Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 1 (racebannon)

Menurut Kalian, Siapakah "Bastardverse" Best Couple?

  • "Aku" & Dian (The Lucky Bastard)

    Votes: 12 7,5%
  • "Aku" & Nica (The Lucky Bastard)

    Votes: 2 1,3%
  • "Aku" & Anggia (The Lucky Bastard)

    Votes: 41 25,8%
  • Arya & Kyoko (Matahari Dari Timur)

    Votes: 51 32,1%
  • Anin & Zee (Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%
  • Stefan & Semua yang dia tiduri (Matahari Dari Timur)

    Votes: 23 14,5%
  • Amyra & Dipta (Amyra)

    Votes: 6 3,8%
  • Gilang & Saras (Penanti)

    Votes: 2 1,3%
  • Gilang & Tara (Penanti)

    Votes: 3 1,9%
  • Bryan & Tika (Amyra)

    Votes: 1 0,6%
  • Rendy & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 14 8,8%
  • Adrian & Anggia (The Lucky Bastard - Matahari Dari Timur)

    Votes: 2 1,3%

  • Total voters
    159
  • Poll closed .
Bimabet
Nah...nah... hampir nyampe ni ditahun pemilu..
Kira2 partai mana ya yg mo ngusung salah satu personel Hantaman yg ah..sudah lah...
Mari kita saksikan bersama2

Many tengkiu apdetnya om :D
 
MDT SEASON 1 - PART 30

------------------------------------------

15195810.jpg

"DASAR BOCAH KAGA TAU DIRI!!! UDAH MAU MAEN MASIH AJA NYETEM NYETEM!! KONTOL!!!"

Semua mata memandang ke Stefan. Suasana hening dengan anehnya. Benar dugaanku. Kadar alkohol dalam darahnya sepertinya ada di ambang batas normal. Aku berdiri dan mendekat perlahan. Lima pemuda yang ada di panggung itu menatap tajam ke arah Stefan. Tatapan yang dibalas Stefan dengan gagah beraninya.

“WEI UDAH UDAH AYO MAIN MUSIK AJA!!” teriak Kang Bimo mendadak, mencoba mencairkan suasana. “MAKLUMIN LAH YA ORANG MABOK” teriaknya sambil senyum dan melambaikan tangannya ke panggung. Para personil DIMH saling berpandangan. Si vokalis yang sekarang berambut coklat mendadak mengambil microphone.

“Kalau gak suka naik sini, Anjing” dia menunjuk ke arah Stefan.

Stefan lantas bangkit dari kursi Bar, mengambil dan memecahkan botol bir lain dan berusaha merangsek ke arah panggung. Mana Cheryl di saat dibutuhkan? Aku meraih Stefan dan menariknya ke luar. Tunangannya Cheryl yang memang berbadan besar membantuku. Anin dengan sigap membuka pintu pub, agar aku dan Tunangannya Cheryl bisa mengeluarkan Stefan dari dalam.

“Sorry guys, jangan berantem ya malam ini, kan ini acara gue” mendadak ada suara Cheryl. Dia ternyata sudah di panggung, merebut microphone yang dipegang si vokalis. Stefan sudah berhasil kami keluarkan. Kami bertiga menarik Stefan dan mengajaknya untuk duduk di parkiran. Mang Ujang yang sedang nongkrong di dekat mobil menghampiri kami.

“Mas Epan mabok?”
“Iya, mau berantem Mang…” jawabku.
“Wah gawat, duduk sini Mas, ini kretek, mau?” Mang Ujang memberikan sebatang Dji Sam Soe kretek ke Stefan, yang langsung ia sambar dan ia bakar.

“Jangan masuk dulu ya Bro, seenggaknya sampe mereka beres maen” ujar Tunangannya Cheryl.
“Iya, tenang, kita jagain disini ya” jawab Anin sambil melihat dia berlalu. Stefan duduk di tanah, di depan mobilnya sambil menghisap rokok.

“Lo jangan tolol gitu dong!” bentak Anin.
“Berisik!” balas Stefan.
“Kita udah dewasa tau, gak usah lah bikin kegaduhan kayak gitu”
“Berisik!”
“Lo mabok?”
“Menurut lo?”

“Udah, jangan kita yang malah berantem. Untung Stefan ga jadi berantem kan? Udah, kita bertiga ngadem dulu aja…..” ujarku sambil bersandar di kap mobil. Mang Ujang berjongkok di samping Stefan sambil mengurut lehernya.

Aku menghela nafas dan menatap ke arah Anin yang tampaknya pusing.

“DASAR BAJINGAN!” duh… siapa lagi yang berantem.
“Dengerin aku dulu”
“Apa lagi yang mesti aku dengerin dari kamu… lepas!”

Aku dan Anin mencoba melihat darimana arah suara datang. What the Hell. Anggia dan pacarnya.

“Lepas! Gue mau balik!”
“Nggi dengerin dulu”
“Udah!! Lepas”

Mendadak mata Anggia dan pacarnya bertemu dengan mata kami. Kami semua terdiam. Anggia menggunakan kesempatan itu untuk menghentikan taksi dan ketika taksi itu berhenti, dia bergerak dengan cepat dan langsung meluncur kabur. Pacarnya Anggia, Adrian melihat dengan muka tak nyaman ke arah Aku dan Anin. Lalu kemudian ia membuang muka dan berlalu ke mobilnya. Masuk ke mobil dan pergi.

“Tadi apaan?” tanya Anin.
“Gak tau….” aku pun bingung.

“Udah lah… Ini si monyet satu ini pasti mabok… Liat aja diurut lehernya ama Mang Ujang langsung diem gitu kayak anjing dikasih tulang” komentar Anin.
“Makanya alkohol bahaya kan Nin” nasehatku.
“Kalo orangnya Stefan, minum teh juga bahaya…” sahut Anin kecut.

------------------------------------------

004df610.jpg

“Dicariin kemana taunya disini…” Sena dan Bagas mendadak menghampiri kami di parkiran.
“Eh, kalian, didalem gimana?”
“Udah mulai after partynya, Mukti udah di belakang turntable sekarang” jawab Sena sambil menghisap dalam-dalam rokoknya.
“Adek gue?”
“Terakhir gue liat lagi ngobrol ama Kang Bimo dkk” jawab Sena lagi.
“Oh aman berarti”

“Masih mabok?” tanya Bagas ke Anin dengan datarnya.
“Gak tau, dari tadi diem aja, lagi bertapa kali”

Entah sudah berapa batang rokok yang Stefan hisap sambil duduk berdiam diri di depan mobil. Sudah sejam kami disini. Aku menghabiskan waktu dengan chatting. Tentunya dengan Kyoko yang sekarang sudah tidur. Katanya hari ini lumayan sangat ramai di cafenya. Aku menghela nafas dan berusaha bicara dengan Stefan.

“Men, masuk yuk, kita ngobrol aja di dalem, kan banyak cewek tuh, siapa tau lo jadi ilang emosinya” bisikku.
“Hah…. bentar, kepala gue masih pusing, lagi enak-enaknya naik tadi kalian tarik ke luar”
“Kalo lo tetep di dalem terjun bebas lo, gak naik lagi…” balasku.

“Bentar, bantuin gue berdiri, goyang…” sahut Stefan. Aku dan Anin membantunya berdiri.

Kami mendengar suara langkah kaki lain, tiba-tiba. Suara langkah kaki itu diiringi dengan suara orang membuka dan menutup pintu mobil. Selanjutnya ada suara berat, seperti suara benda yang dilempar ke bagasi. Aku melihat ke arah suara. Ternyata para personil DIMH dan kru mereka sedang mengangkut barang ke mobil.

“Dasar orang gak jelas emang, emosi mulu, maklumin lah, produk lama” suara mereka terdengar sayup.
“Hahahaha….”
“Band nya juga gitu amat lagi, sound nya jadul bener… Kayak dari taun 90an aja…”
“Orang katro biasanya band nya juga katro”
“Dah yuk, masuk lagi, mabok kita…”

“WOI MUKA KONTOL!!!!!” Stefan dengan sempoyongan menghampiri mereka. Shit. Kacau ini.
“Fan udah fan, biarin mereka masih bocah” bisikku.
“LEPAS GUE ANJING!!!”
“Fan”
“JANGAN PANGGIL PANGGIL GUE!!! WOI!! BERAK!! SINI LO!!”

Aduh… Mereka malah mendekat ke arah kami.

“Kenapa mas? gak suka?” si Vokalis tampak maju dan mendekat ke arah Stefan.
“Bro.. Udah, dia mabok, oke?” aku mencoba menahan laju si vokalis.
“Ini orang harus dihajar ya” dia malah menunjuk ke Stefan dan mengacuhkanku.

“SINI LAKNAT!!” Stefan mendadak lepas dari tanganku dan melayangkan tinjunya. Duh, hampir kena. Sena dan Anin lalu menarik badan Stefan agar tidak maju lagi.
“Ini orang mendadak ada tenaga segede ini dari mana sih” bingung Anin.

“LEPAS ANJING!!!” entah darimana tenaga Stefan muncul. ia melepaskan dirinya dari cengkramanku, Anin dan Sena. Ia lalu menerkam si vokalis DIMH yang kurus itu. Mencoba mencekik lehernya. Mereka berdua lantas bergumul di atas aspal. Beberapa Anggota DIMH lainnya mendadak juga maju dan berusaha meraih vokalisnya yang bergerak terlalu liar bersama Stefan di atas aspal

“Udah… Mas… Udah…” Mang Ujang juga maju dan mencoba memisahkan mereka.

“Aduh” Mang Ujang tertendang oleh si Vokalis.
“LO BERANI NENDANG SOPIR GUE!!!!” Stefan kalap dan mengambil handphonenya dari sakunya dan memukul si vokalis dengan handphone tepat di pelipisnya. Kena. Keras sekali. Pasti sakit. Kami semua kaget dan menarik Stefan.

Terkena pukulan keras, si vokalis mendadak mengamuk dan mengambil alih kendali. Dia melepaskan dirinya dari tangan-tangan temannya dan menendang perut Stefan. Stefan berjungkir dan jatuh di aspal. Si Vokalis lalu mengamuk dengan gerakan cepat. Dia menendangi Stefan dan memukuli kepala Stefan dengan kalapnya. Stefan menjadi bulan bulanan, karena kalah cepat dan sudah mabuk.

Aku berusaha meraih si Vokalis, memeluk pinggangnya. “UDAH! UDAH!” teriakku, tapi dia tetap mengamuk dan menguasai Stefan. Karena gerakannya begitu kalap, aku terdorong dan jatuh ke aspal juga.

Hingga mendadak.

“Dia bilang udah” Bagas maju, sementara orang lain di sekitar mereka kalah cepat dibanding Bagas. menarik kerah si vokalis. Si vokalis kaget.

Mendadak pukulan dan tamparan yang bertubi-tubi terlontar dengan cepat dari tangan Bagas ke wajah sang vokalis. Tanpa jeda. Itu kali pertama bagi kami melihat Bagas bergerak sebanyak dan secepat itu selain main drum.

Kami masih melongo sekaligus ngeri, melihat tangan Bagas dengan begitu mudahnya menjadikan muka si Vokalis sebagai samsak.

“Plak” “Bug” “Plak” “BUG! BUG! BUG!”.
"DUAK!!!!!!"

Pukulan terakhir yang tampak begitu keras dari Bagas membuatnya terjengkang jatuh ke atas aspal. Mukanya sudah berlumuran darah, tampak tidak berbentuk dan tidak sedap dipandang mata. Tangan Bagas merah-merah oleh darah. Tapi oleh darah orang lain. Bagas menghela nafas dan berbalik. “Kita bawa Stefan ke Rumah Sakit” ucapnya santai seakan tidak terjadi apa-apa.

Jelas kami semua ngeri. Anin dan Sena berusaha mendekati Bagas di tengah kekagetan mereka, berusaha menarik Bagas dari arena perkelahian.

“BANGSAT!” terdengar teriakan itu memecah malam.
“BAGAS!” teriakku.

Terlambat. Gitar yang berat itu sudah melayang ke kepala Bagas. Gitaris DIMH dengan nekat menghajarkan Gitarnya ke kepala Bagas. Suaranya keras sekali, dan beberapa senar putus karena tertumbuk oleh kepala Bagas. Bagas menundukkan kepalanya dan meringis. Darah menetes dari ubun-ubun kepalanya. Kami semua makin melongo, gerakan kami terpaksa berhenti oleh kejadian yang begitu cepat itu.

Bagas mendadak menegakkan kepalanya, ekspresinya kembali datar, seakan tidak ada apa-apa. Bagas lalu merebut gitar itu dan membantingnya ke aspal.

“BRAKKKKKKKK!!!!” Gitar itu patah jadi dua. Bagas lalu berbalik, melihat tajam ke arah si Gitaris yang melongo, melihat Bagas berdiri tegak walaupun mukanya sudah bersimbah darah yang bercucuran dari kepalanya.

Si Gitaris tertegun ketakutan, dengan ekspresi muka horor. Mendadak mereka semua kocar kacir dengan paniknya, lari ke mobil-mobil mereka, dan sesaat kemudian mereka pergi dengan secepat kilat. Entah kemana. Dan kami masih bingung melihat Bagas yang berlumuran darah.

“Sayang ini padahal gitar mahal” komentar Bagas datar.

“******…” aku masih melongo melihat kejadian tadi.
“Cabut kita… Ke Rumah Sakit” bisik Anin padaku linglung.

------------------------------------------

1310710.jpg

“Iya Ma… Ini di MMC sekarang, temennya Mas Arya berantem terus kudu masuk UGD…” Ai menjawab telpon dari Ibuku. “Hmm? Iya kok aku sama Mas Arya aman, gak kenapa-napa… Oke, see you, Mama tidur duluan aja…”

“Kasian Mama khawatir…” bisik Ai sambil menutup handphonenya.
“Dan kita shock sekarang” Aku memperhatikan Sena dan Anin yang duduk juga di kursi, diam kaku tanpa ekspresi. Ai duduk di sebelahku. Bersandar ke badanku lebih tepatnya. Kepalanya dibenamkan di bahuku, sambil mengulum bibirnya sendiri. Aku mengingat kejadian tadi dan bergidik ngeri sendiri. Ngeri oleh Bagas. Mukanya dingin sekali, tanpa ekspresi, bahkan dia tidak sedikitpun menaikkan alisnya saat menghajar si vokalis habis-habisan

“Jacob ga jadi dateng ya?” tanya Sena mendadak.
“Tadi bilangnya ga bisa mendadak… Pas maghrib gitu… BTW, kok ngomongin Jacob sih? Tadi apaan??” tanyaku dengan nada heran ke Anin dan Sena.
“Gak tau”
“Kalian sepupunya!! Itu tadi dia kayak mau ngebunuh orang gitu!” bentakku.

Anin menelan ludahnya sambil menutup matanya. Di dalam, Memar-memar Stefan sedang di kompres dan luka di kepala Bagas sedang dijahit.

“Lo serius gak tau apa-apa soal sepupu lo sendiri? Kalo orang tadi mati kena kita semua!” tanyaku dengan emosinya.
“Aduh….” Anin menarik nafas panjang.
“Pasti lo tau sesuatu soal Bagas! Itu tadi gak wajar!”
“Mas… pelan-pelan, ini kan UGD” bisik Ai sambil bergelayut di lenganku.

“Aduh… gimana ya?" bingung Anin.
"Kok gimana?" desakku.
"Sumpah gue taunya gak lebih banyak daripada elu Ya..."
"Bohong"
"Bohong darimana, kita udah temen dari jaman SMA, gue pernah ada nutupin apapun gak dari elo?" nada bicara Anin agak meninggi.

"Tapi bang..." Sena menyela.
"Tapi apa?" tanyaku.
"Dulu banget.... Waktu kecil.... Dia pernah lagi main sendiri gitu sama mainannya, terus inget gak, gue kan usil banget waktu kecil, langsung narik mainannya gitu aja, terus gue langsung dibogem dan dia mendadak ngamuk gitu...." cerita Sena mencoba mengingat-ngingat kejadian di masa lalu.
"Inget dari mana... Gue aja baru tau sekarang" komentar Anin.

"Tuh.." komentarku.
"Terus emang ada hubungannya sama kejadian sekarang?" tanya Anin.
"Raut mukanya sama Bang... Gue inget banget, dan tadi itu langsung keingetan kejadian itu..."
"Udah pasti ada hubungannya sama hal yang sekarang..."
"Tapi sejauh gue kenal dia, dia emang selalu diem dan terlalu kalem buat jadi manusia...." lanjut Sena.

“Udah-udah… orangnya lagi dijait tuh didalem… Dan mukanya tetep aja ga ada keliatan kesakitan” Mendadak Stefan keluar untuk bergabung bersama kami, sambil mengompres mukanya yang lebam.

“Untung Cuma dikasih painkiler doang gue… “ selorohnya sambil mengompres kesana kemari.

“Udah! pokoknya kita semua selamat, Bagas ‘Cuma’ dijait, sekarang kita tinggal tunggu aja si Bagas dipanggil polisi gak atas tuntutan penganiayaan….” Anin berseru kesal.
“Dia kan bela diri itungannya” jawab Stefan.
“Kalo mereka bisa bayar pokis gimana?” tanya Sena mendadak.
“Ntar gue panggil lawyer bokap gue……” balas Stefan.

“Males gue kalo udah maennya kayak gitu” kesalku.

“Udah, bisa gak kita semua tenang, abis Bagas beres dijait, kita pulang, terus istirahat, kalo ada apa-apa adepin besok aja, oke?” Ai memecah ketegangan. Dia masih membenamkan dirinya, bersender di badanku dengan manjanya. Mungkin dia juga takut atau mengantuk.

“Keliatan banget sih kalo kalian incest” canda Stefan mendadak.
“Gak lucu” gusarku.
“Biar gak tegang-tegang amat” jawab Stefan asal. “Udah, temenin gue ngerokok yuk di pinggir jalan Ya”
“Oke”

“Mesti Mas Arya banget?” tanya Ai.
“Mesti” jawab Stefan.

Aku bangkit dan mengikuti langkah Stefan di pinggir jalan, menuju tukang kopi asongan yang kebetulan sedang mangkal di depan rumah sakit tersebut.

“Marlboro putih ada?” tanya Stefan.
“Ada mas”
“Sama ABC susu ya…..”
“Dua kopinya” aku menimpali. Lantas kami berdua duduk di kursi, di pinggir jalan, sambil memandangi jalanan yang sepi.

“Pantes lo betah di Jepang” mendadak Stefan membuka pembicaraan.
“Hah?”
“Disini suasananya makin hari makin bangsat rasanya” ujar Stefan sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.

“Maksudnya apa sih, kok kayak gak nyambung, masih linglung lo?” tanyaku kesal, sambil menerima gelas plastik berisi kopi di tanganku.
“Kagak, asal ngomong aja”
“Apaan sih….” kesalku tak keruan.

“Kadang suasana yang anjing kayak gini itu bikin gue pengen kabur dan tinggal di luar negri” mendadak dia melanjutkan kalimatnya.
“Kalo di negara manapun tingkah lo masih kayak gini, hasilnya sama aja Fan.. Lagian gak nyambung banget sih lo….”
“Tau lah… Gue linglung kali abis digebukin ama bocah…”
“Udah gue bilang hati-hati, makanya jangan mabok!”
“Abis gimana?” tanya Stefan.
“Itulah makanya kenapa gue gak pernah minum, hasilnya kayak gini”
“Sama aja elo tukang ngegele”
“Gue gak pernah ngajak berantem orang kalo ngegele”
“Jangan sok suci”
“Buktinya ada” ujarku dengan kesal.

“Yah kita semua sama kan? Cuma pengen lari dari kenyataan… Ada yang minum, ngegele, ada juga yang lari dari hidupnya dan tinggal di luar negri…” Stefan bicara panjang lebar.
“Maksudnya yang terakhir gue?”
“Kali, gue sempet khawatir soalnya kan, kalo lo gak bakal balik lagi… Terutama pas lo mendadak pacaran sama orang sana… Makin khawatir gue, sampe sekarang pun”
“Sekarang gue ada disini Fan”
“Iya, makanya gue bilang Cuma sempet khawatir… Maksud gue gini. Jangan salahin gue karena mabok. Mabok gak mabok cuman tinggal butuh waktu aja gue bermasalah ama mereka. Karena mereka emang kudu dikasih pelajaran…”

“Ngelantur” aku menghisap kopi “Mabok tambah Painkiller ya gini”
“Tapi semua yang gue omongin bener kan?” katanya.
“Iya, tapi konteksnya ga ada yang nyambung semua” kesalku.
“Yah, seenggaknya gue masih ngomong, gak kayak drummer kita yang kayak Terminator itu…”

“Atau karena sekarang mumpung lo lagi hangover dan dikasih painkiller lantas lo kesempatan ngomong ngasal gitu sama gue?” tanyaku mendadak.
“Kali”
“Bukan kali lagi, itu mah pasti” aku mendadak kesal karena kejadian malam ini melebar kemana-mana.

Mulai dari masalah dengan DIMH yang makin panjang, kenyataan kalau Bagas memang semisterius itu, dan Stefan yang meracau kesal soal ketakutannya bahwa aku akan lari dari hidupku yang sekarang dan tinggal di Jepang. Tapi aku harus lari dari apa? Tidak ada alasan masuk akal selain Kyoko yang bisa membuatku pergi. Dan hubunganku dengan Kyoko belum membutuhkan keberadaan masing-masing secara dekat.

Stefan just being ridiculous. Dia mabok, dan pengaruh painkillernya belum hilang. Biarin lewat aja omongannya. Dan aku menarik nafas panjang, mencoba menenangkan diriku sendiri setelah badai tadi.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
mantab suhu RB .. kalo bisa tambah lagi update nya hari ini
thanks for today
 
serius nih, serasa pengen beli novelnya kalo gini..! alias males nunggu. nyandu kata-katanya suhu.

thanks..!
 
bisa aja suhu Race bikin karakter DIMH bisa sampe sengehe itu.

gw dukung kalo ada yang mau bikin band oposisi DIMH, yang koalisi sama Hantaman dan anti-DIMH.

nama bandnya DIMH-KS.

:beer:
 
MDT SEASON 1 - PART 31

------------------------------------------

guitar10.jpg

"Aya.... So Scary... Kowai ne... "
"Yes..."
"Indonesia-go wa?" bahasa Indonesianya dari takut mungkin.
"Takut"
"Ta.. Ku.. To?"
"Yes..."
"Glad Aya is okay...." mukanya tampak ditekuk. Aku masih capai dengan semua kejadian kemarin. Malam minggu ini aku memutuskan untuk tidak kemana-mana, kepalaku masih penuh dengan kejadian perkelahian kemarin. Jadi semalaman sampai sekarang, aku masih ber video call ria dengan Kyoko.

Aku tadi menceritakan kejadian perkelahian yang dipicu oleh mabuknya Stefan, dan kejadian sebelumnya waktu pensi di Bulungan itu. Memang awalnya dari ketidak-dewasaan para personil DIMH. Tapi Stefan terlalu menanggapi sehingga itu semua berubah menjadi dendam dan sudah terlanjur jadi hal besar seperti sekarang.

Aku masih ingat ada berapa jumlah jahitan di kepala Bagas. Tak banyak, tapi seram. Aku membayangkan bagaimana nasib si vokalis. Mukanya bersimbah darah, dan aku tak tahu separah apa lukanya. Karena memar-memar di tangan Bagas pun parah. Ya, luka memar yang terjadi akibat pukulan-pukulannya yang keras ke wajah si vokalis. Aku dari tadi berusaha mencari berita tentang itu sampai ke fanpage dan twit**ter official dari DIMH. Tapi tak ada. Entah kenapa. Apa mereka malu? Atau mereka takut? Tapi kenapa mesti takut? Ah sudahlah.

Grup whatsapp Hantaman juga sedang sepi-sepinya, setelah kejadian kemarin. Mungkin kami memang butuh waktu untuk menyembuhkan shock karena aksi Bagas kemarin. Gila. Masih terbayang muka dinginnya yang menyeramkan saat dia menghantam muka si vokalis berkali-kali. Membayangkannya saja sudah meringis ngeri rasanya. Horor.

"Ah so.... Kodama is coming home again... Kodama pu-rang.." cerita Kyoko mendadak dengan muka mengantuk.
"Oh ya? Hontou?" tanyaku.
"Ya... Ke-marin... Maramm... Pu-rang ke... Ru-Ma..." ucap Kyoko dengan Bahasa Indonesia yang terbata-bata.
"Kino no yoru wa... Kitaku.. Shimashita..." artinya sama, pulang ke rumah kemarin malam.
"Ii ne... Aya Kurever... Kashikoi.." Clever maksudnya.
"Kashikoi?" Handphoneku dan mencari artinya di Google Translate.

"Kashikoi wa... Kurever..." jawab Kyoko sambil menguap di webcam.
"Kashikoi wa... Pintar"
"Pin... ta.***?" tanya Kyoko sambil menulis entah dimana.
"Yes"

"Aya... Mu... Rid..do.. Yannggg.. Pin..ta.. ru..." ucap Kyoko dengan menggemaskannya.
"Kyoko wa... Kashikoi gakusei desu..." artinya ya sama, Kyoko adalah murid yang pintar atau pandai.

"Aaa... Iii nee... Next time we meet... we can talk in Indonesia... or Nihongo..." senyum Kyoko dengan sumringahnya.
"How's your Indonesia Lesson?"
"Good... The teacher.. She is so kind... Also loves cat" tawanya dengan manis.
"Good.. Bagus... Ii ne" balasku.

"Will it be Tokyo again or Jakarta? Our nexto meetinggu?" tanya Kyoko.
"Wakaranai... But both sounds fun..."
"I want to go to Jakarta... Now is very cold in Japan... Samui ne... Dinggin..."

"Kyoko... Miss you so much... If you ever go to Indonesia, i will take you for a walk with my motorbike..." senyumku.
"Ah? Motorbaiku? Aya no vesupa?" senyumnya.
"Yes.."
"Of course want..." dan Kyoko menguap selebar-lebarnya. Oh iya, disana sudah jam 2 malam.

"Kyoko want to sleep?"
"Yes.. but with Aya"
"Haha... So please come here"
"Just wait... haha... Still have to save money..." jawabnya dengan nada manja dan senyum manisku begitu menggemaskan.
"Okay then... Oyasumi Kyoko..."
"Hai... Oyasuminasai Aya....." lambainya ke webcam.

Dan selesai sudah. Aku merayap ke arah tempat tidur setelah mematikan komputer, lalu mencoba menutup mata. Masih terlalu pagi memang rasanya untuk tidur. Tapi kepalaku berat.

Banyak yang terpikir dalam kepalaku. Soal Bagas yang mendadak jadi mengerikan kemarin. Aku masih meringis kalau mengingat betapa kerasnya gitar itu menghantam kepala Bagas, tapi dia tidak tumbang sedikitpun. Ngeri. Belum lagi racauan Stefan soal takut kalau aku pergi ke Jepang dan tak kembali. Dan sesak, sesak rasanya sekarang kalau memikirkan Kyoko. Kangen, rindu, atau apalah. Entah kenapa rasanya memeluk guling pun jadi aneh. Masih terbayang rasanya tidur memeluk Kyoko. Rasanya nyaman. Kulitnya yang halus, wangi tubuhnya yang menenangkan, bibirnya yang lembut... Dan segala tindak-tanduknya yang lucu dan menggemaskan.

Dia tampak seperti tidak pernah tua walaupun hadir dalam tampilan perempuan dewasa berumur 30 tahun.

Gelisah. Aku memikirkan, apa perlu aku membakar beberapa lagi agar aku mudah tidur? Tapi tampaknya tidak perlu. Sedang malas oleh rasa tidak sadar, karena mungkin aku masih shock atas kejadian kemarin. Ya sudah. Kita coba tidur seperti biasa.

Selamat tinggal masalah, walau sejenak.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

jaksli10.jpg

Sudah seminggu lewat sejak kejadian Jumat Malam itu. Sekarang aku sedang berada di Menteng, di pusat Budaya Jerman lebih tepatnya. Mereka ada acara Jazz reguler setiap Jumat malam sebulan sekali. Malam ini penampilnya Jacob. Kebetulan karena album dia baru keluar, jadi cocok. Mumpung masih hangat. Kondisi Hantaman sudah balik seperti semula. Sudah bercanda lagi. Seakan akan kami tidak ingin mengingat kejadian minggu lalu.

Aku dan Stefan ada di sana, berdua saja. Aku menemani Stefan merokok di luar sebelum acara dimulai.

"Anjing" bisik Stefan.
"Apaan?"
"Karina"
"Haduh..." Aku langsung membuang muka. Aku bisa merasakan hawanya yang tidak bersahabat saat dia melewatiku. Padahal jaraknya jauh, sekitar 10 meter dia lewat di depanku.

"Males?"
"Banget"
"Harusnya lo bawa pacar nippon lo kemari, tunjukin di depan congornya tu cewek" canda Stefan sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Lo tidurin aja sana deh..." jawabku asal.
"Ga mau, nidurin cewek ribet ntar jadi masalah" balasnya sinis.

Suara high heelsnya masih terdengar. Tatapan matanya yang penuh kecurigaan kemana mana masih terasa. Kenapa aku dulu mau berpacaran dengan orang seperti itu? Dan kenapa seakan-akan dia seperti penjahat yang merongrong hidupku. Ya, gara-gara pertanyaannya ke Jacob soal diriku.

"Woi..." panggil Jacob ke aku dan Stefan.
"Eh... Bro..." Stefan menerima high-five dari Jacob. Sementara aku menghindar, bercanda, membuat Jacob terlihat seperti orang bodoh.

"Sial.." tawa Jacob.
"So, dah siap?" tanyaku.
"Selalu sih, kalo main di Goethe rasanya gimanaaaaa gitu" jawabnya.
"Tadi liat Karina kan?" tanya Stefan.
"Ga usah dibahas, bego" selaku.
"Hah... lo jauh-jauh aja deh Ya dari dia... Makin hari kok kayaknya dia makin ga jelas gitu, kemaren bassistnya curhat ke gue, pas latihan makin strict dan galak gitu" cerita Jacob.

"Gue kesini mau nonton elo men... Udah lah, masuk yuk..." Aku mengajak mereka berjalan ke auditorium.

------------------------------------------

goethe10.jpg

Seperti biasanya kalau manggung di Pusat Kebudayaan Jerman, acara dibagi jadi dua sesi. Setelah sesi pertama, ada istirahat sekitar 20 menit. Mungkin supaya penonton tidak bosan, selain karena memang harus tertib menonton disana, tidak boleh sambil makan, minum dan sebagainya. Jadi kesempatan istirahat itu digunakan oleh penonton untuk jajan maupun bersantai sejenak.

Aku yang malas menemani Stefan merokok, memilih untuk duduk saja di kursiku, sambil chatting dengan Kyoko. Aku mengirimkan foto-foto penampilan Jacob tadi dan mengobrol ringan. Sudah jam 11 malam di Mitaka sana. Pasti dia habis beres-beres cafe. Dia mengirimkan selfie kepadaku, muka nya yang manis tampak menggemaskan, selain karena dia memeluk paksa Kodama yang tampak tidak senang dipeluk.

Aku merasakan orang duduk di sampingku.

"Dah beres ngerokoknya men?" tanyaku.
"Apa kabar kamu?"

Anjing. Aku hapal wangi parfum ini. Aku menengok dan menemukan Karina di sebelahku. Aku menelan ludah.

"Baik" jawabku cuek.
"Aku udah denger lagu kamu"
"Oh ya, gimana?" tanyaku dengan sok netral.
"Lumayan. Tapi bisa lebih bagus lagi" duh. Dia sudah mulai keluar perfeksionisnya. Dan ini untuk lagu orang lain.
"Oh, kurang dimananya?"
"Bagian improvisasinya kayak bukan kamu, terlalu ringan, gak terlalu keluar khasnya, dan kenapa musisi yang lain gak dikasih ruang buat improv?" tanyanya menyelidik dengan menyebalkannya.

"Gak tau, yang penting lumayan laku di iTunes" jawabku asal.
"Oh ternyata emang cuman ngejar jualan ya? Sayang padahal telinga kamu bagus..."

Kampret. Ingin rasanya mengamuk. Tapi aku berusaha santai saja dengan lebih memilih fokus dengan handphoneku, tidak memperhatikan Karina.

"Ngomong-ngomong, bagus hasil mastering kamu di albumnya Jacob"
"Makasih"
"Kalau aku bikin album, mungkin juga bakal minta tolong kamu"
"Oh..." jawabku pelan dengan malasnya. Amit-amit jadi produser buat albumnya Karina. Sumpah.

"Eh... Pa kabar?" Stefan mendadak datang dan menyapa Karina.
"Eh Stefan, baik" senyumnya sok ramah.
"Gimana karir dan percintaan?" tanya Stefan berbasa-basi.
"Baik, oke deh... Sampe ketemu ya...." Karina lalu berlalu dan pindah entah kemana.

Aku menghela nafas dengan leganya.

"Makasih nyelamatin gue"
"No worries..."
"Kampret tuh orang"
"Hajar aja men"
"Tai.." komentarku sambil menunggu sesi kedua dimulai.

------------------------------------------

004df610.jpg

"Jangan kebanyakan, inget apa yang kejadian pas terakhir kali lu mabok" bisikku saat Stefan menenggak minuman entah apa di pub itu.
"Abis kejadian itu gue masih minum lagi kok" jawabnya dengan cuek.

Jacob hanya menggelengkan kepalanya, kami duduk bertiga, Anin sedang tak bisa bergabung, Sena juga, dan Bagas? Dia tidak pernah bergabung.

"Sayang gue gak ada disana..." Jacob lalu bersuara.
"Bagusan enggak" jawabku.

"Wei... Ini dia kawan-kawan dari dunia fantasi" suara yang akrab mengagetkanku.
"LOH... Kang Bimo?"
"Iya lah, emangnya genderuwo"
"Kok ada di Jakarta Kang?"
"Soalnya besok teh ada maen di Roling Ston kafe.... Sekalian we sekarang, soalnya tadi ada janjian juga ama majalah siang-siang... Lagian minggu juga kan kawinannya Cheryl"
"Kang Wira?"
"Lagi beli roko.." jawabnya cuek sambil membakar rokoknya.

"Si Cheryl kawin yah aslina jadi..." komentar Kang Bimo yang lantas duduk bergabung dengan kami.
"Iya"
"Duh padahal sayang, cantik gitu... Udah tua baru kawin"
"Berapa sih umurnya?" tanya Jacob.
"32 gituyah"
"Gak tua atuh segitu mah Kang" balasku.
"Takutnya gak sesubur usia 20an"

"Ah jaman sekarang mah udah beda atuh" mendadak Kang Wira duduk dan menyalakan rokok.
"Kamu kayak yang denger aja kita ngomong apa" balas partner bermusiknya.
"Ah kawinan..." keluh Wira.
"Kamu kapan kawin yeuh... Kesusul sama si Arya, pasti dia kawin duluan ama si Cewe Jepang itu... Saha ngaranna sih Ya?" tanya Kang Bimo.

"Kyoko"
"Tah, tau-tau ada kondangan Arya dan Kyoko di Pusdai, kumaha tah..."
"Kenapa jadi pusdai..." tawa Stefan sambil minum lagi.
"Nu kapikiran Pusdai euy..." jawab Kang Bimo pusing sendiri.
"Emang Pusdai apaan kang?" tanya Jacob.
"Semacam gedung gitu di Bandung, buat kawinan gitu lah"
"Gak pernah dipake acara musik gitu?" tanya Jacob.

"Namanya aja Pusdai... Pusat Dakwah Islam... Masa dipake buat musik kayak musik kita sih kamu" jawab Kang Bimo dengan lucunya.

"Hei kalian...." sapa Kanaya sambil menghampiri meja kami.
"Nah ini mantannya si Arya" tunjuk Stefan ke Kanaya.
"Dasar player kamu... Ini sayang loh cantik gini" tepuk Kang Bimo ke bahuku.
"Apaan sih hahaha... Orang temen biasa aja kok" jawab Kanaya sambil menyalakan rokok.

"Ada yang mau tambah minum?" tanyanya ke meja kami.
"Gue nambah deh... Apa open bottle aja ya, bukain Ciroc dong..."
"Boleh..."
"Asyiiiik..." seru Kang Bimo.

"Ayo kang adu minum kita" tantang Stefan.
"Siap!!"
"Bertiga atuh sama saya" seru Kang Wira dengan senangnya.

"Gue?" Jacob bertanya soal dirinya.
"Ayo sikat! Yang gak minum jadi jurinya!" tunjuk Stefan ke diriku.

------------------------------------------

07631510.jpg

Sudah kuduga. Tumbang. Stefan tergolek lemas di kursi penumpang. Aku menyetirkan dia ke rumahnya di Cempaka Putih. Untung aku masih hapal jalannya. Jalanan malam hari itu sudah mulai sepi, karena memang sudah jam 1 malam. Sejak kemuntahan oleh Kyou-Kun di Jepang sana, aku jadi trauma dan bertekad mencoba mengantarkan Stefan pulang setiap dia mabuk sebisaku.

Stefan terkulai lemas dengan segala kemabukannya. Tadi dia yang menang. Tapi yang menang pun tidak dapat hadiah, hanya dapat pusing dan hangover besok paginya.

"Nyemm........" seru Stefan mendadak.

Aku cuek saja mendengar suaranya dan mengecilkan volume musik di mobilnya, kalau-kalau ia mau mengajakku ngobrol atau butuh bantuan.

"Ntar lu balik gimanna?" tanyanya lemah
"Gampang ada gojek" jawabku.
"Ohh... bener juga lu... Hebatt..."

Aku masih fokus menyetir, tak sabar ingin segera menyerahkan manusia mabuk ini ke rumahnya, dan berharap agar ia tidak muntah di jalan. Jadi aku terpaksa menyetir dengan amat pelan.

"Lo kapan kawin?" tanyanya dengan suara khas orang teler.
"Eh?"
"Kapan kawin ama Kyoko?"
"Lah kita aja baru dua bulan pacaran Fan..." jawabku sambil menekuk dahiku.

"Tapi mau kan kawin?" suaranya lemah dan diseret, khas orang mabuk.
"Mau lah, siapa yang enggak..." jawabku.
"Terus kita ditinggal?" tanyanya lagi.
"Ngomong apa sih lo?"
"Gue nanya....... Kalo lo kawin, lo bakal tinggalin kita kan dengan tinggal disana...." jelasnya lemah dalam mabuknya. Entah darimana sudah dua-tiga kali tampaknya dia membawa isu yang sama dalam percakapan mabuknya.

"Lo mabok Fan.."
"Jawab dulu..."
"Gak tau, rencana nikah aja belom ada Fan... Mau gimana? Tapi masa gue tinggalin Hantaman?"
"Berarti lo bawa dia kesini?"
"Gue bilang belom tau, gue masih belum ngobrolin ke arah pernikahan, ntar aja, kalo kita berdua udah siap..." jawabku panjang.

"Kita jangan ditinggal...." keluhnya lemah.
"Iya"
"Jangan sekali-kali ninggal kita........"
"Siap"

"Serius... Jangan tinggalin anak-anak....." rengeknya dalam mabuk. Miris mendengarnya. Stefan yang gagah perkasa dan penakluk wanita itu merengek dalam mabuknya.

Aku menelan ludah dan melihat ke arah jalanan yang sepi. Berat rasanya pasti meninggalkan Hantaman. Seberat perasaan terpisah dengan Kyoko sekarang.

------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Ya amvun om beneran ni mo dhajar habis2an mdt nya ampe tamat?
Mainkan la om, kita mah gak nolak dkasi apdetan yg buanyak :D
 
Bimabet
------------------------------------------

guitar10.jpg

"Aya.... So Scary... Kowai ne... "
"Yes..."
"Indonesia-go wa?" bahasa Indonesianya dari takut mungkin.
"Takut"
"Ta.. Ku.. To?"
"Yes..."
"Glad Aya is okay...." mukanya tampak ditekuk. Aku masih capai dengan semua kejadian kemarin. Malam minggu ini aku memutuskan untuk tidak kemana-mana, kepalaku masih penuh dengan kejadian perkelahian kemarin. Jadi semalaman sampai sekarang, aku masih ber video call ria dengan Kyoko.

Aku tadi menceritakan kejadian perkelahian yang dipicu oleh mabuknya Stefan, dan kejadian sebelumnya waktu pensi di Bulungan itu. Memang awalnya dari ketidak-dewasaan para personil DIMH. Tapi Stefan terlalu menanggapi sehingga itu semua berubah menjadi dendam dan sudah terlanjur jadi hal besar seperti sekarang.

Aku masih ingat ada berapa jumlah jahitan di kepala Bagas. Tak banyak, tapi seram. Aku membayangkan bagaimana nasib si vokalis. Mukanya bersimbah darah, dan aku tak tahu separah apa lukanya. Karena memar-memar di tangan Bagas pun parah. Ya, luka memar yang terjadi akibat pukulan-pukulannya yang keras ke wajah si vokalis. Aku dari tadi berusaha mencari berita tentang itu sampai ke fanpage dan twit**ter official dari DIMH. Tapi tak ada. Entah kenapa. Apa mereka malu? Atau mereka takut? Tapi kenapa mesti takut? Ah sudahlah.

Grup whatsapp Hantaman juga sedang sepi-sepinya, setelah kejadian kemarin. Mungkin kami memang butuh waktu untuk menyembuhkan shock karena aksi Bagas kemarin. Gila. Masih terbayang muka dinginnya yang menyeramkan saat dia menghantam muka si vokalis berkali-kali. Membayangkannya saja sudah meringis ngeri rasanya. Horor.

"Ah so.... Kodama is coming home again... Kodama pu-rang.." cerita Kyoko mendadak dengan muka mengantuk.
"Oh ya? Hontou?" tanyaku.
"Ya... Ke-marin... Maramm... Pu-rang ke... Ru-Ma..." ucap Kyoko dengan Bahasa Indonesia yang terbata-bata.
"Kino no yoru wa... Kitaku.. Shimashita..." artinya sama, pulang ke rumah kemarin malam.
"Ii ne... Aya Kurever... Kashikoi.." Clever maksudnya.
"Kashikoi?" Handphoneku dan mencari artinya di Google Translate.

"Kashikoi wa... Kurever..." jawab Kyoko sambil menguap di webcam.
"Kashikoi wa... Pintar"
"Pin... ta.***?" tanya Kyoko sambil menulis entah dimana.
"Yes"

"Aya... Mu... Rid..do.. Yannggg.. Pin..ta.. ru..." ucap Kyoko dengan menggemaskannya.
"Kyoko wa... Kashikoi gakusei desu..." artinya ya sama, Kyoko adalah murid yang pintar atau pandai.

"Aaa... Iii nee... Next time we meet... we can talk in Indonesia... or Nihongo..." senyum Kyoko dengan sumringahnya.
"How's your Indonesia Lesson?"
"Good... The teacher.. She is so kind... Also loves cat" tawanya dengan manis.
"Good.. Bagus... Ii ne" balasku.

"Will it be Tokyo again or Jakarta? Our nexto meetinggu?" tanya Kyoko.
"Wakaranai... But both sounds fun..."
"I want to go to Jakarta... Now is very cold in Japan... Samui ne... Dinggin..."

"Kyoko... Miss you so much... If you ever go to Indonesia, i will take you for a walk with my motorbike..." senyumku.
"Ah? Motorbaiku? Aya no vesupa?" senyumnya.
"Yes.."
"Of course want..." dan Kyoko menguap selebar-lebarnya. Oh iya, disana sudah jam 2 malam.

"Kyoko want to sleep?"
"Yes.. but with Aya"
"Haha... So please come here"
"Just wait... haha... Still have to save money..." jawabnya dengan nada manja dan senyum manisku begitu menggemaskan.
"Okay then... Oyasumi Kyoko..."
"Hai... Oyasuminasai Aya....." lambainya ke webcam.

Dan selesai sudah. Aku merayap ke arah tempat tidur setelah mematikan komputer, lalu mencoba menutup mata. Masih terlalu pagi memang rasanya untuk tidur. Tapi kepalaku berat.

Banyak yang terpikir dalam kepalaku. Soal Bagas yang mendadak jadi mengerikan kemarin. Aku masih meringis kalau mengingat betapa kerasnya gitar itu menghantam kepala Bagas, tapi dia tidak tumbang sedikitpun. Ngeri. Belum lagi racauan Stefan soal takut kalau aku pergi ke Jepang dan tak kembali. Dan sesak, sesak rasanya sekarang kalau memikirkan Kyoko. Kangen, rindu, atau apalah. Entah kenapa rasanya memeluk guling pun jadi aneh. Masih terbayang rasanya tidur memeluk Kyoko. Rasanya nyaman. Kulitnya yang halus, wangi tubuhnya yang menenangkan, bibirnya yang lembut... Dan segala tindak-tanduknya yang lucu dan menggemaskan.

Dia tampak seperti tidak pernah tua walaupun hadir dalam tampilan perempuan dewasa berumur 30 tahun.

Gelisah. Aku memikirkan, apa perlu aku membakar beberapa lagi agar aku mudah tidur? Tapi tampaknya tidak perlu. Sedang malas oleh rasa tidak sadar, karena mungkin aku masih shock atas kejadian kemarin. Ya sudah. Kita coba tidur seperti biasa.

Selamat tinggal masalah, walau sejenak.

------------------------------------------
------------------------------------------
------------------------------------------

jaksli10.jpg

Sudah seminggu lewat sejak kejadian Jumat Malam itu. Sekarang aku sedang berada di Menteng, di pusat Budaya Jerman lebih tepatnya. Mereka ada acara Jazz reguler setiap Jumat malam sebulan sekali. Malam ini penampilnya Jacob. Kebetulan karena album dia baru keluar, jadi cocok. Mumpung masih hangat. Kondisi Hantaman sudah balik seperti semula. Sudah bercanda lagi. Seakan akan kami tidak ingin mengingat kejadian minggu lalu.

Aku dan Stefan ada di sana, berdua saja. Aku menemani Stefan merokok di luar sebelum acara dimulai.

"Anjing" bisik Stefan.
"Apaan?"
"Karina"
"Haduh..." Aku langsung membuang muka. Aku bisa merasakan hawanya yang tidak bersahabat saat dia melewatiku. Padahal jaraknya jauh, sekitar 10 meter dia lewat di depanku.

"Males?"
"Banget"
"Harusnya lo bawa pacar nippon lo kemari, tunjukin di depan congornya tu cewek" canda Stefan sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Lo tidurin aja sana deh..." jawabku asal.
"Ga mau, nidurin cewek ribet ntar jadi masalah" balasnya sinis.

Suara high heelsnya masih terdengar. Tatapan matanya yang penuh kecurigaan kemana mana masih terasa. Kenapa aku dulu mau berpacaran dengan orang seperti itu? Dan kenapa seakan-akan dia seperti penjahat yang merongrong hidupku. Ya, gara-gara pertanyaannya ke Jacob soal diriku.

"Woi..." panggil Jacob ke aku dan Stefan.
"Eh... Bro..." Stefan menerima high-five dari Jacob. Sementara aku menghindar, bercanda, membuat Jacob terlihat seperti orang bodoh.

"Sial.." tawa Jacob.
"So, dah siap?" tanyaku.
"Selalu sih, kalo main di Goethe rasanya gimanaaaaa gitu" jawabnya.
"Tadi liat Karina kan?" tanya Stefan.
"Ga usah dibahas, bego" selaku.
"Hah... lo jauh-jauh aja deh Ya dari dia... Makin hari kok kayaknya dia makin ga jelas gitu, kemaren bassistnya curhat ke gue, pas latihan makin strict dan galak gitu" cerita Jacob.

"Gue kesini mau nonton elo men... Udah lah, masuk yuk..." Aku mengajak mereka berjalan ke auditorium.

------------------------------------------

goethe10.jpg

Seperti biasanya kalau manggung di Pusat Kebudayaan Jerman, acara dibagi jadi dua sesi. Setelah sesi pertama, ada istirahat sekitar 20 menit. Mungkin supaya penonton tidak bosan, selain karena memang harus tertib menonton disana, tidak boleh sambil makan, minum dan sebagainya. Jadi kesempatan istirahat itu digunakan oleh penonton untuk jajan maupun bersantai sejenak.

Aku yang malas menemani Stefan merokok, memilih untuk duduk saja di kursiku, sambil chatting dengan Kyoko. Aku mengirimkan foto-foto penampilan Jacob tadi dan mengobrol ringan. Sudah jam 11 malam di Mitaka sana. Pasti dia habis beres-beres cafe. Dia mengirimkan selfie kepadaku, muka nya yang manis tampak menggemaskan, selain karena dia memeluk paksa Kodama yang tampak tidak senang dipeluk.

Aku merasakan orang duduk di sampingku.

"Dah beres ngerokoknya men?" tanyaku.
"Apa kabar kamu?"

Anjing. Aku hapal wangi parfum ini. Aku menengok dan menemukan Karina di sebelahku. Aku menelan ludah.

"Baik" jawabku cuek.
"Aku udah denger lagu kamu"
"Oh ya, gimana?" tanyaku dengan sok netral.
"Lumayan. Tapi bisa lebih bagus lagi" duh. Dia sudah mulai keluar perfeksionisnya. Dan ini untuk lagu orang lain.
"Oh, kurang dimananya?"
"Bagian improvisasinya kayak bukan kamu, terlalu ringan, gak terlalu keluar khasnya, dan kenapa musisi yang lain gak dikasih ruang buat improv?" tanyanya menyelidik dengan menyebalkannya.

"Gak tau, yang penting lumayan laku di iTunes" jawabku asal.
"Oh ternyata emang cuman ngejar jualan ya? Sayang padahal telinga kamu bagus..."

Kampret. Ingin rasanya mengamuk. Tapi aku berusaha santai saja dengan lebih memilih fokus dengan handphoneku, tidak memperhatikan Karina.

"Ngomong-ngomong, bagus hasil mastering kamu di albumnya Jacob"
"Makasih"
"Kalau aku bikin album, mungkin juga bakal minta tolong kamu"
"Oh..." jawabku pelan dengan malasnya. Amit-amit jadi produser buat albumnya Karina. Sumpah.

"Eh... Pa kabar?" Stefan mendadak datang dan menyapa Karina.
"Eh Stefan, baik" senyumnya sok ramah.
"Gimana karir dan percintaan?" tanya Stefan berbasa-basi.
"Baik, oke deh... Sampe ketemu ya...." Karina lalu berlalu dan pindah entah kemana.

Aku menghela nafas dengan leganya.

"Makasih nyelamatin gue"
"No worries..."
"Kampret tuh orang"
"Hajar aja men"
"Tai.." komentarku sambil menunggu sesi kedua dimulai.

------------------------------------------

004df610.jpg

"Jangan kebanyakan, inget apa yang kejadian pas terakhir kali lu mabok" bisikku saat Stefan menenggak minuman entah apa di pub itu.
"Abis kejadian itu gue masih minum lagi kok" jawabnya dengan cuek.

Jacob hanya menggelengkan kepalanya, kami duduk bertiga, Anin sedang tak bisa bergabung, Sena juga, dan Bagas? Dia tidak pernah bergabung.

"Sayang gue gak ada disana..." Jacob lalu bersuara.
"Bagusan enggak" jawabku.

"Wei... Ini dia kawan-kawan dari dunia fantasi" suara yang akrab mengagetkanku.
"LOH... Kang Bimo?"
"Iya lah, emangnya genderuwo"
"Kok ada di Jakarta Kang?"
"Soalnya besok teh ada maen di Roling Ston kafe.... Sekalian we sekarang, soalnya tadi ada janjian juga ama majalah siang-siang... Lagian minggu juga kan kawinannya Cheryl"
"Kang Wira?"
"Lagi beli roko.." jawabnya cuek sambil membakar rokoknya.

"Si Cheryl kawin yah aslina jadi..." komentar Kang Bimo yang lantas duduk bergabung dengan kami.
"Iya"
"Duh padahal sayang, cantik gitu... Udah tua baru kawin"
"Berapa sih umurnya?" tanya Jacob.
"32 gituyah"
"Gak tua atuh segitu mah Kang" balasku.
"Takutnya gak sesubur usia 20an"

"Ah jaman sekarang mah udah beda atuh" mendadak Kang Wira duduk dan menyalakan rokok.
"Kamu kayak yang denger aja kita ngomong apa" balas partner bermusiknya.
"Ah kawinan..." keluh Wira.
"Kamu kapan kawin yeuh... Kesusul sama si Arya, pasti dia kawin duluan ama si Cewe Jepang itu... Saha ngaranna sih Ya?" tanya Kang Bimo.

"Kyoko"
"Tah, tau-tau ada kondangan Arya dan Kyoko di Pusdai, kumaha tah..."
"Kenapa jadi pusdai..." tawa Stefan sambil minum lagi.
"Nu kapikiran Pusdai euy..." jawab Kang Bimo pusing sendiri.
"Emang Pusdai apaan kang?" tanya Jacob.
"Semacam gedung gitu di Bandung, buat kawinan gitu lah"
"Gak pernah dipake acara musik gitu?" tanya Jacob.

"Namanya aja Pusdai... Pusat Dakwah Islam... Masa dipake buat musik kayak musik kita sih kamu" jawab Kang Bimo dengan lucunya.

"Hei kalian...." sapa Kanaya sambil menghampiri meja kami.
"Nah ini mantannya si Arya" tunjuk Stefan ke Kanaya.
"Dasar player kamu... Ini sayang loh cantik gini" tepuk Kang Bimo ke bahuku.
"Apaan sih hahaha... Orang temen biasa aja kok" jawab Kanaya sambil menyalakan rokok.

"Ada yang mau tambah minum?" tanyanya ke meja kami.
"Gue nambah deh... Apa open bottle aja ya, bukain Ciroc dong..."
"Boleh..."
"Asyiiiik..." seru Kang Bimo.

"Ayo kang adu minum kita" tantang Stefan.
"Siap!!"
"Bertiga atuh sama saya" seru Kang Wira dengan senangnya.

"Gue?" Jacob bertanya soal dirinya.
"Ayo sikat! Yang gak minum jadi jurinya!" tunjuk Stefan ke diriku.

------------------------------------------

07631510.jpg

Sudah kuduga. Tumbang. Stefan tergolek lemas di kursi penumpang. Aku menyetirkan dia ke rumahnya di Cempaka Putih. Untung aku masih hapal jalannya. Jalanan malam hari itu sudah mulai sepi, karena memang sudah jam 1 malam. Sejak kemuntahan oleh Kyou-Kun di Jepang sana, aku jadi trauma dan bertekad mencoba mengantarkan Stefan pulang setiap dia mabuk sebisaku.

Stefan terkulai lemas dengan segala kemabukannya. Tadi dia yang menang. Tapi yang menang pun tidak dapat hadiah, hanya dapat pusing dan hangover besok paginya.

"Nyemm........" seru Stefan mendadak.

Aku cuek saja mendengar suaranya dan mengecilkan volume musik di mobilnya, kalau-kalau ia mau mengajakku ngobrol atau butuh bantuan.

"Ntar lu balik gimanna?" tanyanya lemah
"Gampang ada gojek" jawabku.
"Ohh... bener juga lu... Hebatt..."

Aku masih fokus menyetir, tak sabar ingin segera menyerahkan manusia mabuk ini ke rumahnya, dan berharap agar ia tidak muntah di jalan. Jadi aku terpaksa menyetir dengan amat pelan.

"Lo kapan kawin?" tanyanya dengan suara khas orang teler.
"Eh?"
"Kapan kawin ama Kyoko?"
"Lah kita aja baru dua bulan pacaran Fan..." jawabku sambil menekuk dahiku.

"Tapi mau kan kawin?" suaranya lemah dan diseret, khas orang mabuk.
"Mau lah, siapa yang enggak..." jawabku.
"Terus kita ditinggal?" tanyanya lagi.
"Ngomong apa sih lo?"
"Gue nanya....... Kalo lo kawin, lo bakal tinggalin kita kan dengan tinggal disana...." jelasnya lemah dalam mabuknya. Entah darimana sudah dua-tiga kali tampaknya dia membawa isu yang sama dalam percakapan mabuknya.

"Lo mabok Fan.."
"Jawab dulu..."
"Gak tau, rencana nikah aja belom ada Fan... Mau gimana? Tapi masa gue tinggalin Hantaman?"
"Berarti lo bawa dia kesini?"
"Gue bilang belom tau, gue masih belum ngobrolin ke arah pernikahan, ntar aja, kalo kita berdua udah siap..." jawabku panjang.

"Kita jangan ditinggal...." keluhnya lemah.
"Iya"
"Jangan sekali-kali ninggal kita........"
"Siap"

"Serius... Jangan tinggalin anak-anak....." rengeknya dalam mabuk. Miris mendengarnya. Stefan yang gagah perkasa dan penakluk wanita itu merengek dalam mabuknya.

Aku menelan ludah dan melihat ke arah jalanan yang sepi. Berat rasanya pasti meninggalkan Hantaman. Seberat perasaan terpisah dengan Kyoko sekarang.

------------------------------------------

BERSAMBUNG

Walau sudah tahu kalau Arya bakal tinggal di Jakarta dengan Kyoko, tapi tetap sedih baca Stefan sampai begitu.

Hantaman sudah jadi keluarganya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd