Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Lust & Love (Update Part 16)

Cuma penasaran aja. Di cerita ini yang paling suhu tunggu-tunggu siapa?

  • Kalala

    Votes: 84 24,7%
  • Kak Ay

    Votes: 40 11,8%
  • Tepini

    Votes: 37 10,9%
  • Meme

    Votes: 36 10,6%
  • Chikuy (coming soon)

    Votes: 143 42,1%

  • Total voters
    340
Cap dlu biar gk ketinggalan
 
Kami masuk ke dalam kamar dan segera mengunci pintunya. Tubuh Meme langsung aku himpit ke pintu, bibirnya yang berbalut lipstik merah muda itu aku kulum dengan ganas, rasa lipstik yang aneh tidak membuat aku menghentikan ciuman ku ini, sebaliknya semua lipstik itu ku sapu bersih ke dalam mulutku. Liur ku yang tentu sudah bercampur rasa lipstik terkumpul dalam mulut. Aku sangat ingat saat pertama kali berhubungan dengan Meme dia sangat suka menjilati wajahku, kini aku akan membalasnya.

jam segini masih ada yang bangun gak ya?
 
Kami masuk ke dalam kamar dan segera mengunci pintunya. Tubuh Meme langsung aku himpit ke pintu, bibirnya yang berbalut lipstik merah muda itu aku kulum dengan ganas, rasa lipstik yang aneh tidak membuat aku menghentikan ciuman ku ini, sebaliknya semua lipstik itu ku sapu bersih ke dalam mulutku. Liur ku yang tentu sudah bercampur rasa lipstik terkumpul dalam mulut. Aku sangat ingat saat pertama kali berhubungan dengan Meme dia sangat suka menjilati wajahku, kini aku akan membalasnya.

jam segini masih ada yang bangun gak ya?
Sung segera di update suhuu
 
Part 14 - Sisi Gelap

"KAK!!!" Plaaaaaaakkkkkk. Sebuah tamparan keras menyadarkanku. Aku terdiam sejenak melihat air mata sudah mengalir deras dari mata Lala.

Terulang lagi kejadian ini dan sepertinya kali ini aku sudah terlalu jauh memaksa Lala. Nafsu membutakanku dari perasaan Lala.

"Aku.... Aku masih takut, Kak. Aku belum siaapp... " Ucapan Lala diselingi senggukan, ia terus menatap kebawah sambil menangis.

"Maafin aku, La. Aku... Aku terlalu nafsu sampai gak mikirin kalau emang berat buat pengalaman perta.... "

"Aku trauma, Kak..... Aku pernah diperkosa."

Bagaikan petir yang langsung menghantam ke bumi, pernyataan dari Lala tadi membuat seluruh tubuhku kaku. Lala pernah diperkosa, dan yang lebih buruk aku yang bodoh ini membuat dia teringat akan kejadian itu. Aku memang bodoh. Bodoh. Bodoh. Bodoh.

"Kenapa, Kak? KENAAAPA?" Lala sedikit berteriak diiringi tangisannya itu, raungan yang menunjukan ketakutan dan kesedihan.

"Aku cewek kotor, Kak. Aku... Aku.. Aku udah gak perawan, perawan aku udah diambil.. Diambil dengan paksa." Tangis Lala semakin menjadi, Isakannya membuat dadaku terasa berat.

"Kenapa kamu gapernah cerita, La?" Tanyaku sehalus mungkin.

"Aku takut... Aku takut Kak Egi jadi jijik sama aku terus ninggalin aku."

Tidak. Sungguh tidak. Pemerkosaan sepenuhnya salah pelaku. Korban tidak sedikit pun layak untuk dicap jelek atau dibenci.

"La." Panggil ku pada Lala yang tertunduk sambil duduk menangis dihadapanku ini. "La... Hey... Dengerin Kakak. La... Dengerin Kakak dulu."

Lala sedikit meredakn tangisnya lalu menadahkan kepala, melihat kearahku.

"Kakak sama sekali gak mandang kamu rendah karena kamu gak perawan, kakak sama sekali gak jijik sama kamu. Kakak mau minta maaf udah seenaknya. Tindakan Kakak maksa kayak gitu udah keterlaluan. Maaf, La."

Lala tak bergeming, tak bersuara, ia hanya diam dengan tatapan yang entah mengarah kemana. Aku memeluk Lala mencoba sedikit menenangkannya. Lala membalas pelukanku dan menjatuhkan kepalanya di bahuku. Air mata yang terasa hangat mengalir membasahi bahuku, Lala kembali menangis dengan isakan kecil yang menyertai. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Kurasa di saat seperti ini memang air mata dapat mengungkapkan lebih banyak pesan dari semua kata.

Maafin aku, La.

***

Setelah tangis Lala mereda ia meminta untuk diantar pulang ke kosannya. Aku tentu langsung menuruti permintaannya itu. Perjalanan kali ini terasa begitu hening, Lala belum mengucapkan apapun selain saat dia minta diantar pulang tadi.

Mobilku menepi di depan gerbang kosan Lala. Aku ikut turun dan mengantarnya sampai masuk ke gerbang. Sebelum berpisah kami sempat berpelukan sejenak dan Lala masih diam membisu.

Aku kembali mengendarai mobilku. Memangnya di jalan entah jalan mana, aku hanya asal menyetir. Di kepalaku banyak hal yang kupikirkan. Kebodohanku yang membiarkan aku melakukan hal yang dulu juga sempat terjadi. Mengingat wajah Lala yang sangat ketakutan terus membuat dadaku terasa makin sesak. Tapi di sisi lain sebenarnya ada rasa kecewa disana karena ternyata aku tidak bisa jadi yang pertama menembus keperawanan Lala. Ah ada apa dengan pikiranku ini. Masih saja sempat-sempatnya bepikir seperti itu. Bodoh! Bodoh! Bodoh!

Rasanya aku harus bercerita kepada orang lain. Aku menghubungi Gibran. Beberapa saat teleponnya tak kunjung diangkat. Temen macem apa ni orang kalo lagi dibutuhin malah ilang. Aku kembali menelponnya lagi, menunggu beberapa saat hingga

"Iya ada apa, Gi?"

"Gua pengen ceri..."

"Mmmhhh...

Aku sangat yakin itu suara desahan perempuan, tepatnya suara Ayana.

"Ssssttt dibilang bentar dulu Ay. Iya gimana Gi?"

"Lu lagi sibuk ye. Yaudah gak jadi."

"Eeee...serius ada apa sampe lu nelpon gini? Takutnya ada yang penting gitu."

"Nggak kok. Gampang bisa ntar lagi. Lanjut aja sono,fokus."

"Yeeee si kampret. Yaudah ya. Gue tutup."

Telepon pun langsung ditutup oleh Gibran.

Sekarang siapa yang harus ku hubungi? Apa aku pulang ke rumah dan bercerita pada Brielle? Tapi aku tidak akan bisa bercerita dengan lepas dengan dia kalo begitu. Ayana sedang bersama Gibran tentunya, aku jadi sedikit menyesal mengenalkan dia pada Gibran. Sulit memang kalo jadi orang yang tidak banyak teman seperti aku ini.

Tiba-tiba seseorang terlintas dalam pikiranku. Meme. Mungkin ide yang bagus untuk bicara dengan dia. Segera aku mencari kontaknya di HP-ku. Setelah kudapatkan nomor itu aku segera menghubunginya. Tak lama telpon dia angkat.



"Wih Kak Egi nelpon, ada apa ni?" Tanyanya di balik telepon itu

"Lu bisa temenin gue gak, Me?"

"Kan nagih sama gue. Mau kapan emang?"

"Bukan gitu, gue cuma mau nyari temen buat ngobrol aja sekarang. Lu bisa gak sekarang?"

"Yaaaaahhhh Kak, gue kalo nemenin ngobrol doang gitu mah kayaknya gak bisa deh. Gue banyak.... "

"Gue bayar kok. Itungannya samain aja kayak kalo booking lu, cuma gua gak mau gituan."

"Oke. Sekarang banget nih?" Yaelah denger duit aja langsung giras ni cewek.

"Iya. Kirim alamat lo, gua jemput."

"Waduh. Merasa terhormat banget ni gue. Haha. Oke gue siap-siap dulu tapi, setengah jam lah. Yaudah dadaaaaaahhhh sampai ketemu sayang."

Telpon ditutup.


***

Perjalanaku menuju rumah Meme ditemani hujan kecil yang membasahi aspal, sedikit macet dan mungkin aku akan sedikit terlambat. Rintik hujan yang kecil-kecil ini didorong oleh kekuatan angin yang cukup kuat berhembus membuat hujan yang kecil ini tetap punya daya yang kuat untuk membuat siapapun yang diterpanya akan basah kuyup dalam beberapa detik.

Setelah menembus kemacetan yang cukup menghambat itu aku akhirnya sampai ke depan kompleks sebuah perumahan sederhana. Di pos satpam yang berdiri tegak di samping portal terlihat Meme sedang tertawa bersama dengan satpam setempat. Meme memang menyuruhku untuk menunggu disini, tapi ternyata dia sudah lebih dulu datang. Mereka berdua terlihat sangat asyik mengobrol sampai akhirnya Meme menyadari mobilku yang berhenti di dekat pos itu. Meme berpamitan dengan satpam itu, segera ia membuka payung dan berlari masuk ke dalam mobil.

"Lama amat sih lu Kak. Gue nungguin ada kali setengah jam di pos" Protes Meme, namun raut wajahnya tidak menunjukan kejengkelan.

"Biasalah, macet, Me. Sorry"

Meme duduk kemudian memasang sabuk pengamannya, dia memakai cardigan dengan kaos polos putih di dalamnya yang sangat tipis, bahkan aku bisa sedikit melihat BH nya yang merayang. Sabuk pengaman yang melintasi dua gunung Meme membuat penampakan itu makin terlihat jelas. Sialan ayolah Egi kendalikan dirimu, bukan ini yang kamu mau.

"Yaelah Kak, liatin tete gue ya lu? Cakep dan cukup menggoda kan gue hari ini?" Goda Meme saat menangkap basah aku yang terpaku pada tubuhnya itu.

"Ah kagak." Aku sedikit mati gaya tertangkap basah seperti ini.

"Boong lu, ini udah berdiri aja." Tanpa permisi dia memegang penisku.

Aku segera menghempaskan tangannya.

"Me!" Aku sedikit memarahinya.

"Iye iye. Maaf, Kak. Abisnya seru sih godain lu, lucu." Meme melemparkan senyumnya.

Selain tubuh yang bagus Meme juga punya wajah yang cantik menurutku, senyumnya ini juga terlihat begitu manis, apalagi ditambah kepribadian riang nya itu. Astaga kenapa aku malah memikirkan ini. Aku segera melakukan mobilku keluar dari komplek perumahan Meme.

"Kita mau kemana nih kak?"

"Gatau. Lu pengen makan atau ngopi dimana gak giti?" Aku memang sebenarnya tak tau pasti hendak melajukan mobilku ini kemana.

"Lah. Aneh lu. Sebenernya ade ape sih? Lu tiba-tiba nelpon gue bilangnya nemenin ngobrol. Ngobrolin paan sih?"

"Gue cuma abis melakukan hal bodoh terus mau cerita aja gitu. Ntar deh ceritanya, ini aja dulu kita mau kemana?"

"Yah lu yang ngajak lu yang gatau mau kemana. Yaudah deh kalo lu nawarin mah gue laper belum makan."

"Makan dimana?"

"Ah banyak nanya lu kak. Bingung gua juga, KFC aja KFC dah yang gampang."

Menuruti permintaan Meme, aku langsung mengarahkan mobilku menuju gerai KFC terdekat. Ayam goreng ala Kentucky adalah pilihan yang tidak pernah salah.

Beberapa saat kami sampai dan aku langsung mencari tempat duduk sedangkan Meme yang menawarkan diri untuk memesan. Dengan berbekal kartu kredit yang ku berikan dia mengantri sebentar. Keadaan gerai KFC ini sedang tidak ramai, aku jadi tidak terlalu khawatir akan ada wota yang memergoki kami.

Meme datang dengan nampan berisi berbagai makanan dan minuman yang dipesan. Tak lupa ia mengembalikan kartu kredit milikku. Kami duduk di lantai atas, dekat jendela. Entah kenapa aku memilih tempat duduk ini, kesannya seperti drama drama romantis gitu jadinya.

"Jadi mau cerita apa, Kak?" Meme membuka bungkusan nasi perlahan.

"Sebenernya ini tentang Lala. Gue tadi bikin Lala nangis karena tindakan bodoh gue." Setelah menyelesaikan kalimatku, aku memasukan sepotong kentang goreng ke mulutku.

"Hal bodoh kaya gimana?" Tanya Meme dengan nada yang tenang, dan tentu sambil melanjutkan makan.

Tak kusangka ternyata Meme bisa serius juga kalo diajak ngobrol seperti ini. Sepertinya aku tidak akan menyesal untuk bercerita dengan dia.

"Tapi lu janji ya, Me. Gabakal cerita ini ke siapapun, apalagi ke Lala nya."

Meme menangkap jari kelingkingku dengan jari kelingking miliknya. "Gue janji kok, Kak." Wajah Meme sangat meyakinkan.

"Oke gue percaya." Kami melepas ikatan jari kelingking itu.

"Jadi gini.... "
Aku menceritakan secara detail apa yang terjadi sebelumnya, Meme walau sambil terus melahap makanan tetap memperhatikan segala ucapanku dan sesekali merespon, dia pendengar yang baik sejauh ini.
"Jadi gitu lah."

Cerita selesai tak lama setelah makanan kami habis semua, tinggal tersisa minuman yang masih menunggu untuk dikirim ke perut.

"Gua bingung sih harus bilang gimana. Tapi masih berat di lu emang salahnya, karena sange susah dikontrol apalagi sebelumnya udah pernah kejadian kayak gitu. Tapi ya emang susah pasti nahan sange macem gitu. "

"Gue harus gimana dong, Me?"

"Ya gak harus gimana-gimana. Bentar juga Lala baikan kok, dia cuma butuh waktu istirahat aje nenangin pikiran. Nah kalo lu gak mau kejadian ini ke ulang ya sebisa mungkin jangan berduaan sama Lala di tempat sepi lah, atau kalau udah terlanjur ya seenggaknya lu sedikit kontrol lah nafsunya terus cepet-cepet bikin ejakulasi sebelum makin gak ke kendali. Kalo abis crot kan seenggaknya nurun tuh nafsu."

Ya memang intinya aku harus lebih mengendalikan nafsuku. Btw sebenarnya agak aneh daritadi kami membicarakan hal seperti ini dengan santainya sambil makan, untungnya di lantai atas hanya ada kami dan empat orang lainnya yang duduk jauh dari kami sehingga tidak akan mendengarkan percakapan yang jika di dengar orang lain ini akan terlihat absurd dan vulgar.

"Tapi kalo sama gue sih makin liar makin seneng gue Kak. Hehe." Sifat menggodanya kembali.

"Yah elah. Kalemnya bentar doang lu." Ucapku dengan wajah sebal.

"Hahaha. Tuh kan emang lucu lu, Kak. Pantesan Lala baru beberapa kali ketemu langsung demen, udah cakep, kaya, lucu, baik, kurang apa sih lu, Kak."

"Sialan lu." Entah aku harus menjawab apa, sepertinya aku jadi salah tingkah. "Gue cuci tangan dulu." Aku beranjak dari meja menuju wastafel dan mencuci tangan. Saat aku telah selesai Meme juga datang dan mencuci tangannya, tubuhnya sedikit membungkuk membuat payudara Meme yang besar itu terlihat begitu menggoda. Aku yang sedang mengeringkan tangan pun tak henti-hentinta memandangi tetek Meme yang indah.



Tanganku sudah kering, Meme terlihat sedang mengusapkan sabun pada kedua tangannya. Aku tak puas hanya dengan memandangnya, maka satu tanganku bergerak menyentuh payudara itu, perlahan kuusap mengikuti bentuknya. Aku bisa melihat Meme tersenyum dari kaca, dia tetap melanjutkan aktivitas mencuci tangannya. Aku perlahan meremas payudara itu, lembut, mungkin satu-satunya yang agak keras adalah bh yang ada di balik kaos tipisnya ini.

Aku dan Meme berpandangan melalui kaca di hadapan kami. Meme sedikitpun tak melakukan penolakan, ya aku yakin dia tidak akan. Kurang puas memainkan payudara itu dari luar, tanganku menyelinap ke balik kaos dan BH-nya untuk kembali merasakan kenyalnya payudara ini, payudara milik Meme yang besar. Jariku langsung menuju ke puting susunya dan memilin lembut puting yang terasa menggemaskan itu. Meme menutup mata, tubuhnya sedikit gelisah menahan kenikmatan.

Seseorang terdengar mendekat ke arah wastafel. Aku buru-buru menghentikan permainanku. Saat tersadar seseorang itu sudah ada tepat di depan wastafel. Aku buru-buru meninggalkan tempat itu, entah orang barusan melihat perbuatanku dengan Meme atau tidak. Ya walau dia tidak melihat secara langsung pasti dari gerak gerik kami dia langsung curiga. Entahlah aku tidak berpikir panjang.

Kami kembali ke meja kami dan bersiap untuk segara beranjak dari tempat ini.

"Sekarang mau nganterin gue pulang, Kak? Tadi bilangnya cuma nemenin ngobrol aja kan?" Itu hanya godaan berbalut pertanyaan. Apalagi Meme menanyakan itu sambil tersenyum penuh arti. Sial memang Meme ini.

"Oke, Me. Gua kalah. Sekarang lu keberatan gak kalo pulangnya nantian?"

"Gak apa-apa kok, Kak. Gue bilangnya sama mama mau nginep."

Fuck. Meme sudah memperhitungkan semua ini.

"Tenang aje, Kak. Semua respon yang gue kasih tadi emang bener mau bantuin lu kok. Cuma ya emang gue yakin aja pada akhirnya baka gini."

Aku benar-benar merasa menjadi orang lemah mendengar hal itu.

Aku lebih memilih membawa Meme ke hotel sekitar daripada ke apartemen milikku. Selain karena nantinya tidak perlu bulak-balik untuk mengantar Meme, aku juga merasa tidak enak jika harus melakukan ini di tempatku yang belum lama terjadi hal buruk disitu.

Kami masuk ke dalam kamar dan segera mengunci pintunya. Tubuh Meme langsung aku himpit ke pintu, bibirnya yang berbalut lipstik merah muda itu aku kulum dengan ganas, rasa lipstik yang aneh tidak membuat aku menghentikan ciuman ku ini, sebaliknya semua lipstik itu ku sapu bersih ke dalam mulutku. Tubuh Meme yang jauh lebih pendek dibanding diriku membuat akun harus sedikit membungkuk untuk menciumnya. Liur ku yang tentu sudah bercampur rasa lipstik terkumpul dalam mulut. Aku sangat ingat saat pertama kali berhubungan dengan Meme dia sangat suka menjilati wajahku, kini aku akan membalasnya.



Wajah Meme yang setinggi dadaku itu aku angkat. Kepalanya kini mendongak, ia sekejap melihatku dan langsung tahu apa yang ingin kulakukan. Meme tersenyum dan membuka mulutnya. Air liur dari dalam mulutku aku keluarkan perlahan menuju mulut Meme. Lalu liur itu aku teteskan di berbagai sudut wajah Meme, di hidung, dekat mata, pipi, di dahinya. Terakhir aku meludah ke wajah Meme.

Meme tersenyum lebar, ia mengusap bagian wajahnya yang ku ludahi dengan satu jarinya, lalu jari itu perlahan menyapu semua liur yang sudah teteskan diwajahnya. Meme memasukan jari itu ke dalam mulutnya, menjilatnya seolah itu adalah permen paling nikmat di dunia. Dari sudut pandang ku itu benar-benar erotis. Nafas Meme mulai berat, nafsunya semakin memuncak, begitu pula aku.

Aku menggendong Meme ke kasur kemudian membanting nya disana. Dengan tak sabaran aku membuka baju dan celanaku kemudian melemparnya entah kemana. Kini aku sudah telanjang bulat.

Meme yang sudah telentang itu langsung ke terjang. Bibirnya kembali menjadi sasaran ku. Kami melakukan ciuman yang dahsyat, ciuman yang benar benar basah. Kami saling mengadul lidah, menyedot bibir, menjilat wajah. Dalam beberapa saat seluruh wajah kami sudah dibasahi liur. Hal itu terus berlangsung hingga akhirnya aku merasakan dalam diriku bahwa akulah yang harus mempimpin permainan ini setelah sebelumnya aku dibuat tak berdaya oleh Meme.

"Awhhhhhhhh"

Aku menarik rambut Meme dengan cukup keras. Meme meringis kesakitan, dalam ketidakberdayaannya itu aku mulai mendominasi ciuman. Meme kini hanya diam sedangkan aku bebas menciumi wajah Meme. Kaos yang menutupi tubuh Meme aku tarik sekuat tenaga hingga robek, menampilkan BH-nya yang berwarna coklat. Tampilan payudara Meme begitu memukau, aku langsung beralih menciumi belahan tetek Meme.

BH Meme ku angkat hingga kedua payudaranya menyembul keluar memperlihatkan puting susu yang begitu menggemaskan, tak banyak basa-basi aku langsung menyedot kasar puting itu sambil puting yang satu lagi ku tarik dan kupilin.

"Engghhhhhh Ahhhhh, Kak, Sakit."

Meme mendesah kesakitan bercampur kenikmatan.

"Diem lu lonte!" Entah apa yang kupikirkan, kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Namun saat mengucapkannya aku merasakan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.

Meme diam menuruti perkataanku. Aku terus saja menyedot kedua puting Meme secara bergantian, sesekali aku menggigit puting itu.

Kini aku ingin langsung menyantap hidangan utama. Celana jeans yang dipakai Meme langsung kubuka dan kubuang entah kemana, begitu juga celana dalamnya. Tanpa peringatan aku langsung menghujam kan kontolku ke dalam memeknya.

"AHHHHHHHHH...."

Desahan Meme terdengar sangat lantang saat hentakan pertama. Pada tusukan-tusukan berikutnya Meme sudah bisa menyesuaikan permainan.

"Euuuhhhh ahhhh ahhh ahhh... Kak Egi, Kak Egiiihhh, Kak Egiiihhh..."

Mendengar dia menyebut namaku membuat aku semakin bernafsu, tempo goyanganku makin cepat dan aku menampar paha Meme berkali-kali.

"Ahhh... Kakkkkkhhhh sakitthhh.."

"Diem lonte!" Aku kembali menampar pahanya itu sampai terlihat kulit nya berubah menjadi merah.

"Ahhh iya Kakh, ampun gue emang lonte kak, Lonte nya Kakak... Ahhhhh.. Lonte ini aku kakhh"

Aku mengangkat tubuh Meme, membuatnya berdiri dan mendorongnya mendekati jendela kamar yang menghadap ke jalanan. Kami ada di lantai 18 jadi tidak akan terlalu terlihat dari bawah sana bahwa kami sedang melakukan hubungan seks. Tubuh Meme aku buat sedikit menungging dan kemasukan kembali penisku ke dalam liang kenikmatannya. Makin ku genjot terasa makin berasa bagian dalam memeknya Meme itu memijat kontolku. Suara plak akibat benturan pinggul ku dan pantat Meme juga terasa sangat menggairahkan.

"Ahhhhh ahhhh... Kakkhhhh..."

Rambut Meme aku tarik dari belakang, membuat kepalanya harus mendongak, nafasnya sudah sangat berat, dia tampak tidak karuan. Namun goyanganku tetap konsisten mengaduk-ngaduk bagian dalam perutnya

"Kakkkhhh... Gue gakuat, gue keluarhhh.. "

Aku merasakan semprotan cairan hangat dari dalam tubuh Meme. Meme telah mencapai orgasmenya. Kakinya mulai tampak lemas, dia oleng dan jatuh. Meme tergeletak di lantai, aku yang belum mencapai klimaks masih harus melanjutkan permainan. Tubuh Meme aku buat terlentang di lantai, mulutnya kubuka dan ku masukan kontolku yang cukup besar itu. Pertama-tama aku melakukannya secara perlahan, hanya setengah dari kontolku saja yang masuk ke dalam mulut Meme, lalu aku mulai mempercepat temponya. Rasa hangat dari mulut Meme membasahi kontolku. Meme yang sudah lelah hanya bisa merem melek menerima perlakuanku ini. Sesekali aku melakukan deep throat membuat Meme semakin kelabakan, ia sering tersedak oleh kontolku.

"Ahhh enak Me kontol gua? Lu suka kan? Lu suka kan?" Aku memasukan kontolku begitu dalam, mungkin menyentuh kerongkongan Meme, aku menahannya dalam posisi itu.

Meme dengan tenaga yang tersisa memukul-mukul pahaku, tampak menyuruh aku berhenti, namun tak aku hiraukan. Malah rambutnya kini ku jambak kembali.

Rasa nikmat tak tertahankan mulai mengalir ke ujung penisku. Sepertinya aku akan sampai klimaks sebentar lagi. Sial, walau dengan rasa superior ini ternyata aku masih tidak bisa bertahan lama.

Aku kembali menggoyangkan pinggulku ini dan saat aku merasa spermaku benar-benar hendak keluar aku kembali melakukan deep throat.

"Emhhhhhhh emmhhhh emmhhh!!!!" Meme masih memukuli pahaku.

"Ahhhhhhhh"
Croooottttt!!!


Air mani menyembur keluar, langsung masuk ke dalam kerongkongan Meme, Meme yang tampak tersiksa tak bisa apa-apa hanya pasrah. Setelah beberapa kali semburan aku mencabut penisku dari mulutnya. Meme langsung terbatuk beberapa tetes mani keluar dari mulutnya, dia tampak begitu kacau.

Setelah spermaku keluar akalku tampak kembali dapat berpikir. Aku merasa kasihan kepada Meme. Apa yang sudah aku perbuat padanya hingga ia terlihat begitu menderita.

"Me, maafin gue Me." Aku menyentuh pundak Meme memeriksa keadaanya.

Meme mengusap lenganku yang menempel di pundaknya lalu kemudian menciumnya. Dia menghadap ke arahku dengan tatapannya yang biasa ia lakukan saat menggoda, seperti tidak ada apapun yang terjadi.

"Udah puas lu ngerasa dominan? Gimana kalo gantian?" Meme menatapku dengan tatapan penuh arti.
.
.
.
.
.
.
Bersambung~
 
Kemaren update kependekan ya, yaudah nih kasih rada panjang.

Btw kayaknya masih ada aja yang setia nungguin ini cerita walau jarang update. Saya dan Egi menghaturkan nuhun sedalam-dalamnya buat para pembaca setia, semoga saya bisa tergugah hatinya untuk sering update. Hehe
 
Bimabet
wahh akhirnya egi balik.... updatenya mantap huu... ditunggu chapter selanjutnya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd