Epilog
Sepulang dari luar kota, mas Ridwan wajahnya murung. Apa dia marah ya gara-gara aku melewati batas sampai ngentot dengan bapak? Batinku.
Mas, kupanggil mas Ridwan.
Dia berlalu begitu saja lalu duduk di ruang tengah sambil menatap laptopnya.
Kudekati mas Ridwan, kupegang pundaknya. Mas marah sama aku? Tanyaku.
Enggak, katanya.
Kok mas dingin gitu ke aku? Apa-apa gara-gara aku kemarin? Tanyaku dengan mata sedikit berkaca-kaca.
Enggak, jawabnya singkat.
Huh, kesel batinku.
Yauda kalo mas nggak marah sama aku jangan dingin gitu ke aku dong. Kataku dengan suara sedikit meninggi.
Mas Ridwan pun berdiri lalu aku pegang tangannya.
Mas mau kemana? Tanyaku merajuk.
Apa sih kamu dek, mata mas Ridwan molotot dengan suara yang meninggi.
Hiks, mas kok bentak aku sih? Aku yang shock lari ke dalam kamar.
Eh dek, dek. Mas Ridwan mengejarku ke dalam kamar.
Sekarang aku sedang telungkup di atas ranjang dengan wajahku aku benamkan ke bantal. Tangisku meledak.
Dek, panggil mas Ridwan yang mendekatiku duduk di atas ranjang sambil mengelus-elus punggungku. Maafin mas ya udah kasar, sebenarnya semua yang terjadi juga kesalahan mas juga. Mas akuin itu.
Aku pun lalu duduk menatap mas Ridwan. Mataku masih berkaca-kaca. Kopegang telapak tangan mas Ridwan.
Ini kesalahanku juga mas, aku terlalu gatel jadi perempuan. Aku emang nggak pantas disebut perempuan baik-baik, aku perempuan penggoda. Dengan tangis sesenggukan aku menyalahkan diriku sendiri.
Mas Ridwan memelukku, adek nggak salah sambil mengelus punggungku.
Tok tok tok, aku dan mas Ridwan menoleh ke arah pintu. Ternyata bapak.
Boleh bapak masuk? Kata bapak.
Kupandang wajah mas Ridwan, dengan tatapan memohon.
Boleh pak, kata mas Ridwan.
Bapak pun duduk di pinggir ranjang.
Ini juga kesalahan bapak juga wan, bapak emang bodoh jadi mertua. Wajah bapak menunduk sedih.
Udah pak, kita lupain yang pernah terjadi. Mas Ridwan merangkul bapak dari samping. Kita semua salah, tapi...
Mas Ridwan nggak meneruskan kata-katanya. Lalu dengan senyum aneh mas Ridwan menggendongku membawaku ke ruang tengah.
Eh mas, aku mau dibawa kemana? Tanyaku.
Aku sekarang memakai kimono panjang tanpa hijab. Rambutku yang panjang terurai ke bawah saat mas Ridwan menggendongku.
Kulihat bapak melihat kami dengan tersenyum lalu bapak berlalu begitu saja.
Tubuhku direbahkan oleh mas Ridwan di atas sofa. Mas Ridwan menindihku, mencium bibirku dengan buas.
Kamu cantik dek, mas sange melihat kamu mendesah keenakan dientot bapak. Tapi mas cemburu.
Hah? Jadi mas marah atau nggak? Tanyaku dengan sedikit ragu.
Mas cemburu bukan marah. Mas nggak rela memek ini digenjot bapak. Sambil tangan mas Ridwan menarik kimono panjangku sampai ke atas perut.
Sekarang terpampang celana dalamku berwarna putih. Celana dalamku ditarik ke samping oleh mas Ridwan. Penis mas Ridwan yang mengacung dilesakkan ke dalam vaginaku tanpa foreplay.
Aduh mas sakit, memekku masih kering mas. Perih mas.
Ini hukuman buat kamu dek, kamu berani-beraninya ya ngasih memek kamu ke Rusli. Kata mas Ridwan memanggil nama bapaknya tanpa embel-embel pak.
Ampun mas, ampun. Aku digenjot dengan kasar. Bibir mas Ridwan pun melumat bibirku dengan kasar pula. Tangannya tak henti-hentinya meremas payudaraku yang besar sampai kancing kimonoku lepas.
Bret, kimono bagian dadaku dibuka dengan paksa. Mas Ridwan menyosor buah dadaku.
Elm mas, am puuuun. Mulutku tersumbat oleh mulut mas Ridwan.
Pletak, BHku pun terlepas. Kembali mas Ridwan meremas payudaraku sampai air asiku meluber.
Uuuh ahhh mas, jangan perkosa aku.
Dengan satu hentakan penis mas Ridwan kembali mengobok-obok vaginaku. Perih, perih banget karena vaginaku masih kering.
Hiks, hiks, mas Ridwan jahat.
Kupukul-pukul dada mas Ridwan. Udah mas, udah lepasin aku.
Tetapi mas Ridwan nggak mau mengehentikan genjotannya.
Rid, bapak mendekati pergumulan kami. Udah rid, hentikan.
Hah hentikan? Oh nggak bisa pak, perempuan yang pura-pura alim ini harus dihukum.
Kakiku dikangkangkan oleh mas Ridwan, aku kembali digenjot oleh mas Ridwan. Kutatap bapak, memohon agar bapak mau menolongku.
Bapak mendekat, duduk di kursi dekat pergumulan kami. Mas Ridwan mencabut penisnya dari vaginaku.
Ahhh, rasanya perih saat penis itu lepas dari vaginaku. Kulihat bapak mendekatiku, bapak sudah melepas semua pakaiannya. Sekarang bapak sudah telanjang bulat dengan penis mengacung..
Bapak menindihku, melesakkan juga penisnya ke vaginaku.
Ahhh pak, rasa perih yang menderaku semakin perih bahkan ngilu karena penis bapak lebih besar dari penis mas Ridwan.
Kalian jahat, kalian memperkosaku.
Bapak hanya cengar-cengir sambil terus menggenjotku. Genjotan bapak semakin kencang. Nggak ada sama sekali rasa nikmat. Yang aku rasakan hanya ngilu di vaginaku.
Hiks, hiks, aku menangis sejadi-jadinya. Kenapa ini harus terjadi. Kenapa mas Ridwan memberiku sugesti itu kepadaku kalo pada akhirnya tetap aku yang salah saat aku mencoba merealisasikan.
Semua laki-laki sama saja, batinku. Hanya memandang perempuan sebagai obyek seksual.
Aku pun digendong bapak dalam kondisi berdiri dengan penis masih tertancap di vaginaku. lalu aku direbahkan ke lantai. Bapak kembali menggenjotku dengan brutal tanpa rasa ampun.
Mas Ridwan pun mendekatiku, dia mengangkat wajahku memasukkan penisnya yang lumayan besar ke mulutku. Awalnya digesek-gesekkan ke bibirku. Dengan tangannya mas Ridwan membuka rahangku dengan paksa.
Buka mulutmu lonte, kata mas Ridwan menghinaku.
Aku tolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri.
Nggak mau mas, nggak mau. Kataku merengek.
Diam kamu lonte gatel, buka mulutmu atau kamu mau aku kasarin? Kata mas Ridwan membentakku.
Aku pun kembali menangis, mas Ridwan jahat. Batinku.
Terpaksa aku buka mulutku, penis mas Ridwan melesak ke dalam mulutku.
Aku nggak bisa nafas, rasanya tersiksa banget. Sekarang dua lubangku disumpal oleh dua orang anak dan bapak yang hanya menganggapku sebagai wadah peju mereka.
Jahat, mereka jahat. Ta tapi kenapa makin lama... Aahhhhh saat penis mas Ridwan lepas dari mulutku, aku orgasme. Dan kembali mas Ridwan menancapkan penisnya ke mulutku dan bapak kembali menggenjotku.
TAMAT