Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG MY DICK

PART 2
Sudah hampir 2 jam Aku duduk di depan monitor komputer kantor, suasana di dalam kantorku sudah sangat sepi karena jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Di saat karyawan lain begitu happy menyambut akhir pekan, aku justru masih larut dengan pekerjaan yang diberikan oleh Bu Cecilia. Seharusnya Aku tidak harus lembur sendirian jika saja Sasa mau membantuku untuk menyelesaikan proposal strategy pembiayaan ini. Meskipun Bu Cecilia memerintahkan kami berdua bekerja sebagai team, tapi Sasa justru menolaknya, dia membebankan semua pekerjaan ini kepadaku.

"Gue nggak mau tau ! Lu urus aja sendiri tu proposal, karena Lu yang udah bikin ide baru !" Kata Sasa tadi pagi saat Aku mendatangi kubik kerjanya untuk menanyakan ide-ide yang dia sampaikan waktu kami melakukan meeting dengan Bu Cecilia beberapa hari lalu.

"Sa, please jangan gitu dong. Masak Lu tega sih nyusahin Gue kayak gini ?" Rengekku seperti anak kecil yang gagal ikut study tour ke candi Borobudur.

"Bodo amat ! Emang Gue pikirin ?! " Balas Sasa sambil menatapku tajam, wanita sexy ini masih sangat marah kepadaku.

"Beneran Lu nggak mau bantuin nih ?" Tanyaku sekali lagi dengan memberikan ekspresi memelas, berharap Sasa mau merubah pikirannya.

"Enggak ! Sekali enggak tetep enggak !" Jawab Sasa ketus.

"Bos, biar Gue sembur cewek ini !" Jalu ikut emosi saat melihat sikap ketus Sasa terhadapku. Aku harus pasrah, Sasa tidak bisa lagi diharapkan untuk membantu pengerjaan proposal ini, alhasil seperti yang kalian tau, Aku terpaksa mengerjakannya seorang diri.

"Bos, ayo buruan pulang. Gue udah gerah banget nih seharian di dalam CD mulu. Pengap, lembab, gerah !" Rengek Jalu di dalam sana.

"Iya bawel ! Bentar lagi Gue selesai ini!"

"Buruan Bos !"

"Iyeee! Bawel amat jadi kontol Lu!"

Setelah mengoreksi beberapa poin di dalam proposal dan memastikannya cukup benar jika disampaikan dalam presentasi Aku memutuskan untuk menyudahi pekerjaan dan bersiap untuk pulan kembali ke kosku di utara kota. Bayangan tentang siraman air hangat dan empuknya kasur kamarku sudah tergambar dalam otakku. Paling tidak Aku bisa menikmati weekend dengan tenang esok hari. Selesai prepare Aku segera menuju parkiran kantor, tempat dimana mobil bututku berdiam sejak tadi pagi.

*******

Lalu lintas kota cukup padat malam ini, maklum karena sudah penghujung pekan. Aku memacu mobilku dengan kecepatan sedang karena lalu lalang kendaraan yang lain membuat jalanan menjadi lebih sempit dibanding dengan hari-hari biasanya. Di depan lalu lintas terhambat, Aku terpaksa berhenti menginjak pedal gas karena mobil di depanku juga berhenti, terdengar suara keributan. Penasaran Aku membuka kaca jendela dan melongok keluar. Tak jauh dari tempat berhentinya mobilku Aku melihat seorang wanita turun dari dalam mobil sebelum membanting pintu mobil keras-keras, tak berselang lama seorang pria bertubuh besar keluar dari kursi kemudi dan berusaha mengejar wanita tersebut. Pertengkaran yang menyebabkan kemacetan, unfaedah sekali hidup mereka berdua.

"Berantem kok di jalan, nggak modal !" Ejek Jalu ikut mengomentari apa yang Aku lihat.

Saat wanita itu berjalan melewati samping mobilku, Aku merasa jika mengenal wanita itu, tak cukup jelas karena kegelapan malam, tapi Aku begitu yakin jika Aku memang mengenalinya. Tak berpikir panjang segera Aku buka pintu mobil dan berusaha mengejar langkah wanita itu. Si pria besar lebih dulu berhasil menghentikan langkah wanita itu, sikap si pria terlihat cukup kasar saat menghentikan langkah wanita itu. Aku menghentikan langkah tak jauh dari tempat berdiri mereka

berdua, sesaat keduanya terlibat perdebatan sengit di pinggir jalan. Beberapa orang pengguna jalan lain ikut melihat pertengkaran dua sejoli itu. Semakin lama perangai si pria semakin kasar, bahkan sampai membuat wanita tersebut menangis, karena tak tega perlahan Aku mendekat.

"Sasa ?" Aku memastikan jika wanita yang sedang menangis itu adalah Sasa, rekan kerjaku. Belum sempat Aku menghampiri Sasa si pria menghadangku dengan tatapan kemarahan.

"Minggir ! Nggak usah ikut-ikutan Lu!" Hardiknya kasar sambil menjauhkan tubuhku yang hendak mendekati Sasa, tubuhku terdorong ke belakang.

"Apa-apaan sih Rob ?!" Kata Sasa mencoba menghalangi tindakan kasarnya kepadaku. Bukannya mereda si pria justru mengalihkan tindakan kasarnya kembali kepada Sasa.

"Diem Lu! Brengsek!" Teriak si pria sambil mencengkram leher Sasa.

"Jangan kasar sama cewek Bos." Kataku, Aku berusaha emosiku agar tidak terlalu ikut larut dalam pertikaian mereka berdua. Menghadapi orang kasar seperti pria ini harus menggunakan kepala dingin.

"Lu nggak terima? Hah ?!" Jawab si pria kembali merangsek ke arahku, Aku hanya diam tanpa reaksi, semakin banyak orang yang melihat.

"Tenang Bos, kalau Lu kasar kayak gitu ke cewek, bukan hanya Gue yang nggak terima. Tapi semua orang di sini juga nggak akan terima." Jawabku tenang.

"Banyak bacot Lu anjing!" Tiba-tiba si pria itu mengayunkan pukulan ke wajahku, beruntung Aku sudah mengantisipasinya, Aku berhasil menghindar.

"Robiii!!! Udah!!" Teriak Sasa ketakutan, gagal melepaskan pukulan pada wajahku membuat Robi semakin muntab. Dia kembali merangsek ke depan berusaha menjatuhkanku dengan pukulan yang membabi buta. Beruntung sejak kecil Aku sudah dibekali kemampuan beladiri oleh Bapakku, serangan tanpa konsep matang seperti ini bisa dengan sangat mudah Aku hindari.

"Robi ! Udah Rob! Cukup!" Sasa kembali berteriak menenangkan pria ini, tadinya Aku berharap beberapa orang yang sedari tadi ikut melihat pertengkaran mereka berdua mau memisahkan perkelahian kami, tapi justru mereka kembali asyik menonton tanpa melakukan apapun, warga +62 memang butuh banyak hiburan.

Robi kembali menyerangku, pukulannya kembali aku tangkis, kali ini ditambah sedikit dorongan pada ulu hatinya. Robi terdorong ke belakang, meringis kesakitan karena telapak tanganku menghentak cukup keras pada tubuhnya.

"Aaaarrghhtt!! Bangsat !" Teriakan Robi dibarengi dengan gerakan serangan berikutnya, kali ini lebih brutal, tidak mungkin Aku menghadapinya dengan sekedar memberikan gerakan tangkis. Sudah waktunya Aku melumpuhkan pria kasar ini.

Robi menerjang tubuhku dengan sebuah tendangan ke arah dada, Aku berhasil menghindar. Saat tubuhnya terhuyung ke depan, Aku putar tubuhku 45 derajat ke arah samping kemudian secepat mungkin melepaskan tendangan ke arah punggungya. Keras, sampai membuatnya jatuh tertelungkup di atas trotoar. Belum sempat dia bangkit Aku segera memiting tangannya ke belakang, menguncinya seperti apa yang dilakukan oleh Polisi 86 melumpuhkan pelaku curanmor. Robi meringis kesakitan.

"Sudah Bos, cukup!" Kataku mencoba menenangkan emosinya.

"Aaarrghhtt!! Lepasin Gue anjing!" Umpatnya kasar, Robi sama sekali tidak menyadari jika dia sudah tak berdaya menghadapi kuncianku. Jika Aku mau bisa saja Aku patahkan tangannya saat ini juga.

"Gue akan lepasin kalo Lu bisa tenang dan menyudahi perkelahian ini." Kataku.

"Lepasin Sur."

Sasa yang berdiri di belakangku ikut memohon, sekilas Aku melihat ke arahnya, rekan kerjaku ini masih terisak. Kasian, tak hanya menerima tindakan kasar dari Robi tapi Sasa juga harus menerima rasa malu karena dijadikan objek tontonan oleh banyak orang di sepanjang jalan. Aku akhirnya melepas kuncian tanganku, Robi mendengus kencang sambil bangkit dari jatuhnya. Robi menatap wajahku dan Sasa dengan tajam, kemudian pergi begitu saja meninggalkan kami berdua.

"Lu nggak apa-apa Sa?" Tanyaku.

"Nggak apa-apa Sur." Jawabnya.

"Gue anterin pulang ya ?"

*****

"Lu nggak apa-apa ?"

Tanyaku kembali saat mobilku berhenti tepat di depan kos Sasa, sekilas Aku meliriknya, masih ada gurat kesedihan di sana, sepanjang perjalanan kami berdua tak banyak berbicara. Sasa hanya meenceritakan kronologis pertengkarannya dengan Robi, pria yang dipacarinya setahun terakhir ini. Sasa ingin mengakhiri hubungan malam itu tapi Robi menolaknya mentah-mentah, alhasil insiden kekerasan dalam berpacaranlah yang terjadi.

"Its okay Sur. By the way thanks ya Sur." Jawabnya sambil melepas seat beld, dipaksakan senyumnya untukku.

"Eh iya Sur, gimana proposalnya ?" Tanya Sasa sebelum turun dari mobilku.

"Beres, udah Lu istirahat aja." Jawabku,

"Maaf ya Sur, nggak seharusnya Gue nyusahin Lu kayak gini."

"Udah nggak usah dipikirin Sa. Aku balik dulu ya." Kataku sambil tersenyum ramah.

"Iya, hati-hati di jalan ya Sur." Balas Sasa.

Kemudian Aku kembali menyalakan mobil dan melaju pelan meninggalkan kos Sasa. Sepanjang perjalanan Aku kembali memikirkan insiden yang tadi terjadi, dalam hati Aku mensyukuri jika sampai saat ini Aku tidak memiliki kekasih. Aku bisa bayangkan bagaimana ruwetnya hidupku jika pulang lembur seperti ini bukan pelukan lembut yang didapat tapi justru pertengkaran hebat tersaji di hadapanku. Pasti capek banget.

"Tapi kalo punya pacar enak Bos." Kata Jalu tiba-tiba dari dalam sangkarnya.

"Enak apaan? Lu nggak lihat tadi? Pacaran bukannya bikin seneng tapi malah jadi tontonan orang banyak di pinggir jalan." Kataku membantah argumen si Jalu.

"Kalo Lu punya pacar paling nggak batang Gue nggak terlalu sering Lu kocokin sendiri Bos! Lagian apalagi sih yang Lu tunggu Bos? Pekerjaan ada, penghasilan ada, wajah juga lumayan cakep nggak jelek-jelek amat lah, nggak malu-maluin kalo diajak muterin mall maksud Gue."

"Bangke Lu !" Umpatku menanggapi celotehan si Jalu.

"Gue serius nih Bos, yang Lu tunggu sebenernya apa kok sampai sekarang Lu nggak mau pacaran lagi setelah Nadia menikah satu tahun yang lalu...?"

"Gue masih pengen sendiri." Jawabku singkat. Mengingat Nadia seperti kembali menorehkan luka dalam hatiku, luka yang hampir satu tahun belakangan Aku coba simpan rapat-rapat seorang diri.

Nadia adalah wanita yang aku pacari selama hampir 3 tahun, hubungan kami sudah sangat dekat bahkan berencana untuk menikah. Restu dari orang tua pun sudah kami kantongi, waktu itu bagiku Nadia adalah pusat dari jagad rayaku, Aku benar-benar mencurahkan seluruh perasaanku kepadanya. Tapi akhirnya semua rencana indah tentang pernikahan dan segala kenangan-kenangan manis antara kami berdua seketika berubah berantakan saat di suatu hari Nadia mendatangiku dengan menunjukkan sebuah alat tes kehamilan, postif.

Aku benar-benar terkejut karena selama kami pacaran tidak sekalipun kami berhubungan badan, pacaran kami adalah pacaran yang sehat. Akupun tidak ingin mengambil sesuatu yang paling berharga dari Nadia sebelum waktu yang tepat. Nadia mengakusudah menjalin hubungan dengan pria lain, hubungan yang membuatnya saat itu harus berbadan dua. Tak hanya luka dikhianati, hari itu Nadia juga menciptakan kiamat kecil dalam hidupku, bahkan sampai detik inipun Aku masih merasakan sakitnya.

"Gue tau Lu masih belum bisa move on, tapi semakin lama Lu nggak bisa membuka pintu hati buat wanita lain, luka itu nggak mungkin akan bisa sembuh Bos."

Aku hanya menghela nafas panjang mendengar celotehan si Jalu, mungkin ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh si Jalu, tapi membuka lembaran asmara baru tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi menjalin hubungan hanya karena mendengar nasehat dari sebatang penis, apa kata dunia nanti?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd