Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

Status
Please reply by conversation.

Satria_cabul

Semprot Lover
Daftar
30 Aug 2019
Post
253
Like diterima
2.417
Bimabet


Cerita ini lanjutan dari :

Ritual Sex di Gunung Kemukus

Revisi dari cerita sebelumnya yang tidak bisa tamat karena alur yang terlalu melebar :

Karma Masa Lalu

Prolog



Kutukan di Gunung Kemukus

Jalu, seorang pelaku Ritual Sex di Gunung Kemukus yang hidup mewah setelah berungkali melakukan Ritual Sex di Gunung Kemukus, hingga akhirnya dia berhasil menyempurnakan ilmu yang diwarisi Bapaknya. Dia tidak sadar, sebuah kutukan akibat Ritual Sex di Gunung Kemukus membayangi hidupnya yang awalnya tenang berubah menjadi menakutkan, dimulai dari mimpi-mimpi yang menakutkan dan terpaksa dia kembali ke Gunung Kemukus untuk melanjutkan ritualnya, apakah semua kutukan itu bisa dilenyapkan atau bahkan dia akan mengalami malapetaka yang mengerikan?

Satria, anak Jalu dari hasil hubungan gelap dengan salah satu wanita yang ditemuinya di Gunung Kemukus, benih suci yang lahir tanpa dosa itu ternyata harus terseret dalam pusaran Kutukan Gunung Kemukus. Sebuah ritual yang seharusnya membuatnya kaya ternyata justru membuatnya terlibat dalam sebuah konflik mengerikan, tanpa disadari Satria diperalat untuk membalaskan dendam seseorang kepada ayahnya.

Jaja, pemuda yang tidak jelas asal-usulnya yang masuk dalam pusaran Kutukan Gunung Kemukus, keberuntungan yang dimiliki membuatnya bebas menggauli wanita yang diinginkannya.

Lilis, istri Jalu yang selama ini selalu mengendalikan Jalu dan dengan kecerdasannya berhasil menjalankan semua bisnis Jalu dari balik layar.

Lastri, wanita yang melahirkan Satria dan rela berkorban apa saja untuk anak yang dicintainya.

Desy adik sepupu Jalu, Putri dari Bu Narsih yang tewas di Gunung Kemukus. Cintanya yang bertepuk sebelah tangan membuatnya mendendam.

Rini, salah satu wanita dari masa lalu Jalu yang datang ke Gunung Kemukus untuk melakukan ritual karena usahanya diambang kebangkrutan justru mempertemukannya dengan kakak perempuan yang pernah dikhianatinya, Rani.

Rani datang ke Gunung Kemukus untuk melakukan ritual, ternyata dia malah bertemu dengan adik yang pernah mengkhianatinya.

Wati, wanita berusia 57 tahun, pasangan ritual pertama, Jalu

Wulan, anak perempuan Wati dari Jalu akibat ritual di Gunung Kemukus.




INDEKS :

PEMBUKA
Chapter 2 : Pengorbana Seorang Ibu bag. 1 hal 3
Chapter 3 hal 8
 
Terakhir diubah:
Ninggal jejak
 
Karma Ritual Sex di Gunung Kemukus


Pembuka​



"Mak, Satria mau nyari kerja ke Bogor." Satria menatap ibunya yang sedang sibuk membungkus lontong dengan daun pisang batu untuk dijualnya nanti sore pada saat para karyawan lepas pabrik pulang, pekerjaan yang sudah dilakukan ibunya sejak dia berusia 5 tahun atau 15 tahun yang lalu. Satria tidak begitu ingat sejak kapan ibunya berdagang, menurut pengakuan ibunya sejak dia berusia 5 tahun setelah tabungan peninggalan ayahnya habis

Sepahit itulah kehidupan Satria, tidak pernah mengenal siapa ayahnya, hanya selembar photo yang sudah mulai memudar warnanya menjadi petunjuk itulah ayahnya. Selebihnya dia tidak pernah tahu, pun saat dia bertanya ke mana ayahnya pergi, ibunya hanya menjawab :" dia pergi untuk tidak kembali."

"Bogor..!" Lastri menatap wajah anaknya dengan hati teriris sembilu mendengar Kota Bogor disebutkan Satria, kota yang membawa luka walau dia juga tidak bisa memungkiri, Kota itu sudah memberinya anugerah terindah yaitu Satria anak semata wayangnya. Anak yang membuatnya kuat menghadapi hidup yang teramat pahit.

Mata Lastri menerawang, kejadian demi kejadian bergerak cepat menjadi sebuah bayang-bayang yang menyakitkan. Dengan langkah lunglai Lastri menyeret koper besar berisi pakaiannya menuju sebuah bus malam yang akan membawanya ke pelosok kota kecil, tangannya sesekali mengelus perutnya yang masih rata. Namun Lastri tahu, sebentar lagi perutnya akan semakin membesar dengan janin yang sedang dikandungnya.

"Bu, kok malah melamun?" Satria menepuk pundak Lastri dengan lembut, menyadarkan Lastri dari lamunannya tentang masa lalunya yang kelam.

"Tadi kamu bilang, apa?" Tanya Lastri berusaha tersenyum, menyembunyikan luka yang tidak pernah hilang walau dia sudah berusaha.

"Kenapa ibu, melamun?" Satria menatap wajah ibunya, ada sesuatu yang berusaha disembunyikan oleh ibunya dari dirinya, dia bisa melihat hal itu dengan jelas.

"Bukan itu, kenapa kamu mau ke,....... Bogor?" Tanya Lastri, dia hampir tidak bisa mengendalikan dirinya saat sampai pada kata, Bogor. Dia ingin menghilangkan kata itu dari hidupnya, namun ternyata kata itu kembali datang dalam hidupnya.

"Ya Bu, si Udin ngajak aku jualan Mie Ayam. Bosnya lagi nyari anak buah, boleh ya Bu !" Bujuk Satria penuh harap, tinggal di kampung hanya akan menambah beban ibunya yang berjuang setiap hari mencari uang dengan berjualan gorengan. Dia ingin membahagiakan ibunya, menanggung semua kebutuhan ibunya. Terbayang olehnya, saat dia sudah berhasil mengumpulkan sedikit uang untuk mengontrak rumah, dia akan mengajak ibunya tinggal di Bogor.

"Kamu sabar saja, tunggu lamaranmu di terima." Bujuk Lastri berusaha mencegah niat Satria anak semata wayangnya merantau ke Bogor, andai dia tahu pria yang selama ini selalu ditanyakan Satria berada di Bogor. Lastri berusaha keras menahan tangis, jangan sampai anaknya tahu luka yang harus disembunyikan sekian puluh tahun lamanya sejak Satria masih dalam kandungannya. Kini anaknya sudah dewasa, cepat atau lambat Satria akan meninggalkannya sendiri. Dan saat yang ditakutinya sudah tiba, Satria sudah memilih jalannya sendiri untuk menjadi pedagang Mie Ayam. Ya Tuhan, bahkan Satria akan mengikuti jejak ayahnya menjadi pedagang mie ayam.

"Bosen, sudah sering bikin lamaran kerja tapi sampai sekarang belum juga ada panggilan interview." Jawab Satria, tekadnya sudah bulat untuk pergi merantau ke Bogor ikut temannya. Mencoba mengadu nasib, mungkin di sana kehidupannya akan berubah dan bisa menjadi orang sukses.

"Bogor itu jauh nak, lebih jauh dari Jakarta." Lastri masih berusaha menahan keinginan Satria, dia tidak rela anak semata wayangnya pergi jauh dari sisinya. Apa lagi harus merantau ke Bogor, kota itu terasa sangat menakutkan. Bahkan untuk mengucapkan namanya saja, Lastri harus mengerahkan semua kekuatan.

"Cuma 12/13 jam perjalanan dari sini, Bu." Jawab Satria, hayalannya sudah melambung tinggi, setiap Minggu atau bulan dia akan mengirimkan uang laba berjualan mie ayam seperti yang dilakukan teman masa kecilnya yang berjualan mie ayam lebih dahulu. Setelah tabungannya cukup, dia akan mengontrak sebuah rumah untuk ditempati bersama ibunya.

Perdebatan di antara ibu dan anak berlangsung lama, hingga akhirnya Lastri menyerah dengan tekad Satria. Anak ini mewarisi tekad ayahnya, keras kepala dan sulit dicegah ketika sudah mengambil keputusan. Ah, pria itu tidak pernah tau ada seorang anak dari benih yang ditaburkannya di rahimnya. Anak yang tumbuh menjadi dewasa tanpa seorang ayah yang melindunginya.

"Baiklah kalau itu keinginanmu, Ibu restui kamu merantau." Lastri menunduk menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca, Lastri berusaha menyibukkan diri dengan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun situasi hatinya sedang kacau, tangan yang biasanya terampil membungkus nasi Aron ke dalam daun pisang, kini terasa kaku sehingga dia harus menghabiskan waktu lebih lama.

"Aku akan mengajak ibu tinggal di Bogor setelah tabunganku cukup, aku janji akan secepatnya mengajak ibu." Satria berkata riang, dia sudah sangat tidak sabar ingin menjalani hari-hari baru di Bogor.

"Ibu doakan semua keinginanmu tercapai, Sat.!" Jawab Lastri segera menghapus satu titik air mata yang tidak mampu dicegahnya, menetes di pipinya yang tetap halus tanpa kerut walau kebahagiaan selalu menjauh darinya.

"Bu, aku mau ke rumah Kang Bejo." Pamit Satria, dia tidak tega melihat air mata membasahi pipi ibunya. Satria takut, hatinya akan berubah melihat tangisan ibunya.

"Mau, apa?" Tanya Lastri heran, dia tidak suka Satria terlalu akrab dengan Bejo. Terlebih dia sangat tidak suka Satria belajar ilmu bela diri dari pria itu, dia sudah berulang kali melarang Satria belajar ilmu berkelahi seperti itu namun Satria tetap melakukannya secara sembunyi sembunyi. Lastri hawatir, suatu saat Satria akan mengikuti jejak ayahnya, menjadi petarung yang akan membahayakan jiwanya.

"Pamitan dan sekalian mencari bekal supaya aku selamat di perantauan, nanti." Jawab Satria, dia akan minta semacam jimat keselamatan. Menurut mereka yang sudah sering merantau, jimat seperti itu sangat diperlukan. Bejo bukanlah seorang paranormal, dia hanyalah guru ilmu silat yang cukup mumpuni. Setahu Satria, Bejo hafal dengan orang pintar yang bisa memberinya semacam jimat untuk keselamatan dan juga jimat panglaris untuk berdagang.

"Nak, ingat..! Kamu ke Bogor untuk berjualan, bukan mencari musuh." Lastri hanya bisa menarik nafas panjang, percuma melarang Satria karena anaknya terlalu keras kepala dengan kemauannya.

"Iya Bu, aku pamit Bu..!" Satria meninggalkan ibunya yang melihat punggungnya hingga hilang dari pandangan mata.

Sesampainya di rumah Kang Bejo, Satria melihat orang yang sedang dicarinya duduk di teras rumah sambil merokok dari lintingan yang dibuatnya sendiri, bau menyan yang tajam tercium dari asap rokok.

"Kang..!" Satria duduk di sisi Kang Bejo tanpa menunggu pria itu menyuruhnya duduk, mereka berdua sudah sangat akrab sehingga ada lagi basa basi di antara mereka.

"Yo, ada apa ?" Tanya Kang Bejo, dia hanya melirik kecil saat Satria mengambil kertas papir dan mulai meracik bakau dengan komposisi yang disukainya.

"Tumben, bakaunya kamu kasih menyan?" Tanya Kang Bejo heran, terlebih menyan yang ditaburkan di atas bakau masih terlalu kasar sehingga akan membuat rokok sering mati.

"Pengen nyobain, soalnya aku nggak akan menemukan rokok menyan di Bogor." Jawab Satria, dia membakar gulungan rokok yang sudah dibuatnya. Asap menyan memenuhi paru parunya sehingga Satria harus bersusah payah menahan batuk.

"Ke Bogor, dengan siapa?" Kang Bejo menatap Satria, pemuda ini sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri. Selain itu, Satria adalah murid silat yang paling berbakat.

"Udin, bosnya sedang membutuhkan banyak tenaga untuk berjualan mie ayam." Jawab Satria sambil menghisap rokok menyan racikan sendiri, rasanya aneh namun aku akan merindukannya di Bogor.

"Oh, hati hati di perantauan. Ingat, ilmu bela diri yang kau pelajari bukan untuk berkelahi. Dari namanya saja bela diri, berarti hanya akan digunakan pada saat tertentu saja." Kang Bejo menasehati Satria dengan bijak, berbeda sekali dengan penampilan wajahnya yang garang dan tingkah lakunya yang kasar, jauh di lubuk hatinya dia adalah pria yang lembut.

"Iya Kang, aku mengerti. Kang, tahu nggak orang pintar yang bisa memberiku panglaris sehingga jualanku menjadi laris?" Satria membuang rokok yang tinggal setengah, tenggorokan ku sudah tidak mampu menikmatinya.

"Buat apa, panglaris?" Tanya Kang Bejo, dia terlihat acuh dengan pertanyaan Satria.

"Kan sudah ku bilang, biar jualanku laris dan cepat punya uang agar bisa membawa ibu ngontrak di Bogor." Satria memandang Kang Bejo yang begitu menikmati rokok menyannya yang menurutnya tidak enak, selera orang memang berbeda-beda.

"Ke Gunung Kemukus, di sana tempat paling manjur." Jawab Kang Bejo santai, selama ini dia mendengar kehebatan Gunung Kemukus, bahkan dia pernah selama tujuh kali melakukan ritual walau dia tidak pernah mendapatkan hasil seperti yang diinginkannya. Kehidupannya tidak berubah menjadi kaya setelah melakukan ritual, masih tetap seperti ini.

Sepertinya ada yang salah dengan ritualnya, dia terus mencari informasi kenapa ritualnya bisa gagal sedangkan wanita yang menjadi pasangan ritualnya berhasil menjadi kaya dan hingga kini pasangan ritualnya itu selalu rutin mengirim bantuan keuangan. Bantuan, Bejo merasa dirinya seperti seorang pengemis. Dia ingin menegakkan kepalanya, bukan menadahkan tangan menerima bantuan orang lain.

Mungkin, Ritual Sex itu akan berhasil dilakukan oleh istrinya. Semakin lama keyakinan itu semakin besar, akhirnya Bejo mengutarakan keinginannya itu kepada istrinya.

Dek, sepertinya kita harus melakukan ritual sex di Gunung Kemukus biar cepat kaya." Kata Kang Bejo saat mereka berduaan di kamar, anaknya yang baru berusia 8 bulan tertidur lelap di pojok ranjang besi.

"Ritual di Gunung Kemukus, bukankah Akang sudah gagal?" Tanya Darmi, dia tahu Bejo sudah pernah melakukan ritual atas seijinnya. Bahkan modal yang didapatkan untuk berjualan di pasar itu pemberian wanita yang menjadi pasangan ritual suaminya.

"Aku nggak gagal, buktinya sampai sekarang wanita itu masih memberikan bantuan perbulan untuk kehidupan kita dan juga modal untukmu berjualan di pasar. Aku hanya ingin kita kaya, tanpa perlu meminta minta." Jawab Bejo.

"Akang sudah dapat pasangan buat, Ritual?" Tanya Darmi acuh, dia sudah terbiasa dengan tabiat Bejo yang apa adanya dan itu lebih baik dari pada harus selingkuh tanpa sepengetahuannya.

"Bukan aku yang harus ritual, tapi kamu. Menurut petunjuk yang aku dapatkan, kamu lebih berpeluang sukses." Jawab Bejo yakin.

"Ngawur sampeyan, Kang..!" Jawab Darmi dengan jantung berdebar kencang, membayangkan sosok pemuda bernama Satria menjadi pasangan ritualnya sudah membuatnya bergairah.

"Nggak ngawur Dek, ini hal biasa dan semuanya kita lakukan untuk masa depan anak anak kita." Jawab Bejo, dia melihat ke arah anak semata wayangnya dengan penuh kasih sayang. Anak yang didapatkannya setelah mereka menikah sepuluh tahun lamanya.

"Emoh Kang, aku malu kalau harus nyari pasangan Ritual. Nanti aku dikira perempuan tukang selingkuh, lagi pula ada si Eko yang Ndak mungkin aku tinggal." Jawab Darmi, dia masih bisa berpikir normal walau dia tidak akan menolak kalau Satria yang akan jadi pasangan ritualnya.

"Aku yang akan cari pasangan ritualnya, kamu nggak perlu repot-repot. Si Eko biar aku titip ke si Mbok, kamu tenang saja." Jawab Bejo.


Terbersit oleh Bejo untuk menjadikan Satria sebagai pasangan ritual istrinya dan kesempatan itu datang, Satria sedang mencari panglaris. Pucuk dicinta, ulampun tiba.

"Gunung Kemukus, Kang? Itu tempat pesugihan, nggak mau aku ke sana." Jawab Satria, nama Gunung Kemukus sudah dia kenal dan semua masyarakat di sini juga mengenalnya karena jarak mereka dengan Gunung Kemukus tidaklah terlalu jauh, sekitar 50 km.

"Memang, tapi di sana nggak pakek tumbal. Pesugihan di sana hasilnya bisa kita nikmati, coba kalau pesugihan jenis lainnya kita nggak akan bisa menikmati hasilnya." Jawab Bejo, dia sudah menyusun rencana dengan istrinya untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus. Hanya saja kali ini yang akan melakukan ritual adalah istrinya dan mereka sepakat untuk menjadikan Satria sebagai pasangan ritual, itu tugas Bejo agar Satria bersedia melakukan ritual dengan istrinya.

"Maksudnya Kang, kenapa nggak bisa dinikmati?" Tanya Satria semakin tertarik, rasanya ia baru tahu ada pesugihan yang hartanya nggak bisa dinikmati pelakunya.

"Begini, kalau kita melakukan pesugihan apapun jenisnya, saat kita berhasil menjadi kaya kita tidak boleh menghambur hamburkan uang hasil yang kita dapat. Kenapa bisa begitu, karena biasanya kita bikin perjanjian dengan siluman bahwa setiap kali kita menghabiskan uang / harta dalam jumlah tertentu maka kita harus menyiapkan tumbal yang tidak mudah, biasanya nyawa keluarga. Oleh karena itu para pelaku pesugihan akan berusaha sehemat mungkin agar uang mereka tidak terbuang sia sia sehingga mengorbankan keluarga mereka sendiri, begitu Sat. Makanya para pelaku pesugihan walau rumah mereka bertebaran di mana-mana, sawah mereka berpuluh hektar namun kehidupan mereka sangat bersahaja dan tidak bermewah-mewahan menikmati hasil kerja keras mereka." Kang Bejo menerangkan panjang lebar apa yang diketahuinya, pengetahuan itu diperolehnya dari cerita mulut ke mulut.

"Berarti, Pesugihan Gunung Kemukus juga seperti itu Kang?" Satria menyimak semua yang dikatakan Kang Bejo, tidak ada satu katapun yang dilewatinya..

"Kan sudah aku bilang, hanya Gunung Kemukus yang tidak pakai tumbal dan hasilnya bisa kita nikmati. Misalnya, ini cuma contoh nggak benaran. Begini, misal kamu melakukan ritual dengan, ingat ini hanya contoh bukan benaran." Kang Bejo tidak melanjutkan kalimatnya, untuk sesaat dia ragu mengutarakan maksudnya.

"Iya Kang, ini cuma contoh." Jawab Satria heran, kenapa Kang Bejo seperti ragu mengutarakan maksudnya.

"Contohnya, misalkan kamu melakukan ritual dengan istriku maka tumbalnya hanyalah selingkuh dan berzina." Kang Bejo menarik nafas lega, akhirnya dia berhasil mengutarakan niat terselubungnya.

"Oh begitu ya, Kang!" Satria manggut-manggut mengerti dengan penjelasan Kang Bejo, dia tidak pernah menduga contoh yang dikatakan oleh Bejo bermakna lain.

"Iya begitu, itu kalau kamu ingin merubah perekonomian keluargamu dengan cepat." Jawab Bejo, dia memperhatikan ekspresi wajah Satria yang datar dengan seksama.

"Walah Kang, ada tamu kok nggak dijamu..!" Yu Darmi istri kang Bejo keluar dengan membawa air dalam kendi dan dua gelas kopi hasil kebun yang baunya harum.

"Matur Suwun, Mbak." Satria bergidik membayangkan dirinya melakukan ritual dengan Yu Darmi yang bertubuh montok apa lagi dia masih menyusui sehingga ukuran payudaranya semakin membesar, ngawur nggak mungkin kang Bejo menawari istrinya yang cantik untuk melakukan ritual dengannya. Satria menggelengkan kepada toh apa yang dikatakan cuma contoh bukan kejadian yang sebenarnya.

"Kamu minat ke Gunung Kemukus, itu sepertinya cocok untuk kamu?" Tanya Kang Bejo, melihat ke arah istrinya yang sudah bersolek cantik.

"Eh, itu kan harus punya pasangan selingkuh." Jawab Satria jengah, kenapa Kang Bejo mengatakan hal itu di hadapan Yu Darmi?

"Ngobrol masalah apa toh, kok Gunung Kemukus dibawa bawa?" Tanya Yu Darmi, menyela percakapan Kang Bejo dan Satria.

"Iya, katanya Satria sedang mencari panglaris, jadi aku kasih tau tempat yang paling manjur adalah Gunung Kemukus." Jawab Kang Bejo santai, dia berharap Satria tertarik untuk melakukan ritual Gunung Kemukus. Langkah selanjutnya akan terasa lebih mudah, dia akan menawarkan istrinya untuk menjadi pasangan ritual.

"Oh begitu, teman temanku di pasar banyak yang sering ke sana, Alhamdulillah dagangan mereka laris." Yu Darmi ikut memprovokasi Satria, dia tidak keberatan kalau harus melakukan ritual dengan pria setampan Satria atas persetujuan suaminya.

"Eh iya, aku pulang dulu ya Kang. Sebentar lagi aku bantu jualan di pabrik, Monggo Kang, Mbak..!" Satria bergegas pergi sebelum percakapan tentang Gunung Kemukus melantur semakin jauh.

Pikirannya sudah mulai tidak konsen melihat penampilan Yu Darmi yang hanya mengenakan you can see sehingga gundukan payudaranya yang montok terekspos di hadapannya, walau kulit Yu Darmi hitam manis, itu tidak mengurangi daya tarik yang dimilikinya. Bahkan sebagai pemuda yang baru berusia 20 tahun, penampilan Yu Darmi dengan mudah membangkitkan birahi Satria yang memang sudah sering memperhatikan penampilan Yu Darmi, bukan hanya kali ini saja.

"Kita belum selesai bicara, kok sudah mau pulang?" Cegah Kang Bejo, dia belum selesai mengutarakan niatnya.

"Nanti saja kita bicarakan, aku harus bantu bantu ibu." Jawab Satria, dia tidak bisa terus dekat Yu Darmi yang membuatnya merasa gelisah

"Iya, kita ngobrol dulu Sat, sebentar lagi kamu akan merantau." Yu Darmi menimpali perkataan Kang Bejo, dia tidak mampu menahan hasratnya untuk melakukan ritual dengan Satria pemuda tampan yang menjadi buah bibir para gadis di desanya

"Nanti kita ngobrol lagi, sekarang aku harus bantu ibu jualan." Jawab Satria, dia segera meninggalkan Kang Bejo dan yu Darmi secepatnya.

"Sat, kalau kamu mau, biar Darmi menemanimu ritual di Gunung Kemukus..!" Seru Kang Bejo sebelum Satria keluar dari halaman rumahnya.

----xxx----​

"Bu, tadi aku ngobrol dengan Kang Bejo tentang panglaris, dia malah cerita tentang Gunung Kemukus." Satria membuka percakapan sambil menonton tv di ruang tamu, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 20 : 15.

"Gunung Kemukus !" Seru Lastri terkejut, nama itu bukan sesuatu yang asing buatnya bahkan dia pernah menjadi penghuni Gunung Kemukus walaupun tidak lama hingga akhirnya dia bertemu dengan ayah kandung Satria. Tanpa dapat dicegah wajah pria itu kembali terbayang, Lastri memejamkan matanya berusaha mengusirnya.

"Iya, menurut Kang Bejo dibandingkan tempat pesugihan lain, Gunung Kemukus itu berbeda karena tanpa tumbal dan hasil kekayaan yang kita peroleh bisa kita nikmati." Jawab Satria mengatakan apa yang sudah dikatakan Kang Bejo, hanya tingkah laku Yu Darmi dan perkataan terakhir Kang Bejo yang tidak diceritakan oleh Satria.

"Katanya seperti itu, tapi kita nggak tahu apa sudah ada yang pernah sukses di sana atau hanya mitos yang dibesar-besarkan." Jawab Lastri menarik nafas panjang, wajah pria yang sudah memberinya keturunan terus membayang tak bisa disingkirkan walau waktu sudah berlalu dua puluh tahun lebih.

"Menurut Kang Bejo, sudah banyak yang sukses." Jawab Satria, dia mulai tertarik untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus, siapa tahu dia salah satu orang yang akan sukses karena ritual tersebut.

Lastri terdiam, hatinya berdebar aneh. Apa ini karma, sehingga anaknya akan mengikuti jejak ayah kandungnya yang juga melakukan ritual di Gunung Kemukus? Ah, bagaimana dengan nasib pria itu, apakah hidupnya sudah semakin kaya atau malah sebaliknya? Lastri kembali menarik nafas pelan, kali ini Satria mulai menyadari perubahan raut wajah Lastri.

"Ibu, kenapa?" Satria menatap lekat wajah ibunya, dia merasa yakin awan mendung terlihat di wajah ibunya yang masih cantik dan awet muda. Itulah satu-satunya harta berharga yang masih dimiliki Ibunya, wajahnya seperti tidak pernah menua walau hidupnya serba kekurangan sehingga harus berjuang keras mencari nafkah.

"Kamu sepertinya tertarik untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus, apa kamu sudah punya pasangan ?" Lastri berusaha mengalihkan pertanyaan Satria, belum waktunya untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya.

"Nggak tahu Bu, lagi pula aku belum punya pasangan." Satria tersipu malu, isi hatinya diketahui oleh ibunya. Ya, dia tidak pernah bisa menyembunyikan apapun dari ibunya.

"Ibu yakin, akan banyak wanita yang mau jadi pasangan mu untuk melakukan ritual di Gunung Kemukus." Lastri tersenyum, dibelainya wajah Satria penuh kasih. Kalaupun Satria akan melakukan ritual, Lastri akan mendukung kemauan anaknya. Mungkin setelah melakukan ritual, Satria akan membatalkan niatnya merantau.

"Ibu, aku mau ke rumah Kang Bejo untuk..!" Satria ragu meneruskan kalimatnya, hampir saja dia mengatakan akan latihan silat. Ibunya sangat tidak suka kalau dia belajar silat, khawatir akan digunakan untuk berkelahi walau selama ini belum terbukti. Satria tidak pernah berkelahi, bahkan dia sebisanya menghindari keributan dengan teman temannya.

"Kamu mau latihan silat, pergilah mungkin itu berguna saat kamu merantau nanti." Jawab Lastri, untuk pertama kali dia memberikan restu Satria berlatih silat. Sekali lagi Lastri terpaksa berkurban, membiarkan Satria berlatih silat untuk membela diri saat merantau kelak.

Satria meninggalkan ibunya yang melepas kepergiannya hingga ambang pintu, dalam sekejap tubuhnya hilang dari pandangan ibunya. Langkahnya begitu riang menuju rumah Kang Bejo yang hanya berjarak 600 meter, melewati pematang sawah yang baru saja ditanami sehingga tanahnya masih basah dan licin namun keseimbangan tubuhnya membuat Satria dengan mudah melewatinya. Latihan demi latihan silat sudah menempa kekuatan tubuh dan keseimbangannya, tidak heran kang Bejo selalu memujinya sebagai murid terbaik yang dimilikinya.

"Assalammualaikum...!" Satria mengucapkan salam dengan perasaan heran, pekarangan luas yang biasanya dipenuhi para anak muda yang berlatih kini terlihat sepi, pintu rumah terbuka lebar dan hanya ada Kang Bejo dan Yu Darmi yang sedang asik bercengkrama di ruang tamu.

"Wa wa'alaikum, masuk Sat..!" Seru Kang Bejo tersenyum menyambut kedatangannya, orang yang sejak tadi ditunggu akhirnya datang.

"Iya Kang, kok nggak ada latihan?" Tanya Satria, tanpa dipersilahkan pun dia akan masuk. Sekilas Satria melirik ke arah yu Darmi yang duduk di sebelah Kang Bejo, kenapa pakaiannya seperti sengaja mengumbar aurat. Tubuhnya yang montok tercetak jelas di balik daster tipis tanpa lengan, padahal selama ini Yu Darmi selalu memakai pakaian longgar untuk menyembunyikan lekuk tubuhnya yang menggoda.

"Duduk Sat, ini kopinya masih panas..!" Yu Darmi menyuruh Satria duduk di hadapannya, Yu Darmi menyorongkan kopi ke hadapan Satria, dari aromanya kopi itu memang masih panas. Kopi itu sepertinya memang sengaja disiapkan oleh yu Darmi untuknya.

"Anak anak sudah aku suruh pulang, malam ini tidak ada latihan." Jawab Kang Bejo menghembuskan asap rokok lintingan yang berbau menyan, bagi sebagian orang bau menyan identik dengan suasana mistis tapi bagi Kang Bejo aroma menyan membuatnya merasa nyaman.

"Tumben, Kang?" Satria menatap heran, karena setahunya Kang Bejo sangat mencintai pekerjaannya sebagai guru silat sehingga dia membangun perguruan ini sejak belum beristri.

"Aku mendirikan perguruan silat ini untuk membentuk anak-anak muda tangguh yang mencintai bangsa dan negaranya. Tanpa tubuh yang kuat, mental yang sekeras baja, sangat sulit anak-anak itu bisa berbuat sesuatu untuk bangsa dan negara. Oleh sebab itu aku sengaja menamakan perguruan silat ini Bela Nusa." Cerita itu sudah sangat sering didengar oleh Satria dan para pemuda yang menjadi murid perguruan silat ini. Tapi bukan itu yang ingin diketahui Satria, karena dia sudah mulai bosan dengan cerita yang selalu diulang itu.

"Aku ada keperluan penting sama kamu Sat, makanya anak anak aku liburkan dulu latihannya." Jawab Kang Bejo, dia menoleh ke arah Yu Darmi yang duduk di sebelahnya.

"Keperluan apa Kang, sepertinya sangat penting?" Tanya Satria.

"Kamu ingat percakapan kita tentang Gunung Kemukus beberapa hari lalu, Sat?" Tanya Kang Bejo pelan, untuk beberapa saat dia ragu mengutarakan maksudnya. Sekali lagi dia melihat ke arah istrinya, tidak ada keraguan di mata istrinya yang membalas tatapan matanya.

"Iya Kang, lalu masalahnya apa?" Tanya Satria dengan jantung berdebar, kenapa hal itu diungkit di hadapan Yu Darmi tanpa menunggu istrinya masuk ke dalam kamar. Bicara berduaan tentu lebih leluasa dari pada di hadapan istrinya, biar bagaimanapun hal yang berkaitan dengan Gunung Kemukus sangat tabu karena berbau mesum.

"Begini, ingat ini hanya rahasia kita. Kalau kamu bersedia melakukan ritual sex di Gunung Kemukus, kamu bisa melakukannya dengan Darmi." Kang Bejo menarik nafas lega, dia berhasil mengalahkan niatnya.

"I, itu...!" Seru satria terkejut, dia tidak pernah membayangkan Kang Bejo menyuruhnya melakukan ritual seks di Gunung Kemukus dengan Mbak Darmi istrinya.

---XXX---​

"Lastri...!" Teriak Jalu memanggil Lastri yang hanya memandangnya dari kejauhan, Jalu berusaha mengejarnya namun seperti ada dinding yang tidak terlihat menghalanginya setiap kali dia hampir menyentuh Lastri tubuhnya terpental dan jatuh bergulingan di tanah kering yang berdebu.

"A, A Ujang bangun...!" Seru Lilis mengguncang guncangkan tubuh Jalu yang tidur di sisinya dengan keras, dia khawatir melihat Jalu terus berteriak memanggil Lastri. Kenapa beberapa bulan terakhir ini pria yang dicintainya selalu mengigau memanggil nama wanita yang puluhan tahun lalu pernah mengkhianatinya bahkan hampir membuat nyawa suaminya hilang.

"Lis...!" Jalu terbangun menatap Lilis yang memandangnya dengan perasaan cemas, ah ternyata yang baru saja dialaminya hanyalah mimpi, mimpi yang selalu sama dalam beberapa bulan terakhir ini. Heran, kenapa mimpi itu datang kembali setelah puluhan tahun yang lalu wanita itu mengkhianatinya.

"A Ujang mimpi apa?" Tanya Lilis, tangannya melap peluh yang membasahi wajah suami tercintanya dengan penuh kasih sayang walau dia juga merasakan rasa cemburu yang menusuk hati. Tapi dia berhasil mengendalikan dirinya, tetap tersenyum di hadapan Jalu.

"Aku mimpi melihat Lastri, aku memanggilnya dan mengejarnya tapi setiap kali aku berhasil mendekatinya, aku terpental oleh kekuatan gaib." Jawab Jalu berusaha mengatur nafasnya yang tersengal sengal. Dia sudah terlalu sering menceritakan mimpinya, mimpi yang menerornya.

"Selalu mimpi itu, A.." gumam Lilis pelan, dia merasa gagal memberikan anak lelaki untuk Jalu, begitupun adik sepupunya Ningsih yang meninggal setelah enam bulan melahirkan. Apa itu yang membuat Jalu kembali memimpikan Lastri, berharap anak dari wanita itu seorang pria.

"Lis, ini tidak ada hubungannya aku mempunyai anak lelaki atau perempuan, bagiku sama saja. Aku hanya merasa semuanya berkaitan dengan karma yang akan menimpaku, karma juga yang membuat Mang Karta mati di tanganku." Jawab Jalu, dia teringat kematian Mang Karta yang tragis, mati di tangan keponakan kesayangannya.

"Bisakah A Ujang tidak membicarakan Karma, hal yang menurut Lilis sangat tidak masuk akal. " Lilis bergidik ngeri, membayangkan Jalu harus mati di tangan anak kandungnya.

Jalu menarik nafas panjang, dia melihat kekhawatiran tergambar jelas dari sepasang mata indah Lilis. Wanita yang usianya lebih tua darinya, namun usia ternyata tidak mampu merenggut kecantikan dan kemudaannya. Wajah dan bentuk tubuhnya tidak pernah berubah sejak dinikahi, bahkan ke dua anak gadisnya sering kali merasa iri dengan kecantikan dan kemudaan ibunya.

"Lis, sepertinya Ada harus kembali melakukan ritual di Gunung Kemukus untuk menolak Karma buruk itu." Jalu sudah memikirkan hal itu masak masak, bukan kematian yang dia takutkan. Tapi kematian di tangan anak kandungnya sendiri, itu hal yang paling tidak diinginkannya.

"A, tidak adakah cara lain ?" Tanya Lilis, dia sudah terbiasa dan bahkan membiarkan Jalu berhubungan sex dengan wanita lain, tapi untuk saat ini dia merasa Ritual Sex yang akan dijalani Jalu justru akan membuatnya kehilangan pria yang sangat dicintainya ini.

"Kalau saja ada, aku akan melakukannya." Jawab Jalu pelan, dia memeluk Lilis dengan kasih sayang yang tumbuh semakin besar seiring berjalannya waktu.


Bersambung​
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd