Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kutukan Gunung Kemukus

Status
Please reply by conversation.
Siappp..jadi tambah mantep ini..
Pokoknya kalo udah bau-bau kemukus, pasti ceritanya mantap..
 
Suhu, kisah limah Yoyoh dan ajian Dananjaya tdk diceritakan dalam karma masa lalu yang berhenti. Dalam kisah ini apa muncul?
 
Yg lama agak lupa sich

Btw, memang mantap jalinan liku kisahnya

Lanjutken Om
 
Chapter 2 : Pengorbanan Seorang Ibu bag. Satu




"A Ujang benar benar akan pergi, hari ini?" Tanya Lilis, dia tidak bisa menyembuhkan rasa cemburunya walau ini bukan kali pertama Jalu terang terangan pergi ke Gunung Kemukus untuk melakukan ritual sex dengan wanita lain. Namun rasa sakit itu selalu ada bila membayangkan suaminya bersetubuh dengan wanita lain, rasa sakit yang bercampur dengan gairah yang membuatnya terangsang. Kadang Lilis merasa itu sebuah kelainan, namun dia selalu berusaha keras untuk menyangkalnya.

"Iya Lis, A Ujang harus pergi agar mimpi itu tidak pernah menjadi kenyataan. Mimpi mimpi yang selalu datang terus menerus selama beberapa bulan ini, mimpi yang sangat menakutkan." Gumam Jalu berusaha merangkai semua mimpi itu satu persatu menjadi serpihan yang utuh dan membuatnya ketakutan. "Aku tidak mau mati di tangan anakku sendiri, Lis !" Seru Jalu merasakan dadanya menjadi sakit dan terasa nyeri, Jalu menari nafas panjang hingga hitungan 30 sambil memperhatikan jarum jam panjang berwarna merah pada dinding.

---XXX---​

"Bu, Kang Bejo menganjurkan aku untuk Ritual di Gunung Kemukus dengan Mbak Darmi." Satria berkata pelan agar ibunya tidak terlalu terkejut, selama ini tidak pernah ada rahasia di antara mereka.

Lastri menatap Satria, dia tidak terkejut mendengar hal itu karena Darmi pernah mengatakan niatnya untuk ritual di Gunung Kemukus, hanya saja dia tidak menduga Kang Bejo ternyata sudah memberi ijin istrinya untuk melakukan ritual bahkan menyarankan Satria untuk menjadi pasangan ritualnya. Lastri tidak merasa keberatan dengan hal itu, dengan melakukan ritual Satria akan terikat untuk melakukan ritual selama tujuh kali malam Jum'at Pon dan itu artinya Satria akan selalu pulang sebulan sekali.

"Kamu setuju untuk melakukan ritual dengan Darmi, Sat?" Tanya Lastri, penuh harap.

"Iya Bu, siapa tahu aku bisa sukses setelah melakukan ritual." Jawab Satria pelan, wajah Darmi berkelebat dalam pikirannya.

"Ibu akan memberimu ijin, semoga kamu berhasil dengan ritualmu." Lastri tersenyum lembut, Satria akan datang 35 hari sekali menjenguknya.

Satria tersenyum senang membayangkan melakukan ritual dengan Darmi yang lumayan cantik dan bisa dikatakan salah satu primadona di desanya saat masih gadis, tubuhnya yang montok justru menjadi daya tarik yang kuat dan membangkitkan birahi pria yang berpikiran mesum. Itu artinya keperjakaannya akan segera hilang dalam hitungan hari, atau tepatnya dua hari lagi tepat pada malam Jum'at Pon.

"Terima kasih, Bu..!" Satria segera mencium tangan ibunya dengan suka cita, Ibunya tidak pernah bisa menolak keiinginannya walau kadang kala keinginan itu terlalu berlebihan

Waktu berjalan dengan cepat, tidak terasa waktu keberangkatan ke Gunung Kemukus sudah tiba, Satria segera mengemasi semua pakaiannya yang masih bagus ke dalam tas, rencananya setelah melakukan ritual di Gunung Kemukus dia akan langsung berangkat ke Bogor sesuai perjanjian dengan temannya yang sudah berangkat lebih dahulu

"Kamu jadi berangkat sekarang, Sat?" Tanya Lastri dengan suara pelan melihat Satria sudah berkemas dan berpakaian rapi, semua baju yang masih layak sudah masuk ke dalam ransel besar miliknya.

"Iya Bu, aku akan bertemu dengan Yu Darmi di Gunung Kemukus untuk menghindari kecurigaan para tetangga." Jawab Satria tenang dia menunduk menatap wajah ibunya yang tingginya hanya sebahunya, Satria mencium kening Lastri dengan sedih. Dia akan meninggalkan ibunya sendiri, hal yang belum pernah dilakukan selama ini.

"Pergilah Sat, doa ibu akan selalu menyertaimu. " Lastri berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh di pipinya yang halus, cepat atau lambat saat ini akan segera tiba.

"Satria pergi dulu, Bu !" Satria meraih tangan Lastri dan menciumnya dengan penuh cinta lalu pergi meninggalkan ibunya yang berdiri mematung di ambang pintu melepaskan kepergiannya, Satria melangkah cepat tanpa berani menoleh ke belakang. Satria takut keteguhan hatinya akan goyah saat menoleh ke belakang, dia tahu ibunya melepas kepergiannya dengan tangis yang berusaha di tahannya.

Satria berjalan ke arah jalan raya kabupaten yang letaknya satu kilometer, langkahnya terasa berat menyusuri jalan desa yang berlubang dan berdebu. Angin musim kemarau menerpa wajahnya yang keras, beberapa helai kapuk yang jatuh dari cangkangnya yang sudah terbelah mengotori rambut ikalnya yang mulia panjang dan selalu diprotes oleh ibunya karena tidak pernah dicukur. Tanpa sadar Satria menyisir rambut dengan jari menghilangkan beberapa helai kapuk yang menempel, langkahnya terhenti di tepi jalan raya kabupaten bertepatan dengan sebuah bus elf yang berhenti tepat di hadapannya. Satria segera menaikinya, Bus elf itu kembali berjalan tanpa menunggu Satria duduk di bangku yang masih kosong.

"Barong, Barong....!" Teriak kernet menyadarkan lamunan Satria, secepat kilat dia berdiri dan berjalan ke arah kernet diiringi tatapan sinis dan curiga para penumpang lain. Seorang pemuda tampan turun di Barong, ke mana lagi kalau bukan ke Gunung Kemukus yang terkenal bukan hanya sebagai tempat ngalap berkah tapi juga sebagai sarang prostitusi berkedok ziarah dan Satria menyadari arti tatapan mereka itu. Satria sama sekali tidak peduli dengan hal itu, dia lebih khusuk dengan tujuannya mencari berkah dengan cara yang tidak wajar.

Satria melompat turun saat elf yang ditumpanginya mulai melambat tanpa menunggu elf benar benar berhenti, semangatnya berkobar dan penuh harap semua keinginannya akan segera terkabul lewat laku yang tidak wajar. Ternyata selain dia ada seorang wanita paruh baya yang ikut turun dar elf, wanita paruh baya itu tersenyum genit ke arahnya dan Satria hanya membalas dengan sebuah anggukan kecil. Satria tetap berjalan saat beberapa pengemudi ojek menawari tumpangan, dia tidak tertarik untuk naik ojek dan lebih memilih berjalan kaki ke Gunung Kemukus. Menurut informas yang diterima dari Kang Bejo, jaraknya tidak sampai dua kilometer ke tempat penyeberangan untuk ke Gunung Kemukus.

"Mas, mau nyekar ya ?" Tanya wanita paruh baya yang turun dari mobil bus yang sama dengannya dengan nafas tersengal sengal karena berlari kecil mengejar Satria, dia berjalan di sisi kanan.

"Iya, Bu." Jawab Satria tersenyum ramah, wanita paruh baya ini terlihat seperti akan berziarah ke Gunung Kemukus.

"Sama, sudah punya pasangan belum?" Tanya wanita paruh baya itu tersenyum penuh harap, dia datang tanpa pasangan dan berharap mendapatkan pasangan di Gunung Kemukus untuk ngalap berkah.

"Sudah Bu, kami akan bertemu di sana." Jawab Satria mulai bosan dengan pertanyaan wanita paruh baya yang terlihat genit, namun dia tidak bisa menghindar karena mereka menuju tempat yang sama.

"Sayang ya, padahal saya belum punya pasangan." Kata wanita paruh baya itu terlihat kecewa, usahanya mengejar Satria sia sia.

"Oh, nanti di sana kan banyak yang datang." Jawab Satria berusaha menghibur wanita paruh baya itu, akhirnya mereka mengobrol selama dalam perjalanan menuju penyebrangan.

Mereka akhirnya sampai di tempat penyeberangan perahu, ini jalan paling singkat dari pada mereka harus melewati jembatan panjang di hadapan. Berhubung belum ada peziarah yang lain, akhirnya Satria bersedia membayar ongkos perahu yang lebih mahal dari pada biasanya sambil berhitung berapa sisa uang yang dimilikinya karena dia harus berhemat selama di Gunung Kemukus.

"Akhirnya...." Gumam Satria menarik nafas lega setelah menginjakkan kakinya Gunung Kemukus, di hadapannya terhampar sebuah tangga yang akan membawanya ke wilayah Gunung Kemukus seperti yang diceritakan secara detail oleh Kang Bejo.

"Ayo jalan, sebentar lagi kita sampai !" Seru wanita paruh baya yang tidak sengaja menjadi teman seperjalanan sambil menggandeng tangan Satria, dia tidak merasa canggung menggandeng pria yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu.

"Iya, Bu. " Jawab Satria merasa jengah, dia belum pernah jalan bergandengan tangan seperti ini.

"Maaf Bu, saya harus segera ke atas menemui pasangan ritual saya." Kata Satria, tanpa menunggu jawaban dari wanita paruh baya itu Satria berjalan cepat meninggalkan wanita itu.

Satria berjalan setengah berlari menaiki anak tangga yang menurut perkiraan menuju ke makam Pangeran tempat yang dijanjikan Yu Darmi, dari situ mereka akan mencari penginapan lebih dahulu. Membayangkan tubuh montok Yu Darmi membuat Satria semakin bersemangat, birahinya bangkit tak bisa dicegah membuat alat kelaminnya membengkak dan menimbulkan rasa tak nyaman. Terpaksa Satria berhenti sejenak untuk membetulkan posisi alat kelaminnya agar tidak terjepit oleh celana jeans yang ketat. Satria kembali berlari kecil melompati anak tangga demi anak tangga setelah alat kelaminnya terasa nyaman, dalam waktu singkat dia sudah berada di puncak Gunung Kemukus atau lebih tepat disebut Bukit dari pada Gunung.

Satria berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal hingga normal, dihempaskan pantatnya di atas tembok memanjang yang berada tepat di samping kiri bangsal Sonyoyuri tempat dimakamkannya Pangeran Samudera.

"Kamu sepertinya habis dikejar hantu, sampai berlarian dari bawah sana ke sini." Suara berat dan berwibawa dari seorang pria paruh baya yang terlihat masih tegap dan tampan menyadarkan Satria, dia menoleh ke arah pria yang sudah duduk sejak tadi di sampingnya.

"Oh, maaf Pak !" Seru Satria tersipu malu, dia baru menyadari kehadiran pria paruh baya yang sangat tampan di sisinya. Entah kenapa di merasa nyaman duduk di samping pria paruh baya itu, sepertinya dia sudah sangat mengenal pria itu namun entah di mana.

"Namaku Jalu, siapa namamu anak muda?" Tanya Jalu tersenyum ramah, pemuda ini sangat tampan dan entah kenapa dia sangat ingin mengenalnya lebih jauh. Ada sesuatu yang menarik terpancar dari wajah Satria, samar sama dia melihat bayangan wajah seseorang namun dia gagal mengingatnya.

"Sat, Satria Pak." Jawab Satria gugup, pria yang mengenalkan dirinya Jalu terlihat begitu berwibawa dan mempengaruhi keteguhan hatinya.

"Satria, namamu dan namaku mempunyai makna yang sama." Gumam Jalu seakan ditujukan pada dirinya, dia semakin tertarik mengobrol berlama-lama dengan pemuda yang baru dilihatnya ini, ada sebuah kedekatan yang tidak bisa dipahami oleh kedua pria dari generasi yang berbeda ini.

"Memangnya arti Jalu itu apa, Pak?" Tanya Satria tertarik, dia meraba kantong celana mencari rokok yang sejak dari rumah tidak dihisapnya.

"Rokok !" Jalu mengangsurkan rokok kretek miliknya setelah melihat Satria meraba semua kantong celana tanpa menemukan apa yang sedang dicari, Jalu tahu apa yang sedang dicari Satria.

"Terima kasih Pak, sepertinya rokok saya ketinggalan." Jawab Satria, tanpa sungkan dia mengambil rokok kretek yang disodorkan Jalu, padahal selama ini dia selalu menolak tawaran rokok dari orang yang baru dikenalnya. Bahkan Satria tidak menolak saat Jalu menyalakan korek untuknya, dia menghisap rokok dengan perasaan nyaman.

"Jalu artinya lelaki jantan yang menjunjung sifat mulia, hampir sama dengan sifat Satria." Kata Jalu tanpa sadar dia menepuk pundak Satria dengan akrab, tepukan yang hangat dan membuat Jalu merasa jengah begitu menyadarinya.

"A, ayok kita ke sendang Ontrowulan..!" Ajak seorang wanita cantik menghampiri mereka yang sedang asyik bercengkrama membuat Satria terpesona oleh kecantikannya, dia sulit menilai usia wanita yang berdiri di hadapannya dengan pesonanya yang luar biasa.

"Nanti dulu Des, Aa sedang asyik ngobrol dengan Satria." Jawab Jalu acuh dengan ajakan Desy adik sepupu dan juga selingkuhan abadinya selama ini, ke Gunung Kemukus kali inipun Jalu sengaja mengajak Desy.

"Satria ?" Tanya Desy heran menatap pemuda yang sedang duduk di samping Jalu, mereka terlihat begitu akrab seakan sudah kenal lama. Setahu Desy, Jalu sangat sulit akrab dengan orang yang baru ditemuinya dan dia yakin pemuda yang memandangnya tak berkedip itu baru saja dikenal oleh Jalu.

"Oh iya Des, kenalkan ini Satria !" Jalu mengenalkan Satria yang tidak berkedip memandang Desy, bahkan saat Desy mengulurkan tangan mengajaknya bersalaman Satria hanya diam termangu.

----XXX----​

"Assalamualaikum, Mbak Las...!" Seru Bejo yang tiba tiba datang mengagetkan lamunan Lastri di bale bale bambu di halaman belakang rumahnya, Lastri menatap Bejo kenapa dia menemuinya? Seharusnya Bejo mengantar istrinya ke Gunung Kemukus untuk melakukan ritual dengan Satria, Lastri menatap curiga.

"Jo, kamu nggak nganter istrimu ke Gunung Kemukus?" Tanya Lastri, sudah hampir satu setengah jam Satria pergi dan kemungkinan sudah naik bus jurusan Gunung Kemukus.

"Maaf Mbak, rencana itu terpaksa kami batalkan. Ibunya Darmi meninggal sehingga dia tidak bisa pergi dan maksud kedatangan saya untuk minta maaf, sekalian minta tolong Mbak Lastri telpon Satria untuk membatalkan ritual." Jawab Bejo menarik nafas kecewa, kenapa mertuanya mati mendadak sehingga rencananya harus hancur berantakan.

"Kapan Mbok Jen , meninggal? Kenapa kamu tidak langsung menelpon Satria sehingga dia tidak perlu berangkat ke Gunung Kemukus?" Tanya Lastri menahan jengkel, Bejo pasti punya HP dan dia bisa langsung menghubungi Satria.

"Itu persoalannya Mbak, HP saya kemarin jatuh ke sumur dan Darmi nggak punya nomer HP Satria." Jawab Bejo menerangkan dengan perasaan bersalah, tapi dia juga tidak bisa memaksa Darmi melakukan ritual.

"Ya sudah, sampaikan bela sungkawa ku kepada Darmi." Jawab Lastri memahami keadaan Bejo dan istrinya, dia mengangguk saat Bejo pamit akan pergi ke rumah mertuanya yang berjarak lumayan jauh.

Lastri segera masuk untuk mengambil HP di kamar untuk memberitahu Satria untuk kembali pulang, namun pikiran lain membuatnya ragu untuk menelpon Satria. Semangat Satria sedang berada di puncaknya, apakah dia akan mematahkan semangat anaknya, menghancurkan mimpi mimpi yang dengan susah payah dibangun Satria? Lastri menarik nafas panjang, matanya terpejam berpikir keras apa yang harus dilakukan dalam situasi seperti ini?

Gunung Kemukus, Lastri sangat tahu tempat itu karena dia pernah menjadi pelacur menemani para peziarah yang datang tanpa pasangan. Dia sangat hafal tentang sejarah Gunung Kemukus, tentang Dewi Ontrowulan yang datang mencari Pangeran Samudera. Sejarah yang tersebar turun temurun selama puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu, sejarah yang belum bisa dibuktikan kebenarannya hingga kini. Tapi dari semua cerita yang didengarnya, ada satu cerita lain yang didengarnya dari Gobang ayah dari pria yang sangat dicintainya dan juga kakek dari putra tercinta Satria. Cerita yang berbeda dari cerita yang pernah didengarnya dan entah kenapa Lastri lebih percaya dengan cerita Gobang yang menurutnya paling masuk akal.

Sekali lagi Lastri menarik nafas panjang, dia sudah mengambil keputusan paling gila dalam hidupnya, keputusan yang membuatnya hampir muntah dengan hanya membayangkan saja. Tapi semua harus dia lakukan demi anak tercintanya, sebuah pengorbanan besar yang bisa dilakukan oleh seorang ibu yang sangat mencintai anaknya. Tekadnya semakin bulat membayangkan pengorbanannya selama ini jauh lebih besar dibandingkan apa yang akan dikorbankan ya saat ini, ini hanyalah pengorbanan kecil yang tidak ada artinya.

Bergegas Lastri mengemasi pakaiannya ke dalam tas besar yang dirasanya cukup menampung seluruh pakaiannya selama di Gunung Kemukus, dia melakukannya dengan cepat termasuk berganti pakaian dengan t-shirt tangan panjang dan celana jeans yang sudah sepuluh tahun tidak pernah dipakainya. Untuk memastikan penampilannya sudah sempurna, Lastri berkaca di cermin yang menempel di pintu lemari pakaian, sebuah saputan bedak tipis dan gincu membuat penampilannya berubah dalam sekejap, dia tidak melihat penjual sayuran di pasar dan penjual gorengan pada sore harinya.

Tidak mau berlama lama mengagumi perubahan pada wajah dan penampilannya, Lastri segera menghidupkan sepeda motornya untuk segera pergi ke Gunung Kemukus menemui anaknya untuk menggantikan posisi Darmi menjadi pasangan ritual Satria, ide gila itu datang begitu saja mengingat hubungan Pangeran Samudera dan Dewi Ontrowulan yang menurut penuturan Gobang adalah ibu tiri dan sekaligus ibu susu Pangeran Samudera.

Lastri segera memacu sepeda motornya setelah mengunci pintu rumah, bergerak melintasi jalan raya yang lengang dan jarang dilintasi kendaraan tidak seperti kota besar yang selalu macet sehingga waktu tempuh yang dibutuhkan ke Gunung Kemukus hanyalah satu jam.

Jantung Lastri berdetak semakin cepat saat melintasi Jembatan yang menghubungkan Gunung Kemukus, dulu saat dia di Gunung Kemukus jembatan ini hanyalah jalan kering yang membelah waduk Kedung Ombo saat musim kemarau dan saat musim hujan jalan kering itu akan tertutup air yang melimpah ruah. Keringat dingin mengalir deras membasahi wajahnya, sehingga Lastri harus membuka kaca helm agar bisa melap keringat yang masuk ke matanya sehingga terasa perih.

Akhirnya Lastri menarik nafas lega setelah sepeda motor yang dikendarai masuk ke dalam lokasi gunung Kemukus setelah sebelumnya harus membayar tiket masuk di pos jaga sebesar Rp 5.000, Lastri berusaha mengingat setiap letak bangunan di mana dia pernah bernaung menjadi penghuninya. Tidak ada yang sama, semuanya telah berubah bahkan beberapa wanita yang sedang bercengkrama di dalam warung tidak ada yang dikenalnya.

"Bodoh, kenapa aku hanyut terbawa oleh kenangan masa laluku. Itu terjadi 25 tahun yang lalu, tak akan aku jumpai teman temanku yang dulu." Gumam Lastri pelan, dia berhenti di depan sebuah warung yang menurut ingatannya adalah tempat dulu dia tinggal selama beberapa bulan. Seorang wanita paruh baya dan seorang wanita yang usianya mungkin 30 tahun menyambut kedatangannya dengan senyum yang dibuat buat.

"Monggo, pinarak Mbak..!" Sambutan hangat dari wanita paruh baya yang wajahnya terlihat lebih tua dari usianya, tubuhnya yang gempal dengan balutan pakaian sederhana yang warna aslinya mulai memudar. Satu satunya hal yang paling mencolok dari penampilannya adalah, perhiasan emas yang menghiasi leher, pergelangan tangan dan jari-jari tangannya.

"Masih ada kamar kosong, Bu?" Tanya Lastri tanpa basa basi, dia harus segera mencari Satria setelah tas dan motornya tersimpan aman di penginapan.

"Masih Nak, mari saya antar..!" Senyum wanita paruh baya itu semakin lebar, panggilan Mbak berubah menjadi nak. Dia sangat hafal dengan sifat semua wanita, mereka akan tersanjung saat dianggap lebih muda dari usia yang sebenarnya.

"Terima kasih, Bu.." jawab Lastri dengan wajah berbinar, tersanjung oleh sebutan nak dari wanita paruh baya yang usianya mungkin sama dengannya atau beberapa tahun lebih tua. Ah, apakah benar wajahnya terlihat lebih muda sehingga wanita sebaya dengannya memanggil nak? Kalau saja tidak malu, Lastri ingin mengambil kaca yang berada di dalam tas untuk memastikan wajahnya memang jauh lebih muda dari usianya.

"Ini kamarnya, Nak..!" Wanita paruh baya itu membuka salah satu pintu kamar yang berjejer dan saling berhadapan di dalam rumah, bau pengap tercium mengingatkan Lastri dengan masa lalunya saat menjadi penghuni tempat ini.

Lastri mengangguk setelah berhasil menguasai diri, dia berjalan gontai memasuki kamar yang lebarnya hanyalah 1,5 X 2 meter, masa lalunya kembali berkelebat membuatnya jatuh terduduk di ranjang kayu dengan spreinya yang terlihat lusuh. Lastri tidak mampu menahan tangisnya, semua derita itu kembali dirasakan menusuk nusuk hatinya.

"Tidak, aku tidak boleh menangis. Aku kembali ke tempat ini untuk anakku." Gumam Lastri berusaha keras menghentikan tangis, tangannya terkepal berusaha mengumpulkan semua kekuatan dan tekad yang selama ini membuatnya menjadi lebih kuat. Akhirnya Lastri berhasil mengendalikan diri, dia berjalan ke luar untuk mencari Satria.

"Bu, saya nitip motor ya..!" Pamit Lastri pada wanita paruh baya yang sudah kembali bercengkrama di warung dengan seorang wanita.

"Enggeh nak, di sini aman kok." Jawab Wanita paruh baya itu diamini wanita teman ngobrolnya.

Lastri menarik nafas lega setelah keluar dari warung yang terasa pengap, dia berjalan menaiki tangga yang terletak di samping kiri warung tempatnya menginap. Dia yakin Satria anaknya berada di puncak Gunung Kemukus, menunggu Darmi yang tidak akan pernah datang menemuinya. Langkahnya terasa ringan membayangkan akan segera bertemu dengan anak semata wayangnya, harta paling berharga yang dimilikinya.

Tingginya undakan anak tangga tidak terasa hingga akhirnya sampai pada puncak Gunung Kemukus yang terasa sakral, Lastri berdiri mematung menghadap ke arah pintu bangsal Sonyoyuri yang terbuka lebar, di sanalah Pangeran Samudera terlelap dalam tidur abadinya.

"Dek, bunganya !" Seorang wanita paruh baya menghampirinya dari kiri mengangsurkan beberapa keresek berisi kembang lengkao dengan menyan dan amplop menyadarkan Lastri dari lamunan, dia menoleh ke arah wanita yang menjajakan kembang namun pada saat itulah Lastri melihat Jalu dan seorang wanita cantik berjalan bergandengan tangan ke arahnya.

"A Ujang....!" Gumam Lastri nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, pria yang dicintai dan berhasil membuahi rahimnya kini berjalan ke arahnya.


Bersambung​
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd