Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT MDT - REVIVAL - SEASON 2 (racebannon)

Horeeee!
Setelah lebih dari setahun.......
Akhirnya cerita ini dilanjut lagi!

:adek:
 
Finally.....
Semoga suhu RB tetap sehat, urusannya lancar
Udah kangen banget ama ni cerita
 
SEASON 2 – PART 65

--------------------------------------------

9 Dec : Departed to Japan - Arrived at Night
10 Dec : -
11 Dec : Hantaman - F.A.D. Yokohama
12 Dec : -
13 Dec : Arya A Quartet - Body & Soul Yokohama
14 Dec : Hantaman - Yokohama BB Street
15 Dec : -
16 Dec : Hantaman - Unit Daikanyama Tokyo
17 Dec : Arya A Quartet - Cotton Club Marunouchi Tokyo
18 Dec : -
19 Dec : Hantaman - Shimokitazawa Garden Tokyo
20 Dec : Arya A Quartet - STB 139 Tokyo
21 Dec : -
22 Dec : Arya A Quartet - Tribeca Shinagawa Tokyo
23 Dec : Hantaman - Gravity Rock Bar Shinjuku Tokyo
24 Dec : -
25 Dec : -
26 Dec : -
27 Dec : Hantaman - WWW Shibuya Tokyo
28 Dec : Arya A Quartet - Jazz Spot Candy Chiba
29 Dec : Hantaman - ZX West Chiba
30 Dec : -
31 Dec : Departed to Jakarta – Arrived 1 Jan


ochano10.jpg

“Menghormati orang yang menjamu atau cari muka?”

Pertanyaan dari Bagas itu membuat jantungku serasa terhenti. Aku saling menatap dengan Stefan, lalu Sena menarik jaketku. Sena juga melotot, menatapku dengan kaget. Arka dan Jacob bingung, karena ucapan dari mulut Bagas itu datang tanpa aba-aba dan tidak ada yang menyangka Bagas langsung frontal menyerang Toni seperti itu.

“Gas..” aku mencoba menahan apapun yang akan Bagas lakukan dan katakan, sambil menepuk punggungnya dari belakang. Tapi karena jalannya lumayan konstan dan lumayan teratur, aku tak bisa mendaratkan tanganku di badannya. Bagas tetap cuek kepada semua ekspresi teman-temannya dan dia tetap menatap Toni dengan tatapan yang benar-benar bengis.

“Ah, Mas… Saya sih ngehormatin aja, apalagi orang baru ke Jepang, ya nrima nrima aja” senyum Toni, berdiplomasi, memberi jawaban yang cukup fair di telingaku. Entah kalau di telinga Bagas.

Bagas menganggukkan kepalanya dan dia melambatkan pace jalannya, membiarkan beberapa dari kami menyusulnya. Aku dan Stefan masih lihat-lihatan dan Bagas kembali ada di belakang kerumunan kami.

“Apa itu anjiiiiing” bisik Stefan tanpa suara.
“Gak tauuuuuu” jawabku sambil menggelengkan kepala pelan. Aku pun membalasnya dengan kalimat tanpa suara.

“Bangke udah kayak mau makan orang”
“Kenapa gue yang jadi takut ya…” aku berusaha fokus pada langkah kakiku, sambil mencoba untuk memikirkan hal lain. Buat apa coba, memikirkan Bagas dan keganasan laten-nya?

“Auk ah, kalo ada apa-apa gue buruan balik ke Indo sendirian aja” sambar Stefan, setengah takut setengah bercanda.
“Berak”
“Drummer lo tuh berak”
“Yang mana? Drummer gue ada dua” balasku sambil tetap fokus jalan ke depan di tengah udara dingin ini.
“Yang nyeremin”

“Itu juga drummer lo, Fan”

“Kalo lagi nyeremin gue ga mau didrum-in sama dia” Stefan tersenyum agak awkward “Udah, belanja alat musik aja entar, lu pada, abisin duit biar lupa sama dia”
“Makin kenceng lo ngomong…. Udah lupa ya pernah ditampol?”

“Biarin”

--------------------------------------------

airbnb10.jpg

Hari sudah malam. Aku sedang membuka kotak efek gitar yang baru saja kubeli tadi di Ochanomizu. Aku jadi agak tidak berselera belanja tadi karena suasana jadi awkward. Rasanya, kemanapun Toni pergi, Bagas selalu memperhatikan gerak-geriknya. Bentuk Bagas sudah mirip CCTV di kantor bank. Teliti dan sigap. Ralat, CCTV plus satpam.

Bau rokok membumbung tinggi di kamar ini. Anin dan Stefan sedang merokok, sedangkan Zee sedang duduk bersandar ke dinding, sambil memangku laptopnya. Menulis apa entahlah.

“Kenapa jadi pada disini semua?” aku meringis sambil mengambil foto efek gitar itu tadi. Aku mengirimkan foto itu ke Kyoko, disertai dengan beberapa kalimat yang mengindikasikan kalau aku kangen padanya. Sulit berjalan jauh meninggalkan istri yang sedang mengandung.

“Kenapa emangnya?” Anin menghisap rokoknya dalam-dalam sambil menimang sekotak robot entahlah apalah yang mungkin tadi dia beli di Akihabara.

“Bilang aja lo takut karena cerita kita tadi” sentil Stefan, sambil membuang asap rokoknya ke arah muka Anin. Seharusnya Anin tidur sekamar dengan Bagas. Tapi tadi malam dia tidur di tempat istrinya, dan bukan tak mungkin malam ini Anin tidur di sana lagi, mengingat tempat manggung kami nanti lebih dekat dengan tempat tinggal Zee.

“Bangke!” teriak Anin pelan.
“Kenapa sewot gitu?” tawa Stefan jahil.
“Ngapain coba buang-buang asep rokok ke muka gue”
“Kan elo ngerokok juga, masa rese kena asep rokok”
“Ya ga gitu juga kali, monyet”
“Lo yang monyet”
“Elo yang monyet”

“You both monkeys” potong Zee dengan suara pelan. Pelan-pelan gitu tapi bisa menghentikan dua orang dewasa yang sedang ledek-ledekan gak puguh gara-gara Bagas, yang tampak terlihat unrest kali ini.

“Kenapa ya kira-kira, dia kayak gitu sama Toni” aku memeriksa handphoneku, menunggu jawaban dari Kyoko.
“Terancam kali, karena Toni mungkin lebih jago dari dia” jawab Stefan asal.
“Gak kedengeran kayak Bagas. Bagas kan humble” sanggah Anin.

“Humble dari mana, kuda. Dingin gitu lo bilang humble”
“Seenggaknya dia ga pernah nyombongin kemampuannya dan latihan mulu”

“Apa mungkin karena dia ga suka aja sama Toni?” aku bersuara lagi. Ah, ada balasan dari Kyoko. Aku mengetik pesan singkat lagi kepadanya, mencoba menekan rasa kangen ini. “Kayak gak ada alasan gitu, mungkin ga sih?”

“Masuk akal” sahut Stefan.
“Kayak elo sama vokalisnya Dying-Dying itu kan….. ledek Anin sambil balas menyemburkan asap rokok ke arah Stefan.

“Gak kena, bego… nafas lo pendek amat sih, kegedean perut soalnya elo” tawa Stefan. Dan Zee pun ikut tertawa, mendengar suaminya diledek oleh teman dekatnya sendiri.

“Bangke”

“Nafas pendek gitu kalo ngentot gimana…. Cepet capek pasti, kasian bini lo… ckckckck” Stefan melanjutkan ledekannya sambil melirik ke arah Zee yang masih cuek, tidak bereaksi apa-apa atas ledekan itu.

“Sembarangan” balas Anin. “Gak gitu juga kali”

“Buktiin, coba ngentot di depan gue sekarang” tawa Stefan.

“Mana bisa anjing” sahut Anin. Zee hanya menggelengkan kepalanya sambil bermuka masam. Dia mengambil rokok dari kotaknya dan ikut-ikutan membakarnya seperti suaminya dan Stefanus, vokalis paling mesum se Jakarta Selatan dan Pusat.

Setidaknya, ledek-ledekan seperti ini membuat suasana jadi cerita, tidak awkward seperti ketika sedang belanja di Ochanomizu tadi. Sambil masih tidak habis pikir soal Bagas, aku menguap, dan melingkar di atas futon. Aku melirik ke arah Stefan yang tidak membalas umpatan Anin.

Biasanya, Stefan tidak mau kalah. Sehabis ledekan atau umpatan Anin, dia pasti menyempatkan diri untuk membalasnya sekenanya.

“Kok jadi diem lo Fan? Tumben ilang semangat nyela” aku menutup mata sambil menekan-nekan pelipisku.

“Hmm..”
“Ngapain mendadak liat hape bego, lagi liat bokep ya?” tegur Anin, karena Stefan mendadak diam.

“Bokep dari mana, kontol”
“Kalo bukan bokep, liatin sini” Anin berusaha mengintip ke arah handphone Stefan.
“Deket-deket gue sundut lo, monyet!” hardik Stefan sambil menjauhkan handphonenya.

“Sundut aja kalo berani”
“Lagian tumben main rahasia-rahasiaan” sahutku jahil.

“Chiaki kali” sambar Anin.
“Bukan. Kalo itu Chiaki, berarti gue manusia paling ****** di dunia”

“Terus siapa?”

“Kepo amat lu bangsat. Badan gede kelakuan kayak emak-emak komplek… Eh, ga malu lo punya laki kayak gini?” Stefan mematikan rokoknya sambil beringsut ke arah futon di sebelahku. Dia memasukkan handphonenya ke dalam saku celana, tampak agak risih karena Anin iseng ingin mengintip. Aku jarang melihat reaksi seperti ini dari Stefan.

Kalau dia sedang mendekatin perempuan lain, biasanya dia sombong-sombongkan. Kalau isinya mesum, biasanya malah di share. Tumben hari ini dia jadi agak secretive. Tapi aku jadi mengingat Pontianak beberapa waktu yang lalu. Tampaknya ada sesuatu yang ia pikirkan. Dan ada hubungannya mungkin dengan apa yang ia lihat atau tulis atau baca di handphonenya.

Tapi Stefan, sebegitu bocor dan kasarnya, ternyata orangnya tidak terbuka-terbuka amat soal perasaan pribadinya. Kita harus pintar-pintar menggali dan bahkan menunggu saat yang tepat untuk mendengar apapun yang ia rasakan dan ia pikirkan, andai itu terkait dengan pribadinya, bukan urusan kerjaan maupun urusan Hantaman.

Well, let’s see. Yang pasti, besok kami akan manggung di F.A.D. Yokohama. Sayang, Kyou-Kun baru sempat menontonku, di tanggal 13 Desember. Tidak apa-apa, yang pasti, aku berharap manggung besok dan semua agenda kami lancar, walau ada perang dingin aneh yang dilancarkan oleh Bagas ke Toni.

--------------------------------------------
--------------------------------------------
--------------------------------------------

cvi3m010.jpg

Dentuman suara drum menghentak di sekeliling ruangan ini. Riff-Riff yang galak dan miring meraung, seakan suaranya langsung keluar dari gerakan tanganku di atas senar-senar logam ini.

Departemen frekuensi rendah yang digawangi Anin dengan setia menjaga kami dalam koridor yang baik. Pria bertubuh besar itu bermain dengan tenang, membiarkan aku, dan si setan gila Stefan bereksplorasi sesuka kami.

“Kini ku tak tahu lagi… Apakah perih ini berarti !!!” Stefan berteriak dengan kencang di atas lautan masa yang mengizinkan ia body surfing di atas tangan orang-orang itu. “Perih ilusi, akibat harta yang ku tinggal mati….”

Lagu tentang warisan yang dipergunakan dengan salah oleh para ahli waris. Atau oleh para penerus bangsa. Entahlah. Stefan yang benar-benar mengerti liriknya karena dia yang menuliskannya. Aku fokus mengeluarkan nada-nada berbisa dari gitarku. Black Beauty, Epiphone. Suaranya tebal berdistorsi, merusak gendang telinga lautan manusia ini.

Aku menyelesaikan sebuah solo gitar panjang yang menyelesaikan lagu ini. Jari-jariku menari, menjelajahi setiap sudut fret gitarku. Keringat membasahi T-Shirt polosku yang berwarna biru navy ini. Sepatu boots dan jeans belel menemani penampilanku malam ini.

Stefan sudah telanjang dada dari tadi, dari lagu ke tiga. Tampaknya dia memang benar-benar tidak nyaman berbaju.

Kami sekarang sudah di tengah-tengah konser perdana Hantaman di seri ini. Dimulai di Yokohama, kami tidak sabar untuk segera menyelesaikan tur Jepang musim dingin ini. Achievement kami tentu akan bertambah lagi dan portofolio kami akan terlihat lebih baik.

Anin tersenyum saat aku menyelesaikan solo gitarku. Ini artinya lagu ini pun berakhir dengan lancar.

Stefan sudah ada di panggung lagi, para penonton mengantarkannya dengan selamat.

“Tadi ada yang megang titit gue disana” Stefan menarik nafasnya, dia mengambil dan mencekik botol bir yang ada di panggung. Dia meminumnya beberapa teguk. “Mudah-mudahan cewek” tawanya, melanjutkan kalimatnya yang tadi.

Beberapa suara tawa terdengar dari penonton. Itu yang tertawa pasti orang Indonesia.

“Fan, language….” Bisik Anin, yang mungkin meminta Stefan untuk tidak terlalu vulgar, dalam monolognya di atas panggung.

“Ah, sorry….” Stefan menyeringai. “Someone grab my dick…. During crowdsurfing… I hope that’s a girl” tawanya, yang kini disambut oleh tawa crowd dengan riuh.

“Bangke, bukan itu maksud gue… mana bahasa inggrisnya salah pula bangsat grammarnya” kesal Anin. Aku Cuma bisa tersenyum. Gak ada yang bisa menghentikan Stefan, kecuali…. Ya.. Siapa ya?

“Okay… Let’s get ready for the next song…. Yokohama!!!! Are you ready!!!!!”
“WOOOO”

Stefan lantas meraung kembai, merespon riuhnya musik. Dia memuntahkan kalimat-kalimatnya.

Classic Stefan. Mari, kita bantai FAD Yokohama malam ini, dan jadikan malam ini sebagai pembuka yang baik.

--------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
welcome back suhu........ semoga tetap sehat & bahagia.....terimakasih sudah update ......lama juga ya ..... :beer: :beer:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd