Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Bimabet
Merindinh bacanya
Terima kasih bang atas updatenya
Udh ganti page mudah2an entar malem up lagi
 
MDT SEASON 2 – PART 44

--------------------------------------------

5a8e7910.png

“Bunga?” tawaku ke Dian. Sepupuku yang manis itu memberiku sebuah buket bunga yang berwarna meriah.
“Selamat lo udah beresin konser ini lho.... Tapi, tadi gue gemes banget pas nama Karina disebut terus dia berdiri dan senyum-senyum, udah pengen gue lempar pake sepatu gue aja tadi” nada bicaranya terdengar kesal.

“Kalo lo lakuin itu gue pura-pura gak kenal ah” bisik Anggia.

Mendadak seseorang tampak ingin melewati kerumunan, dia tampaknya ingin pulang. Karina. Mendadak kami bertemu mata sejenak. Dia melihatku dari sudut matanya. Mendadak dia melewati kami begitu saja, tanpa mempedulikan apapun dan tanpa berkata apapun.

“Ih!” kesal Dian tertahan.
“Jangan Dian, nanti jadi kacau” bisik Kyoko dengan muka khawatir.
“Ah dia mah marah-marah doang, ngelakuinnya ga pernah” tawaku.
“Oh jadi mau beneran nih, bentar” Dian tampak mau membuka sepatunya, mungkin dia ingin melempar sepatunya ke arah Karina yang sudah menjauh.

“Jangan dong ah, elo tuh dokter, elo tuh ibu, tapi kelakuan kayak gini, heran laki lo kok sayang banget yak sama elo....” Anggia menahan tangan Dian dengan bermain-main, bergelayutan di tangan Dian.

Aku tertawa melihat tingkah dirinya. Kyoko yang menggandengku dari tadi juga tertawa. Ah dasar, keluargaku dan teman-temanku yang lucu. Tak tega rasanya, karena sebenarnya aku menyembunyikan sesuatu yang kelam, apalagi setelah aku pulang dari Singapura. Memori di Singapura begitu membekas dan menyayat-nyayat hatiku sendiri. Rasanya sungguh berdosa, aku sudah melakukan banyak hal, bahkan sampai ke tahapan melukai Arwen secara fisik dan mental.

“Woi Kampret! Jangan ngobrol sama cewek-cewek mulu!! Sini ada yang penting!!” Teriak Stefan dari sudut lain lobby.
“Loh jadi gue juga dianggap cewek?” bingung suaminya Dian. Istrinya cuma senyum lucu dan menonjok perut suaminya dengan cara bercanda.

“Paan! Bentar!” aku menitipkan buket bunga dari Dian itu ke istriku dan berjalan dengan malas ke arah Stefan, Rendy, Ilham, Sena dan Anin yang sedang mengobrol juga. Kang Bimo, Kang Wira dan Zul sudah pulang terlebih dahulu tadi, terlebih karena rumah mereka jauh, ada yang di Bandung ada yang di Bintaro.

“Emang dasar ya elo, habitatnya emang sama wanita” senyum Stefan nakal.
“Biarin, ada apaan sih tiba-tiba manggil?”

“Kita abis ngobrol sama Rendy, kayaknya kita butuh bikin video klip lagi” senyum Stefan.
“Lagi? Yang kemaren aja view nya di yutub gak nembus sejuta” balasku.
“Lo pikir kita rakry dan indy, bego?”

“Hahaha.... Ini ide dari gue sih, kalo soal biaya jangan khawatir lah, gue coba teken budgetnya sekecil mungkin” sahut Rendy.
“Tapi jangan sampe elo gak dibayar ya” sambung Anin.
“Gak lah, dan gue jadi liar tadi idenya pas dengerin lagu Ilusi” lanjut suaminya Anggia itu.

“Ilusi? Kenapa itu lagu? Walau gue suka liriknya tapi itu kan balada-baladaan, paling cemen lah dari lagu lain di album kedua” sanggah Stefan.
“Liriknya dalem gue suka banget, dan gue dapet ide visualisasi yang mantep, tapi biarin gue itung dulu budgetnya, nanti gue kasih ke kalian deh”

“Gue mau ikut ya syutingnya, nambahin portofolio gue” potong Ilham.
“Bebas, tapi lo juga jangan sampe gak dibayar” balas Anin.

“Tenang, bayar pake robot aja”
“Gue bayar lo pake robot gedek” ledek Stefan.

Aku tertawa dan mengamini ide ini. “Boleh sih lagu Ilusi, gue sih suka, capek kalo lagu kenceng terus yang kita promosiin, ya gak?”
“Ah Ilusi, itu lagu tentang ilusi hubungan cowok ama cewek, suami istri Ya, berarti kalo lo suka, lo aminin dong liriknya?” seringai Stefan. Aku tahu dia menyindirku untuk sebuah urusan yang tidak lucu.

“Ehm... Disini ada tiga orang yang udah kawin lho....” potong Rendy. Ya, dia, aku dan Anin. Bagas juga sih. Tapi Bagas sudah pulang. Setelah semua beres, Bagas langsung pulang terlebih dahulu tanpa berpamitan dan kami pun tidak bertanya apapun kepada dirinya. Dia kadang memang seperti itu setelah show selesai. Classic Bagas.

“Jadi, idenya gimana, syutingnya dimana?” tanya Stefan.
“Gue sih mikirnya ke luar kota gitu lho.... Bandung misal, tapi ntar gue pastiin ya, tergantung kalian setuju atau gak ntar sama budgetnya.....” jawab Rendy.
“Bandung boleh sih, kita bisa sekalian liburan, pusing abis beres konser ini, tertekan kita semua” balas Anin.

“Dan jadi bisa main bawa istri?” senyumku.
“Haha, gue sih pasti ngajak Anggia” Rendy menatap istrinya yang sedang asik ngerumpi tak jauh dari kami bersama para darmawanita, yakni Ai, Dian dan Kyoko. Eh, suaminya Dian juga disana. Tak jadi deh aku sebut sebagai darmawanita.

“Lo atur dulu aja deh, jadwal dan sebagai-bagainya, soalnya kita abis ini juga ada beberapa manggung, tapi cuma di Jakarta Depok Bogor Tangerang dan Bekasi doang....” balas Anin.
“Itu ada singkatannya bego” ledek Stefan.
“Males singkatannya ribet, kayak tato elo” ledek Anin balik.
“Kalo gak lo singkat kejauhan nyebutnya, kayak bini lo aja, jauh”

Oke, seperti biasa, mulai ledek-ledekan antara Anin dan Stefan.

“Monyet”
“Elo yang monyet”

“Jadi, bapak-bapak monyet, kita tunggu aja kali ya breakdown nya Rendy?” aku menengahi petempuran antara manusia mesum dan manusia kera ini.
“Yowes lah, ntar Anin kasih email ke gue aja, jadwal manggung kalian, ntar gue bikin supaya gak bentrok jadwalnya oke?” Rendy terlihat berbinar-binar. Aku jadi penasaran akan seperti apa video klipnya.

“Abis ini pada mau kemana? Ke Cheryl yok? Kita rayain, ajakin tuh ibu-ibu...” seringai Stefan tampak lebar.
“Lah kirain lo mau ngekepin cewek itu tuh” aku merujuk ke Valentine.
“Gak ah, malem ini mending dirayain sama kalian....” Stefan tampak tersenyum ceria.

“Pendeta dewa kontol gagal mencari mangsa dong berarti” Anin menangkupkan tangannya seperti berdoa dan dia menutup matanya seakan-akan seperti sedang meditasi.

“Berisik!! Gue pengen mabok ah, puas gue hari ini manggungnya” senyum Stefan dalam kegembiraannya setelah konser.

--------------------------------------------

itemed11.jpg

Suara musik elektronik terdengar pelan di tempat Cheryl. Suara musik tersebut tidak mengganggu kami yang sedang mengobrol. Hampir semua ikut, kecuali Ilham, yang memang tidak minum sama sekali dan Dian dengan suaminya yang harus segera pulang, rindu kepada anak mereka yang lucu dan manis.

Alhasil jadi tinggal Aku, Kyoko, Ai, Stefan, Anin, Sena, Rendy dan Anggia.

“Rese” ucap Anggia penuh kesal ke meja.
“Paan?” tanya Stefan sambil menenggak minuman keras di tangannya.
“Tadi gue jalan keluar dari WC, ada cowok ngeliatin gue gitu nanar, dari atas sampe bawah, gak nyaman banget sumpah”

“Istri gue cantik banget sih, jadi bikin cowok terpesona” senyum Rendy dengan tololnya.
“Itu tatapan mesum tauk, bukan terpesona” Anggia menggelengkan kepalanya dengan kesal. Ya, memang Anggia selalu begitu. Cowok-cowok selalu terpana kalau melihat dia. Apalagi malam ini, dia berdandan dengan cantik untuk menonton show kami tadi. Anting hoop yang lingkarannya besar, atasan dengan kerah balerina yang memperlihatkan tengkuknya dengan jelas, dan celana berwarna gelap yang benar-benar memperlihatkan bentuk badannya.

“Ah kalian para cowok gak tau gimana rasanya jadi cewek, kalo pas lagi digodain cowok” dengus Ai, ikut kesal.
“Ya kan, paling bete tau kayak gitu, apalagi kalo disapa-sapa gitu di pinggir jalan, sama orang yang nongkrong, ga nyaman banget” sahut Anggia.

“Mbak Kyoko juga pernah digituin pasti kan?” tanya Adikku ke istriku.
“Ah, Kyoko tidak pernah sadar, Ai Chan, tapi sejauh ini Kyoko belum mengalami” jawab istriku dengan tenang.

Tiba-tiba Kanaya lewat. Mataku dan matanya bertemu, dan dia lantas membuang muka.

“Aman banget jadi bini lo” tatap Anggia nanar kepadaku.
“Yah, gimana ya....” jawabku dengan senyum aneh. Habisnya Kyoko tidak pernah memakai baju yang suggestive dan mukanya teduh, jadi mungkin para pria-pria nakal tidak begitu ingin mengganggunya dijalan.

“Menurut gue cowok-cowok yang cat-calling itu kampungan” potong Stefan, sambil menghembuskan asap rokok. Cat-calling, manggil-manggil cewek, ngegodain cewek lewat.
“Gak salah? Elo yang ngomong?” reaksi Ai terdengar sangat ketus.

“Kok salah?”
“Elo kan genitnya minta ampun, udah kayak....”
“Kayak setan” potong Anin sambil menyalakan rokoknya di hadapan kami.

“Tapi Bang Stefan ga pernah kok kayak gitu......” Sena menjawabkan untuk Stefan.
“Elo sendiri?”
“Eh, kalo saya mah... hehehehe” tawa Sena.

“Ih malesin” komentar Anggia sambil meminum minumannya.

“Biar dikata sesuka apapun gue sama mahluk yang namanya cewek, kayak gitu mah kampungan.... Kalo lo suka dan nganggep cewek itu cakep dan lo pengen kenalan, ya lo ajak kenalan aja, tapi yang sopan ya, jangan mendadak ada cewek cakep di jalan lo cegat terus lo tanyain namanya siapa nomer hapenya berapa, itu mah kayak mau nodong” senyum Stefan jumawa.

“Yang kayak gini-gini ini nih, ngakunya sopan tapi...”
“Sopan tetep” Stefan memotong omongan Ai.
“Ah elo mah sopan kalo ada maunya doang.....” ledek Ai sambil memainkan korek api Stefan, berpura-pura ingin membakarnya.

“Mana ada cowok ngajak kenalan sopannya tulus?” tanya Stefan dengan sombong.
“Ada”
“Siapa?”
“Kakak gue”

“Kakak elo? WAHAHAHAHAHAHAHHAAHAHAHHAAHAHAHA” tawa Stefan mendadak, seperti puas. Tanpa sadar aku langsung menyenggol kaki Stefan di bawah meja.
“Lah kok elo ketawa?” bingung Ai.
“Kakak lo juga sama aja kali, ada maunya.....”

“Mau gue ceritain, sejarah pacarannya dia dari jaman SMA? Gak ada dia pernah pacaran sama orang tau-tau ngajak kenalan yang menurut dia cakep, dia pacarannya selalu sama yang udah kenal duluan, selingkungan dan perasaan mereka tumbuhnya natural.... Kayak yang sekarang” senyum Ai jumawa menyombongkanku. Tapi aku mendengarnya dengan perasaan yang tidak nyaman. Andai saja ia tahu kenyataannya sekarang, dan bagaimana proses aku berkenalan dengan Arwen. Tapi itu pun gara-gara tantangan Stefan.

Ah sudahlah. Untung mereka semua di meja ini, tidak ada yang tahu, kecuali Stefan.

“Gak usah, kakak lo mah levelnya beda sama gue.... Dia mah dewa, natural” seringai Stefan dengan gigi yang putih dan berkilau.
“Haha, tapi Stefan, Aya memang benar-benar natural... Setidaknya Kyoko merasakannya” senyum istriku sambil menatap diriku, dan tanpa sadar sepertinya ada keringat dingin yang merayap di punggungku.

“Natural ya” senyum Stefan dengan penuh arti sambil menatapku. Aku tersenyum dengan terpaksa dan menatap balik Stefan dengan perasaan campur aduk. Aku merasa tidak nyaman dengan pujian-pujian ini. Karena sebenarnya aku tidak seperti yang mereka kira. Ingin rasanya aku meneriakkan dosa-dosaku sekarang, tapi itu akan berakibat fatal. Fatal untuk semuanya.

“Gue masih inget dulu pas jaman kuliah, temen gue banyak yang ngecengin orang ini” Anggia menunjuk ke diriku. “Tapi gue mah ga mau, bukan tipe gue” tawanya terdengar renyah.
“Tipenya yang kayak gini ya?” senyum Rendy lebar sambil menunjuk ke dirinya sendiri.
“Gak juga sih” jawab Anggia dengan muka garing. “Tapi kalau yang ini sih gue sayang” candanya sok mesra-mesraan dengan Rendy.

“Ah, dasar kalian pasangan suami istri.... Bikin gue eneg aja” Stefan menenggak habis minuman keras di tangannya. Anin dengan otomatis menuangkan lagi ke gelas Stefan yang kosong. “Wah mendadak gue ada jongos, makasih ya ngos” canda Stefan.
“Babi ditolongin malah ngeledek!” kesal Anin dan dia mengambil sepotong kentang goreng, mengoleskannya ke sambal dan melemparnya ke arah Stefan. Stefan menghindar dan kentang goreng itu malah mengenai bajuku dengan telak.

“Yah!” aku kaget saat melihat noda itu ada di T-Shirt ku yang berwarna terang.
“Lah! Maaf Ya! Maksud gue mau ngenain ke si Stefan...” bingung Anin yang mendadak panik mencari tisu.

“HAHAHAHAHAAHA.... RASAIN!” tawa Stefan puas sambil tergelak di kursinya.
“Gue bersihin...” Anin bangkit, menghampiriku dan mendadak ingin membersihkan bajuku dengan tisu yang ada di tangannya.

“Gak, gak usah, gue bersihin sendiri aja....” aku menolak gerakan mendadak Anin.
“Aya, bersihkan dengan ini di toilet... Jangan lupa basahi dan oleskan sabun terlebih dahulu...” Kyoko tersenyum sambil memberikan sapu tangan kepadaku.

“Nah, ini lebih mending...” aku tersenyum ke arah orang-orang di meja dan aku segera beranjak ke toilet.

--------------------------------------------

Aku sudah membersihkan noda di T-shirt ku dengan sebisaku, tapi aku belum keluar dari dalam Toilet. Aku duduk di atas kloset yang tertutup, sambil menerawang ke arah langit-langit. Rasanya tidak nyaman dipuji-puji seperti tadi. Aku bukan malaikat, seperti yang mereka sangkakan.

Andai mereka tahu. Andai mereka tahu dosa-dosaku yang menumpuk ini. Dan itu semua terjadi di dalam pernikahanku dengan Kyoko. Aku menghianati istriku yang luar biasa itu. Aku membohongi adikku yang manis itu. Dan aku melukai diam-diam ibuku yang untukku, dialah yang seperti malaikat.

Aku tak tahu bagaimana cara mengakhirinya, karena memang di pikiranku, setiap bayangan wajahnya kuingat, adrenalinku mendadak naik. Rasa penasaranku bangkit lagi. Natural, kata Stefan, kejar aja selagi lo pengen.

Tapi dia tidak tahu apa saja yang telah kualami. Aku masih membayangkan proses aku menerkam Arwen dengan kasar, membuang es krim dari tangannya, membuatnya kabur ke dalam kamar mandi setelah kutelanjangi. Dan disana dia menangis. Setelah itu dengan bodohnya aku datang dan memeluknya, seperti meyakinkan dirinya bahwa semuanya baik-baik saja. Membuatnya nyaman lagi dan dia datang kembali kepadaku seperti anak kucing hilang yang butuh kehangatan. Helpless like a kitten up a tree.

Bangsat lah.

Aku merogoh saku jaketku dan melihat handphoneku, sambil melihat bayangan mukaku yang terpantul di layar handphone. Tak nyaman aku melihat mukaku sendiri akhir-akhir ini. Aku mengulum bibirku dan segera membuka handphoneku.

Secara otomatis aku membuka whatsapp. Kosong. Hanya ada beberapa foto dari Dian di grup keluarga. Foto konserku.

Line. Kosong. Lebih kosong lagi dari whatsapp.

Instagram.

Shit. Ada direct message.

Aku membukanya dengan terpaksa.

Ya, kau bisa menebaknya dari siapa. Foto seseorang yang cantik dengan muka mengantuk, berbalutkan selimut di atas kasur, menatap kamera dengan matanya yang sendu, dengan caption seperti ini. “Sorry. Aku gak bisa dateng. Aku baru pulang. Dengar2 konsernya sukses. Memang sudah seharusnya... Can we meet again? You pick the date <3”

Aku menghela nafasku dengan panjang, menutup mataku dan menenggelamkan sejenak diriku di dalam entahlah, sambil duduk di atas kloset. Di atas kloset, di dalam toilet di sebuah tempat minum-minum hip ini. Sial.

Aku membuka mataku dan mengetik jawaban.

“Lusa Free. See you then”

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

messy-10.jpg

Dengan tolol aku duduk di dalam kamar hotel itu. Bukan hotel yang biasanya, karena Arwen tidak mau lagi datang ke tempat itu setelah ada gosip yang tidak-tidak soal dirinya. Dan akupun menolak untuk diajak kembali ke apartemen temannya, karena aku khawatir bisa bertemu dengan orang yang kukenal, siapapun dia, siapapun mereka.

Kali ini kami pindah ke hotel yang letaknya lebih selatan daripada tempat tinggalku. Entah kenapa disana. Dia yang memberi ide. Aku mengiyakan. Tolol. Lemah sekali aku.

Dia tampaknya sudah sampai. Aku menunggu dengan jantung berdetak kencang. Ini pertemuan pertama kami setelah Singapura. Aku sudah membayangkan yang tidak-tidak. Aku sudah membayangkan ingin merobek-robek bajunya, meremas semua yang bisa kuremas, mencium apapun yang terjangkau oleh bibirku, dan menggaulinya dengan cara apapun yang bisa kubayangkan.

Penantianku terhenti ketika terdengar suara ketukan di pintu. Aku bangkit dengan tidak sabar dan membukakan pintu. Dia masih terlihat menggoda seperti biasa, saat kubuka pintunya. Dia tersenyum tipis sambil menatapku dengan tatapan yang berbinar. Dia mengenakan tank top dan jeans, dan dia memakai kemeja flanel, melapisi tubuhnya yang ramping.

“...” kami saling menatap tanpa suara saat dia masuk dan kututup pintunya. Dan tanpa aba-aba, aku menarik tubuhnya ke kasur. Dia pasrah dan kami berciuman dengan ganas. Aku memeluk tubuhnya dan kami berguling di kasur, saling melumat. Aku mencium bibirnya dengan penuh nafsu dan dia memperlihatkan hasrat yang sama, walaupun lebih pasif.

Aku membuka kemejanya dan dia menurut. Aku lantas mencoba membuka celana jeansnya, ingin segera langsung melahap hidangan utama.

“Jangan” bisik Arwen.
“Hah?” kagetku.
“Jangan” senyumnya saat dia menahan tanganku yang ingin menelanjanginya. Dia tersenyum, dan sedikit berguling mendekati diriku.

“Kenapa?”
“Aku lagi....”
“Lagi apa?”

“Aku lagi.... “ dia menatapku dengan mata berbinar, sepertinya ia ingin menumpahkan perasaannya di depan mukaku.
“Lagi dapet?” tanyaku.

Dia mengangguk. Aku lantas duduk tegak, menatap dirinya yang mengikuti gerakanku.

“Kalau Mas mau... aku bisa...” dia tampak berusaha menyentuh celanaku, mengisyaratkan bahwa ia bersedia untuk memuaskanku walau dia sedang tidak bisa bersetubuh.
“Gak, gak usah....” aku memegang tangannya dan aku bergerak mundur, duduk di pinggir kasur.

“Kalau kamu lagi dapet..... Kenapa kamu ngajak saya ketemu?” tanyaku langsung, dengan nada datar. Aku melirik mukanya dari balik bahuku, mukanya yang tampak terlihat penuh harap.

Arwen beringsut ke arahku, dengan tatapan lega karena telah bertemu denganku. Dia lantas memeluk badanku erat dari belakang, dan menempelkan kepalanya di bahuku. Dia memelukku, memeluk badanku yang duduk kaku dengan begitu erat, seakan-akan dia tidak akan pernah melepaskannya.

Bulu kudukku mendadak merinding begitu dia berbisik kepadaku.

“Aku kangen banget..... Aku pengen banget ketemu......”

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Mampussssss,,,
Bukan hanya nafsu,,,
hati nya ikut berbicara,,,
ini toh yang disebut "karena wanita ingin dimengerti"
:pandajahat:
 
Arwen...bayangannya malah The Lord of The Rings. Tapi pernah baca versi terdahulu bayangannya ya gadis itu, no offense suhu rb hehe.

Btw agak susah juga ya membayangkan posisi tokoh "aku" kalo bukan jadi pemeran utama, di mdt ini kan arya pemeran utamanya, sedangkan tokoh "aku" ada di seri lain. Ga penting juga sih soalnya cuma jadi cameo.

Lanjut suhuuuu dulu sempet libur ngikutin tau2 ilang aja...
 
Bimabet
Hu ijin komen, gw habis baca mulai lucky bastard dan mdt 1 ini mau baca lagi tp bingung soalnya urutannya gatau, apa amyra dulu ,apa mdt 2 dulu, apa penanti dulu, mohon pencerahan nya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd