Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Malaikat Paling Sempurna Diantara Lima Malaikat (by : meguriaufutari)

EPILOGUE

EPISODE 1 : HONEYMOON

Jay POV


Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank you.” Terdengar suara speaker dari kapten pilot pesawat yang ditujukan kepada kami.

Aku pun terbangun mendengar pengumuman itu. Ah, rupanya sudah mau mendarat pesawat ini. Dan pas sekali, aku terbangun di saat yang tepat. Aku memandang berkeliling di tengah kabin business class China Airlines yang kunaiki ini. Di sekelilingku, lima istri tercintaku pun lengkap. Aku melihat Martha dan Senja masih tertidur pulas. Villy sedang membaca majalah karena ia kesulitan tidur di pesawat meskipun di business class. Valensia dan Devina sedang menatap keluar jendela dengan serius. Aku jadi penasaran, kira-kira apa yang dipikirkan oleh Valensia dan Devina ya? Aku pun beranjak dari kursiku menuju tempat Valensia dan Devina.

“Pada mikirin apa?” Tanyaku.

Devina dan Valensia pun menoleh kearahku. Akan tetapi, mereka masih berwajah serius.

“Darling, entah kenapa…” Kata Devina masih dengan berwajah serius.

Darling… Itulah panggilan baru untukku dari Devina. Dia selalu memanggilku begitu sejak malam pertama kami.

“Entah kenapa apa?” Tanyaku.

“Gw sepikiran sama Devina, ko. Entah kenapa, kita punya feeling ga enak.” Kata Valensia.

“Aku ga heran sih. Kalo Devina, mungkin kamu masih belum kebiasa dengan sekarang, karena biasanya kamu kan engage di kegiatan mafia sama papa. Valensia, mungkin kamu masih trauma abis kejadian dengan Mafia Naga Emas Hijau itu.” Kataku berusaha menenangkan mereka.

“Hmmm, bisa jadi sih.” Kata Valensia.

“Iya juga ya, Darling. Sorry, jadi bikin honeymoon kita ngga enak nih.” Kata Devina.

“It’s ok.” Kataku.

Jadi, kami berenam sedang honeymoon. Negara yang jadi tempat tujuan kami adalah Taiwan. Entah apa yang membuat kami memilih kesitu. Selain karena belum pernah kesana, nama itu tiba-tiba muncul begitu saja dikepalaku pada saat kami sedang merencanakan honeymoon. Dan lima istriku pun langsung saja setuju begitu saja, tanpa ada perlawanan. Entah, mungkin memang takdir ingin membawa kami ke Taiwan.

Tidak lama kemudian, pesawat yang kami naiki pun mendarat. Pendaratan pesawatnya pun dilakukan dengan cukup sempurna oleh pilot maskapai China Airlines ini. Berhubung kami duduk di business class, kami pun dipersilakan untuk turun lebih dulu. Kami segera mengambil semua tas kami, dan kami segera turun dari pesawat.

Saat aku hendak keluar dari pesawat, mendadak aku pusing. Aku hampir terjatuh ke samping, Valensia yang melihat itupun langsung menopangku.

“Lu kenapa, Ko?” Tanya Valensia.

“Eh, ga tau nih. Kenapa gua tiba-tiba pusing ya. Tapi udah ga sih sekarang.” Kataku.

“Kecapean kali ko begadang terus tiap malem.” Kata Senja sambil senyum-senyum.

“Iya juga ya, tiap malem kita digilir, malam per malam ganti-gantian terus.” Kata Martha.

“Yee, itu mah ga bikin cape, malah bikin makin semangat hehehe.” Kataku.

Hmmm, mungkin karena tiap malam begadang juga termasuk yang membuatku merasa agak capek. Akan tetapi, sebenarnya yang membuatku jauh lebih pusing adalah pekerjaan kantorku, merangkap sebagai Pimpinan Mafia Naga Emas Hijau untuk memenuhi mandat almarhum ayah mertuaku, yaitu ayahnya Devina. Akan tetapi, berhubung ini acara penting kami berenam, aku harus kuat.

Setelah itu, aku pun turun dari pesawat menyurusi belalai menuju gedung bandara Taoyuan. Bandara Taoyuan di Taipei ini rupanya cukup besar, dan kelihatan berbeda dari Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.

Kami tidak membuang waktu yang lama di bandara ini. Kami segera menyelesaikan proses imigrasi dan klaim bagasi secepat mungkin. Hal itu dikarenakan tujuan kami bukan di bandara ini, melainkan diluar bandara ini. Sesampainya di pintu keluar bandara, kami melihat seorang yang mengenakan setelan jas formal hitam dan kacamata hitam memegang kertas bertuliskan namaku. “Jay and his 5 angels”. Astagaaa

“Dev, gw jamin ini kerjaan lu pasti.” Kata Villy.

Devina hanya senyum-senyum saja. Meskipun sekarang Devina lebih banyak di rumah, tetapi dia masih memiliki akses ke Mafia Naga Emas Hijau. Masih banyak sekali personal Mafia Emas Naga Hijau yang sangat loyal pada Devina.

Aku pun memberi tanda kepada orang itu. Orang itu langsung menyadari, dan ia pun menurunkan kertas. Ia pun mengantar kami semua menuju mobil limousine yang terparkir begitu saja tidak jauh dari pintu keluar bandara. Aku heran, bagaimana mobil ini bisa parkir begitu saja di area ini.

“Kami punya koneksi yang bagus dengan pemerintah dan pengelola bandara. Sehingga kami bisa parkir disini.” Kata orang itu.

Hee? Apa dia bisa membaca pikiranku?

“Terlihat dari ekspresi heran Tuan. Maaf, izinkan saya mempernalkan diri. Saya Rahmat. Saya dulu tinggal di Indonesia, dan sudah lama bekerja di Taiwan dan sudah menjadi warga negara Taiwan.” Kata orang yang bernama Rahmat itu.

“Oh, salam kenal. Nama saya Jay. Mohon bantuannya ya Rahmat selama kami berada di Taiwan.” Kataku.

“Dengan senang hati. Seperti kata Nona Devina, anda adalah orang yang baik dan ramah kepada siapapun.” Kata Rahmat.

Haaa? Baik dan ramah darimana ya? Ya, aku terima saja deh pujiannya.

“Terima kasih.” Kataku.

Rahmat pun membukakan pintu belakang, dan kami berenam pun masuk ke mobil. Baru pertama kali aku naik limousine, rupanya interiornya sangat nyaman. Sepertinya interior mobil ini sudah dimodifikasi. Mini bar pun tersedia, dan bentuk kursinya itu melingkar. Rahmat pun masuk ke bangku pengemudi, dan ia langsung membuka sekat pemisah area pengemudi dan penumpang.

“Langsung ke hotel?” Tanya Rahmat.

“Iya. Minta tolong ya.” Jawabku.

“Dengan senang hati, Tuan Jay.” Kata Rahmat.

“Ah, formal sekali. Panggil nama saja lah.” Kataku.

“Maaf, saya tidak bisa. Meskipun sudah dipersilakan, profesionalisme saya tidak mengizinkan hal itu. Bagi kami, Mafia Naga Emas Hijau sudah layaknya seperti pembimbing dan penuntun kami. Sungguh tidak sopan jika saya memanggil nama saja kepada Tuan Jay selaku pimpinan tertinggi dari Naga Emas Hijau.” Kata Rahmat.

“Oh, baiklah kalau begitu.” Kataku.

“Silakan panggil saya jika ada perlu.” Kata Rahmat sambil menutup sekat.

“Darling, Rahmat itu siapa ya?” Tanyaku kepada Devina.

“Dia wakil ketua dari agen travel Taiwan yang bernama Long Bang. Akan tetapi, agen travel itu hanyalah penyamaran Long Bang di masyarakat. Sebetulnya, organisasi itu adalah organisasi dunia bawah yang bergerak dalam bidang pasar gelap.” Kata Devina.

“Hmmm, pasar gelap dan travel. Hampir tidak nyambung ya?” Tanyaku.

“Pasar gelap serba ada… Termasuk perdagangan manusia.” Kata Devina.

“Ah. Masuk diakal kalau begitu.” Kataku.

Kami pun berjalan menyusuri kemacetan di kota Taipei. Tujuan kami adalah Taipei Mariott Hotel. Jalanan kota Taipei ini bisa dibilang tertata dengan rapi, menurutku sih. Sepertinya ini kota yang tidak begitu ribut, rasanya lho yaa. Berhubung aku agak capek, aku memilih untuk tidur saja. Rasa nya Villy dan Senja menyadari hal itu. Villy pun langsung membaringkan kepalaku di pahanya. Senja mencium keningku.

“Hari ini istirahat dulu aja kali ya, ko. Udah sore juga.” Kata Villy.

Aku tidak menjawab, dan tertidur dengan cepat.

---
Jay POV

“Ko, udah sampe nih.” Kata Villy seraya membangunkanku dari tidurku.

Ah, aku melihat kita sudah sampai di Taipei Mariott Hotel. Hotelnya sepertinya modern, bentuk gedungnya layaknya seperti gedung kantor modern. Sepertinya hotel yang cukup nyaman. Akan tetapi, yang membuatku bingung adalah kondisi badanku. Mengapa setelah tidur, aku rasanya malah makin capek ya? Kepalaku pun sedikit sakit. Rasanya benar kata Villy, hari ini full istirahat dulu deh.

Sesampainya di lobby hotel, Rahmat pun meminta paspor kami berenam karena ia hendak membantu kami check-in.

Setelah sekitar 5 menit, Rahmat pun meninggalkan meja resepsionis. Ia membawa kertas kecil yang sepertinya berisi kartu kunci kamar.

“Ini kunci kamarnya, Tuan Jay.” Kata Rahmat sambil menyerahkan kartu kunci kamar kepadaku.

Tepat bersamaan dengan aku mengambil kunci kamar dari tangannya, kepalaku terasa sakit sekali. Saking sakitnya, aku pun terjatuh ke lantai. Aku tidak bisa menggerakan badanku. Telingaku pun tidak bisa mendengar dengan baik. Aku hanya melihat kelima istriku beranjak dari tempat mereka dan mendatangiku. Aku pun bisa merasakan ada tangan yang berusaha menahanku, yang sepertinya adalah tangan Rahmat. Pandanganku pun menjadi gelap.

---

Martha POV

Bukan main aku terkejutnya melihat laki-laki yang begitu kucintai tiba-tiba terjatuh ke lantai. Tanpa mempedulikan koper yang sedang kujaga, aku pun langsung lari mendatangi Ko Jay.

“Koo, kenapaa?” Tanyaku dengan panik ketika aku sudah bisa menggapainya.

Matanya terpejam, sepertinya Ko Jay sudah kehilangan kesadaran.

“Badannya panas sekali.” Kata Rahmat.

Aku pun memegang dahinya setelah mendengar perkataan Rahmat. Betul, badannya memang panas sekali.

“Ko Jayyy!! Ko Jaayy!!” Kata Villy dengan panik.

“Stop. Lo pada please jangan panik.” Kata Devina.

Mendengar perkataan Devina, aku berusaha tenang.

“Ga usah bikin kepanikan, nanti malah satu hotel ini jadi ngerubungin kita. Pada mao masuk TV Taiwan kah?” Kata Val.

“Terus kita mesti gimana, Val?” Tanya Senja.

“Oke, mendingan kita bawa Ko Jay ke kamar. Rahmat, boleh minta tolong bawa Ko Jay ke kamar?” Tanya Valensia.

“Baik.” Kata Rahmat.

Ia pun langsung menggendong Ko Jay, dan kami pun menuju elevator. Kamar kami terletak di lantai dua belas. Setelah sampai di kamar, Rahmat pun segera membaringkan Ko Jay di kasur. Aku tidak punya waktu untuk memandangi kamar ini dan mendeskripsikannya, karena aku sangat khawatir dengan kondisi Ko Jay.

“Rahmat, bisa minta tolong panggil dokter. Panas badannya tinggi banget soalnya.” Kata Villy.

“Baik.” Kata Rahmat sambil mengeluarkan ponsel nya dan langsung mengetik suatu nomor.

“Val, Dev, gw minta tolong ambil koper kita semua yang ketinggalan di lobby ya. Tadi Rahmat belum sempet mesen porter buat ngangkut koper kayanya. Lo berdua yang paling bisa tenang, so gw percayain koper-koper kita semua ke lo berdua.” Kata Villy.

“Oke-oke.” Kata Val.

Val dan Devina pun segera meninggalkan kamar ini untuk pergi kembali ke lobby.

“Senja, Tha, lo berdua disini aja ya. Jaga-jaga kalo Ko Jay kebangun, lo berdua harus ada di sisi dia, takutnya dia butuh air atau makanan. Makanan minuman ada di minibar tuh. Gw mao nyusulin Rahmat buat bantuin dia nganterin dokter ke kamar.” Kata Villy sambil meninggalkan kamar ini.

Aku dan Senja pun duduk di samping kasur tempat Ko Jay berbaring. Aku malu pada diriku sendiri. Di saat genting begini, Val dan Devina bisa berpikir dengan tenang. Bahkan untuk Villy, aku yakin dia sebenarnya panik juga. Akan tetapi, dia bisa menguatkan dirinya di situasi seperti ini, dan bahkan bisa menjadi pemimpin yang baik bagi kami.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Devina dan Val pun kembali ke kamar dengan membawa koper kami semua.

“Gimana, udah sadar?” Tanya Devina.

Senja hanya menggelengkan kepalanya.

Setelah kurang lebih tiga puluh menit berlalu, Villy dan Rahmat pun kembali ke kamar. Bersama mereka datang juga seorang laki-laki yang sepertinya berumur lima puluhan.

“Aku membawa dokter.” Kata Villy.

Rahmat dan dokter itu pun berbicara dalam bahasa Taiwan. Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan.

“Maaf, minta tolong permisi sebentar. Dokter mau memeriksa keadaan Tuan Jay.” Kata Rahmat.

Aku dan Senja pun segera beranjak dari tempat kami. Dokter itu pun langsung menuju kasur tempat Ko Jay berbaring. Ia pun mulai mengeluarkan peralatannya. Ia memeriksa Ko Jay dengan stetoskop miliknya, dan juga mengukur suhu tubuh Ko Jay. Kemudian, ia berbicara dengan bahasa Taiwan kepada Rahmat.

“Maaf, apakah Tuan Jay sempat pilek atau batuk?” Tanya Rahmat.

“Ngga Mat. Keliatan baik aja kok dia.” Kata Devina.

“Cuma, pas di bandara, dia kayanya sempet pusing, tapi langsung baik lagi sih. Entah baik beneran, atau...” Kata Val.

Rahmat pun berbicara kepada dokter itu dengan menggunakan bahasa Taiwan. Dokter itu pun mengangguk. Tampaknya sekarang ia sedang berpikir dengan keras. Kemudian, ia mengambil tangan Ko Jay, dan memeriksa telapak tangannya. Tampaknya, ia menemukan sesuatu. Aku pun langsung reflek untuk bertanya, tetapi Val langsung menghentikanku.

“Biar si Dokternya selesai meriksa dulu.” Kata Val.

Dokter kali ini pun mulai memeriksa mata dan mulut Ko Jay. Kemudian, ia mengambil sesuatu dari tas nya, yang sepertinya adalah obat cair. Kemudian, ia meminumkannya kepada Ko Jay. Setelah itu, dia berbicara kepada Rahmat.

“Kata Dokter, itu adalah penurun panas. Harusnya dalam sepuluh menit, panasnya akan turun.” Kata Rahmat.

Kemudian, dokter itu kembali berbicara kepada Rahmat. Cukup panjang. Rahmat pun cukup kaget dan khawatir mendengarnya. Waduh, ada apa ya? Rahmat pun menoleh kearah kita, tetapi dia cukup bingung sepertinya.

“Kenapa Mat? Kasihtau aja.” Kata Devina.

“Untuk sementara, paling tidak panasnya akan turun, dan Tuan Jay bisa istirahat.” Kata Rahmat.

“Kemudian?” Tanya Devina.

“Masalahnya ada pada hal selanjutnya. Tuan Jay didiagnosis terkena penyakit Swalezez.” Kata Rahmat.

Swa… Swalezel? Eh, Swalayan? Apa itu? Aku belum pernah mendengarnya sama sekali.

Aku melihat Val, Senja, dan Villy. Aku tahu mereka sama bingungnya dengan aku.

“Penyakit yang belum dipublikasi ya, Mat?” Tanya Devina.

Rahmat pun hanya mengangguk.

“Kok bisa ada penyakit belum dipublikasi, tapi dokter ini udah tahu duluan Dev?” Tanya Val.

“Di dunia bawah, itu ngga cuma ada kriminalitas. Tapi ada juga bahaya yang mengancam umat manusia, seperti contohnya penyakit, atau bahkan spesies hewan yang belum pernah diteliti. Dan tentunya, aktor dunia bawah pun bukan cuma pelaku kriminal kelas kakap, tapi ada juga peneliti dan dokter yang meneliti penyakit dan spesies tidak dikenal ini.” Kata Devina.

“Penyakit ini disebabkan oleh virus yang sangat ganas, yang sanggup membunuh inang nya hanya dalam waktu empat jam.” Kata Rahmat.

Mendengar hal itu, aku langsung takutnya bukan main. Villy, Senja, Devina pun tampak panik. Val mungkin sebetulnya panik, tetapi dia pasti berusaha menyembunyikannya.

“Jadi, gimana dong?” Tanyaku dengan panik.

“Mat, udah ada calon kandidat buat vaksin atau obatnya kah?” Tanya Devina.

“Dulu pernah ada penderita yang selamat setelah minum hasil racikan dari suatu tumbuhan. Penelitian sementara memiliki hipotesa bahwa enzim yang diekstrak dari tumbuhan itu, bisa melindungi sel tubuh dari virus tersebut, dan bahkan membuat sel-sel baik yang masih sehat maupun terinfeksi, menjadi imun terhadap virus tersebut.” Kata Rahmat.

“Tapi kalo melihat dari wajah khawatir kamu, sepertinya menemukan tumbuhan itu ngga mudah ya?” Tanya Devina.

“Tepat sekali. Karena waktunya kritis, lebih baik kita bicara sambil jalan.” Kata Rahmat.

“Oke. Val, Devina, Senja, dan gw akan pergi. Tha, lo jaga Ko Jay disini sama Pak Dokter ya.” Kata Villy.

“Hah? Gw juga pengen ikut Vil.” Kataku.

“Iya, apa sebaiknya Martha ngga ikut aja?” Tanya Val.

“Oke, sekarang gini. Val, lu yang paling pinter dan kritis diantara kita. Jelas akan ngebantu kalo kita mesti nyari sesuatu, meski gw belum tau apa yang mesti kita lakuin. Dev, lu pernah engage ama kegiatan mafia. Gw asumsikan, dan gw tau itu bener, bahwa insting lu itu melebihi orang biasa pada umumnya, belum juga ditambah dengan pengetahuan dunia bawah lu. Senja, mata lu itu tajem. Entah lu sadar ato ngga, tapi masalah mata dan penglihatan, lu itu bahkan lebih baik dari Ko Jay. Mungkin kita akan butuh mata lu kalo harus nyari sesuatu dengan seksama. Tha, tugas lu adalah yang paling penting, yaitu mastiin bahwa kalo Ko Jay sadar dan butuh bantuan, ada yang bantuin. Please Tha, jangan berdebat. Waktu kita sempit banget.” Kata Villy.

Perkataan Villy ada benarnya sih.

“Oke, lu semua hati-hati ya.” Kataku.

“Oke, kalo begitu, ayo kita langsung jalan aja.” Kata Rahmat.

Mereka semua pun bergegas pergi tanpa membuang waktu. Aku pun hanya bisa menunggu disini, dengan sangat cemas. Aku pun menggenggam tangan Ko Jay dengan erat. Ko Jay, pleaasse jangan tinggalin kita. Air mataku pun mulai menetes.

---

Martha POV

Sudah tiga jam aku menunggu. Jam sudah menunjukkan pukul 20. Kira-kira dua jam yang lalu, setelah selesai memeriksa kondisi Ko Jay, Dokter minta izin padaku untuk meninggalkan tempat ini. Aku tidak mengerti apa yang diucapkan, tapi dari bahasa isyarat yang dia tunjukkan, dia akan kembali dalam lima belas menit. Akan tetapi, sampai sekarang dia belum kembali juga. Sebetulnya yang lebih kukhawatirkan, kenapa Villy, Devina, Val, sama Senja belum balik juga ya. Gawat, waktunya tinggal satu jam. Aku melihat kondisi Ko Jay. Badannya sudah tidak panas, dan keliatannya tidurnya pun sangat pulas. Entah kenapa, melihat muka Ko Jay yang sepertinya begitu tenang, membuat hatiku sedikit tenang juga. Aku pun mengarahkan tangan Ko Jay untuk memegang buah dada kiriku. Andai Ko Jay sekarang sadar, dia pasti langsung nyosor deh, sampai ujung-ujungnya kami telanjang dan berhubungan seks.

TING TONG~

Aku mendengar suara bel kamar dibunyikan. Ah, itu pasti mereka. Mereka sudah kembali membawa tumbuhan itukah? Aku langsung berlari ke pintu kamar dan membukakan pintu. Akan tetapi, begitu pintu terbuka, pandangan dan pikiranku menjadi hitam pekat.

---

Valensia POV

“Oke, kita berpencar disini ya. Karena ini pegunungan di tempat terpencil, tidak akan ada sinyal HP. Tapi karena gunung ini sangat luas dan waktunya sangat sempit, mau tidak mau kita harus berpencar. Waktu yang kita punya hanya sembilan puluh menit. Kita akan berkumpul kembali disini dalam sembilan puluh menit.” Kata Rahmat.

“Oke, plan nya gini. Kalo ada yang bisa nemuin tumbuhan itu, langsung aja kesini dan panggil taksi. Kasih ini ke tukang taksi nya, nanti dia akan nganterin kalian. Ini adalah kertas bertuliskan nama hotel dan alamat hotel nya, dan juga ada uang yang lebih dari cukup untuk ongkos taksi. Buat yang ngga nemu tumbuhannya, jangan maksain diri, dan percaya lah bahwa kalo lu ngga bisa nemuin tumbuhan itu, salah satu dari empat lainnya pasti bisa. Inget, hari ini udah gelap, gunung ini bahaya pastinya. Pokoknya, sembilan puluh menit kita berkumpul lagi disini. Jangan lupa untuk pertimbangin waktu kalian buat kembali ke tempat ini. Untuk detail tentang gambar dan deskripsi tumbuhannya, gw rasa udah dikasih Rahmat tadi di mobil. Semua udah pada megang kan?” Tanya Villy.

Kami berempat pun mengangguk.

“Oke, ngga usah buang-buang waktu lagi, kita mulai dari sekarang aja pencarian kita.” Kata Villy.

Tanpa membuang-buang waktu lagi, aku pun segera berlari. Dengan mengandalkan senter dan gambar tumbuhan, aku memasang mataku tajam-tajam. Sambil berlari, aku mengingat kembali detail yang disampaikan Rahmat di mobil dalam perjalanan kami dari hotel ke gunung ini.

---

“Tumbuhan itu dulu pernah ditemukan di gunung yang akan kita tuju. Akan tetapi, menemukannya tidak akan mudah. Selain gunung itu luas, waktu kita pun sangat sempit. Aku memperkirakan kita hanya akan punya waktu sekitar sembilan puluh menit. Ini, silakan. Ini adalah informasi yang berisi gambar dan deskripsi tumbuhan itu.” Kata Rahmat sambil menyerahkan kertas kepada kami berempat.

“Berapa persentase kesembuhan penyakit ini, Mat?” Tanya Devina.

“Jika tidak diobati, hampir nol persen.” Kata Rahmat.

Mendengar hal itu, aku semakin cemas. Aku pun menggenggam tanganku dengan keras. Siaall, setelah apa yang udah Ko Jay lakuin buatku, sekarang aku hanya bisa bergantung pada nasib dan keberuntungan. Brengsek!

“Gejala penyakitnya apa aja, Mat?” Tanya Devina.

“Panas tinggi yang tidak turun-turun, kehilangan kesadaran.” Kata Rahmat.

“Oke, bisa lebih cepet, Mat?” Tanya Devina.

“Maaf, Nona. Ini sudah maksimal.” Kata Rahmat.

“Oke. Makasih, Mat.” Kata Devina.

---

Setelah mengingat-ingat itu, aku kembali berlari. Aku terus berlari sambil melihat kiri-kanan-atas-bawah. Disini gelap sekali, tidak ada lampu sama sekali. Hanya cahaya senter dan terang bulan yang menjadi andalan penglihatanku.

Aku tidak tahu sudah berapa lama berlalu. Aku tidak punya waktu untuk melihat jam. Aku daritadi hanya terus mencari. Tapi, daritadi belum ketemu juga. Siiaaalll!!! Ko, please jangan mati!! Akibat kecamuk yang begitu hebat dalam diriku, aku pun menitikkan air mataku. Akan tetapi, aku segera menyekanya. Ini bukan saat yang tepat untuk menangis Val. Menangislah nanti kalau tumbuhan itu ditemukan oleh salah satu dari kita, dan Ko Jay berhasil selamat. Berusaha menguatkan hatiku, aku terus lari sambil mencari.

Ah, benar. Aku harus ingat masalah waktu. Aku pun akhirnya melihat stopwatch milikku. Sudah 37 menit berlalu. Hmmm, artinya aku hanya punya waktu delapan menit untuk mencari lagi. Gawat, mana mungkin bisa ketemu. Bahkan aku yakin seperseratus dari area gunung ini pun belum aku tempuh.

Aku kembali menguatkan diriku, dan berusaha mencari lagi dengan delapan menit waktu yang tersisa. Satu menit… Dua menit… Tiga menit… Empat menit… Lima menit…. Tetap saja tidak ketemu. Ratusan pertanyaan mulai berkecamuk dalam pikiranku. Mungkinkah tumbuhan tadi terlewat dari mataku karena gelap? Ataukah malah jangan-jangan tumbuhan ini sudah tidak tumbuh di gunung ini? Bisakah yang lainnya kembali dengan selamat? Tidak Val, fokus saja pada tumbuhan itu. Tujuh menit sudah berlalu. Aku tidak peduli, walau hanya enam puluh detik, akan kudedikasikan mataku untuk mencari tumbuhan itu.

Akhirnya, menit kedelapan pun berlalu. Tetap saja, tanganku masih memegang senter dan kertas informasi tumbuhan itu. Tumbuhan itu tidak di tanganku. Aku marah sejadi-jadinya pada diriku sendiri. DAMN IT!!!!

“ Buat yang ngga nemu tumbuhannya, jangan maksain diri, dan percaya lah bahwa kalo lu ngga bisa nemuin tumbuhan itu, salah satu dari empat lainnya pasti bisa “

Aku kembali teringat perkataan Villy. Ah benar, aku harus percaya kepada teman-temanku dan juga Rahmat. Bagaimana pun juga, gunung ini pastinya berbahaya. Entah ada binatang buas apa yang sedang mengincarku? Apa gunanya terus mencari, tapi ujung-ujungnya kita malah bahaya. Bisa-bisa nanti Ko Jay merasa bersalah seumur hidupnya kalau-kalau terjadi bahaya yang menimpa kita. You’re right, Villy. Untuk itulah, lu ada disini bersama kita. Baiklah, dengan hati yang teguh, aku pun berbalik, dan berlari menuju meeting point kami. Akan tetapi, karena aku ceroboh, aku terperosok ke jurang. Untung, jurangnya tidak dalam. Aku pun berusaha berdiri, tetapi aku merasakan sakit yang bukan main di pergelangan kakiku. ARRGHH!! Gawat, kakiku terkilir. Sakitnya bukan main. Kalau begini, aku tidak akan bisa kembali dalam empat puluh lima menit. Sempat terpikir untuk berteriak minta tolong… sampai aku melihat sesuatu didepanku. Itu… Benda itu… Itu adalah tumbuhan yang kucari!! Melihat tumbuhan itu, aku pun berdiri sekuat tenaga. Aku tidak memedulikan pergelangan kakiku, dan terus berjalan dengan susah payah sambil meyeret kakiku kearah tumbuhan itu. Ketika tumbuhan itu berada dalam jangkauanku, aku langsung menggenggam dan mencabutnya. Ah, berhasil. Tumbuhan itu kini di tanganku. Aku bukan main senangnya. Dengan ini, Ko Jay pasti selamat. Kali ini aku menitikkan air mataku, yang merupakan tangisan bahagia.

“YEEESSS!!!!” Kataku dengan keras.

Setelah berteriak dengan keras, aku baru menyadari bahwa kakiku sakit lagi. Ah, tapi aku tidak peduli. Aku tidak peduli dengan kakiku sendiri, selama Ko Jay bisa selamat. Saking senangnya, aku kembali mengingat-ingat perkataan orang-orang dan kejadian-kejadian sebelum ini.


“Untuk sementara, paling tidak panasnya akan turun, dan Tuan Jay bisa istirahat.”.

“Masalahnya ada pada hal selanjutnya. Tuan Jay didiagnosis terkena penyakit Swalezez.”

“Penyakit yang belum dipublikasi ya, Mat?”

“Di dunia bawah, itu ngga cuma ada kriminalitas. Tapi ada juga bahaya yang mengancam umat manusia, seperti contohnya penyakit, atau bahkan spesies hewan yang belum pernah diteliti. Dan tentunya, aktor dunia bawah pun bukan cuma pelaku kriminal kelas kakap, tapi ada juga peneliti dan dokter yang meneliti penyakit dan spesies tidak dikenal ini.”

“Panas tinggi yang tidak turun-turun, kehilangan kesadaran.”



Eh?

Dalam sekejap, rasa senangku berubah menjadi kosong. Aku berusaha menganalisa kembali semuanya. Penyakit yang belum dipublikasi, tentunya tidak sembarang dokter yang bisa tahu penyakit itu. Jika kita memanggil dokter, dengan gejala pasien panas dan pingsan, pastilah dokter umum yang maju lebih dulu. Oke, katakanlah kebetulan, bahwa dokter yang tersedia hanya dokter itu, bagaimana dia bisa menyimpulkan penyakit secepat itu? Untuk penyakit yang terbilang belum dipublikasi, bukankah tentunya membutuhkan minimal sampel darah untuk lebih pasti? Tidak mungkin jika seorang dokter begitu gegabah dan terlalu cepat mencapai kesimpulan.

Aku berusaha bangun dengan sekuat tenaga. Tidak, tidak… ini hanya kebetulan saja. Bagaimana mungkin. Dokter itu kan dipanggil oleh Villy dan Rahmat… Rahmat… tunggu…


“Panas tinggi yang tidak turun-turun, kehilangan kesadaran.”


Hmmm, seharusnya Rahmat menyadari ada yang aneh begitu panasnya Ko Jay turun. Aku bisa memahami kondisiku dan teman-temanku, karena waktu itu kami lagi panik-paniknya sehingga tidak bisa berpikir dengan jernih. Tapi, orang sekelas Rahmat, masa tidak menyadari hal itu? DAMN IT! Kenapa aku baru menyadari hal itu sekarang? Sial. Gawat, teman-temanku berada dalam bahaya.

Aku pun berhasil bangun, masih berdiri dengan susah payah karena kakiku sakitnya bukan main. Aku langsung menghela napas.

”Damn, so I was right all along, eh? (Sial, rupanya aku benar ya.)” Kataku.

Didepanku, sudah berdiri tiga orang yang mengenakan baju putih yang menutupi bagian atas kepala mereka sampai ke kaki, seperti astronot. Mereka juga membawa benda tumpul bersinar, seperti yang kulihat di film science fiction. Benda itu sepertinya senjata yang fungsinya seperti benda tumpul. Haah… Kurasa, mereka bukan datang kehadapanku dengan maksud baik.

”Bring it on! I can take you even without one leg!! (Ayo!! Aku bisa menghadapi kalian walau tanpa satu kaki!!)” Teriakku sambil maju kearah mereka.


---

Cllp… cllpp… Ko Jay dan aku sedang mencium bibir masing-masing. Tubuh kami sudah telanjang bulat. Entah kenapa, aku merasa begitu relax. Ko Jay pun berhenti menciumku.

”So, finally this time, you’ll let me take your virginity? (Jadi, akhirnya sekarang, lo ngizinin gua buat ambil keperawanan lo?)” Tanya Ko Jay dengan lembut.

”Yes, please. (Iya.)” Kataku sambil tersenyum.

Ko Jay pun mengarahkan batang kemaluannya kearah vaginaku. Ia pun mulai menusuk-nusukkannya dengan perlahan. Sedikit perih.

”It’s alright. Don’t worry. (Tenang aja.)” Kata Ko Jay dengan lembut.

Perkataan Ko Jay pun membuat diriku kembali relax. Rasa perih itu pun mendadak hilang, diisi dengan rasa damai di seluruh hatiku. Blesss. Batang penis Ko Jay pun berhasil menembus lubang kemaluan dan selaput daraku. Terasa sedikit perih, tetapi setelahnya diisi dengan kenikmatan.

Ko Jay memaju-mundurkan pantatnya dengan perlahan tapi pasti. Oohh, bukan main kenikmatan yang kudapatkan ketika batang penis Ko Jay menggesek-gesek rongga dalam vaginaku.

“Ouugghh… Teruuss Koo… Nikmat banggeet niih…” Kataku sambil mendesah-desah karena kenikmatan yang diberikan Ko Jay kepadaku.

Mendengar desahanku, Ko Jay semakin cepat memompa lubang kemaluanku. Kenikmatan yang kurasakan pun makin intens. Akibatnya, tidak lama kemudian, aku pun mencapai klimaks.

“Ouuuuggghhh… Ooohhhh… Gw orgaasmee Koooo...” Erangku.

Akan tetapi, Ko Jay masih memompa terus lubang kemaluanku.

“Ko, sorry ko. Tahan bentar, gw istirahat bentar.” Kataku.

Akan tetapi, Ko Jay tidak mendengarkanku. Malah ia memompa batang penisnya semakin cepat. Aku pun merasakan ngilu yang luar biasa.

“Koo… Please koo… tahan sebentar… Gw ngga kuat nih… Ngilu...” Kataku.

Kemudian, Ko Jay pun mencabut batang penisnya dari lubang kemaluanku. Ia pun terlihat kecewa.

“Ah, udah gua duga, lo kaga senikmat empat temen lo yang laen Val. Lo paling payah diantara mereka. Udahlah, gua sama mereka aja mending.” Kata Ko Jay.

“Eh, ko… Kenapa? Kok lu jadi gini?” Tanyaku.

“Ya karena lu payah lah, Val.” Kata Martha tiba-tiba muncul di kamar ini.

“Mungkin masalah pinter, boleh lah. Tapi masalah ranjang, lu masih jauh dibawah gw, Val.” Kata Devina tiba-tiba muncul di kamar ini.

“Gw kecewa, Val. Ternyata lu ngga bisa ngelayanin Ko Jay dengan bener ya.” Kata Senja tiba-tiba muncul di kamar ini.

“Sorry nih, Val. Mungkin baiknya lu pergi aja.” Kata Villy tiba-tiba muncul di kamar ini.

“Udah lah. Yuk, kita tinggalin dia aja. Ga berguna sama sekali. Mending lu berempat, jauh levelnya.” Kata Ko Jay.

Mereka pun tiba-tiba berjalan menjauhiku, dan mulai menghilang.

“Noooo!!! Tungguuuuu!!!” Kataku.

Seketika itu juga, pandanganku langsung gelap.

---

Doctor POV

Setelah wanita pengganggu itu disingkirkan, aku kembali menunggu di kamar ini bersama pasienku. Tidak, mungkin lebih tepat jika disebut kelinci percobaan. Kelinci percobaan untuk proyek yang cukup besar. Sebetulnya laki-laki ini hanya sakit demam biasa, mungkin karena terlalu lelah dan banyak beban pikiran. Dia jadi benar-benar menderita Swalezez akibat “obat” yang kuberikan tadi. Sekarang, kita hanya perlu melihat, apakah takdir anak ini betul-betul kuat untuk selamat atau tidak.

Aku mendengar pintu pun dibuka. Oh, rupanya dia. Aku melihat seorang laki-laki, dengan membawa bunga Afurasench, atau lebih tepatnya itu nama yang kami berikan untuk calon antibodi dari penyakit Swalezez. Aku tidak menyangka dia akan berhasil menemukan dan membawa bunga itu kesini.

”To think that you really bring that. I’m impressed. (Aku kagum padamu karena berhasil membawa bunga itu.)” Kataku.

”He could not die yet. So they said. (Dia tidak boleh mati dulu. Begitulah kata mereka.)” Kata laki-laki itu.

”Okay. I’ll use that to create an antibody. Hopefully, it can save his life. (Oke. Akan kugunakan untuk membuat antibodi. Semoga saja bisa menyalamatkan nyawanya.)” Kataku.

Laki-laki itu pun bersiap untuk pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

“Anyway, I did not catch your name. (Ngomong-ngomong, aku belum tahu siapa namamu.”)” Kataku.

”Rahmat at your service. (Rahmat.)” Kata laki-laki yang bernama Rahmat itu.

Dalam sekejap saja, dia sudah menghilang. Sepertinya, dia bukan orang sembarangan. Organisasi itu memang pintar dalam memilih dan mempekerjakan orang.

---

Siren POV

Aku melihat Valensia, Villy, Senja, Martha, dan Devina mulai meneteskan air mata, walaupun mereka sedang tertidur dalam kapsul.

”What did you do to them? (Apa yang kamu lakukan pada mereka?)” Tanyaku.

”We gave them a dream consisting of good memories with their loved one, and then we transform that good memories into nightmare. (Kita memberikan mimpi kepada mereka tentang kenangan yang baik bersama orang yang mereka cintai, dan kemudian kita mengubah mimpi itu menjadi mimpi buruk.)” Kata staff peneliti.

”And how’s the result? (Dan bagaimana hasilnya?)” Tanyaku.

”We found a good result. Looks like the transformation from good memories into a nightmare resulting in big surge of emotion that can be replicated. (Kita mendapatkan hasil yang bagus. Sepertinya, transformasi dari kenangan baik menjadi mimpi buruk menyebabkan luapan emosi yang bisa direplikasi.)” Kata staff peneliti.

“Bagus, kita semakin dekat dengan tujuan kita.” Kataku dalam hati.

”Can you produce the opposite? (Bisakah kamu melakukan yang sebaliknya?)” Tanyaku.

”We might be. But, there is a high risk that their brain would be damaged. (Mungkin saja. Tapi ada resiko tinggi bahwa otak mereka akan rusak.)” Kata staff peneliti.

”I don’t care. Do it. (Aku tidak peduli. Lakukan.)” Kataku.

”Are you sure? After we get such a promising specimens. (Apa anda yakin? Setelah kita mendapatkan kelinci percobaan yang begitu menjanjikan.)” Tanya staff peneliti.

”I don’t talk twice. Or would you rather be killed? (Aku tidak bicara dua kali. Atau kau mau dibunuh?)” Tanyaku.

”A… As you wish, Ma’am. (S… Seperti yang anda minta, Nyonya.)” Kata staff peneliti.

Aku pun keluar dari ruangan ini, dan keluar dari gedung yang baunya tidak kusukai ini. Saat aku berjalan, aku merasakan kehadiran orang, sangat samar. Cih.

”Let me make myself clear again. Stay away from this, Padfoot. (Biar aku jelaskan sekali lagi. Jangan ikut campur, Padfoot.)” Kataku.

Aura ki samar itu pun segera menghilang. Walaupun aku tidak tahu, apakah dia benar-benar pergi atau tidak.

BERSAMBUNG KE EPISODE-2
 
Akhirnya Dilanjutkan juga, mkasih Suhu update nya:ampun:

Tread yg satunya kapan nih?:kk:

makasih juga udah baca
thread satu nya mungkin antara minggu depan ato 2 minggu lagi. nanti ane announce di thread nya
udah rewrite sekitar 3 episode ke depan kok

Mantap masih lanjut
Matur nuwun updatenya bosz....
Alure maju mundur...
mantul epilog episode 1 @meguriaufutari

makasih agan2

Aduhh ga nyangka epilog tapi masih ada masalah

tentu saja. apalah arti suatu cerita jika tidak ada masalah nya

Di lanjut terus ya hu
amiin, doakan saja ya biar kali ini ga macet lagi
 
Akhirnya berlanjut juga ya om, tp rencana honeymoon kok malah jadi seperti ininya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd