Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Menuju Puncak ( Ritual Sex di Gunung Kemukus)

Status
Please reply by conversation.
terimakasih suhu atas sebuah karya yang luar biasa....sampai banyak para suhu-suhu senior turun gunung.....
 
untuk kualitas penulis saya yakin nih ada bagian di seasion 2 ini yg segaja ga jadi di publish
 
Chapter 25 : Mampir Ke Cirebon

"Hilang ke mana mereka?" tanyaku bingung. Entah apa yang terjadi dengan ke dua anak itu. Sepertinya Lilis tidak tertarik dengan berita hilangnya Rani dan Rini.

"Kita mulai bergerak. A Ujang ke Gunung Kemukus dengan ditemani beberapa orang yang akan mengawasi A Ujang dari jauh." Lilis mulai menerangkan rencananya.

"Bagaimana dengan Rani dan Rini?" tanyaku heran.

"Ini kesempatan kita, saat perhatian mereka teralih ke Rani dan Rini. Kita bisa sedikit tenang mencari brankas itu." kata Lilis.

"Di Gunung Kemukus hanya ada brankas berisi 20 batang emas yang masing masingnya seberat 1 kg. Dan dua batangan sudah A Ujang bawa. Lilis kan sudah liat." kataku menerangkan.

"Kita tidak mencari emas, tapi mencari petunjuk brankas satu lagi disimpan. Atau lebih tepatnya mencari berkas berharga itu." Lilis kembali menerangkan.

"Kalau ada petunjuk tentang berkas itu di sana, tentu Bu Dhea sudah mendapatkannya." kataku berusaha mematahkan argumentasi Lilis. Aku harus mulai berpikir. Tidak mungkin selamanya aku bergantung dengan Lilis.

"A Ujang sekarang mulai pinter. Berkas itu tersimpan bersama emas. Atau mungkin yang dimaksud dengan emas adalah berkas itu." Lilis tertawa. Lilis berjalan membuka brankasnya dan mengambil beberapa lembar kertas sobekan Diary mendiang Pak Budi. Lalu memberikanku satu lembar.

Kurang ajar, ternyata Codet menipuku. Bukan hanya aku yang tertipu, tapi juga Shomad. Codet ternyata kebih licik dari Shomad. Emas hasil rampokan ternyata disimpan olehnya. Gobang hanya mendapatkan sebagian saja..

Aku sudah pernah membacanya. Apa ini ada hubungannya dengan Rani dan Rini? Tato yang ada di tubuh ke dua gadis itu mungkin menunjukan berkas itu berada. Berkas yang sangat berharga melebihi emas yang tersimpan dalam brankas. Tapi menurut surat yang dikirim ayahku berkas itu tersimpan aman bersama emas.

Aku ragu untuk menceritakan tato di bagian vital ke dua gadis itu ke Lilis. Bagaimana kalau Lilis murka, bukankah membuat masalahku semakin rumit. Untuk mencari ke dua gadis itupun rasanya sangat sulit. Di mana mereka berada, aku sendiri tidak tahu.

Setelah berpikir keras dan menemukan jalan buntu ahirnya aku mengikuti saran Lilis untuk pergi ke Gunung Kemukus mencari petunjuk yang mungkin belum ditemukan oleh Bu Dhea. Bisa saja petunjuk itu ada di kotak besi berisi surat surat cinta untuk ibuku yang kutinggalkan di sana tanpa membacanya. Mengingat hal itu membuatku memaki kecerobohanku. Sungguh tolok aku meninggalkan kotak besi itu di sana. Kalau benar ada sesuatu yang berharga di sana.

*******

Setelah pernikahan Ibuku yang hanya sekedar akad nikah, aku berangkat ke Gunung Kemukus dengan naek kereta ekonomi dari stasion Tanah Abang. Aku sengaja memilih naik kereta karena aku sudah bermaksud untuk menghindar dari orang yang akan mengawasiku. Aku ingin bergerak sendiri tanpa ada yang mengawasi. Aku ingin belajar menempa diriku tanpa tergantung orang orang di sekelilingku. Aku bosan menjadi boneka. Sudah saatnya aku bergerak atas inisiatifku sendiri. Aku pasti bisa.

Di dalam KRL tujuan Tanah Abang, aku berusaha memperhatikan sekelilingku. Aku sengaja memakai kaca mata hitam, agar orang tidak akan bisa melihat ke arah mana mataku melihat. Tidak ada tanda tanda yang mencurigakan. Sekali lagi aku berusaha mengingat para penumpang yang satu gerbong denganku, mungkin saja ada diantara mereka yang sengaja dikirim untuk mengawasiku

Sampai Stasion Tanah Abang aku membeli tiket ke Solo. Selasai membeli tiket aku turun ke peron kereta tujuan Solo. Aku sengaja memilih tempat yang aku anggap sebagai tempat paling strategis untuk mengawasi sekelilingku sambil menunggu kereta jurusan Solo datang.

Masih tidak ada yang mencurigakan. Atau mungkin aku belum tahu cara membedakan orang yang sedang mengikuti dan mengawasiku. Aku belum pernah belajar tentang hal itu. Aku hanya bergerak berdasarkan naluriku saja. Mungkin ini bisa membantu.

Kereta jurusan Solo sudah mau berangkat dan aku sengaja naek saat kereta mulai berjalan. Logikaku berpikir, kalau ada yang mengikuti dan mengawasiku mereka pasti akan naik setelah aku naik. Aku menarik nafas kega, karena aku adalah orang terahir yang naik, untuk sementara aku aman.

Apakah aku benar benar aman dari orang yang mengikuti dan mengawasiku? Bisa saja mereka naek lebih dulu dan mengawasiku dari atas untuk menghindari kecurigaanku. Bodoh, kenapa baru terpikir sekarang olehku. Ketakutan diikuti membuatku terlihat lemah dan seperti orang bingung. Kalau benar ada orang yang mengikutiku, mereka tentu sedang mentertawakanku sekarang. Mentertawakan kebodohanku yang terlalu berhati hati.

Tapi mereka tidak akan sadar dengan rencanaku turun di Cirebon, rencana yang hanya aku sendiri yang tahu. Aku ingin mengetahui keadaan Anis setelah Shomad mati dan juga mencari petunjuk tentang Codet. Kemungkinan Anis mengetahui tentang Codet atau bisa juga Ratna.

Sepanjang perjalan ke Cirebon, jantungku berdegup kencang karena aku tahu Anis juga terlibat dengan rencana melenyapkan Mang Karta. Aku seperti akan memasuki kandang macan sendirian, tapi aku berani menanggung resikonya. Sudah saatnya aku menunjukka tajiku, bahwa aku tidak selemah yang mereka kira. Aku berusaha tenang dan tidak menunjukka kegelisahanku, bisa saja orang yang sedang mengawasiku curiga melihat kegelisahannku dan mereka semakin waspada. Aku harus tenang agar mereka tetap menyangka aku sudah mengetahui kehadiran mereka.

Berpikir bahwa aku sudah mengetahui kehadiran mereka membuatku tertawa geli. Bodoh, bahkan aku belum tahu keberadaan mereka di mana. Hanya perkataan Lilis yang mengatakan akan mengirim orang untuk mengawasiku dan mwnjagaku dari bahaya yang menjadi patokanku. Padahal aku sama sekali tahu siapa yang mendapatkan tugas itu.

Ahirnya kereta yang kutumpangi berhenti di Cirebon, aku berusaha untuk tetap menunggu kereta melanjutkan perjalanan dan saat kereta mulai bergerak meninggalkan Stasion Cirebon, aku meloncat turun. Aku berjalan cepat memasuki sebuah rumah makan yang berada di area stasion. Segera aku memesan kopi. Seperti tidak terjadi apa apa aku duduk memperhatikan kereta yang meninggalkan stasion.

Setelah kurasa aman, aku meneruskan perjalan ke rumah Pak Shomad dengan naek becak. Setelah sampai rumah Pak Shomad aku melihat sesuatu yang janggal, teras rumah yang biasanya ramai oleh orang yang sedang berlatih silat, sekarang terlihat sepi. Lebih sepi dari biasanya.

Aku segera mengetuk pintu sambil mengucapkan salam beberapa kali. Ada jawaban dari dalam, aku yakin yang menjawab salamku adalah Ratna. Tidak lama kemudian pintu terbuka. Begitu melihatku, Ratna langsung memelukku sambil menangis membuatku bingung.

"Mamah....Mamah meninggal..!" Ratna berkata sambil terus menangis membuatku sangat terkejut mendengar kabar yang tidak terduga ini.

"Kapan?" tanyaku. Tidak ada rasa sedih maupun kehilangan, aku hanya merasa kaget. Kematian yang sepertinya datang beruntun. Kematian yang terasa sangat menakutkan.

"Ujang, masuk Jang...Ratna, ajak Kang Ujang masuk dulu." kata Bi Darsih yang muncul dari dalam. Aku melepaskan pelukan Ratna dan mencium tangan Bi Darsih yang terlihat semakin tua. Matanya terlihat cekung, mungkin menangisi kematian dua orang yang dicintainya.

Kami segera masuk ke ruang keluarga. Rumah yang besar terasa sepi dan mencekam. Bau kematian membuat bulu kudukku merinding tanpa kusadari. Entah kenapa setiap kali memasuki rumah yang baru saja mengalami kematian membuatku gelisah, merasa tidak nyaman.

Aku duduk di kursi kayu jati yang dingin sedingin hatiku yang terasa gelisah. Ratna duduk di sampingku seolah tidak mau kehilangan diriku. Ranselku kuletakkan begit saja di samping kursi. Kalau saja Anis masih hidup, dia akan segera membawa ranselku masuk kamar.

"Bibi bikin kopi dulu ya, Jang..!" tanpa menunggu jawaban dariku Bi Darsih masuk dapur, 5 menit kemudian Bi Darsih sudah keluar lagi membawa nampan berisi kopi dan makanan kecil. Mungkin sisa sisa tahlilan.

"Anis dan Pak Shomad meninggal dalam kecelakaan hampir sebulan yang lalu..." Bi Darsih memberitahu kematian Anis dan suaminya yang terjadi bersamaan.

"Kecelakaan di mana, Bi?" tanyaku dengan suara lesu.

"Di Jakarta...!" jawab Bi Darsih seperti menyembunyikan sesuatu. Mungkin karena ada Ratna sehingga Bi Darsih tidak berani menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Tentu saja kau tahu penyebab kematian Pak Shomad yang berduel dengan ayahku. Yang mengejutkan adalah kematian Anis yang terjadi pada hari yang sama menimbulkan kecurigaan. Apa sebenarnya penyebab kematian Anis?

"Rat, ajak Kang Ujang masuk kamar sana. Biar Kang Ujang mandi dan istirahat. Nenek mau istirahat." kata Bi Darsih meninggalkan kami. Suasana benar benar sangat mencekam. Bau kematian masih terasa kental dan menakutkan.

Ratna menarik tanganku masuk kamar Anis. Kamar yang biasa kugunakan memadu kasih semalaman. Kamar yang mengingatkanku dengan kelembutan dan pelayanan ranjangnya yang maksimal. Ranjang yang biasanya hangat dan panas oleh birahi dua insan yang memadu kasih sekarang terasa begitu mencekam. Dengan ragu ragu, aku duduk di pinggir ranjang.

Ratna berdiri mematung melihat ke arahku.

"Duduk, Rat..!" aku menarik tangan Ratna agar duduk di sampingku. Ratna terlihat ragu. Aku memaksanya untuk duduk.

"Kenapa gak mau duduk, Rat?" tanyaku heran.

"Gak apa apa, Ratna masih sedih. Ratna gak tahu harus ikut siapa sekarang..?" Ratna tiba tiba memelukku dan kembali tangisnya pecah di dadaku. Kubiarkan Ratna menangis menumpahkan semua kesedihannya di dadaku.

"Mamah nitipin ini ke Ratna untuk A Ujang...!" kata Ratna melepaskan pelukanku. Dilepasnya kalung dengan liontin berbentuk hati kepadaku.

Aku memeriksa liontin terbuat dari emas, sepertinya ada celah kecil di sisi sisinya. Seperti liontin yang bisa dibuka. Penasaran aku membukanya, ternyata benar bisa terbuka dan di dalamnya ada kertas dilipat kecil. Aku mengambilnya dan membacanya.

Anis titip Ratna.. Hanya itu yang ditulis, membuatku bingung. Bagaiman caranya merawat dan memperlakukan seorang gadis seperti Ratna? Satu satunya cara yang kutahu memperlakukan seorang wanita adalah memberinya kenikmatan sex. Apa aku harus menjadikan Ratna sebagai istriku? Gila, pikirku.

"A, Ratna ikut A Ujang saja y? Ratna takut di sini..!" kata Ratna kembali memelukku seperti tidak mau kehilangan diriku. Tentu saja hal ini membuatku sangat bingung. Walau Ratna adik tiriku, tapi usianya hanya terpaut 8 tahun. Lebih cocok jadi istriku dari pada jadi anak tiriku.

Saat aku terdiam bingung apa yang harus aku lakukan dengan Ratna, tiba tiba Ratna mencium bibirku, membuatku semakin kaget. Bagaimana bisa Ratna mencium bibirku, biqr bagaimanapun Ratna adalah anak tiriku. Tidak pantas rasanya berbuat mesum dengan anak tiriku sendiri.

Tapi naluri hewaniku berbicara lain, aku malah membalas ciuman Ratna dengan bernafsu. Rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan tawaran gadis belia yang cantik ini. Bayang bayang kehangatan saat menggumuli tubuhnya yang ranum dan kenikmatan yang akan kuperoleh. Sebuah kesempatan yang tidak mungkin aku sia siakan begitu saja.

Benar kata pepatah, jangan berduaan dengan yang bukan muhrimnya, pasti yang ketiga itu setan. Setan yang berpesta di dalam api birahiku yang bergejopak. Tanganku meraba payudara Ratna yang masih bisa terus berkembang. Payudara yang masih mengkal tapi tidak mengurangi kenikmatannya.

"A Ujang janji akan membawa Ratna keluar dari rumah ini?" Ratna menatapku penuh harap. Mata yang sperti ketakutan. Entah apa yang membuatnya takut sehingga ingin keluar dari rumah ini?

Aku hanya mengangguk. Anggukan yang terasa begitu berat karana ada sebuah tanggung jawab besar yang harus aku piku,l sedangkan masalahku sudah sangat bertumpuk dan sekarang bebanku bertambah, dengan kehadiran Ratna.

Ratna kembali mencium bibirku, tanganku dibiarkannya tetap hinggap di payudaranya.

"Ratna mau jadi istri A Ujang..." kata Ratna membuatku terkejut. Sebentar lagi aku akan menikahi Lilis, kalau aku menikahi Ratna juga berarti istriku menjadi tiga. Berat, bagaimana caranya mengatur waktu dengan tiga orang istri.

"Maukan A Ujang menikahi Ratna?" tanya Ratna meminta jawaban dariku. Jawaban yang sangat sulit aku ucapkan. Bagaimana kalau aku menolak untuk menikahinya?

Bersambung....

Apdet pendek,, semoga bisa menghibur.


Yang ini blm masok ke indeks Hu..
 
Sabar2 n tenang ... Kita tunggu aja season 3 ok,
Tetep semangat om, ane sama pasukan hura hara tetep dukung...hehehe.
 
Wah Smoga Season ke3 bisa lebih mantap. Trimakaaih Om Satria73.

Walaupun rada aneh cara tamat nya.
:kacamata:
 
Makin pusing nebak2 cerita selanjutnya xixixi
Jalu mati reinkarnasi jd satria baja hitam kayanya
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd