Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
Akhirnya di rilis juga ....

:mantap::mantap::mantap:

Tapi Arya kasih nama kog haruko sih .. ane gak setuju suhu :bata::bata::bata:

Lha di Kyoko aja pingin jadi WNI kog malah anaknya si jepang'in
 
Akhirnya. Di revival juga. Semoga lancar sampai tamat bro. Ketemu lagi sama stefan huhuiiii.
 
Horeeee di posting juga akhirnya

Tidak ada waktu yg tepat untuk memulai dan lebih cepat lebih baik hehehhe
 
Ini cerita yg slalu gw tunggu, tapi pliss suhu si arya jangan dibuat kayak MDT yg sblmnya ya.
 
Sip dah ilangin partnya si ituh. Kangen sama toket buletnya Kyoko
 
yeay MDT reborn, semoga yang ini bisa sampe tamat :D
 
Tandain seat dulu. Akhirnya cerita ini kembali lagi.
 
MDT SEASON 1 – PART 2

------------------------------

guitar10.jpg

"Eh, semalem kok gue malah langsung jalan nenteng helm lo?" tanya Kanaya lewat sosial media.
"Oiya lupa juga gue... BTW dapet nomer gw dari?"
"Dari Anin... Yowes siang/sore gue ke tempat lo ya?"
"Boleh"

Aku menggeliat malas dengan perasaan ringan pagi itu. Kegiatan hari ini hanyalah recording album trio jazz temanku, tidak semua instrumen tapi, ada beberapa part yang mau diperbaiki oleh yang empunya album, yaitu pemain bassnya, Jacob Manuhutu. Dia sebenarnya menawarkanku untuk bermain gitar diproses recordingnya, tapi Hantaman baru saja keluar album baru, pasti kami bakal lebih sibuk di hari esok. Aku bangkit dan berjalan ke dapur, keluar dari kamarku. Rumah sepi. Ibuku pasti sudah pergi ke apotik dan adikku pasti sedang ngedate.

Ah, perempuan di usia pertengahan dua puluhan mereka. Jangan tanya soal hubunganku dengan perempuan tapi, aku sekarang lebih fokus ke musik. Dan sepertinya fokus ke musik bisa jadi pelarianku untuk hubunganku yang amburadul. Tidak, tidak separah itu, tapi memang suasana sedang tidak mendukung. Tampaknya dia iri melihat Dian sudah menikah terlebih dahulu.

Oke, habis makan siang yang rekaman mau datang, dan sore katanya Kanaya mau mampir, mengembalikan helm. Aku dengan malas kembali merayap ke kamarku. Menutup pintunya rapat, lalu membuka kotak tupperware kecil yang ada di laci mejaku. Kututup jendela, kunyalakan ac dan air purifier. Lalu deodorizer sudah siap di atas meja. Aku mengeluarkan kertas papir dari dalam kotak itu. Menggunting kertas dan membuat tube kecil. Menggerinda beberapa serpih tumbuhan kering. Lalu hasil gerinda itu kulinting perlahan di kertas.

Lalu kubakar.

Dan aku menerawang. Masih ada 3 jam lagi menuju makan siang. Harusnya aku sudah sadar pada waktu itu.

Rasa berputar pelan melanda kepalaku. Pelan, perlahan, merayap, tinggi, jauh, ke awan, berhenti. Oh kedamaian. Betapa kedamaian itu baru datang ketika ia sudah pergi. Ketika Ariadi Gunawan meninggal akibat kecelakaan mobil. Dia meninggal sebelum aku lulus kuliah. Aku dan Aisyah adikku, atau panggil saja Ai, sudah bosan melihat pertengkaran dan bentakan Ayah ke Ibuku. Dia yang membawa kekerasan ke rumah. Dia yang menghina gitar-gitarku dan perjalananku ke tiap panggung.

"Mau jadi apa kamu? Kuliah desain? Kerjanya main musik terus? Kamu gak mikirkan masa depan?" bentaknya ketika aku pulang malam sehabis manggung bersama Hantaman di acara kampus lain di ujung lain Jakarta sana.

Saat itu aku berteriak balik. "Papa yang gak pernah mikirin masa depan kita! Papa selalu gak pernah ada buat kami! Papa selalu bentak bentak Mama! Papa selalu jalan sama cewek-cewek sialan itu! Papa pikir aku gak tau?"
"Sejak kapan kamu berani bicara gitu sama saya?"

Aku terdiam dan lantas berjalan gusar ke arah kamarku. Kamar yang sama. Berikutnya kudengar suara pecah belah terbanting. Dan teriakan ayahku yang melengking, suara tangisan ibuku.

"Kamu gak pernah bisa didik anak-anak kita! Sekarang kamu tahu kan alasan kenapa saya gak pernah di rumah? Kalau saya tinggalin kamu sekarang, mati kalian bertiga!" umpatan yang familiar. Persetan lah dengan semua titel itu, direktur, bisnismen, pengusaha. Bullshit. Bahkan ketika dia meninggalpun aku tidak meneteskan air mata. Cara meninggal yang terlalu klasik. Kecelakaan mobil. Mabuk. Bersama perempuan lain. Kami harus bayar kompensasi ke keluarga si perempuan. Untung ada uang asuransi.

Dan tahukah apa hal yang paling berguna yang pernah dilakukan ayahku dalam hidupku? Meninggal. Dan meninggalkan uang dalam jumlah yang besar. Ibuku bisa tetap menjalani pekerjaannya sebagai apoteker untuk makan kami, uang kuliah Ai aman sampai lulus, dan sisanya pun sangat besar. Mobil-mobil ayah kujual semua. Cukup disisakan satu untuk ibu kerja. Aku cukuplah dengan motor. Ai tak perlu kendaraan pribadi karena dia ingin mencari beasiswa kuliah ke luar negri waktu itu, dan dapat.

Jadi uang yang banyak itu diapakan? Aku bertanya kepada Ibuku dan Ai, menjabarkan rencanaku. Dan mereka setuju. Aku mulai membangun studio itu. Studio musik, dua kamar, dimana lama kelamaan studio ini menjadi besar seiring dengan tumbuhnya karirku di bidang musik. Baik sebagai gitaris Hantaman, gitaris jazz solo, session musician maupun sebagai recording engineer. Semua tumbuh, dan ekonomi dan mental kami secara keluarga terbangun. Tidak ada yang membentaki aku, Ibuku dan Ai lagi.

Ai terbentuk menjadi wanita karir yang tangguh. Ibuku terbentuk menjadi perempuan yang hebat. Dan Hantaman terbentuk menjadi kekuatan besar di kancah musik indie.

Dan aku masih melayang sekarang. Menertawai Ariadi Gunawan yang mungkin mayatnya sudah membusuk di dalam kubur. Menertawai semua omongannya soal musik. Dan balas dendamku terbayar. Warisan dari dirimu habis semua menjadi musik. Tapi karena itu keluarga kami bangkit lagi. Untung semua abuse yang dilakukan olehnya tidak membuat kami bertiga jatuh, malah menjadi semakin kuat.

Pesan singkat masuk. Dari Jacob.

"Mau nitip makan sekalian gak bro? Gw mau makan di studio aja, kangen ngobrol sama elo..."
"Boleh"
"Mau apa?"
"Terserah, samain sama elo"
"Siapp"

Ah... Sudah habis ternyata. Aku menutup kembali tupperware itu, lantas membuang bekas lintingannya di tempat sampah dalam kamarku. Kusemprot seisi kamar dengan deodorizer. Aman. Selesai. Setel kembali alarm. Untuk jam 12. Hai kasur, aku kembali lagi. Aku akan berenang dalam selimut. Lalu kembali terbang, entah sekarang berapa menit di udara.

------------------------------------------

sebstu10.jpg

"Cepet amat makannya" tegur Jacob saat melihat aku melahap makanan yang ia berikan dengan terlalu bersemangat. Rasanya memang lapar sekali. Benar-benar lapar.

"Gimana kemaren pas release shownya? Sorry gue gak bisa dateng, ada main juga di Kemang soalnya" tanya Jacob.
"Rame.."
"Stefan masih gila?"
"Iya dong, biasa dia mah, penyakitan emang anaknya"
"Itu ulah dia kan?"
"Iya hahaha"

Jacob menunjuk ke arah sebuah gitar Epiphone Les Paul yang dipajang di dinding studio. Gitar yang patah. Gitar itu adalah gitar milikku yang sudah lama menjadi senjata utamaku kalau manggung. Dan pada acara tahun baru kemarin, gitar itu patah karena dibanting Stefan. Orang mabuk memang berbahaya. Untung saja dia berjanji untuk menggantinya, tapi sampai sekarang belum. Belum dapat yang cocok untukku, katanya. Surprise katanya, biar aku senang, katanya. Kebanyakan katanya juga ya ini orang. Yang penting aku sabar saja menunggu gitar pengganti dari Stefan.

Jacob akhirnya selesai makan. Kami membereskan kekacauan yang kami buat di ruang kontrol studio itu. Jacob masuk ke dalam studio, dan membuka Upright Bassnya.

"Kurang dimana lagi sih?" tanyaku.
"Ada part solo di beberapa lagu yang gue masih gak sreg"
"Yowis..."

Dan sekarang semuanya siap, semua kabel terkoneksi dengan tepat, dan aku menunggu Jacob yang sedang melemaskan jari-jarinya.

"Eh" tegur Jacob padaku.
"Ya?"
"Temenin gue pemanasan dong..."
"Hah? Ngapain?"
"Main gitar, dah lama gak denger lu main gitar"
"Semalem gue baru main gitar..."
"Maksudnya main bareng gue..."
"Oh.. Siap"

Aku berjalan pelan menuju satu hardcase gitar dan membukanya. Ibanez Artcore AF55. Gitar yang selalu kupakai kalau bermain Jazz. Aku membawanya masuk, menyambungkannya ke ampli dan mulai membunyikannya.

"Gak setem" ujarku. Aku meminta bantuan Jacob membunyikan bass nya agar aku bisa menyetem gitarku dengan benar.

"Kapan lo terakhir kali manggung main Jazz?"
"Taun lalu, Java Jazz" jawabku.
"Sama si Karina ya?"
"Iya"
"Dia lagi banyak manggung lagi tuh, terus gue heran kok gitarisnya bukan elu, malah kadang ga pake gitar"
"Ah, kan udah lengkap itu, trio piano - bass - drum, sama kayak proyek elu yang sekarang" balasku ke Jacob.
"Karina sama lo apa kabar?" tanya Jacob.
"Ahaha... buat bahan gosip ya?"

"Banyak yang ngedeketin tuh sekarang, cakep banget kan dia emang.."
"Oh tentu" jawabku.
"Anak-anak yang laen pada kangen lo main Jazz lagi loh.."
"Ya lo tau kan taun ini gue sibuk bikin album sama pasti banyak manggung ama anak-anak Hantaman"
"Tau, tapi masa lo gak gatel pengen maen Jazz?" tanya Jacob.
"Gatel... makanya gue mau nemenin lo pemanasan. Lagu apa?"

"Jangan tanggung-tanggung, Donna Lee" seringai Jacob.

------------------------------------------

Aku menguap, berbaring bodoh di karpet ruang kontrol, sementara Jacob berulang kali memutar lagu yang ingin ia revisi bagian solo bass nya. Diputar terus, berulang ulang, sampai aku bosan sendiri jadinya. Aku memainkan handphoneku, dan mendapati pesan bahwa Kanaya sedang dalam perjalanan kesini, untuk mengembalikan helmku.

"Udah bagus kali..." Tegurku.
"Masih ada yang kurang rasanya..." keluh Jacob.
"Semuanya bakal kurang terus kalo dicari-cari salahnya dimana"

"Mas Aryaaaaa..." suara Ai mendadak muncul di ruangan itu. "Eh ada Jacob... Mas Arya udah makan siang?" tanya Ai.
"Udah... Mama udah pulang juga?"
"Belum, sekarang masih jam 3 kok..."
"Yaudah, aku naik keatas dulu ya" Ai lalu tersenyum pada Jacob dan menghilang entah kemana.

"Adek lo... Kok bisa cantik banget gitu ya...." Jacob tampak terpukau.
"Lo kenal dia kan udah lama bego" balasku.

"Tetep aja kacau men... Udah punya pacar tapi ya?"
"Iya lah... orang cakep pasti laku" jawabku asal.
"Kok Karina masih single?"
"Lo pacarin aja sana"
"Takut" jawab Jacob pelan.
"Emangnya ama setan takut"

Dan selanjutnya aku dan Jacob berkutat, berdiskusi soal lagu itu. Aku merasa itu sudah sempurna, tapi Jacob tampaknya masih ingin memperbaikinya, entah di bagian mananya. Kurang terus katanya. Memang Jacob sangat perfeksionis, dan detail sekali orangnya untuk urusan musik. Tapi kalau soal urusan perempuan, bisa dibilang dia jomblo abadi. Bukannya dia tidak pernah dekat dengan perempuan, tapi ya, musik masih menjadi hal yang nomer satu dalam hidup nya.

------------------------------------------

"Mas, ada tamu tuh.." Kepala Ai nongol lagi sore itu di pintu studio. Aku mengangguk dan bangkit dari duduk ku. Jacob masih mencoba mencari-cari kesalahan di lagunya yang lain. Aku bosan, tapi tak apa, toh dia bayar untuk sesi rekaman dan mastering. Jadi semakin lama dia pusing, semakin banyak uang juga untukku.

Aku berjalan ke ruang tamu, untuk kemudian bertemu dengan ibuku yang sedang ngobrol dengan Kanaya. Menggunakan cardigan hitam untuk menutupi tatonya, Kanaya terlihat sangat cantik dan menawan. Mereka berdua berbincang dengan ramah, entah membicarakan apa.

"Eh Mas Arya, ini ada temennya, mau balikin helm ya katanya..." senyum Ibuku lembut.
"Iya Ma.."
"Yaudah, saya tinggal dulu ya..." senyumnya ke Kanaya.
"Iya tante..." Kanaya tersenyum balik dengan manisnya.

Melegakan bisa melihat Ibuku sering tersenyum seperti sekarang. Sewaktu ayahku masih ada, senyum itu jarang sekali kulihat. Biasanya hanya tangis. Aku heran kenapa Ibuku menikah dengan pria pencemburu, pemarah dan tukang selingkuh itu. Walaupun itu ayahku sendiri, tapi rasa benci bahkan lama setelah ia meninggal masih tersisa di dalam hatiku. Apalagi dengan kebiasaannya mabuk. Aku bersumpah tidak akan menyentuh alkohol sama sekali ketika mengetahui kenyataan bahwa dia selalu menyiksa kami dengan mulutnya disaat dia sedang mabuk. Lelaki macam apa itu. Di luar rumah dia dipuji-puji dan di hormati. Tetapi di rumah, Ariadi Gunawan tidak lebih hanyalah pria pengecut yang hanya berani menyiksa istri dan anak-anaknya. Menyiksanya dengan perselingkuhan-perselingkuhan, menyiksanya dengan mabuk, menyiksanya dengan harapan-harapan yang terlalu tinggi, menyiksanya dengan mematikan mimpimu.

Aku masih ingat apa yang ia katakan kepadaku ketika aku baru lulus SMA dan akan melanjutkan kuliah. Aku sangat tertarik dulu dengan dunia seni, apalagi seni grafis. Aku ingat juga sewaktu aku gagal masuk semua universitas yang ia inginkan, tetapi malah masuk fakultas seni rupa. Bentakan demi bentakan. Seakan-akan aku gagal, padahal aku belum hidup di dunia orang dewasa. Entah apa yang akan ia hinakan kepadaku sekarang, kalau dia masih hidup. Anaknya yang dia inginkan untuk menjadi pekerja kantoran sukses seperti dirinya kini malah menjadi gitaris. Mencari makan lewat musik dan petikan gitar. Dan bisa memakmurkan keluarga ini. Ibu dan Ai bangga akan diriku.

Dasar Ariadi Gunawan. Orang gila. Bajingan.

"Jadi... Ini rumah nya gitaris Hantaman..." selidik Kanaya sambil melihat ke segala arah.
"Kira-kira gitu" jawabku ramah.
"Gue pengen liat dong studio legendaris itu, tempat kalian bikin album kedua ini... Gue juga denger banyak yang udah bikin album keren disini..." pujinya.
"Ayo kalo gitu"

Aku mengajak Kanaya masuk ke dalam studio. Jacob mendadak kelabakan.

"Halo...." Jacob tampak kaget melihatnya.
"Hai..." balas Kanaya sambil melihat-lihat ke sekeliling studio.

Jacob mendadak duduk tegak dan memperhatikan Kanaya yang berkeliling keliling.

"Lagi rekaman?" tanyanya.
"Iya..." jawabku pelan, mengambilkan kursi untuknya duduk. Kanaya masih melihat - lihat ke seisi ruangan.

"Album apa?" dia tampaknya bingung melihat upright bass berdiri dengan gagahnya di tengah studio.
"Albumnya dia"
"Maksudnya musik apa"
"Jazz"
"Oh, telinganya Arya emang bisa buat ngerekam Jazz?" bingung Kanaya.

"Arya aslinya gitaris Jazz lho" jawab Jacob, seperti membanggakanku. Muka Kanaya berubah aneh.
"Maksudnya?"
"Dia seumur hidup belajar Jazz dan main Jazz lho..."
"Gak percaya" muka Kanaya seperti mencibir.
"Nih"

Jacob memberikan handphonenya ke Kanaya. Disitu ada video dari tahun lalu. Java Jazz. Karina Adisti Quartet. Pas dia majukan ke bagian solo gitarku. Terdengar suara gitar meliuk liuk bersahutan dengan piano, dan ritme dari Bass dan drum. Irama bebop. Lagu yang rumit kala itu. Giant step.

Kanaya terlihat sangat kagum. Mulutnya melongo dan tampangnya heran.

"Gila.. Lagu apa ini?"
"Giant step. John Coltrane.." jawabku pelan. Muka Jacob tampak berseri. Dia merasa seperti sudah membuatku istimewa di mata Kanaya.


"Wow..." Kanaya masih terlihat kagum. "Gila... Kok gue taunya cuma Hantaman aja ya soal elu..." tidak salah juga, karena memang baru kenal.

"Gue pengen tau lebih banyak lagi jadinya soal elu...." Kanaya masih kaget dan tercengang.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Aduuhh, Kanaya jangan... Kamu gak akan kuat.. :pandajahat::pandaketawa::pandapeace:

Arya bakal nikah sama Kyoko, terus selingkuh sama wartawan terkenal...
Kamu sama aku aja..:panlok1::panlok2:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd