dinan. "Wajahmu jadi terlihat aneh."

Neta mencengkeram bahu kiri Dinan dengan gemas.


Semakin dekat dengan area konser, suasana kemeriahan ala music event pun mulai terasa. Deretan umbul-umbul berwarna-warni bertuliskan sebuah merek rokok sebagai sponsor acara, belasan orang calo tiket, hingga gerombolan-gerombolan calon penonton, makin kerap ditemui. Puluhan kali menonton konser, Dinan sudah sangat tidak asing dengan suasana tersebut. Namun, tidak dengan Neta.

Meski ini bukan kali pertama, namun Neta terbilang jarang menyambangi acara musik. Praktis, suasana meriah ini menimbulkan euforia tersendiri di hatinya.

"Aku udah bisa membayangkan bagaimana serunya acara nanti," cetusnya.

"Ini akan jadi kenangan indah, Néng," tanggap Dinan. "Aku berjanji."

Neta mengangguk antusias.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Dinan dan Neta sepenuhnya berada di dalam venue, setengah jam setelah pintu masuk resmi dibuka. Belum terdengar apapun dari dua panggung besar di sisi selatan dan barat arena, yang menurut jadwal tertera di buklet, baru akan memulai pertunjukan pukul 12.05. So, setelah pintu masuk dibuka pada pukul 11.00, penonton dihibur oleh beberapa band lokal yang tampil di atas Talent Stage, tak jauh dari pintu masuk.

"Jadi, sekarang kita ngapain?" ujar Neta, sambil membuka-buka buklet.

Dinan melakukan hal yang sama. Lalu menunjuk salah satu halaman. "Aku mau ikut Musiclinic bareng Shandy."

"Drummer PAS Band, ya?" tanya Neta.

Dinan mengangguk.

"Jam 13.00," gumam Neta. "Registrasi dari sekarang aja, atuh!"


Mereka pun menyambangi booth Musiclinic yang terletak di sebelah kiri panggung utama Selatan. Dinan mengikuti antrean, sementara Neta menunggu tak jauh dari panggung utama Selatan. Beruntung, Dinan belum kehabisan kuota. 15 menit kemudian, tiket peserta Musiclinic bersama Shandy pun telah berhasil dikantonginya.

Neta tertawa, melihat Dinan menghampirinya sambil mengibarkan selembar tiket Musiclinic tersebut dengan gaya jenaka.

"Deuh... yang lagi senang," godanya.

Dinan nyengir. "Kamu mau ikut Meet & Greet, mungkin?"

"Hmm... mau," jawab Neta, sambil kembali membuka-buka buklet. "Aku kepingin ketemu Melly Goeslaw, Kang."

"Boleh," ujar Dinan. Lalu meneliti buklet. "Jam 16.30, ya?"

Neta mengangguk. "Akang ikut juga?"

"Yaa... ikut, atuh!" Dinan tertawa kecil. "Kalau kamu sendirian, lalu ada yang menggoda? Enak aja, pacarku yang manis ini digoda orang!"

Neta tersipu. Siku tangan kanannya mendarat di pinggang kiri Dinan.


Mereka pun bergerak menuju booth Meet & Greet di sebelah kanan panggung utama Barat. Sayangnya, karena Meet & Greet dengan Melly Goeslaw baru terjadwal nanti sore, maka registrasi belum bisa dilakukan.

"Ketemu artis lain aja, atuh," usul Dinan. "J-Rocks atau Maliq & D'Essentials, mungkin?"

Neta menggeleng. "Nanti aja datang ke sini lagi."

"Sekitar jam dua nanti, Mas, Mbak," ujar seorang kru. "Mungkin udah bisa registrasi Meet & Greet dengan Melly Goeslaw."


Panggung utama Selatan mulai berdentum, pertanda bahwa sesaat lagi akan tampil sebuah band. Dan tak lama, Melanie Soebono dan band-nya memulai aksinya. Penampilan putri dari promotor tenar Adri Soebono itu kental dengan nuansa rock. Cukup untuk membuat adrenalin penonton bangkit, di tengah hari yang panas terik itu.


Dinan dan Neta memilih untuk menikmati penampilan Melanie Soebono dari kejauhan. Sambil berteduh di sebelah mixer zone yang memang cukup terlindung dari sengatan matahari itu. Dinan berinisiatif untuk mengeluarkan bungkusan plastik hitam dari tas selempangnya. Bekal makanan ringan yang diberikan Umi.

Saat itulah Neta tahu bahwa Umi membekali aneka camilan seperti kacang atom, pilus, keripik singkong sampai telor gabus. Dan yang terpenting, adalah keberadaan sepuluh buah leupeut isi daging cincang, salah satu penganan kesukaannya. Bisa ditebak, penganan yang disebut terakhirlah yang lebih dulu ia sentuh.

"Kamu pasti berterimakasih kepada Umi, karena udah dibekali leupeut," tebak Dinan. "Iya, 'kan?"

Neta mengangguk lirih.

"Seorang ibu selalu tahu, apa yang dibutuhkan putra dan putrinya," lanjut Dinan. "Makanya, jangan buru-buru membantah atau menolak perkataan Umi."

"Iya, aku menyesal," Neta menatap Dinan dengan sorot mata bersalah. "Aku nggak akan seperti itu lagi."

"That's my girl," seloroh Dinan.

"Aku malu, dinasehati sama Akang," ucap Neta. "Aku memang bandel, ya."

"Bandel sekali," goda Dinan. "Karenanya aku sayang kamu."

"Nggak korelatif," rutuk Neta dengan wajah tersipu.


Setelah Melanie Soebono, berturut-turut tampil J-Rocks, Wasabi dan Koil, bergantian di panggung utama Barat dan Selatan, lalu kembali ke Barat. Hingga akhirnya tibalah waktunya untuk penampilan PeHaBe di panggung utama Selatan.

"Band cadas, ya?" tebak Neta, saat Dinan menarik lengan kirinya, mengajaknya mendekati panggung utama Selatan.

"Begitulah," jawab Dinan, diam-diam menahan senyum.


Neta merasa tebakannya tepat, ketika band lokal asal Bandung itu mulai memainkan intro lagu berjudul Kamar Hitam, yang penuh distorsi gitar elektrik dan gebukan drum nan keras. Terlebih, di awal penampilannya, Nedi, sang vokalis, sempat melontarkan pernyataan bernada provokatif,

"Stop pengkotakan jenis musik. F*ck you all!"

Namun, mau tidak mau Neta tertawa geli, karena setelah itu, justru hanya bunyi alat musik tamtam yang menjaga ritme lagu. Nyatanya, musik yang diusung PeHaBe sangat enak untuk dinikmati sambil bergoyang ala dangdut.

"Ternyata musik orkes," serunya, berusaha mengalahkan suara yang diteriakkan soundsystem.

"Tapi seru, 'kan?" tanggap Dinan, sambil terus bergoyang syahdu.

Neta mengangguk riang.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Secara spesifik, terdapat dua penampil yang ditunggu oleh Dinan, yaitu Naif dan Slank. Kebetulan, mereka adalah dua performer terakhir. Naif pada pukul 21.00, dan Slank di jam 21.50. Sementara Neta, malah tidak menanti satu pun bintang tamu secara khusus. Ia hanya ingin bergembira bersama Dinan, sang kekasih. Itu sudah lebih dari cukup.

Alhasil, selama gelaran, keduanya lebih sering berjalan-jalan mengitari area konser. Menyambangi deretan merchandise booth. Mengikuti beberapa games seru di dalam sebuah zone yang didirikan perusahaan rokok yang menjadi sponsor utama acara ini. Keluar-masuk Waterdome karena tubuh kegerahan. Atau sekadar duduk sambil berbincang di pelataran bangunan militer, yang berdampingan dengan masjid.

Dinan sempat mencoba peruntungan dengan mengikuti games biliar bola 9. Jika berhasil mengalahkan tiga orang lawan, ia berhak atas souvenir eksklusif dari sponsor. Namun, karena hanya bermodalkan kenekatan tanpa skill mumpuni, Dinan sudah kalah di laga pertama. Sang lawan hanya memberinya kesempatan dua kali memukul, sebelum akhirnya memasukkan bola nomor 9.


Keseruan terjadi ketika Dinan dan Neta sama-sama mencoba wahana Eurobungy. Paduan antara olahraga trampolin dan bungee jumping ini sukses membuat keduanya berteriak-teriak histeris di sela-sela tawa lepasnya. Sensasi ketika tubuh melontar tinggi, kemudian terhempas lagi berkat elastisitas tali yang terikat pada tubuh, dan melambung kembali oleh efek pegas trampolin, cukup membangkitkan adrenalin.

Hingga ketika keduanya selesai bermain, dan para kru membantu melepaskan tubuh mereka dari ikatan tali elastis, Dinan dan Neta tak henti tertawa-tawa riang. Meski tak bisa memungkiri bahwa jantung berdebar, namun mereka harus mengakui betapa wahana tersebut sangat menyenangkan.

"Terima kasih, Kang..." bisik Neta, di sela napas yang tersengal. "Aku benar-benar gembira."

Dinan merengkuh kepala Neta, dan menatap kedua matanya lekat-lekat. "Aku sayang kamu."


Penampilan Superglad, Maliq & D'Essentials dan Seurieus dinikmati mereka sambil lalu. Tidak terlalu fokus ke arah panggung. Terlebih, Dinan sempat mengikuti Musiclinic bersama Shandy PAS Band. Dan saat Dinan tengah menghadiri klinik bermain drum tersebut, Neta malah mengantre untuk mendapatkan tiket Meet & Greet Melly Goeslaw. Selama setengah jam, Dinan dan Neta asyik dengan kesibukan masing-masing.

Mereka kembali fokus memerhatikan panggung, saat Tere tampil di panggung utama Selatan. Neta cukup menyukai lagu-lagu milik penyanyi tersebut, seperti Sendiri, Awal Yang Indah, atau Selebihnya Dusta. Setelah Tere, berikutnya yang tampil adalah Melly Goeslaw dan Glenn Fredly. Kedua penyanyi tersebut, juga disukai Neta.


Pukul 16.30, Dinan dan Neta telah berada di booth Meet & Greet bersama puluhan orang lainnya, untuk mengikuti sesi berbincang dengan Melly Goeslaw. Hingga setengah jam ke depan, mereka berhak bertanya pada sang artis. Juga meminta tandatangan dan berpose bersama. Dan saat akan meninggalkan booth, kru memberikan foto masing-masing bersama idolanya.

"Senang?" tanya Dinan, sekeluarnya dari booth.

"Banget," jawab Neta, penuh antusiasme. "Mmh... terima kasih ya, Kang."

Dinan mengacak pelan rambut Neta. "Apapun untuk bikin kamu gembira, Néng."


Saat mereka selesai mengikuti Meet & Greet, di panggung utama Barat sedang tampil Audy. Untuk yang satu ini, Dinan lebih menggemarinya, dibandingkan Neta. Neta sampai tak kuat menahan tawa, ketika melihat Dinan yang penuh penghayatan ikut menyanyikan lagu-lagu sang penyanyi, seperti Hingga Saat Tiba, Dibalas Dengan Dusta, Arti Hadirmu, juga Janji Diatas Ingkar.

"Drummer Pilus Band," cetusnya. "Penggemar musik rock & roll, ternyata bisa mellow juga!"

Dinan nyengir.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Selepas penampilan Audy, seluruh panggung rehat selama satu jam. Acara akan kembali dilanjutkan pada pukul 18.30, dengan penampilan kolaborasi PAS Band dan Nicky Astria di panggung utama Barat. Pada rilis awal, semestinya acara dilanjutkan pukul 18.00, dengan performa dari Chrisye. Namun, karena sang legenda tengah menjalani kemoterapi di Singapura, maka rundown pun diubah.

Dinan dan Neta menggunakan jeda tersebut untuk mencari spot yang agak sepi dan lebih privasi. Namun hal tersebut sulit, mengingat pasangan yang menginginkan hal serupa bukan hanya mereka. Setiap area yang terpencil, telah dihuni pasangan lain.

"Yang penting gelap aja, deh," cetus Neta.

Dinan tergelak. "Biar bisa ML dengan nyaman?"

"Ngaco, ih!" bentak Neta. "Ngomong kamana waé."

Dinan nyengir.


Mereka pun berhasil menemukan tempat yang cukup redup, tak jauh dari booth Musiclinic di bagian selatan venue. Meski mereka tahu, ketika acara berlanjut, area tersebut akan kembali benderang. Tak apalah. Setidaknya, Dinan dan Neta dapat mengobrol sambil gelap-gelapan sampai satu jam ke depan.


Dinan kembali mengeluarkan bungkusan plastik hitam berisi bekal dari Umi.

"Leupeut-nya harus kita habiskan, Néng," ujarnya. "Nanti terlanjur basi."

Neta langsung mengambil sebuah leupeut, dan menyantapnya. Sementara Dinan memilih untuk membuka kemasan plastik berisi keripik singkong.

"Kamu nggak kepingin jajan?" tanya Dinan.

"Nggak, ah," jawab Neta. "Kita habiskan leupeut aja."

"Kalau kurang kenyang, dan kepingin jajan sesuatu, bilang aja, ya?" ingat Dinan.

"Ah... iya," Neta terkekeh. "Uang Akang masih banyak, karena baru gajian sepekan lalu."

Dinan tersenyum. "Makanya, aku menawari kamu untuk jajan."


Sejenak, Dinan dan Neta berhenti berbincang, karena terlalu asyik menyantap camilan masing-masing. Kentara bahwa sesungguhnya mereka lapar. Namun, atmosfer konser yang menyenangkan, membuat mereka melupakan rasa lapar itu.


"Akang udah cukup puas dengan gaji yang didapatkan saat ini?" tanya Neta.

"Belum, Néng," Dinan menggeleng. "Aku kepingin gaji lebih besar. Gaji saat ini, hanya cukup untuk hidup melajang, dan masih tinggal di rumah orang tua."

"Jadi, Akang mau mencoba cari pekerjaan lain?" tanya Neta lagi.

Dinan mengangguk. "Nanti, ketika kita udah menikah, gaji saat ini pasti nggak cukup, Neng."

"Aku nggak akan menuntut banyak, kok!" tanggap Neta. "Asalkan cukup buat dapur, ongkos dan bayar kontrakan."

"Nah itu," Dinan tersenyum. "Gajiku saat ini, memang belum cukup untuk memenuhi permintaanmu tadi. Terlalu kecil untuk berumahtangga."

"Iya, sih..." gumam Neta. "Ketika tanggung bulan, Akang masih suka menahan diri untuk jajan. Ciri bahwa gajinya pas-pasan."

Dinan tertawa kecil.


"Aku dibesarkan di tengah keluarga yang hidup sederhana," tutur Neta. "Almarhum Abi hanya PNS golongan III yang gajinya hanya masuk kategori 'cukup', bukan 'besar'. Setelah Abi meninggal, kami hanya mengandalkan uang pensiun yang nggak seberapa."

Dinan menanggapi dengan anggukan.

"Aku terbiasa hidup secukupnya," lanjut Neta. "Jadi, kalau kita udah menikah, aku nggak akan minta kemewahan dari Akang. Secukupnya aja. Aku nggak mau sok. Nggak mau olo-olo, kalau orang Sunda bilang."

"Tapi, wajar kalau aku kepingin memberikan lebih untukmu, 'kan?" ujar Dinan. "Meskipun aku tahu, kamu nggak pernah meminta itu."

"Akang kepingin bikin aku bahagia," Neta tersenyum. "Itu intinya."

"Iyalah," Dinan tertawa. "Karena itulah salah satu tujuan pernikahan. Membuat hidup kita menjadi lebih bahagia."

Neta mengangguk.

"Aku akan merasa sangat berdosa, Néng," sambung Dinan. "Seandainya setelah menjadi istriku, ternyata hidupmu nggak bahagia."


Neta menyandarkan kepalanya di bahu kanan Dinan.

"Aku berjanji, Kang," lirihnya. "Akan selalu mendukung usaha Akang mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik."

"Terima kasih, Néng," balas Dinan. "Dukunganmu selalu berarti untukku."

Neta meremas telapak tangan kanan Dinan.

"Kalau saat ini, aku udah berhasil bangkit dari kepahitan di masa lalu, itu karena kamu," lanjut Dinan. "Terima kasih, Néng. Karena kamu selalu sabar menuntunku."

"Karena aku menginginkan Akang," tanggap Neta. "Kalau aku mudah menyerah, nanti Akang pergi."

"Aku nggak akan pergi darimu, Néng," ucap Dinan. "Aku nggak mau jauh darimu."


Neta beringsut, duduk memunggungi di depan Dinan. Disandarkannya punggungnya di dada sang lelaki.

"Aku kepingin dipeluk," bisiknya. "Pelukan Akang selalu bikin aku tenang."

Dinan pun melingkarkan kedua tangannya di pinggang dan perut Neta. Lembut dikecupinya leher belakang kekasihnya nan manis itu. Neta sedikit bergidik.

"Aku sayang kamu, Néng," bisik Dinan. "Sayang sekali."

Neta tersenyum. "Aku juga sayang Akang."


Lighting di panggung utama Barat menyala, disusul dentuman suara drum.

"PAS Band mau main," ujar Neta. "Kita mendekati panggung?"

"Di sini aja," tolak Dinan. "Aku masih kepingin kita seperti ini."

Neta tertawa. "Akang kangen sama aku, ya?"

"Pasti," Dinan tersenyum. "Hampir dua pekan, kita nggak bertemu, Néng. Mana mungkin aku nggak kangen?"

"Demi karir," gumam Neta. "Memang mesti ada yang dikorbankan. Salah satunya, yaa... intensitas bertemu."

Dinan mengangguk. "Seperti si Aa, rela berpisah dengan si Tétéh, demi kehidupan yang lebih baik. Sampai empat tahun, malah!"

"Nah, si Aa dan si Tétéh berpisah jauh lebih lama," tanggap Neta. "Akang mah, baru dua pekan nggak bertemu aku, udah kangen!"

Dinan nyengir. "Aku nggak sanggup membayangkan, empat tahun berpisah. Seperti apa rasanya, ya?"

"Kalau dibawa santai, yaa... asyik-asyik aja, Kang," ucap Neta. "Si Tétéh-lah buktinya."

Pandangan mata Dinan menerawang. "Empat tahun menahan horny..."

"Si Akang, ih...!" Neta melotot. "Masih bisa masturbasi, 'kan?"

Dinan tergelak.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Setelah PAS Band yang berkolaborasi dengan Nicky Astria, berturut-turut tampil Cokelat dan Peterpan. Dinan dan Neta menikmati penampilan artis-artis tersebut sambil tetap bertahan duduk di area selatan venue, di dekat booth Musiclinic itu. Mereka tetap mengobrol sambil menikmati camilan yang dibekali Umi.

Menjelang pukul 21.00, barulah mereka bergerak mendekati panggung utama Selatan. Pada jam tersebut, Naif akan tampil. Dinan mengajak Neta untuk menonton performa David cs. sedekat mungkin. Suasana di depan panggung utama Selatan tidak terlalu padat. Konsentrasi massa justru terpusat di depan panggung utama Barat, karena setelah penampilan Naif, giliran Slank yang tampil di panggung tersebut, sebagai pemungkas acara.

Ya, band asal Gang Potlot itu memang menjadi grup musik terbesar di Indonesia. Penggemarnya pun mencapai puluhan juta orang. Dan di mana pun mereka tampil, para penggemarnya akan menyemut, mendominasi venue. Malam ini, hal tersebut dibuktikan dengan telah berkibarnya puluhan bendera berlogo Slank di depan panggung utama Barat, meski idolanya baru akan muncul satu jam lagi.


Sambutan khas David, sang vokalis, yang selalu kocak itu, menandai dimulainya performa Naif. Tepuk tangan meriah ditingkahi jeritan para perempuan pun terdengar. Neta termasuk di antara puluhan perempuan yang menjerit itu.

"Kang... David ganteng pisan," serunya.

"Aku kalah ganteng, ya?" goda Dinan.

"Iyalah!" jawab Neta yakin. "Wajah Akang mah pas-pasan."

"Hmm... diejek, tapi dimakan juga," cetus Dinan. "Dipoyok dilebok."

Neta terkekeh menyebalkan.


David bukan hanya sekadar vokalis. Ia adalah sosok frontman, yang selalu mampu menyegarkan suasana panggung dan membangkitkan euforia. Menikmati penampilan Naif, adalah paduan dari mendengarkan musik sekaligus tertawa geli. Terkadang, penonton dibuat bingung. David ini vokalis atau pelawak?

Euforia penonton tercipta, ketika mereka membawakan lagu berjudul Curi-curi Pandang. Terutama saat bagian refrain lagu yang berbunyi,

'Curi ke depan,
curi ke belakang,
curi ke kanan,
dan curi ke kiri."

David selalu mengajak penonton untuk melambaikan tangan sesuai arah yang disebutkan pada liriknya. Jika dilihat dari kejauhan, tentu akan terlihat kompak sekali.

Dinan dan Neta pun bergerak sesuai arah sang frontman dengan penuh semangat. Neta tertawa-tawa riang, paduan antara rasa geli melihat tingkah David, dan excited karena merasakan euforia yang terjadi begitu membahagiakan hatinya.


Dinan tiba-tiba berjongkok, lalu menepuki kedua bahunya.

"Kenapa, Kang?" tanya Neta, heran melihat tingkah Dinan.

"Kamu duduk di sini, ayo," minta Dinan, sambil terus menepuki kedua bahunya. "Nanti dipunggu."

"Hmm?" gumam Neta ragu.

"Cepat, Néng," desak Dinan.


Akhirnya, Neta menuruti permintaan Dinan. Ia duduk di bahu Dinan, dan memegangi kepala kekasihnya itu. Perlahan, Dinan berdiri, hingga posisi Neta menjadi lebih tinggi daripada penonton lainnya. Dan ia pun menyadari, bahwa telah banyak penonton lain yang juga melakukan hal yang sama. Beberapa adalah perempuan seperti dirinya.

Meski terlihat khawatir terjatuh, namun kentara di wajah Neta, betapa perempuan itu menikmatinya. Ia yang terbilang jarang menonton konser musik, kali ini justru merasakan pengalaman yang tak ternilai. Pengalaman yang begitu menyenangkan. Pengalaman yang mungkin takkan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

Ketika lagu Curi-curi Pandang usai dibawakan Naif, Dinan kembali berjongkok. Neta pun melompat turun, menghadapi Dinan, dan serta-merta mendekap erat tubuh lelakinya.

"Aku benar-benar bahagia, Kang..." ujarnya dengan sungguh-sungguh.


Sensasi yang tak kalah menggetarkan hati, adalah ketika Naif membawakan lagu berjudul Jikalau. Ya, ini adalah 'lagu wajib' bagi para lelaki yang berjanji untuk 'meresmikan' hubungan cintanya dengan akad pernikahan, suatu saat nanti. Tentu, lagu ini pun berlaku bagi Dinan, yang sejak berbulan-bulan lalu telah menyatakan niatnya untuk menikahi Neta, suatu saat nanti.

Dinan makin erat melingkarkan kedua tangan di pinggang dan perut Neta yang membelakanginya. Ia ikut melantunkan lirik lagu tersebut, tepat di telinga kanan Neta. Dan menjelang bagian solo melodi gitar oleh Jarwo, Dinan merasakan tubuh Neta berguncang pelan. Saat diamati, nyatalah bahwa perempuan itu menangis lirih.

"Kenapa menangis?" tanya Dinan.

"Serius sekali Akang bernyanyi," jawab Neta. "Aku tersanjung."

Dan hingga lagu tersebut berakhir, mereka kembali saling dekap erat. Neta yang terus menangis pelan, membenamkan wajahnya di dada kiri Dinan. Dinan pun tak henti membelai punggung dan kepala sang kekasih.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Menjelang pukul 22.00, penonton makin memadati area di depan panggung utama Barat. Penampil terakhir, sekaligus band yang kehadirannya di acara apapun selalu ditunggu-tunggu, Slank, akan segera hadir di atas panggung. Gemuruh teriakan penonton yang memanggil-manggil nama para personilnya, ramai bersahutan. Kibaran bendera berlogo Slank makin menambah semarak suasana.


Neta melirik Dinan. "Mau mendekati panggung? Artis terakhir, lho!"

"Di sini aja, Néng," tolak Dinan. "Lebih kondusif."

Neta mengangguk setuju. Lalu, ia kembali mendekap erat tubuh Dinan. Tampaknya, Neta masih terperangkap dalam romantisme yang tercipta saat Naif melagukan tembang Jikalau nan manis itu.

"Aku nggak mau acara ini berakhir," bisik Neta. "Aku benar-benar bahagia."

"Acara harus berakhir," Dinan tersenyum. "Panitianya capek."

Neta mencubit lengan atas Dinan.


Slank membawakan lagu-lagu hitsnya, seperti Balikin, Makan Gak Makan Asal Kumpul hingga Virus. Namun, euforia tersendiri terjadi saat mereka melantunkan Maafkan serta Terlalu Manis secara medley. Lirik yang manis dan tempo lagu yang mendayu, membuat penonton terhanyut, termasuk Dinan dan Neta. Koor kompak penonton pun terjadi, hampir di sepanjang kedua lagu tersebut.

Tensi kembali meninggi, kalau Slank melantunkan hits berikutnya, I Miss U But I Hate U, yang dinyanyikan oleh Kaka bersama Shaun Frank, vokalis Crowned King, band asal Kanada. Lalu berturut-turut, lagu Orkes Sakit Hati dan That's All membuat penonton asyik berjingkrak. Bahkan Dinan dan Neta pun ikut bergoyang, meski berdiri jauh dari panggung.


Kemudian, lagu berlirik manis berikutnya pun hadir, Ku Tak Bisa. Koor penonton pun kembali terjadi. Suasana romantis kian terasa, terbukti dengan banyaknya penonton yang makin mempererat rangkulan dan dekapan terhadap pasangannya. Begitu pula Dinan dan Neta.

Saat tiba bagian refrain, Dinan menolehkan wajah Neta agar menghadapi dirinya. Ditatapnya kedua bola mata sang perempuan lekat-lekat.

"Ku tak bisa jauh...
jauh darimu."

Neta hanya bisa mengangguk lirih. Terharu dengan penghayatan Dinan saat ikut menyanyikannya di tengah koor massal itu.


Seperti yang sering terjadi pada hampir setiap konser Slank, yang menjadi penutup penampilan mereka adalah lantunan lagu Kamu Harus Pulang. Secara umum, banyak penggemar Slank yang 'membenci' lagu ini, karena menandakan bahwa kebersamaan mereka akan segera berakhir. Kaka bersama Slank sudah menyuruh penonton pulang. Mereka harus mematuhi perintah sang idola.

Pada event kali ini, lagu Kamu Harus Pulang dipungkas dengan fireworks menawan. Juga kehadiran hampir semua pengisi acara di atas panggung, memberikan salam perpisahan bagi puluhan ribu penonton yang setia memenuhi venue hingga akhir acara.

"Kembang apinya keren pisan..." gumam Neta, dengan pandangan yang tak sedikit pun lepas dari percikan bunga api di langit.

"Iya, Néng," tanggap Dinan. Lalu menunjuk ruas jalan tol Padaleunyi di sebelah barat venue. "Lihat, banyak mobil yang sengaja berhenti."

Neta menatap ke arah yang ditunjukkan oleh Dinan, lalu mengangguk. Kemudian, ia kembali memandangi langit gelap yang menjadi berwarna-warni karena indahnya fireworks tersebut.

"Hari yang sempurna," ujar Neta, tanpa mengalihkan pandangan dari kembang api di langit. "Terima kasih, Kang..."


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Sekira pukul 01.00 dinihari, barulah Dinan dan Neta tiba di Pagarsih. Umi dan si Tétéh sudah tidur. Beruntung, Neta tidak lupa berinisiatif membawa kunci pintu depan. So, mereka tidak perlu membangunkan para penghuni rumah untuk dapat masuk rumah.


"Duduk dulu, Kang," Neta menunjuk sofa di ruang tamu. "Aku buatkan kopi, ya."

"Nggak usah, Néng," tolak Dinan. "Aku mau langsung pulang."

"Please..." mohon Neta, seraya menggenggam kedua telapak tangan Dinan.

Dinan pun akhirnya mengangguk. Diusapnya pelan ubun-ubun Neta.

"Sebentar ya, Kang," ucap Neta.

Dinan kembali mengangguk.


Sepuluh menit kemudian, Neta kembali dengan dua gelas kopi. Setelah meletakkan kedua gelas di atas meja, ia pun duduk di sisi kiri Dinan.

"Akang menginap di sini aja, ya," bujuk Neta. "Aku khawatir ada apa-apa di jalan."

"Besok aku kerja, dan kamu kuliah," jelas Dinan. "Masa' aku menginap di sini?"

Neta merengut.

"Kamu nggak mau kebersamaan ini berakhir, ya?" tebak Dinan. "Aku mengerti perasaanmu, karena aku juga merasakan hal yang sama. Tapi, aku memang harus pulang, Néng."

"Iya, sih..." gumam Neta. "Nggak mungkin besok Akang bekerja pakai setelan konser."

"Nah, itu kamu tahu," Dinan tertawa kecil. Dibelainya ubun-ubun Neta. "Situasinya memang nggak memungkinkan untuk aku menginap di sini."

Neta mengangguk.


"Sini, Néng," Dinan menarik tubuh Neta agar meluruh dalam dekapannya.

Neta menurut. Ia menjatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan Dinan. "Jangan dilepaskan lagi."

"Sampai kapan?" tanya Dinan.

"Sampai besok," jawab Neta.

"Hmm... sama aja kamu menyuruhku menginap di sini," cibir Dinan. "Cerdik, nih, kesayangan aku."

Neta tertawa renyah.


Dinan menciumi sekujur wajah Neta, hingga kekasihnya itu hanya mampu memejamkan mata, meresapi kelembutan yang tengah diterimanya. Nyaris tak ada bagian wajah Neta yang luput dari kecupan bibir Dinan. Hingga akhirnya bibir itu hinggap di bibir Neta, dan tak berpindah lagi hingga bermenit-menit ke depan.

Neta yang awalnya sekadar menerima cumbuan Dinan, kini membalasnya. Ia berinisiatif balik melumat bibir Dinan. Alhasil, percumbuan yang diawali dengan penuh kelembutan, berubah menjadi sedikit panas. Keliaran mulai menghinggapi isi kepala kedua insan yang saling mencintai itu.

Dan birahi mereka pun sama-sama terpancing, kala telapak tangan kiri Dinan secara tak sengaja mengusap buah dada kanan Neta. Secara sadar, Neta meraih kedua telapak tangan Dinan, dan menyentuhkannya pada kedua payudaranya yang masih tertutup rapat jaket itu. Secara sadar pula, Dinan meremasi bukit kembar dada Neta.


Neta mulai menurunkan zipper jaketnya, kemudian menyibakkan kedua sisi jaket ke samping. Lalu, ia mengangkat ujung bawah kaus ketat hitam yang dikenakannya, hingga bra putih yang melindungi payudaranya pun terlihat.

"Remas lagi, Kang..." mintanya lirih.

Nyatanya, Dinan tidak langsung meremasnya. Tanpa permisi kepada pemiliknya, ia malah menurunkan bra tanpa tali bahu itu hingga bertengger di perut Neta. Lalu, dengan gerakan kejut, Dinan mencubit kedua puting dada itu. Tak ayal, Neta melenguh, meski sekuat tenaga ditahannya agar tidak terlalu nyaring.


Dan kemudian terdengar kenop pintu yang bergerak, disusul derit engsel pintu. Dinan bergegas menegakkan tubuh, dan Neta langsung beringsut sambil tergesa-gesa menurunkan kembali kaus ketat hitamnya. Bahkan ia lupa untuk sekadar memperbaiki posisi bra yang melorot di perut.


Tak lama, si Tétéh melongokkan tubuh.

"Kalian udah pulang," sapanya.

"Iya, Téh," tanggap Dinan dan Neta serempak.

"Tétéh ke kamar mandi dulu," pamit si Tétéh, sambil kemudian berlalu.


Dinan dan Neta saling pandang, lalu terkikik geli.

"Nyaris, Néng," bisik Dinan.

"Iya," jawab Neta. "Akang nakal, sih..."

Dinan nyengir.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​


Hampir pukul dua dinihari, Dinan pun tiba di rumah. Dan ia pun menyadari bahwa Neta mengiriminya SMS, sekitar sepuluh menit yang lalu,


Dinan tersenyum.

Kamu memang nggak akan pernah mengira, sebesar apa rasa sayangku kepadamu, Néng... batinnya. Seperti juga aku, yang nggak pernah membayangkan, akan menyayangimu sedalam ini.


+ + + + + + + + +
+ + + + + +​
 
Oh BIP teh geus lami enya kang, kirain BIP teh baru ada sekitar 2007/2008, hehehe
Kalau nggak salah ingat, BIP diresmikan pas saya kelas 3 SD.. tahun 1991-1992an lah kira2 :)
 
Update yang sempurna..!!perfect banget kang..jadi baper bingitz..nuhun kang:beer:
 
Itu wasabi yg gitarisnya kang yudi bukan ya.
Kapan neta di ajak ke rumah dinan
 
Itu wasabi yg gitarisnya kang yudi bukan ya.
Kapan neta di ajak ke rumah dinan
Waduh.. saya kurang hapal, Kang..

Kapan pun Neta siap, Dinan pasti mengajak Neta ke rumahnya :)
 
Ada yang aneh...
Semuanya lancar sekali...

Hmm..
Ada yang 'disimpan'
Oleh sang TS niih..

Siap siap dulu ah..
Siap siap terhadap 'ledakan'..
Yang bisa merusak ketenangan
Dan kelancaran Dinan dan Neta..
siap2in tissu hu, mana tau mewek.
 
aha, jd ingat tere yg diorbitkan dhani (cmiiw).
dmana doi skrg hu?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd