Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

My Trip My Sexventure [LKTCP 2015] [BEST SEX SCENE]

Bounty_Hunter

Semprot Baru
Daftar
7 Oct 2015
Post
25
Like diterima
13
Bimabet
Permisi kakak-kakak suhu semua. :)

Nubi izin ikut posting cerita ya. Walau hanya cerita pendek sederhana, tapi maksud nubi cuma ingin sekedar terlibat meramaikan gelaran Lktcp2015 ini. Karena tak terlintas sama sekali dipikiran nubi untuk ingin menandingi ilmu penulis-penulis, macam clothingk, Jaya suporno, Tarra, Mojo, oedipus, arczre, megatron, sgr, sevenstrings, dan pendekar lainnya, yang ilmu dalam dunia tulis-menulisnya jauh diatas saya.

Cerita berikut hanyalah fiktif belaka ya, jika ada kesamaan tokoh dan tempat, maka itu adalah hal yang disengaja demi kepentingan cerita. :)
Terima kasih pertama kali saya ucapkan kepada kak Nadine Chandrawinata yang kali ini saya pinjam namanya sebagai tokoh utama (maaf ya kak).



Lalu kak admin, dan kak moderator sf cerpan sebagai penyelenggara, juga kepada para penulis dan para pembaca cerpan yang selalu memberi saya semangat, mohon kritik dan sarannya ya kak.

Terakhir buat diri saya sendiri yang telah berusaha menulis cerita ini. Yang tadinya gak ingin ikut, tapi terpancing juga ngetik 1 - 2 huruf yang tahu-tahu jadi puluhan ribu huruf. Juga buat begundal-begundal saudara lain dimensi saya. Lama tak jumpa bukan berarti aku lupa. Tahukah kalian, Asko terasa semakin dingin disini. :)

Terakhir, special thanks buat my lovely honey Franda, walau gak memakai namamu dicerita kali ini, tapi kamu tetaplah the one and only :hati:

Akhir kata selamat menikmati cerita sederhana saya kakak, jangan lupa tinggalkan jejak, komentar, kritik dan saran.
Selamat membaca dan jangan lupa bersenang-senang... :)
 
Suara musik berirama Jazz mengalun merdu dari ringtone sebuah handphone milik seorang pria yang tengah sibuk mempersiapkan gear-gear perlengkapan hikingnya yang nampak masih berserakan di lantai.

"Halo... Denny?"

"Ya Nad. Ada apa?"

"Lo sama anak-anak ada rencana mau hiking ya?"

"Iya. Kok lo tau?"

"Tadi gak sengaja liat distatus BBM si Vicky, pas gue tanya malah dioper disuruh nanya ke elo. Kok gak ngajak gue sih?"

"Emm... Sori Nad, bukan gitu, kirain lo lagi sibuk. Ini juga mendadak, baru kemaren aja pas lagi nongkrong ama David ama Vicky, tau-tau aja kepikiran buat nanjak, taunya langsung pada antusias nanggepin, ya udah langsung realisasiin aja."

"Gue ikut ya Den, sumpek banget ni gue, udah lumayan lama gak refreshing. Siapa aja yang berangkat?"

"Boleh Nad, nanti sekalian gue pesenin tiket pesawat ke Surabaya kalau emang mau gabung. Rencananya Vicky sama David. Tapi tadi David bilang malah belum tentu jadi ikut karena ada urusan mendadak. Jadi kalau David batal ikut, terpaksa kita berangkat bertiga aja, termasuk lo."

"Ok, gue mau siapin perlengkapan dulu."

"Sekedar tahu Nad, trip kita kali ini lumayan lama dan lumayan jauh, mungkin minggu depan kita baru balik ke Jakarta."

"Oh, no problem. Jadi kapan kita berangkat?"











~ ¤ ¤ ¤ ~



Suara mesin mobil avanza berwarna hitam terdengar menderu memasuki jalanan perbatasan wilayah Kabupaten Situbondo yang siang itu terlihat lengang. Mobil yang belum lama disewa dari kota Surabaya itu berisi tiga orang penumpang, dua laki-laki dan satu perempuan.

Mereka adalah Denny Sumargo, Vicky Nitinegoro dan Nadine Chandrawinata. Tiga presenter sebuah program wisata-petualangan disebuah salah satu stasiun TV swasta yang cukup terkenal berjudul My Trip My Adventure. Namun perjalanan mereka kali ini tidak terkait program acara itu, karena saat ini program My Trip My Adventure sedang dalam masa break. (ketika sebuah program mulai mengalami penurunan rating yang signifikan, maka program tersebut akan mulai digantikan progam lain yang lebih segar atau akan dilakukan masa break sejenak, dan akan kembali tayang suatu saat nanti).

Sebuah program memang bisa saja dilakukan break sewaktu-waktu, namun sebuah jiwa petualang yang ada dalam diri manusia tentu tidak bisa dipaksa istirahat begitu saja, dan ketika gejolak jiwa petualang ini mulai datang, seseorang akan mencari sebuah tempat pelampiasan untuk melepaskan adrenalinnya.

Seperti halnya mereka bertiga saat ini, walau saat ini perjalanan mereka sedang tidak berhubungan dengan program acara My Trip My Adventure, tapi tetap berhubungan dengan sebuah petualangan. Petualangan yang panjang, karena tujuan yang mereka tuju saat ini adalah Gunung Argopuro, gunung dengan pendakian terpanjang sepulau Jawa.




Gunung Argopuro atau disebut juga "Argopura" adalah gunung api yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di perbatasan kabupaten Probolinggo, Situbondo, Jember dan Bondowoso.
Argopuro memiliki arti "Argo=Gunung" dan "Puro=pura" atau berarti "Pura di atas gunung dan merupakan gunung yang sudah tidak aktif lagi.

Gunung Argopuro memiliki ketinggian 3.088 mdpl. Termasuk dalam kawasan deretan "Pegunungan Yang" di Jawa Timur. Secara geografis gunung Argopuro berdiri di antara kedua gunung yang memiliki peringkat khusus di Indonesia, yakni Gunung Semeru (puncak tertinggi di Jawa) dan Gunung Raung (trek ter-extreme di Jawa).

Jika Semeru dan Raung adalah gunung yang ber-peringkat "ter", maka Argopuro juga demikian adanya, Gunung Argopuro berperingkat sebagai gunung dengan jalur pendakian terpanjang di pulau Jawa.

Gunung Argopuro masuk dalam pengawasan dan pengelolaan Sub BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) wilayah Jember. Spot alam yang ada selama pendakian gunung Argopuro tidak kalah indah dengan gunung-gunung lain seperti Gunung Merbabu atau Gunung Semeru. Bahkan Argopuro merupakan salah satu gunung dengan pemandangan terindah di Jawa.

Gunung Argopuro mempunyai spot savana yang luas nan indah, puncak yang memiliki historys dan danau hening yang dinamai "Danau Taman Hidup". Gunung Argopuro mempunyai 2 jalur pendakian yaitu Baderan di Situbondo dan jalur Bremi di Kab. Probolinggo. Kebanyakan para pendaki memulai perjalanan dari baderan dan mengakhirinya di Bremi atau sebaliknya. Sepanjang perjalanan pendakian, para pendaki akan disuguhi pemandangan menakjubkan dari indahnya alam Argopuro.

Terutama spot yang dinamakan Cikasur, sebuah savana luas yang menjadi tempat favorit bagi mereka yang berkunjung ke Argopuro. Disaat pagi pendaki akan disuguhi sunrise berhias kabut tipis yang melayang dan berlatar suara kicau burung, kokok Merak dan ayam hutan yang saling bersahutan, akan membuat hati tenang siapapun yang menyaksikan. Bahkan jika beruntung pendaki bisa melihat kawanan merak yang sedang mencari makan atau rusa dan kancil yang berlarian.

Meskipun dalam riwayatnya cikasur adalah bekas landasan terbang pada zaman Jepang dan mempunyai cerita mengerikan tentang pembantaian para romusha, namun tak bisa menghalangi dan menutupi keindahan cikasur untuk dinikmati para pendaki. Disini para Pendaki tak akan kekurangan air, karena di cikasur melimpah air dari sebuah sungai kecil berair bening dan segar.

Dipuncaknya gunung Argopuro adalah bekas Kawah yang telah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan. Puncaknya ada tiga yakni Puncak Rengganis, Puncak Argopura, dan Puncak Arca. Puncak tertingginya berada di puncak Argapura.
Pada puncaknya terdapat sisa-sisa bangunan kuno reruntuhan candi-candi tertinggi di jawa yang diyakini sebagai petilasan Dewi Rengganis yang menjadi legenda yang masih menjadi misteri di Argopuro.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Setelah menempuh perjalanan cukup jauh dari Surabaya. Mobil yang mereka tumpangi kini sudah memasuki wilayah Besuki, dan mulai merayap ke arah desa Baderan, basecamp awal pendakian Argopuro. Hari sudah beranjak malam ketika mereka bertiga sampai di kantor BKSDA desa Baderan yang sekaligus dijadikan pos perizinan pendakian.

“Guys kita sudah sampai basecamp. Sekarang kita tinggal ngurus izin, habis itu baru kita bisa lempengin badan, udah pada pegel kan?” ucap Denny sambil merenggangkan tubuhnya yang terasa kaku

“ Habis itu cari makan dulu ya. Dah pada demo ni cacing dalam perut,” ujar Vicky.

“Ah lo mah makan mulu yang dipikirin,” sambar Nadine.

“Emang lo gak laper?”

“Laper sih,” jawab Nadine sambil memeletkan lidahnya.

“Iya-iya, habis ini kita isi tenaga. Tapi masukin dulu gear kita kedalam, habis ngurus izin kita cabut makan. Lalu kita tidur, ingat kita harus hemat tenaga dan jaga kondisi badan. Besok perjalanan kita bakal panjang.”

“Siaaapp…” seru Vicky dan Nadine hampir bersamaan.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Matahari belum juga lama menampakkan dirinya. Suara kokok ayam jantan milik warga desa Baderan juga sesekali masih saling bersahutan. Tapi tiga anak muda petualang dengan tas carier besar dipunggungnya sudah sibuk untuk bersiap memulai perjalanan.

"Teman-teman, udah siap jalan? Udah pada mandi dan sarapan kan? Ingat, perjalanan kita bakal lumayan panjang dan lama. Mungkin empat sampai lima hari kita bakal tinggal di gunung. Tapi kita gak perlu mikirin hal itu, sebab karena alasan itulah kita ke sini. Jadi kita nikmatin aja. Ingat kita lagi gak syuting My Trip My Adventure, gak ada kru lain disini yang akan slalu memberi pertolongan, disana kita hanya bertiga, karena itu kita harus saling jaga, jangan sampai ada yang tertinggal. Kita naik bareng, turun juga harus bareng," ujar Denny yang mereka tunjuk sebagai leader, memberikan pengarahan dengan bersemangat. Sedangkan Vicky dan Nadine nampak mendengarkan dengan serius.

"Gimana soal air Den, lo yakin cukup kita cuma bawa air segini," tanya Vicky.

"Soal air gak perlu khawatir, di gunung ini banyak sumber mata air yang bisa kita ambil nanti. Oh ya, target camp kita hari ini adalah Cikasur. Kalau gak ada halangan mungkin sore nanti kita sudah sampai sana. Jelas semua?" ucap Denny yang diikuti anggukan kepala Vicky dan acungan jempol dari Nadine.

Dan perjalanan panjang sebenarnya mereka pun dimulai.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Hangatnya sinar matahari yang bersinar cerah, dan kicau burung-burung liar di pagi itu mengiringi langkah-langkah mantap dari tiga anak muda yang lincah melibas setiap tanjakan terjal dan rimbunnya hutan di jalur pendakian Gunung Argopuro.

Sepanjang perjalanan itu, mata mereka dimanjakan indahnya pemandangan rangkaian tebing dan barisan perbukitan yang menghijau dikejauhan. Keindahannya yang melenakan seolah menjadi pengobat ketika kaki mulai terasa letih melangkah. Maka tak salah jika banyak yang mengatakan bahwa track pendakian Argopuro adalah surganya para pendaki.

Ketika Matahari mulai terik diatas kepala, ritme langkah merekapun mulai mengurangi kecepatan. Keringat yang mengucur deras seakan memaksa mereka untuk mengambil istirahat, sekaligus mengisi kembali tenaga didalam badan dengan makan siang.

Tak terkecuali Nadine yang siang itu mengenakan kemeja flanel kotak-kotak yang ia lapis tank top berwarna putih didalamnya, serta bercelana panjang lapangan, juga nampak terlihat mulai kepayahan bersimbah peluh. Tiga kancing atas kemeja sengaja ia lepaskan untuk sedikit mengurangi panas, memperlihatkan bagian atas dadanya yang mengkilap basah akan derasnya keringat yang keluar.

Akan tetapi seterik apapun matahari menyengat kulitnya maupun sederas apapun keringat membanjir ditubuhnya seakan tak sedikitpun mengurangi pesona ayu parasnya. Kulitnya yang mulai terlihat coklat malah semakin menambah kesan eksotis dan anggun pada diri dara berusia tigapuluh satu tahun ini.

Posisi mereka saat ini baru sampai dipos dua atau pos sumber mata air dua. Dibawah pohon yang cukup rindang mereka beristirahat. Mereka mulai menyantap bekal yang mereka bawa dari Baderan. Selain untuk menghemat waktu, tak perlu membongkar tas untuk mempersiapkan peralatan memasak, juga karena target mereka hari ini masih sangat jauh.

"Gilak, lumayan juga ya treknya," seru Vicky sambil menenggak sebotol air setelah menghabiskan sebungkus makanannya.

"Ya ginilah, namanya juga naik gunung. Kalau mau turun ya kapan-kapan kita ke pantai sambil nyelem ke laut, haha" canda Denny menanggapi Vicky.

"Masih jauh Den?" tanya Nadine.

"Apanya? Puncak? Dua hari lagi kita sampai sana. Tapi kalau target kita ngecamp gak lama lagi kok. Mungkin menjelang malam kita udah sampai."

"Hahaha..." tawa Vicky yang merasa ucapan Denny sedikit lucu dengan menyebut perjalanan 5-6 jam dengan kalimat "gak lama lagi".

"Kita nikmatin aja, kalau kita menikmati perjalanan ini, tau-tau ntar juga nyampe," Denny menambahkan.

"Bener tu Nad, nikmatin aja. Ntar kalau lo kecapekan gue gendong deh. Asal ada upahnya, hehe," celoteh Vicky sambil melirik belahan dada Nadine yang sedikit menyembul dari balik tank topnya.

"Dasar stres..." sahut Nadine sambil melemparkan botol air mineral yang telah kosong ke arah Vicky.

"Udah, jangan mikir aneh-aneh di gunung. Yuk kita lanjutin jalan lagi. Makin lama kita istirahat, makin tubuh kita kembali dingin, dan makin terasa berat pula badan buat dipake jalan lagi," Denny mengajak teman-temannya kembali bersiap.

"Tau ni anak kalau mulai sedeng, otaknya agak geser," ketus Nadine sambil kembali mengenakan kemeja panjangnya yang tadi saat beristirahat memang ia lepas agar gerah sedikit berkurang.

"Ah lo gitu aja marah," tanggapan Vicky sambil cengengesan.

"Udah udah, jangan bercanda terus. Yuk cabut, sampahnya jangan lupa kumpulin kita bawa turun lagi."

"Siap bosss."


~ ¤ ¤ ¤ ~


Perjalanan kembali mereka lanjutkan. Beberapa rintangan dan beratnya jalur dengan tanjakan-tanjakannya yang menantang mereka daki dengan bersemangat, setelah badan terasa kembali segar setelah baru saja mengisi ulang tenaga. Sampai tak terasa perjalanan selama berjam-jam telah mereka tempuh sambil beberapa kali beristirahat.

Keluar masuk hutan telah mereka lalui. Dari hutan lebat sampai beberapa padang savana luas. Termasuk pos alun-alun kecil dan pos alun-alun besar telah mereka lewati tanpa berhenti karena tengah mengejar waktu untuk sampai ke target camp, sebelum malam tiba.

Karena memang tidak dianjurkan melakukan trek malam di Argopuro. Selain diyakini oleh warga sekitar akan gangguan gaib yang mungkin muncul, juga karena habitat dan ekosistem di gunung ini masih sangat murni dan terjaga, sehingga trek malam akan sangat rawan bertemu hewan-hewan buas.

Namun hingga panasnya terik matahari berubah hangat, berganti dengan segurat garis merah di langit barat, mereka belum juga sampai ditempat yang dituju.

"Den, udah seharian ni kita jalan, lo yakin trek kita bener. Coba lo cek lagi GPS-nya" Vicky mengutarakan keresahannya.

"Udah tenang aja, kita dijalan yang bener kok. Siapin aja headlamp kalian. Kita akan trek malam," Denny menjawab.

"Lo yakin," Vicky menambahkan.

"Ni lo cek sendiri, gak lama lagi kita sampai," jawab Denny sambil memberikan GPS yang ia bawa kepada Vicky.

Mereka bertigapun mulai menyiapkan headlamp dikepala mereka, karena garis cahaya merah diufuk barat tadi, kini perlahan mulai tenggelam berganti pekat malam yang menelan semesta.

Suara kicau burung disiang hari telah berganti suara jangkrik dan belalang malam yang seolah membantu mengusir senyap dimalam itu. Batang-batang pohon besar yang berdiri menjulang tampak seperti kumpulan raksasa yang mengintai dari sela kegelapan. Beruntung langit saat ini cerah tanpa sedikitpun noda awan, memperlihatkan pesona milyaran bintang yang bertaburan dilangit malam.

Cahaya senter dikepala mereka menyorot jalanan setapak yang mereka lalui, dengan urutan Denny yang berjalan paling depan, Nadine ditengah, dan Vicky berjalan sebagai sweeper dibelakang. Mereka bertiga melangkah dengan hati-hati, karena selain menyorot jalanan mereka juga harus menghindari daun beracun yang akan menyengat saat tersentuh kulit, yang banyak tumbuh disepanjang track Argopuro.

"Bentar! Tali sepatu gue lepas," Nadine mendadak berhenti lalu merunduk membetulkan tali sepatunya.

"Ya udah buruan kita tungguin," ujar Vicky sambil menyalakan sebatang rokok, yang kini berdiri berada sekitar tujuh meter didepan Nadine.

"Yuk udah.." Nadine pun kembali bersiap melanjutkan perjalanan setelah yakin tali sepatunya telah terikat kencang. Kedua temannya juga telah membalik badan melanjutkan langkah, hingga tanpa sadar Nadine kini berada di urutan paling belakang.

Namun baru saja Nadine akan mulai melangkah tiba-tiba terdengar suara orang berdehem dibelakangnya. Dengan cepat Nadine menoleh kebelakang, tapi tak didapati seseorangpun disana. Padahal dia yakin tadi mendengar suara itu dengan sangat jelas. Diarahkannya senter kearah sudut pepohonan dan semak dikejauhan, tapi tetap terlihat tak ada siapa-siapa.

"Woi Nad, buruan! Lo ngapain?" Suara Vicky dari depan menyadarkan Nadine dari rasa penasarannya.

"Iya bentar... Tungguu..." Nadine menjawab, lalu mempercepat langkah mengejar kedua temannya, sambil sesekali menoleh kebelakang.

Perasaannya mengatakan seperti ada sesuatu sedang mengawasi mereka. Tapi segera dibuang pikiran itu jauh-jauh. Dia teringat ucapan Denny, "jangan mikir aneh-aneh di gunung". Perjalananpun mereka lanjutkan kembali.

Setelah menempuh jarak yang cukup jauh dan waktu yang tak bisa dibilang sebentar. Ketiga petualang itu akhirnya sampai di sebuah savana yang sangat luas. Lebih luas dari savana-savana yang telah mereka lalui sebelumnya.

Meski gelap mendominasi namun sinar dari kerlip bintang-bintang dilangit yang sedikit memberikan cahayanya, seolah memberitahukan bahwa savana luas yang konon pernah dijadikan landasan terbang oleh jepang pada masa penjajahan ini akan terlihat sangat elok saat dipandang esok hari nanti.

"Yap kawan-kawan, kita udah sampai di Cikasur," Denny membuka suara menginfokan teman-temannya.

"Fiuhh.... Akhirnya sampai juga," Vicky berkata lega sambil menyeka peluh dikeningnya.

"Yaudah, ayo langsung aja kita cari tempat buat diriin tenda, biar bisa lebih cepet nglemesin kaki," ucap Denny sambil melangkah maju mencari spot yang cocok untuk mendirikan tenda.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Tenda telah didirikan, dan hidangan masakan Nadine pun sudah siap disajikan. Nasi putih yang mengepul hangat dengan lauk telur goreng, mie, dan sarden, serta ditemani tiga cangkir teh panas telah tersedia. Seakan menjadi makanan ala bintang lima saat dinikmati dialam bebas dan dalam keadaan kelelahan seperti malam ini.

Bersinarkan lampu tenda elektrik yang digeletakkan diatas rerumputan dan dibawah langit malam dengan kerlip cahaya bintang-bintang, setelah mengganti pakaian dengan baju yang kering, bersama-sama mereka menyantap hidangan itu dengan lahap dan nikmat, meski tanpa ditemani hangatnya api unggun.

Mereka sadar tak memungkinkan membuat api unggun ditempat itu untuk sekedar menghangatkan badan, karena permukaan savana Cikasur adalah hamparan rerumputan yang tebal, jadi akan sangat berbahaya menyalakan api disana.

"Enak juga ya masakan Nadine," ujar Denny sambil menyendok nasi dipiringnya.

"Iya dong, siapa dulu yang masak..." Nadine membanggakan diri.

"Ini sih bukan karena makanannya yang enak. Tapi perut lo aja yang udah kelaperan," sela Vicky diantara kunyahan dimulutnya.

"Yee... Lo mah gak bisa liat orang seneng dikit. Awas ya besok gak gue masakin lagi, makan aja tu rumput," gerutu Nadine sambil memonyongkan bibir.

"Waduh jangan gitu dong neng cantik, masakan lo enak kok, kan cuma becanda. Ni buktinya nasi dipiring gue aja udah ludes. Pokoknya lo calon mantu idaman mertua dah. Cuma sayang aja lom laku," celoteh Vicky mendengar ancaman Nadine.

"Haha... Sukur lo, udah gak pa-pa besok lo gue cariin aja selada air. Banyak kok di sungai Cikasur ini, lo makan deh tu selada sampe kita pulang," Denny menambahi.

"Sial lo Den, lo pikir gue kambing makan selada doang berhari-hari."

"Hahaha... Ya udah, udah makin larut ni. Mending kita segera istirahat aja dalam tenda. Perjalanan besok gak kalah jauh daripada hari ini, jadi kita mesti siapin tenaga. Lagian angin lembah juga mulai dingin," ucap Denny menghimbau teman-temannya, karena perjalanan ke puncak memang masih sangat jauh.

"Kalian pada duluan aja, gue beresin ini dulu, lagian gue masih pengen liat bintang," Nadine menanggapi.

"Yaudah sini gue bantuin," Denny menawarkan bantuan.

"Udah gak usah, kelar ini gue nyusul masuk kok. Udah lo berdua masuk aja. Lagian lo berdua kan yang bawa carier dan beban yang lebih berat."

"Ya udah tapi jangan lama-lama diluar, sekali lagi ingat perjalanan kita besok masih panjang."

"Oke deh kapten."

Denny dan Vicky pun akhirnya mendahului Nadine kedalam tenda karena lelah dan kantuk mereka seakan tak bisa lagi tertahankan. Sementara itu selesai membereskan kembali alat-alat memasak, sejenak Nadine menghempaskan tubuhnya keatas rerumputan.
Tebalnya rumput alang-alang seolah membuat Nadine serasa tengah berbaring diatas permadani yang sangat empuk.

Malam ini memang nampak sangat istimewa. Meski tak ada sang rembulan, namun cahaya milyaran bintang di angkasa sana adalah pemandangan yang lebih dari cukup untuk dinikmati dimalam ini. Apalagi Milky Way yang tak disembarang tempat bisa dilihat, bisa dengan jelas dinikmati disini. Nadine memandang jauh menembus langit malam. Pikirannya terasa begitu tenang.

Namun angin yang mulai berhembus sangat dingin perlahan mengusik Nadine yang tengah menikmati malam, padahal malam itu dia sudah mengenakan jaket gunung yang cukup tebal dan sarung tangan. Merasa telah cukup menikmati malam, dan angin beku juga bertiup semakin kencang, maka akhirnya Nadine memutuskan untuk segera masuk kedalam tenda menyusul kedua temannya.

Namun baru saja Nadine berdiri. Matanya menangkap sesuatu yang tak biasa. Dalam remang malam, meski hanya disinari cahaya bintang, dikejauhan dia melihat sesosok bayangan hitam yang tengah berjalan. Dia yakin itu bukanlah binatang, karena sosok itu berjalan tegak layaknya manusia. Namun semakin ia pandang, sosok bayangan itu semakin lama semakin samar, lalu kemudian menghilang.

Nadine mengusap-usap matanya, namun sosok itu benar-benar telah menghilang. Nadine kembali meneruskan tujuan awalnya tadi yaitu masuk kedalam tenda dan menganggap apa yang baru saja ia lihat adalah halusinasinya karena efek terlalu lelah setelah seharian berjalan.

"Udah puas ngliat bintangnya," sapa Denny yang ternyata belum tidur.

"Udah. Dingin banget diluar," jawab Nadine sambil memposisikan dirinya kedalam sleeping bag. Posisi mereka saat ini, Denny berada diujung, Vicky ditengah, sedangkan Nadine mau gak mau mendapat tempat disamping Vicky, yang berarti diujung juga, berseberangan dengan Denny.

"Dingin Nad? Sini gue kelonin. Walau lo bau asem, seharian gak mandi, gak apa-apa dah," sela Vicky yang ternyata juga belum tidur.

"Enak aja, mending lo kelonin sana tu Denny."

"Buset, lo kira gue hombreng kaya pasangan heboh Andre sama Radit anak TransTV itu, lo suruh ngelonin batang," sambar Vicky yang modusnya gagal.

"Gue juga masih mending dikelonin sapi, daripada lo kelonin. Lagian napa sih lo cowok ngambil posisi ditengah-tengah?" seru Denny.

"Bodo ah, yaudah mending gue molor," Vicky semakin menenggelamkan tubuhnya ke dalam kantung tidur.

Canda dan tawa ketiga sahabat itu berakhir saat alam mimpi mengambil alih kesadaran mereka. Namun tidak dengan Nadine, gadis itu masih terjaga, memikirkan kejadian-kejadian aneh yang tadi baru ia alami. Dari suara berdehem saat dihutan, sampai ketika ia melihat sosok bayangan belum lama tadi.

Suara angin kencang diluar tenda, menerpa batang-batang rumput yang saling bergesek menimbulkan suara berdesir bak air hujan yang turun dengan deras. Seiring larutnya malam, Nadine pun akhirnya terenggut dalam kelelapan. Namun sebelum ia terbuai dalam tidurnya, hatinya mengatakan. Ada sesuatu yang "salah".


~ ¤ ¤ ¤ ~




Tak terasa fajar mulai menyingsing di bumi Argopuro. Perlahan menyingkap tabir gelap bergantikan semburat jingga sinar surya yang mencuat dari balik gugusan bukit dan sela pepohonan di ufuk cakrawala timur.

Disela kabut tipis yang mengambang di udara, dua ekor anak kancil liar tengah asik saling berkejaran, lincah kaki-kaki kecilnya menampar bulir-bulir embun bening yang manja bergelayut di ujung pucuk rumput alang-alang yang memenuhi pelataran padang savana Cikasur. Suara riuh koak merak serta kokok ayam hutan seakan saling bersahut dengan merdunya nyanyian gelatik dan murai yang semakin menambah semaraknya suasana pagi.

Dinginnya udara yang serasa menusuk kulit mulai membangunkan Nadine dari tidurnya yang memang tak terlalu nyenyak sejak semalam. Dilihatnya Vicky masih lelap tidur dalam kepompong sleeping bag di sampingnya, sedangkan Denny sudah tak terlihat lagi ada ditempatnya.

Dengan kepala yang terasa sedikit agak pening, perlahan Nadine beranjak bangun. Udara yang seakan merasuk ke dalam tulang, langsung menyergap ketika ia membuka resleting pintu tenda. Diluar sana terlihat Denny sedang melakukan gerakan-gerakan senam kecil, untuk sekedar menghangatkan badan.

Tak habis pikir Nadine pada pria satu ini. Disaat dirinya yang saat ini tengah menggigil karena dinginya udara yang hampir mencapai titik beku, pria satu itu malah dengan cueknya berolah raga ringan diluar hanya dengan kaos oblong dan celana pendek.

"Hei Nad, udah bangun?" sapa Denny ketika melihat Nadine beranjak keluar tenda.

"Gila lo ya Den, udara dingin gini cuma pake t-shirt kaya gitu."

"Haha... Biar dingin ini udara yang kita cari Nad, segar dan sehat, yang kita gak perlu takut-takut buat menghirupnya dalam-dalam, dan tentunya gak akan bisa kita dapat di kota," jawab Denny sambil tersenyum.

"Terserah lo aja deh," ucap Nadine sambil semakin erat melipat tangan di dada.

"Kopi?" tawar Denny sambil menghampiri rebusan air yang dimasaknya dengan kompor kaviar kecil yang nampak sudah mendidih.

"Boleh."

"Lo kenapa Nad, lesu amat kaya bukan Nadine yang biasa," tanya Denny sambil menuangkan air panas ke sebuah cangkir yang berisi serbuk kopi sachet.

"Gak pa-pa cuma kurang nyenyak tidur aja semalam."

"Yakin gak pa-pa. Kalau emang gak enak badan..."

"Beneran gue gak pa-pa Den, lo tau gimana gue kan. Kalau cuma pusing-pusing dikit nanti juga ilang, pokoknya kita lanjutin dan selesaiin pendakian ini," sela Nadine memotong ucapan Denny, seolah tahu kearah mana ucapanya berujung.

"Oke. Tapi kalau lo emang udah gak kuat nerusin, langsung bilang aja, gak ada gengsi-gengsian, ingat kita kesini buat fun," lanjut Denny sambil mengulurkan secangkir kopi hangat.

Nadine hanya diam sambil menyeruput kopi hangat ditangannya. Cukup mujarab untuk sedikit mengusir rasa dingin yang menyelimuti seantero punggung pegunungan di ketinggian diatas 2200 mdpl ini.

Sambil menghirup segarnya aroma kopi, pandangan mata Nadine menyapu pemandangan sekitar. Dilihatnnya dengan mata kepalanya sendiri pemandangan suasana pagi yang begitu mempesona, seperti tak bisa ia lukiskan dengan kata.

Nadine berdiri, menatap sunrise yang menggeliat dari balik peraduan dan mulai membagi setiap binar cahayanya pada semesta. Dan secara alamiah telah membuat naluri exploringNadine bangkit. Membuatnya merasa segala keindahan ini tak cukup hanya dilihat dengan mata dan disimpan dalam memory otaknya. Melainkan juga harus diabadikan dalam jepretan sebuah kamera, agar segala keindahan ini tetap bisa nikmati bahkan ketika perjalanan ini telah selesai.

"Den gue jalan-jalan bentar ya, mau iseng motret-motret sekitar," ujar Nadine pada Denny.

"Oke. Tapi jangan jauh-jauh, dan juga jangan lama-lama. Bentar lagi habis sarapan kita lanjutin perjalanan."

"Sipp..." jawab Nadine sambil mengacungkan jempolnya lalu beranjak kembali masuk ke dalam tenda mengambil kamera dan dengan bersemangat segera melesat pergi menyusuri savana, seakan lupa dengan pening yang sedari tadi menyerang kepalanya.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Tangan Nadine tak hentinya menekan tombol shutter di kameranya. Mengabadikan setiap jengkal keindahan yang seakan sengaja diciptakan oleh Penciptanya untuk bisa ia nikmati dan rasakan. Bagai lukisan mahakarya raksasa yang dilukis dalam sebuah kanvas luas savana Cikasur.

Bak fotografer alam liar profesional, dengan melangkah pelan-pelan diatas rumput ilalang yang menguning diterpa surya, Nadine tampak asik menikmati mengambil berbagai gambar pemandangan alam termasuk beberapa satwa liar yang berada dalam jangkauan kameranya.

Kini mata Nadine tertuju dan tertarik pada dua ekor merak liar yang sedang mencari makan. Burung eksotis liar berbulu indah yang tak mungkin bisa dia lihat disembarang tempat. Dengan bergerak mengendap-endap Nadine berjalan mendekati sepasang satwa cantik itu. Ujung jari telunjuknya tak ia lepaskan dari tombol shutter kamera. Bersiap menjepret dan mengambil gambar burung-burung itu kapanpun juga.
Namun semakin dekat Nadine mengendap melangkahkan kakinya, semakin pula Merak liar itu merasakan kehadirannya, dan dengan perlahan pula Merak-merak itu mulai bergerak menjauh.

Rasa penasaran Nadine membuatnya tak mau kehilangan momen ini. Posisinya belum cukup untuk menangkap gambar dua burung indah itu. Dengan gerakan bak kucing yang tengah mendekati mangsa Nadine terus mengikuti kemana dua ekor merak itu bergerak. Dan tanpa disadarinya, posisi Nadine kini mulai menjauhi savana, memasuki hutan belantara.

Beberapa saat setelah memasuki hutan Nadine mulai kehilangan jejak dua unggas itu. Matanya mencari ke segala arah tapi memang harus diterima kalau dia memang sudah kehilangan jejak dua burung penghuni Cikasur itu. Dengan rasa sedikit kecewa Nadine akhirnya menyerah untuk mendapatkan gambar burung-burung itu.

Setelah menyurutkan niat dan merasa sudah terlalu lama meninggalkan kawan-kawannya Nadine berniat kembali ke tenda, karena tahu Denny dan Vicky pasti sudah menunggunya. Tapi hal tak terduga kini kembali membuatnya mengernyitkan dahi. Arah darimana dia datang seperti menghilang. Sekelilingnya seperti berubah lebih lebat daripada saat dia datang kesini tadi. Nadine kehilangan arah.

Sambil tetap mencoba berpikir tenang, Nadine mencoba mencari kembali jalan keluar dari hutan ini. Dalam pikirannya pasti jalan keluar tak terlalu jauh dari tempat ini, karena dia merasa belum terlalu jauh masuk ke dalam hutan. Nadine mulai melangkah setapak demi setapak menyusuri lembabnya hutan yang dirasanya semakin sunyi.

Suara kicau burung-burung liar yang tadi riuh bersahutan kini mendadak hilang tak terdengar. Suasana terasa semakin senyap seiring langkahnya, yang entah semakin keluar atau semakin dalam memasuki hutan. Bahkan kini sinar matahari seakan semakin tak mampu menembus lebatnya dedaunan pohon-pohon raksasa di hutan tempatnya berada kini. Sisa kabut yang masih mengambang dipadu dengan semakin gelap dan heningnya hutan, seakan baru membuat Nadine tersadar. Dia telah tersesat.

Nadine berusaha mulai mengingat dengan cepat tentang ilmu survival yang pernah dia dapatkan sebelum menjadi presenter My Trip My Adventure tentang bagaimana bertindak ketika tersesat di alam liar.

Nadine berhenti sejenak, menghirup nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Dia mulai memutar ulang memory tentang bagaimana dan arah darimana tadi dia bisa sampai disini. Matanya menerawang mengorientasi medan sekitar, mencari sedikit petunjuk untuk bisa keluar dari hutan ini.

Tapi semakin dia mengenali tempat ini semakin pikiran Nadine bertambah resah. Karena dia yakin kalau hutan ini berbeda dengan hutan yang tadi dia masuki, dan secara pelan tapi pasti, rasa takut kini mulai menggerayanginya.

Nadine kembali melangkah dengan hati-hati dan berharap segera menemukan jalan keluar. Berusaha keras membuang segala pikiran negatif yang mulai menghantui dirinya. Tapi belum sempat kakinya jauh melangkah dari tempatnya semula, langit yang tadi cerah mendadak berubah cepat menjadi kelabu, lalu perlahan rintik-rintik air menetes dari langit.

Nadine harus menelan perasaan aneh yang kembali mendatanginya. Karena dilihatnya sedari pagi tadi, langit dan cuaca nampak bersahabat, namun kini berubah dengan sangat cepatnya menjadi mendung gelap yang bergulung-gulung. Tapi belum hilang rasa terkejutnya, Nadine sudah dikagetkan suara halilintar yang membelah angkasa, lalu diikuti hujan deras yang semakin lama, turun semakin bertambah lebat.

Diiringi kilat dan suara petir yang sambar menyambar di angkasa, dan hujan yang datang bak air bandang, sambil menahan rasa panik, Nadine buru-buru kembali meneruskan langkahnya. Hampir dia tak mampu lagi melihat sekitar karena derasnya hujan yang datang.

"DENNNYYYY.....! VICKKYYY..., hah..hah..hah!"

"DENNNYYYY.....! VICKKYYY...," teriak Nadine sekuat tenaga, memanggil kedua teman sependakiannya.

Namun suaranya seakan redam ditelan suara deras hujan yang semakin menggila. Sambil melindungi kameranya dibalik jaket yang ia kenakan, Nadine terbata melangkah, seakan tak tahu arah. Dengan hampir putus asa karena jalan keluar yang tak kunjung ditemukan, ditambah keadaan sekitar yang nampak semakin sulit terlihat karena pekatnya awan hitam, yang dipikirkan Nadine saat ini hanyalah terus berjalan, karena kalau boleh jujur kini rasa takut sudah menguasainya. Dan dia ingin segera meninggalkan tempat ini, berharap keajaiban datang, agar dirinya segera menemukan jalan keluar secepatnya.

Semakin jauh Nadine melangkah semakin dia kehilangan pengamatan dan orientasi medan. Ditambah keadaan yang semakin mencekam dan rasa panik yang menguasai, Nadine nekat terus melanjutkan perjalanan sambil menahan terpaan derasnya jutaan tetes air hujan yang terus menghantam.

Hingga pada saat ketika kaki kanan Nadine tak sengaja terpeleset menginjak tepian jurang perdu yang tak terlihat karena tertutup semak belukar, membuat Nadine langsung kehilangan keseimbangan.

Sekuat tenaga Nadine mencoba menyeimbangkan badan, namun sepertinya sia-sia. Derasnya hujan membuat licin medan yang ia jadikan pijakan. Maka tak ayal sedetik kemudian tubuh Nadine terpeleset terjungkal jatuh ke jurang.

Nadine jatuh terguling turun, badanya berputar, terus menghantam tumbuhan semak perdu yang tumbuh diarea tanah miring yang berkedalaman sekitar dua puluhan itu. Tubuhnya baru berhenti setelah mencapai dasar jurang. Badan sintalnya diam tak bergerak disana. Nadine tergeletak kehilangan kesadaran.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Ujung jari gadis itu bergerak-gerak, menandakan bahwa tubuhnya masih dalam keadaan bernyawa. Lalu tak berselang lama matanya yang bundar perlahan membuka, kesadarannya kini mulai kembali.
Pelan-pelan dia mencoba untuk membangkitkan badan. Sambil terduduk ia memegangi keningnya. Kembali mengingat hal apa yang telah menimpa dirinya saat ini. Saat memori dalam otaknya mulai terkumpul, perlahan ia mulai mengingat apa yang terjadi.

Keadaannya kini terlihat sangat kacau. Beberapa luka lecet menghiasi beberapa bagian kulit tubuhnya yang masih terbungkus jaket gunung yang juga sudah robek di kanan kiri. Bahkan kameranya sudah lenyap entah tersangkut dimana. Hujan tampaknya telah berhenti, namun sepertinya hal itu tak akan banyak membantu Nadine untuk berbuat apa selanjutnya.

Sekuat tenaga Nadine mencoba berdiri. Dengan sedikit terhuyung dia berpegang pada batang pohon-pohon kecil yang tumbuh disekitarnya. Pelan-pelan Nadine mulai berjalan tertatih-tatih, pergelangan kaki kanannya terasa sedikit nyeri. Mungkin terkilir ketika terjatuh tadi.

Dan kini, entah kemana arah yang akan dia akan tuju, pikirannya pun masih berkecamuk tak menentu. Yang ia pikirkan saat ini hanya terus berjalan. Dirinya semakin dicekam dalam rasa ketakutan.

"TOLOOONGGG...! DENNY... VICKY..." Suara Nadine terdengar menggema diseluruh penjuru hutan. Namun tak ada tanggapan dari siapapun disana.

Meski hujan telah berhenti, namun terlihat mendung tebal masih menyelimuti. Dan dari setitik sinar matahari yang sedikit terlihat dari persembunyiannya di balik awan hitam, telah nampak surya semakin bergeser condong kearah barat. Yang berarti mengisyaratkan malam akan segera menjelang.

Nadine semakin bingung dan putus asa dengan keadannya sekarang. Karena dengan keadaannya saat ini yang bahkan belum makan apapun sejak pagi tadi, dia tak yakin bisa selamat melewati malam ini. Badan dan pakaiannya yang basah kuyup, ditambah suhu udara malam di gunung ini, akan membuatnya mati hypotermia dalam waktu yang tak lama.

Ditambah sampai saat ini dia belum juga mendapat tempat berlindung, membuatnya rentan dari serangan hewan buas malam nanti. Segala ketakutan dan kekhawatiran yang telah mengumpul jadi satu, serasa memenuhi dadanya, membuat Nadine tak mampu lagi membendung air mata yang mulai mengalir dari sela indah matanya.

Namun, sepertinya sebuah keberuntungan besar masih menaunginya. Disela langkah kakinya yang berjalan tertatih, dan diantara rasa putus asa yang ia bawa. Matanya melihat sosok yang ia kenal berada dikejauhan. Sontak dengan cepat, sekuat tenaga Nadine berteriak.

"DENNY....! DENNY....! TOLONGIN GUE... GUE DISINI...!" Teriak Nadine kepada sosok yang terlihat agak jauh didepannya.

Sosok itu menoleh kearah Nadine. Dan terlihat segera bergerak cepat menghampiri posisi dimana Nadine berada. Sampai tak berapa lama orang itu telah sampai ditempat Nadine kini.

"Nad... Lo kemana aja, kita berdua sampai bingung nyariin lo. Lo gak pa-pa kan?" ucap Denny setelah sampai didepan Nadine.

"Den gue takut..., gue..., gue gak tahu kenapa bisa sampai disini," Nadine merasakan kelegaan yang teramat dalam setelah bertemu salah satu temannya. Segera ditubruknya Denny, seolah takut terpisah dengan teman-temannya lagi.

"Udah... Semua baik-baik aja. Lo aman sekarang. Gue udah disini," Denny memeluk erat Nadine, memberikan rasa aman padanya.

"Gue takut Den. Gue ngrasain hal aneh disini."

"Tenang aja, gue udah ada disamping lo. Sekarang udah mau malam, gue udah diriin tenda didekat sini. Lo istirahatin dulu badan lo disana, besok kita baru turun."

"Iya Den."

Denny pun segera memapah Nadine ke tenda yang dia dirikan tak jauh dari sana.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Setelah sejenak membersihkan diri disungai yang tak jauh dari sana, mereka segera melanjutkan langkah ke tenda yang ternyata memang tak terlalu jauh dari tempat Nadine tadi ditemukan. Bukan di Cikasur dimana kemarin tenda didirikan.

Jaket Nadine kini sudah tak lagi ia kenakan, karena selain telah rusak, juga karena basah dan akan berbahaya jika terus dipakai. Praktis kini Nadine hanya memakai t-shirt yang bahkan didalamnya sudah tak berlapis apa-apa. Karena sejak kemarin malam Nadine memang sudah tak mengenakan bra, mengikuti kebiasaannya setiap hari yang biasa tidur tanpa bra.
Hingga tak ayal, bentuk puting payudara Nadine sedikit terjiplak dari luar kaosnya.

Sampai tak lama merekapun sampai di tenda yang didirikan Denny ketika matahari benar-benar telah terbenam. Sebuah api unggun segera Denny nyalakan untuk segera menghangatkan badan mereka dari hawa dingin pegunungan.

"Vicky kemana?" Tanya Nadine setelah sedari tadi tak melihat Vicky.

"Vicky gue suruh turun ke bawah buat nyari bantuan, kita berdua khawatir lo gak kunjung ketemu. Jadi kita bagi tugas, Vicky turun nyari bantuan sedang gue lanjut nyari lo disekitar sini," jawab Denny sambil membakar sesuatu diatas api unggun.

"Vicky turun sendirian?"

"Mau gimana lagi."

"Maaf. Gara-gara gue kalian berdua jadi repot. Dan acara pendakian ini jadi berantakan," Nadine menundukkan wajahnya, merasa bersalah.

"Jangan gitu Nad, kita disini sebagai keluarga, saling bantu dan akan saling jaga," Denny mencoba menghibur Nadine agar tak terlalu menyalahkan diri sendiri.

"Tapi tetep aja, gue cuma bisa bikin repot lo berdua."

"Daripada terus nyalahin diri sendiri kaya gitu terus, mending lo makan kelinci panggang ini. Maaf, beras dan makanan serta sebagian besar peralatan kita gue tinggal di Cikasur, dan buat ngambil kesana kayaknya gak memungkinkan ngliat kondisi lo sekarang."

"Gak apa-apa, ini juga udah cukup. Thanks ya Den"

"Gak usah dipikirin."

"Tapi lo gak kaya biasanya nangkap kelinci di gunung. Biasanya di gunung semut aja gak tega buat lo injek."

"Ya mau gimana, namanya juga terpaksa. Udah makan aja, habis itu tidur, besok pagi-pagi kita balik ke Cikasur. Siapa tahu Vicky sama bantuan dari bawah udah ada disana."

"Iya Den, sekali lagi thanks."

Mereka berduapun mulai lahap menyantap kelinci panggang hasil tangkapan Denny. Bercahayakan nyala api unggun yang berkelebat ditiup angin malam, tapi tak mengurangi panasnya yang menghangatkan suasana.

Namun bertepatan dengan selesainya mereka menghabiskan makan malam, rintik-rintik gerimis perlahan kembali mulai turun lagi dari langit. Nyala api unggun yang tadi nampak benderang, kini mulai meredup sebelum akhirnya padam. Denny dan Nadine pun buru-buru berlindung masuk kedalam tenda, menghindar dari gerimis yang bisa membasahi tubuh mereka.

Di dalam tenda, Nadine segera menyeka buliran air gerimis yang menempel dirambut dan kulitnya, disusul Denny yang baru masuk setelah memastikan api unggun benar-benar padam.

"Ni pakai jaket gue," ucap Denny yang melihat Nadine mulai meringkuk, hanya dengan t-shirt lengan pendek tanpa jaket.

"Gak usah Den, pakai aja."

"Gak apa-apa, gue udah biasa dingin, ni pakai," Denny melepaskan jaketnya dan memberikannya pada Nadine. Lalu segera ikut berbaring disebelah Nadine.

"Mending kita pakai, buat selimutan berdua aja," Nadine menyelimutkan jaket yang diberikan Denny ketubuh mereka berdua, meski hanya mampu menyelimuti seadanya.

"Terserah lo lah."

Suara rintik gerimis terdengar berderap menjatuhi tenda. Tak terlalu deras, namun cukup membawa hawa dingin malam yang seakan menembus dinding tenda. Dibawah remang lampu tenda yang mulai kehabisan daya, mereka berdua belum juga bisa memejamkan mata.
 
Terakhir diubah:
"Den."

"Hmm..?"

"Dingin."

"Sini lebih deket ke gue," Denny mengulurkan tangan memeluk badan Nadine.

Tubuh mereka kini berhimpitan, saling menukar panas tubuh yang mereka harap bisa saling menghangatkan. Namun justru tanpa mereka sadari posisi seperti ini akan menimbulkan sebuah percikan aura lain, yang semakin lama membuat jantung mereka kian berdegup semakin kencang.

Sampai ketika tanpa sebuah persetujuan, tiba-tiba Denny mendaratkan sebuah kecupan kecil dikening Nadine. Nadine tak bergeming, hanya suara tarikan dan hembusan nafasnya yang terdengar semakin tak beraturan.

Ciuman Denny tak cukup berhenti sampai disana. Kini bibirnya bergerak turun mengecup mata Nadine yang terpejam, lalu merambat semakin turun mengecup ujung hidung dan akhirnya sampai dibibir Nadine yang telah sedikit membuka.

Kecupan-kecupan Denny yang ditujukan pada wajah dan bibir Nadine, akhirnya perlahan membangkitkan gairah terpendam Nadine yang mulai terbakar. Nadine mulai merespon setiap kecupan dibibirnya dengan membalas setiap pagutan bibir Denny.

Bahkan saat Denny menyusupkan lidahnya kedalam mulutnya, Nadine langsung menanggapi dengan menghisap lidah Denny, dan menyambut lidah Denny dengan lidahnya, membuat lidah mereka saling beradu, bertaut dan saling menghisap.

Disela ciuman panas mereka yang penuh gairah, tangan Denny mendekap tubuh Nadine untuk semakin merapat dengan tubuhnya, membuat payudara Nadine semakin tergencet dengan dada lelaki itu.
Lalu tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk memeluk pinggang, kini mulai bergerak kearah gundukan kenyal di dada Nadine yang terlihat menantang.

Jemari Denny meremas-remas payudara Nadine dari luar pakaiannya dengan keras. Membuat Nadine tampak mulai gelisah dan mendesah. Suaranya hanya terdengar bagai erangan, tertahan karena mulutnya yang masih berpagutan dengan bibir Denny.

Mereka seperti benar-benar sudah lupa dimana sekarang mereka kini berada. Bahkan hawa dingin yang sedari tadi mengusik pun kini telah berganti, dengan panasnya gairah yang seakan membakar udara didalam tenda.

Denny melepaskan bibirnya dari bibir Nadine, lalu mulai merambati jenjangnya leher gadis itu yang bagai menunggu untuk dicumbu. Denny menghujani setiap inchi leher Nadine dengan ciuman-ciuman juga jilatan, sambil perlahan-lahan dia susupkan jemarinya ke dalam baju Nadine yang sudah tak mengenakan bra atau dalaman.

Didalam sana tangan Denny menemukan segumpal daging lembut dengan ujung putingnya yang telah mulai mengeras, karena merasakan sebuah tangan nakal yang mulai menjamahnya. Denny semakin bernafsu mencumbu dengan liar leher Nadine, sedangkan tanganya tak henti meremas-meremas, sambil sesekali memainkan serta memilin puting payudara Nadine yang tegak mengencang.

"Ooohh.. .Denn..., ssssttt..... " desah Nadine sambil mendongakkan kepala kebelakang, menahan setiap rangsangan yang terus diberikan Denny padanya.

Sejenak kemudian Denny melepaskan kaus yang membungkus tubuh indah wanita cantik berketurunan Jerman dihadapannya. Nadine sendiri pasrah menerima apa yang akan dilakukan Denny pada tubuhnya, sambil membantu memudahkan Denny menanggalkan pakaian yang dia kenakan. Sungguh dia telah terhanyut pada permainan birahi yang ditawarkan Denny padanya.

Hingga sekarang sepasang payudara indah yang kencang membulat dengan puting kecil kecoklatan yang sudah mengacung, terlihat menantang menggoda di depan mata Denny yang tengah buas menatap.

Melihat pemandangan indah didepan matanya, Denny bagai tak kuasa untuk segera menikmati kedua bukit kembar yang seolah memanggilnya. Denny kembali memberikan rangsangan pada payudara Nadine, namun kali ini dengan kecupan kecupan mesra.

Payudara Nadine yang membusung kenyal, telah tampak mengkilap basah oleh keringat yang keluar. Berpendar memantulkan cahaya lampu tenda yang bersinar temaram, membuat tubuh kecoklatan Nadine semakin terlihat menggairahkan.

"Ohh... Den..., ahh..." Nadine tak mampu untuk tak mendesah ketika lidah Denny mulai bermain menjilati kedua payudaranya secara bergantian.

Lidah Denny mengitari pinggiran areola payudara Nadine tanpa sedikitpun menyentuh putingnya. Membuat Nadine semakin gelagapan menahan rasa geli bercampur nikmat, namun terasa menggantung dan tak tuntas di payudaranya. Nafsu Nadine semakin terpacu dengan permainan lidah Denny yang berhasil memancing gairah bercintanya semakin membara.

"Uhhh....., ssstttt...., geli Denn... buruan hisap toket gue," Pinta Nadine dengan nafas yang tersengal-sengal.

Denny tersenyum simpul lalu segera melumat dan menghisap puting Nadine, secara silih berganti. Bagai menimbulkan kelegaan yang terlepas bagi Nadine, ketika putingnya mulai dihisap oleh Denny.

Nadine semakin membusungkan dadanya kedepan, menyajikan kedua payudara indahnya. Seakan mempersilahkan lelaki itu untuk dia nikmati sepuasnya. Keindahan dan proposionalnya ukuran payudara gadis itu semakin membuat Denny bersemangat menjamah setiap bagian gundukan daging di dada Nadine yang telah basah oleh liurnya. Membuat pemiliknya hanya bisa mengeluarkan desahan-desahan yang mengusik suasana sepi diantara gerimis mistis malam ini.

"Ooohh...Den...ssssttt.., enak Den... " desah Nadine sambil menjambak rambut Denny dan semakin membenamkan wajah Denny ke dadanya, saat putingnya terasa digigit-gigit pelan.

Tubuh Nadine semakin menggelinjang tak karuan saat Denny masih saja terus memberikan sensasi kenikmatan pada kedua payudaranya yang membulat. Lalu semakin menegang ketika tangan laki-laki itu mulai merambat kebawah, menggesek-gesek lipatan pahanya dari luar celana panjangnya.

Semakin membuat tubuh Nadine dilanda hawa panas, dan semakin bermandi keringat, ditengah dinginnya hawa pegunungan.

Tak lama tangan Denny bergerak dengan lincah melepaskan kancing dan resleting celana yang Nadine kenakan. Tangannya cepat menelusup kedalam, menggosokkan jari tengahnya pada belahan kemaluan Nadine yang mulai basah.

"Oh...ssst..., Ohh...., Denn... jangan..." Nadine mendesis dan mendesah, sambil sesekali menggigit bibirnya.

Namun di mata Denny, hal itu terlihat begitu sensual, membuat Denny kembali bernafsu untuk melumat bibir gadis itu lagi. Nadine segera menyambut mulut Denny dengan pagutan-pagutan yang tak kalah panas, lidahnya bergelut dengan lidah Denny bagai ular yang saling melilit.

Denny menarik tangannya, lalu melepaskan baju yang dia kenakan, memperlihatkan lekuk dadanya yang bidang. Lalu kembali mendekap badan Nadine dalam pelukannya, membuat tubuh mereka kini menempel tanpa penghalang. Bibirnya seakan tak berhenti mencumbu Nadine. Menghujani leher dan payudara wanita dihadapannya dengan ciuman-ciuman hangat.

Denny bangkit dari tempatnya, lalu bergerak menindih badan Nadine dari atas. Bibirnya kembali menyapu tiap jengkal tubuh indah dibawahnya. Dari wajah merambat terus kebawah, sampai ke perut langsing Nadine yang menggeliat kegelian.

Kedua tangan Denny memegang dua sisi celana Nadine lalu segera menariknya lepas. Kedua kaki Nadine sedikit terangkat untuk memudahkan Denny melolosi celananya. Sebuah celana dalam model g-string pun segera tanggal tak lama berselang. Membuat tubuh Nadine kini benar-benar telanjang tanpa sehelaipun benang.

Tubuh Nadine benar-benar sempurna. Payudara proposional, pinggang ramping, kaki jenjang, ditambah wajah setengah bulenya yang menawan, membuatnya bagaikan definisi kecantikan yang sebenarnya. Apalagi saat seperti sekarang. Ketika dia tengah bertelanjang. Memasrahkan tubuhnya pada seorang pria. Dan pria yang sedang beruntung saat ini adalah Denny Sumargo.

Denny mencium bagian atas lutut Nadine, dan terus merambah ke arah pahanya yang halus bak pualam, membuat sang pemilik semakin terlihat gelisah. Tangan lelaki itu merentangkan kedua paha wanita yang telah pasrah didepannya. Memperlihatkan sebuah bukit kecil dengan bulu-bulu halus tercukur rapi menghiasi, serta liang kenikmatannya yang kini sudah terlihat membasah.

Mata Denny nanar menatap segala keindahan didepan matanya. Seakan tak ingin berkedip melewatkan barang sedetikpun pemandangan ini. Jakunnya naik turun menelan ludah, tak sabar untuk kembali mencumbu bidadari dihadapannya.

Perlahan Denny mendekatkan wajahnya ke arah pangkal paha Nadine, dan setelah dekat dijulurkannya lidahnya menjilat lipatan basah vagina mantan Putri Indonesia tersebut. Lidahnya bergerak menyapu naik turun, membelah celah dua sisi labia vagina Nadine, lalu sejenak berhenti untuk memainkan daging kecil yang bersembunyi disana.

"Ahh....ssstt... Den gue gak tahan, ahh..." Tubuh Nadine menggeliat bagai ulat yang dilempar keatas bara. Bibirnya tak henti mendesih dan melenguh, ketika titik terintimnya benar-benar sedang dirangsang Denny habis-habisan.

Denny tak hiraukan segala lenguhan Nadine. Semakin digelitikinya clitoris Nadine dengan lidahnya yang basah, sambil jemari tengahnya mulai bermain mencoloki lubang vagina gadis itu keluar masuk.

Sampai beberapa saat kemudian, bagai tersengat arus listrik, tubuh Nadine seketika menegang, vaginanya semakin membanjir oleh cairan bening. Giginya gemeretak sedangkan matanya terpejam. Sebuah gelombang orgasme, telak menghantamnya, membumbungkan tubuhnya dalam pusaran badai kenikmatan.

Nafas Nadine tersengal bersamaan dengan deras peluhnya yang menganak sungai, sederas cairan yang baru saja menyembur dari kewanitaannya. Orgasme tadi benar-benar luar biasa walau belum tanpa sebuah penetrasi. Disela deru nafas yang tengah beranjak dari sisa-sisa orgasmenya, sebuah benda panjang berwarna coklat, tiba-tiba telah terpampang didepan wajahnya.

Oh... Ternyata itu adalah batang kejantanan Denny yang telah tegak menegang. Entah kapan dia melepaskan celana, karena saat orgasme tadi hampir ia tak dapat melihat semuanya.
Ukuran benda lonjong itu terlihat sungguh besar, entah bagaimana rasanya ketika seluruh bagian benda itu melesak kedalam vaginanya. Membayangkan saja sudah membuat vagina Nadine meremang.

Dan kini penis yang telah menegang itu sudah disodorkan ke depan mulutnya. Bahkan ujung kepalanya yang membulat telah menyentuh bibirnya. Nadine tanggap apa yang harus ia lakukan. Digenggamnya batang penis itu memakai tangan kanannya dengan mantap. Diurutnya pelan naik turun benda itu, dan tanpa sadar Nadine benar-benar mengagumi ukurannya.

Ujung lidah Nadine mulai terjulur, menggeliting lubang kecil dari penis yang ia genggam. Dimasukkannya ujung kepala kejantanan itu kedalam mulutnya, sambil terus mengurut pangkalnya perlahan-lahan.

"Oh...ah... Hmm..., yaa..." Kini giliran Denny yang merem melek ketika ujung penisnya terasa digelitik oleh lidah Nadine. Batang kejantanannya bagai sedang dimandikan lidah Nadine dengan jilatan-jilatannya yang terasa basah.

Lalu tak lama kemudian, seluruh batang itu perlahan amblas kedalam rongga mulut Nadine yang terasa hangat. Denny mendongakkan kepala meresapi kenikmatan yang menjalar keseluruh tubuhnya. Tangannya memegang rambut Nadine yang tengah memaju mundurkan kepala, memberikan kenikmatan tak terkira di batang penisnya yang semakin menegang.

"ah...oh..oohh.." desah Denny, merasakan kelembutan mulut Nadine yang tengah menjalari kemaluannya. Tangannya kembali merayap bergerilya meremasi payudara kiri Nadine, dengan sesekali dia pencet keras putingnya yang mencuat. Membuat Nadine melenguh disela hisapannya.

Nadine terus menghisap dan mengocok batang kejantanan Denny dengan penuh nafsu.
Sesekali di lepas batang itu dari mulutnya dan dijilatinya lagi, dari ujung batang sampai ke pangkal pelirnya, membuat seluruh bagian kejantanan lelaki itu basah akan air liur Nadine yang sesekali menetes ke alas tenda.

Nadine menjilati batang penis Denny berulang-ulang sebelum dimasukkannya lagi penis itu kedalam mulutnya. Bahkan kali ini penis Denny terasa masuk semakin dalam, seakan mentok sampai ke ujung tenggorokan, memberikan sensasi luar biasa yang tak dapat diungkapkan Denny dengan kata.

"Ahhh....hah hah...." Lenguh Denny kembali, sembari mulai mencabut penisnya dari mulut Nadine.

Denny kembali bergerak kebawah. Dibentangkannya kedua paha Nadine lalu mulai memposisikan ujung kejantanannya dibelahan vagina Nadine yang telah basah.

Digesekkannya ujung kepala penisnya naik turun, membuka lipatan bibir vagina Nadine yang tengah menanti proses penetrasi. Membuat ujung batang itu kini telah basah oleh cairan pelumas yang telah membanjir disana.

Denny mengarahkan kepala kemaluannya ke liang basah yang sudah menunggu dihadapannya, lalu perlahan-lahan mulai mendorong batang kejantan itu menembus hangatnya lubang kenikmatan milik gadis cantik pemeran Sandra di film Realita Cinta and Rock n' Roll tersebut. Dan tak lama batang kejantanan itu telah amblas sepenuhnya di telan legitnya vagina Nadine.

Nadine pun hanya bisa menahan nafas ketika benda besar diselangkangan Denny mulai memasuki tubuhnya. Tak pernah ia merasakan penis sebesar ini. Penis ini terasa lebih besar daripada yang tadi ia lihat. Bahkan didalam vaginanya, penis itu serasa berkedut memenuhi kemaluannya.

"Ohh... Pelan-pelan Denn... ohh..., punya lo gede banget..." pekik Nadine ketika batang kelelakian besar Denny telah amblas memasuki liang sensitifnya. Memberikan rasa yang tak bisa dia gambarkan. Ketika rasa sakit, nikmat, dan penasaran bercampur menjadi satu sekarang.

Nadine memejamkan mata ketika kemaluan Denny mulai bergerak memompa vaginanya. Memberikan hentakan-hentakan yang menghujam seakan sampai ke bibir rahimnya.

"Ahhhh...ah...ah...." Nadine tak mampu menahan desahan demi desahan. Rasa ini begitu aneh untuk diungkapkan. Bagai merasakan kenikmatan yang telah menjalar bak aliran listrik ke seluruh bagian tubuhnya. Hanya dari suara lenguhan dan desahannya, yang kini mewakili apa yang sekarang dia rasakan.

Payudara Nadine yang mengkilap oleh keringat terpental-pental naik turun ketika hujaman penis Denny semakin keras menghentak kedalam liang vaginanya yang semakin basah membanjir akan cairan cinta.

Denny merendahkan wajahnya, melumat bibir Nadine yang tak hentinya mendesah. Pagutan dan pergumulan lidah langsung terjadi dengan panas ketika mulut Nadine langsung menyambutnya. Dirangkulkannya tangannya ke leher Denny, sambil terus berciuman. Sementara dibawah sana penis Denny bergerak lebih cepat dari sebelumnya.

"Ehmmmp...., ehmmmpp," erang Nadine tertahan bibir Denny yang menyumpal mulutnya. Dirasakannya badai orgasmenya yang kedua hampir segera datang bersamaan dengan semakin cepatnya Denny memompakan kejantanan miliknya.

Denny begitu semakin memburu menghujamkan penisnya ke dalam vagina Nadine. Sesuatu terasa segera meledak dari ujung kemaluannya. Begitupun Nadine, semakin dieratkan pelukan tangannya di leher Denny, seiring gerakan pinggul Denny yang semakin cepat.

Dan ketika tubuh Denny mulai menegang karena memuntahkah sesuatu dari lubang kejantannya, tubuh Nadine pun juga ikut mengejang. Menyemburkan cairan bening dari kewanitaannya. Sebuah titik puncak orgasme datang melanda mereka bersamaan.

Nadine menghisap lidah denny kuat-kuat. Dengan badan yang tersengal-sengal karena orgasme yang baru saja menerjang. Dadanya naik turun oleh sebab nafasnya yang terengah-engah. Seluruh tubuhnya lemas bagai kehilangan tulang-tulangnya sebagai penyangga.

Ciuman mereka terlepas, ketika Denny menegakkan badan dan mulai mencabut kejantanannya dari vagina Nadine. Mata Nadine yang tadinya telah hampir terpejam, kembali melotot ketika melihat batang kemaluan Denny tetap tegak menantang tanpa sedikitpun melemas.

"Gak mungkin," ucap Nadine didalam hati, melihat ukuran penis Denny yang sama sekali tak berkurang, bahkan setelah baru saja berejakulasi.

Malah sekarang Denny mulai membalik tubuh Nadine, hingga posisi Nadine kini jadi menungging. Tak menunggu lama, Denny kembali menempatkan ujung penisnya diantara selah bibir vagina Nadine.

"Den..., tunggu Den. Gue udah capek banget. Bukannya besok kita juga harus bangun.... Ahhh..." Belum sempat Nadine menyelesaikan kata-katanya, ketika tanpa aba-aba batang penis Denny sudah kembali melesak memasuki tubuhnya.

Denny memompa vagina Nadine dengan tempo cepat. Menyetubuhi gadis itu, dari arah belakang. Menanamkan penisnya dalam-dalam dikemaluan Nadine. Genjotan pinggulnya nampak semakin tak berirama.

"Oh..., ah ah ah...," suara desah Nadine menggema didalam tenda. Rasa panas kembali menjalari tubuhnya. Seiring semakin menggilanya gesekan-gesekan kemaluan Denny pada dinding dalam vaginanya yang kembali harus menampung batang besar milik Denny.

Suara kecipak terdengar seirama dengan setiap hentakan penis Denny di liang vagina Nadine. Tangan Denny memegang bokong Nadine yang padat dengan erat, sambil sesekali meremas bongkahan pantatnya. Sementara penisnya terus saja menghujam merangsek membelah lipatan kemaluan Nadine. Menggenjotnya tanpa jeda, seolah tanpa lelah.

Erangan dan lenguhan mereka seperti saling bersahutan. Denny merendahkan badannya, tangannya menggapai wajah Nadine, dan menolehkannya kesamping lalu melumat bibirnya tanpa menurunkan tempo genjotan penisnya.

Dilumatnya bibir itu dengan buas, lidahnya menjulur mengajak lidah Nadine bergumul. Mulut mereka tak lelah berpagut menukar ludah, dan saling hisap. Diantara suara kecipak bertemunya dua kemaluan dan desahan-desahan yang membaur menjadi satu, dalam sebuah alunan instrumen nafsu.

Sementara tangan kanannya merayapi payudara Nadine yang kini menggantung indah. Setelah dalam genggaman Denny kembali meremas-remas gundukan daging di dada Nadine yang tengah terguncang-gungcang, akibat sodokan penisnya dibawah sana sama sekali tanpa henti memompa vagina Nadine.

"Hah..., hah... Den..., aku..., udah..., mau... Keluar lagi," ucap Nadine. terpatah-patah.

"Ohh... Tahan sebentar....," jawab Denny lalu kembali membalikkan tubuh Nadine hingga terlentang. Direntangkannya lagi paha Nadine, lalu kembali Denny mengarahkan kepala penisnya di mulut vagina Nadine

"Bleesss..." Kembali batang kejantanan itu menelusup masuk menembus vagina Nadine. Kemaluan Nadine yang telah membanjir semakin memudahkan batang kejantanan Denny menelusup memasukinya.

Vagina gadis itu berdenyut menjepit batang penis Denny. Bagai memberikan remasan di kemaluannya, membuat Denny megap-megap merasakan kenikmatan yang kembali mulai mengumpul di ujung penisnya, dan sudah siap untuk dilepaskan.
Semakin cepat gerakan Denny memompakan kejantanannya, semakin liang kenikmatan milik Nadine terasa licin, karena lendir dari vaginanya yang membanjir. Menyebabkan setiap hentakan-hentakan penis Denny kedalam kemaluan Nadine sudah seperti tanpa terhalang.

Denny merebahkan tubuhnya ke atas tubuh Nadine, diciumi seluruh wajah gadis cantik itu. Genjotannya semakin cepat dan lebih cepat lagi, seperti sudah tanpa tempo yang beraturan. Seakan persetubuhan ini akan kembali mencapai puncaknya.

"ahh... Den...aku...keluar...." lolong Nadine sambil tubuhnya kembali bergetar hebat. Matanya memejam sambil ia menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya limbung seperti kehilangan beban. Sebuah gelombang kenikmatan seakan menenggelamkannya kedasar ruang hampa.

Sampai beberapa tarikan nafas kemudian rohnya seperti baru kembali memasuki raga jasmaninya. Ia merasa tubuhnya seperti tiada tenaga lagi. Bahkan dadanya tersengal-sengal, hanya untuk sekedar menarik nafas.

Namun dibawah sana batang kejantanan Denny masih terus memompa vaginanya dengan cepat. Suara dengusan-dengusan yang Denny keluarkan seperti mengisyaratkan, jika tak lama lagi dia juga akan segera mencapai puncak kenikmatan.

"Ohh., ohh..., aaaahhh....," suara Denny mengerang ketika sesuatu serasa mendobrak ujung kemaluannya untuk minta segera dikeluarkan.

Dan benar saja. Tak lama kemudian tubuh Denny menegang, lalu kemudian mengejang. Kejantanannya terasa berkedut dalam vagina Nadine. Lalu semakin ditancapkannya penisnya dalam-dalam di liang senggama Nadine, dengan gerakan mengejang.

Didalam sana, ujung kemaluan Denny menghamburkan muatannya ke dalam vagina Nadine yang seperti tak sanggup lagi menampung banyaknya cairan yang penis Denny semprotkan. Membuat cairan itu telah meleleh keluar dari sela vagina Nadine, meski batang kejantanan Denny belum dicabut dari sana.

Beberapa kali semburan lendir dari ujung kenjantanan Denny memancar, memenuhi setiap rongga dalam vagina Nadine. Mata Denny terpejam meresapi rasa nikmat yang kini tengah menjalar di seluruh tubuhnya. Menggulungnya dalam sebuah kenikmatan tak terkira, bersamaaan dengan semprotan-semprotan sperma yang keluar dari ujung penisnya.

Dicabutnya batang kemaluan yang masih berdiri itu dari kemaluan Nadine, sisa-sisa sperma terlihat masih menetes dari ujungnya. Dilihatnya tubuh wanita cantik dihadapannya, yang telah tergolek tak berdaya setelah beberapa kali dilanda orgasme bertubi-tubi. Segurat senyuman aneh tersungging dari bibir Denny.

"Den..." Nadine tak mampu lagi meneruskan perkataannya., tertelan deru nafasnya yang seakan berkejaran. Diantara pandangan matanya yang mulai samar, ia masih melihat kejantanan Denny yang tetap tegak menantang.

Nadine tak sanggup lagi menahan matanya untuk tak terpejam. Seluruh tubuhnya kini seakan luruh tanpa daya. Sebelum kemudian rasa kantuk dan lelah menelan sejumput kesadarannya yang masih bertahan, dilihatnya Denny mendekat dan kembali merentangkan kedua pahanya.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Nadine terbangun ketika sepoi-sepoi angin pegunungan menerpa wajahnya. Matanya perlahan terbuka bersama kesadaraannya yang telah mengumpul sempurna. Mata bundarnya mengitar memandang sekitar. Keningnya mengerut.

Dan ketika mulai menyadari apa yang telah terjadi, lagi-lagi kembali seperti membuat jantungnya serasa berhenti. Rasa terkejutnya seolah menyesaki dada, membuat dirinya menjadi gelagapan seketika. Ketika mendapati keadaannya kini.

Dia mendapati saat ini dirinya tengah tergolek bersandarkan sebuah pohon besar dengan tubuh yang masih telanjang bulat. Pakaian miliknya tampak berserakan disampingnya. Dipandangnya sekali lagi sekelilinya untuk memastikan penglihatan dan otaknya masih waras. Tak ada tenda, tak ada bekas api unggun, dan tak ada.... Denny.

Nafas nadine berhembus dengan cepat. Ingin sekali rasanya Nadine segera terbangun dari tidur ini, berharap ini semua hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir. Dan ketika terbangun nanti mendapati dirinya tengah berada di dalam tenda di Cikasur bersama Vicky dan Denny. Namun bagai sebuah pil pahit besar yang harus dia telan bulat-bulat, ketika menyadari ini semua adalah sebuah kenyataan.

Dia segera bergegas cepat-cepat mengenakan kembali pakaiannya. Lalu berteriak memanggil-manggil nama Denny, berharap Denny hanya pergi sebentar untuk sekedar mencari makanan. Tapi setelah cukup lama Nadine menunggu, tak juga Denny kembali atau memberikan sahutan. Dia mulai berkeliling disekitar tempatnya kini berada, tapi tak ada seorangpun yang ia temukan. Nadine mulai mengambil kesimpulan. Dia telah ditinggalkan. Tapi kenapa?

Nadine mulai melangkahkan kaki, beranjak meninggalkan tempat itu. Matanya tajam memandang mengorientasi medan sekitar. Entah hanya perasaannya atau bukan, ketika dia kembali merasa tidak berada dihutan yang sama.

Hutan lumut tempatnya berada sekarang memang terlihat begitu rimbun dan lebat. Tapi tak sepurba dan segelap hutan seperti tempat kemarin ia disana. Saat ini pun juga mulai terdengar riuh kicauan burung-burung hutan setelah sebelumnya mereka bagai membisu tanpa suara.

"DENNNYYY........ DENNNYYY....TOLOOONGG..." teriak Nadine menggema dikejauhan, tapi tak ada jawaban dari siapapun disana.

Mendung hitam nampak bergelayut melayang di angkasa. Membuat jantung Nadine semakin berdebar dan tengkuknya meremang ketika seorang diri dia kembali harus menembus lebatnya hutan. Hatinya berharap jangan lagi turun hujan, karena dirinya sudah sangat lelah dan kepayahan. Dan tentu akan sangat sulit bertahan survival di tengah hujan dengan kondisinya yang seperti sekarang.

Bersama rasa lelah, haus dan lapar, langkah Nadine terus menapak tertatih-tatih menerabas perdu dan semak yang tumbuh didalam hutan. Beberapa bagian kulit tangannya telah tampak memerah dan terasa panas akibat bergesekan dengan daun Jancukan. Sejenis tumbuhan perdu beracun, yang tumbuh di hutan Argopuro. Namun semua itu tak ia perdulikan atau rasakan, tubuhnya sudah terlalu lelah dan putus asa untuk mengurusi itu semua.

Selang setelah lama berjalan, Nadine merasa tubuhnya tak akan mampu bertahan lagi. Rasa letih yang ia rasakan seperti telah mencapai puncaknya. Tubuhnya ia rebahkan bersandar pada sebuah pohon besar. Tenaganya habis terkuras. Rasa lapar, haus , lelah serta tak kunjungnya ia menemukan jalan keluar membuatnya menyerah. Ia merasa memang telah waktunya umurnya akan berhenti sampai disini.

Nadine tak pernah menyesali perjalanan ini. Bagaimanapun berpetualang di alam bebas adalah kegiatan yang sangat ia nikmati. Bahkan jika ia harus terhenti sampai disini, paling tidak dia telah berusaha. Ribuan manusia telah mati di gunung, dan jika ia akan menjadi salah satunya, ia rela. Tak ada yang buruk dengan mati dalam dekapan alam bebas ini. Mungkin rohnya akan menyatu abadi bersama keindahan Argopuro.

Satu-satunya yang ia sesalkan, ia tak sempat mengucapkan selamat tinggal pada orang -orang yang ia sayang. Keluarga, teman-temannya.
Nadine memejamkan mata, lalu satu-persatu wajah orang-orang yang ia sayang melintas didalam kepalanya.

Membayangkan keluarganya yang bersedih akan hilangnya dirinya. Membayangkan tangis ibunya, ketika mungkin suatu hari nanti dia akhirnya ditemukan namun telah menjadi jasad. Tanpa terasa air mata mengalir membasahi pipinya.

Nadine membuka mata, disekanya air bening yang merembes dari ujung matanya. Ditariknya nafas dalam-dalam untuk membuat dirinya tenang. Matanya jauh memandang ke depan, ketika disela rimbun pohon yang berjajar, jauh didepan, dia melihat sebuah harapan.

Nadine kembali beranjak bangun. Dengan sisa-sisa tenaga yang masih ada dia mulai berjalan dengan terpincang, karena kakinya yang semakin terasa nyeri sekali. Jauh didepan, meski belum jelas karena masih tertutup rimbun hutan, namun dibalik sana dia melihat air. Air yang sangat melimpah. Dan kali ini dia berharap semoga itu semua bukan fatamorgana

Semakin dekat nampak semakin jelas. Ternyata matanya tak salah melihat. Yang ada di depannya benar-benar air yang melimpah. Tepatnya sebuah danau.

Namun untuk sampai kesana ternyata tak semudah yang dibayangkan. Apalagi dengan kondisi tubuhnya sekarang. Nadine harus menuruni tanah miring nan cukup curam yang ada didepannya. Tak ada jalan lain atau memutar, mau tak mau medan ini harus ia lewati. Ia dipaksa berjudi dengan sebuah kesempatan terakhir.

Dengan perlahan Nadine menuruni tanah miring itu. Sambil berpegangan pada tumbuhan yang ada disekitarnya, kakinya menapak mencari pijakan yang pas, agar tak berakhir dengan terguling seperti beberapa waktu yang lalu.

Hati-hati Nadine bergerak centi demi centi sambil menahan nyeri dikaki yang ia jadikan tumpuan. Tubuhnya yang semakin lemas, membuat tangannya kian lemah mencengkeram pegangan, dan lututnya kian bergetar hampir tak kuat menahan beban.

Tinggal beberapa meter lagi dia akan sampai dibawah. Sekuat tenaga Nadine memaksa tubuhnya agar tetap bertahan. Namun suatu ketika kaki Nadine salah menginjak kontur tanah yang tidak stabil. Membuat tubuhnya terperosok dan kembali harus jatuh terguling sampai dasar.

Beruntung ia terjatuh dari tempat yang sudah tidak terlalu tinggi. Membuatnya tidak mendapat tambahan cidera di tubuhnya. Dengan energi tersisa Nadine berusaha kembali bangkit. Dan setelah berdiri sempurna, akhirnya ia mendapati dirinya kini telah sampai berada di tepi sebuah perairan. Sebuah danau luas dengan airnya yang meruap-ruap. Sebuah danau dengan nama Danau Taman Hidup.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Beberapa waktu sebelumnya....


Sementara itu beberapa orang berseragam orange, yang tak lain adalah jajaran Tim SAR dan beberapa pemuda dari komunitas pencinta alam serta warga sekitar, tampak tengah ramai menyisir setiap sisi sudut Argopuro.

Sudah enam hari berlalu sejak pencarian dilakukan atas kasus hilangnya seorang artis nasional di kawasan Gunung Argopuro saat melakukan pendakian. Segala hal telah dilakukan, pencarian dari darat bahkan dari udara pun telah dilaksanakan.

Rombongan wartawan dari berbagai Stasiun TV dan media cetak nampak menyemut di sekitar Basecamp pendakian Baderan dan Bremi. Mereka sibuk hilir mudik mencari perkembangan info terbaru atas hilangnya artis dan presenter cantik Nadine Chandrawinata.

Diantara rombongan para tim SAR dan relawan yang menyusur Argopuro, tampak pula disana kerabat serta beberapa rekan Nadine sesama host My Trip My Adventure. David John Schaap, Vicky Nitinegoro, Dion Wiyoko, Hamish Daud, kembar Marcel - Mischa dan beberapa beberapa teman lainnya yang juga turut ikut melakukan pencarian.

Fokus pencarian mereka hari ini adalah penyusuran ulang disekitar Danau Taman hidup. Meskipun area itu sudah pernah disisir dan berada sangat jauh dari tempat korban terakhir kali terlihat. Namun mereka mengantisipasi area yang mungkin terlewatkan saat proses pencarian sebelumnya.

Tak ayal, Danau Taman Hidup yang setiap harinya selalu hening dan senyap, akhir-akhir ini menjadi lebih riuh dari biasanya ketika puluhan orang tumpah ruah disana.

Sampai sore akhirnya datang, dan para relawan satu persatu mulai kembali ke tenda-tenda dan camp darurat yang mereka dirikan di tepi danau. Mengakhiri pencarian dihari yang sepanjang siang berselimut mendung itu, kembali mendapat hasil mengecewakan.

Tak ada sedikitpun petunjuk ditemukan tentang dimana keberadaan Nadine sekarang. Rasa lelah dan pesimis mulai menghinggapi perasaan para tim pencari. Hampir semua tempat telah disisir oleh para SAR dan relawan yang berjumlah lebih dari seratus orang yang tersebar diseluruh penjuru Argopuro. Namun Nadine Chandrawinata yang menjadi target pencarian seolah hilang tak berbekas bak ditelan bumi.

Tak terkecuali oleh mereka, teman-teman seprofesi Nadine yang ikut serta dalam proses pencarian itu. Mereka yang selalu menunggu dengan setia kabar baik yang diharap akan segera datang. Namun kian waktu berlalu dan hari berganti, hanya cemas dan rasa khawatir yang semakin hari semakin menjadi. Mengingat akan nasib dan keselamatan rekannya itu, mengingat sampai detik ini Nadine belum kunjung diketahui rimbanya.

Di depan sebuah tenda berwarna biru tua, seorang pria tengah berdiri tegap menatap kosong, tenangnya air danau didepan sana. Sesekali pandangannya juga jauh menerawang ke arah rimbunnya hutan di ujung danau seberang. Jauh di dalam, hatinya selalu bertanya, "lo dimana Nad?"

Dari raut wajahnya tergambar jelas dirinya sangat terpukul atas kejadian hilangnya Nadine. Pikirannya berkecamuk, antara rasa sesal, sedih, bodoh, dan sebuah pengharapan yang dia pertahankan agar tak segera padam.

"Jangan terlalu berlebihan, ini bukan salah lo," sapa salah seorang temannya yang baru saja keluar dari tenda.

"Entahlah, gue cuma ngrasa kalau sampai hal buruk sampai terjadi sama dia, mungkin akan jadi penyesalan sepanjang hidup gue."

"Kita tahu gimana Nadine. Doi cewek yang kuat, gue yakin doi bisa bertahan disana."

"Udah hampir seminggu Yon, Nadine hilang. Dan selama itu pula belum ada tanda-tanda sedikitpun tentang keberadaannya."

"Bukan cuma lo men, Kita semua khawatir padanya. Kita semua teman sekaligus keluarga disini. Dan apapun yang akan terjadi kita semua ada buat lo dan Nadine, jadi please berhenti salahin diri lo terus. Kita hadapi ini sama-sama."

Pria itu kini hanya diam. Tenggelam dalam kalutnya pikiran dan sebuah beban bernama tanggung jawab. Ucapan temannya tadi benar. Nadine adalah wanita kuat. Dia adalah orang yang paling bersemangat ketika melakukan perjalanan dan petualangan. Namun bertahan di hutan hampir seminggu tanpa bekal dan peralatan, adalah hal yang akan sangat sulit dilakukan, bahkan oleh seorang profesional. Memikirkan hal itu membuat dadanya kian sesak. Hingga tak lama kakinya mulai melangkah beranjak dari tempat berdirinya sekarang.

"Mau ke mana lo?"

"Jalan-jalan bentar, cari angin."

"Hari udah sore, lagian kabut juga udah mulai turun."

"Gue gak akan apa-apa, lagian juga cuma bentar, gue janji balik sebelum malam."

"Yaudah. Tapi hati-hati sob."

Pria itu mulai berjalan menjauhi keramaian camp darurat yang sengaja didirikan di pinggir danau untuk digunakan sementara para relawan tinggal. Selangkah demi selangkah kakinya menyusuri tepian danau, sekedar mencari tempat menyendiri untuk menenangkan diri.

Bersama putih kabut yang mulai turun menyelimuti Taman Hidup, semakin menciptakan suasana sekitar terasa dipenuhi mistis dan samar. Namun semua itu tak pernah ia hiraukan. Yang ia butuhkan sekarang hanyalah sedikit ketenangan.

Hingga tak terasa perjalanannya sudah cukup jauh dari area perkemahan. Tepatnya sekarang dia berada di ujung Taman Hidup, disisi seberang perkemahan. Tak ada rasa takut sedikitpun dihatinya, meskipun hari akan segera beranjak gelap dan kini dia sedang dikelilingi hutan berkabut yang menyimpan rapat banyak rahasia. Kakinya terus melangkah.

Sampai akhirnya, tiba-tiba langkahnya terhenti. Fokus pandangannya ia tajamkan, suatu objek telah mengusik perhatiannya. Tampak samar-samar dikejauhan sana, meski tak terlalu jelas karena kabut yang mulai menebal. Namun indera penglihatannya meyakinkan, ia melihat sebuah sosok bayangan diantara putih halimun yang memenuhi udara.

Matanya menangkap bayangan seseorang yang nampak tengah berjalan terseok-seok dipinggir danau. Terlihat dari jauh, langkah orang itu terlihat tak beraturan, bahkan sesekali terlihat tubuhnya ambruk ketanah, sebelum kembali bangkit dan berjalan.

Dengan kewaspadaan yang dia tingkatkan, fokus lelaki itu semakin ia tajamkan, mengawasi dengan seksama sebuah bayangan yang bergerak dalam kabut temaram. Bersiap dengan bahaya yang mungkin setiap saat datang. Apalagi disaat seperti sekarang. Ketika malam akan segera menjelang.

Namun mendadak mata lelaki itu terbelalak. Bahkan degub jantungnya berdetak lebih cepat, saat objek yang dia awasi sedari tadi bergerak semakin dekat. Bak tersambar petir disore hari ketika menyadari sosok yang dia perhatikan berada jauh didepannya, ternyata adalah seseorang yang dia kenal. Sangat dia kenal.

Dia adalah Nadine Chandrawinata. Gadis cantik yang telah enam hari menghilang. Seseorang yang hampir seminggu ini selalu dia cari. Juga artis yang belakangan menggemparkan jagad pertelevisian nasional, ketika diberitakan hilang dalam sebuah pendakian.

Tak menunggu waktu, secepat kilat pria itu segera melompat berlari menghampiri sosok disana yang terlihat mulai kepayahan melangkah.

"Nad, Nadine... Lo gak apa-apa, lo kemana aja Nad?" ucap pria itu setelah sampai didepan seorang gadis yang kini terlihat sangat kacau.

Melihat pria yang ada dihadapannya, gadis itu belum bisa berkata apa-apa. Bahkan langkahnya kembali limbung dan hampir kembali jatuh ketanah. Namun dengan sigap pria itu segera menangkap tubuh gadis itu dalam pelukannya sebelum tubuhnya kembali ambruk. Dan baru setelah itu, tiba-tiba tangis dari gadis itu pecah dalam pelukan Denny Sumargo.

"Huu...huu... Den, napa lo ninggalin gue, Napa lo ninggalin gue Den huuu..." ucap Nadine disela isak tangisnya.

"Maafin gue Nad, maafin gue gak bisa jagain lo," jawab Denny, sambil memeluk Nadine lebih erat untuk lebih memberikan rasa aman. Dia tahu sahabatnya itu baru saja mengalami hari yang sangat berat.

"Huu... Napa lo ninggalin gue Den..." kembali Nadine mengulangi kata-katanya.

"Iya Nad, gue salah, harusnya hari itu gue gak ngijinin lo buat keliling motret sendirian, tapi sekarang lo udah aman Nad, gue janji akan segera bawa pulang lo secepatnya," Denny mencoba menenangkan Nadine.

Tangis Nadine tak berhenti, bahkan air matanya semakin deras mengalir dalam dekapan Denny. Tubuhnya berguncang-guncang, tersedu dalam dekapan sahabatnya.

"Lo jahat Den, lo jahat... Napa tadi pagi lo tinggalin gue sendirian di hutan. Gue takut Den, Gue takut, huhuu.."

"Maksud lo tadi pagi gimana Nad, hampir seminggu ini gue sama Vicky dan teman-teman lain panik nyariin lo yang kaya hilang ditelan bumi."

"Jangan bohong Den, gue baru kepisah sama kalian kemarin pagi. Dan kemarin sore, gue juga udah ketemu lo lagi. Bahkan tadi malam kita bersama. Tapi tadi pagi lo udah ninggalin gue lagi," sambil terisak Nadine memberondong Denny dengan kata-kata yang justru membuat Denny semakin bingung tak mengerti.

"Lo ngomong apa Nad? Gue gak paham apa yang lo maksud. Gue udah gak ketemu lo lagi sejak di Cikasur sampai saat ini. Dan... Nad, lo hilang udah enam hari. Dan selama itu pula gue, Vicky, Dion, David, Marcel, Mischa, BASARNAS, dan relawan lainnya gak berhenti buat nyariin lo di gunung ini."

"Gue baru terpisah sama kalian kemarin...!"

"Naddd...."

"Lo bohong Den, lo jahat.." Segala penjelasan Denny malah membuat kepala Nadine berputar. Tampak tak ada kebohongan dalam nada ucapan Denny. Namun hal itulah yang justru membuat Nadine diterpa ribuan tanda tanya.

Belum lupa dalam ingatan Nadine ketika semalaman mereka bergumul merengkuh kenikmatan bersama. Masih terasa pula bagaimana bernafsunya Denny ketika mencumbu setiap bagian tubuh dan menggaulinya. Bahkan tak bisa dipungkiri Nadine, semalam adalah pengalaman seksualnya yang paling luar biasa. Dan Nadine yakin semua itu bukanlah sekedar imajinasinya.

Namun semua kenangan semalam seolah buyar, ketika senja ini dia kembali bertemu dengan Denny. Namun dengan sebuah pernyataan dan kenyataan yang seakan sulit ia terima. Tapi dari semua pengalamannya, dia meyakini bahwa Denny adalah seorang teman yang sangat bisa dipercaya. Termasuk saat ini. Meskipun sulit tapi entah kenapa dia percaya pada semua ucapan Denny. Membuat sebuah tanda tanya besar menggantung diatas kepalanya. Siapa yang semalam bersamanya?

"Udah Nad, gue tau lo baru saja mengalami hari-hari berat. Gue memahami keadaan lo sekarang. Perasaan lo masih belum stabil. Sekarang gue akan bawa lo pulang, perjalanan kita sudah selesai," Denny mencium kening Nadine, sambil semakin membenamkan Nadine dalam pelukannya.

"Bawa gue pulang Den, gue udah capek," Nadine berkata lirih.

"Gue janji."

Sebuah kelegaan yang dalam membuncah didalam hati Denny. Bagai sebuah bendungan yang dibuka, ketika tumpukan rasa resahnya yang menggunung kini telah sirna. Mendapati sahabatnya kembali dalam keadaan baik-baik saja. Sampai tak lama berselang sebuah suara terdengar dari arah belakang mereka.

"Mas, mas Denny gak apa-apa? Kita dimintai tolong sama teman mas buat nyusulin mas, yang katanya udah lama pergi belum balik-balik?" Sapa sebuah suara yang ternyata adalah beberapa relawan yang sengaja menyusul Denny kesini.

"Saya gak apa-apa pak, pak tolong ini teman saya sudah ketemu pak," balas Denny pada rombongan itu.

"Wah, jadi ini temannya sudah ketemu mas, ketemu dimana? Sebentar, saya menghubungi teman-teman di camp dulu mas," orang-orang dalam rombongan itu nampak terkejut. Salah seorang diantaranya sedikit menjauh dan menghubungi teman-temannya di camp darurat dari sebuah walky talky.

Tempat camp dimana tim SAR, relawan, dan para teman-teman Nadine saat ini beristirahat mendadak gempar, ketika datang berita yang mengatakan Nadine Chandrawinata telah ditemukan dengan selamat. Tanpa dikomando hampir seluruh anggota tim pencari disana segera bersiap menuju tempat dimana diinfokan Nadine ditemukan. Tak ayal puluhan manusia kembali bergerak menyusuri tepian Danau Taman hidup, menembus dinginnya kabut senja yang mulai pekat.

Pun demikian di Basecamp induk Baderan dan Bremi. Suasana riuh dari petugas, warga, atau wartawan, juga terlihat ketika kabar ditemukannya Nadine menyebar dengan cepat dan telah sampai disana. Puluhan wartawan semakin antusias mendengar kabar yang baru saja tiba. Mereka seakan ingin berlomba menjadi yang pertama menyiarkan berita telah ditemukannya artis Nadine Chandrawinata.

Kembali ke kawasan Danau Taman hidup. Ditengah perjalanan, para tim evakuasi dari camp darurat ternyata sudah bertemu dengan rombongan yang berhasil menemukan Nadine sebelumnya. Yang ternyata perlahan-lahan mereka juga sudah bergerak kembali menuju camp darurat. Terlihat disana Denny yang sedang menggendong Nadine di punggungnya, dan beberapa relawan yang tadi menyusul Denny ke tempat dimana Nadine ditemukan.

Suasana suka cita dan haru begitu terasa disana. Beberapa rekan dan keluarga segera menyapa Nadine, untuk memastikan keadaannya. Nadine yang telah tampak letih dan lemas hanya mampu menanggapi setiap sapa yang datang padanya dengan sepatah dua patah kata, dan sebuah senyuman.

Dari sana tim SAR mulai mengambil alih proses evakuasi korban. Nadine segera dipindahkan ke sebuah tandu untuk segera dievakuasi secepatnya ke tempat aman, dan dilanjutkan ke Rumah Sakit terdekat malam itu juga.

Sementara itu, bersama riuh manusia yang menyambut dengan lega atas ditemukannya Nadine Candrawinata dengan selamat. Yang dalam beberapa hari belakangan ini membuat banyak orang berharap-harap cemas. Tak ada seorangpun yang menyadari jika sedari tadi sepasang mata sedang mengawasi.

Diantara rimbun dan gelapnya hutan disenja nan mendung itu, sesosok makhluk hitam tinggi besar dan berbulu lebat sedang bertengger disebuah dahan pohon yang tertutup lebatnya dedaunan. Mata merahnya yang besar tajam mengawasi iring-iringan rombongan yang mulai meninggalkan kawasan Danau Taman Hidup.

Sedangkan mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi panjang tak beraturan nampak tersenyum, mengingat segala ulahnya yang telah berhasil "berbuat" dan menanamkan "sesuatu" pada seorang anak manusia yang cantik jelita. Sebuah kenang-kenangan yang tentunya tidak akan mudah gadis itu lupakan.

Angin berdesir lirih menyapu ujung-ujung dedaunan, menimbulkan suara gemerisik nyanyian hutan. Seiring langkah-langkah para manusia yang berjalan semakin jauh menuju kembali ke keramaian peradaban. Menyisakan suatu cerita tak terlupakan dimedan pendakian terpanjang.

Argopuro kini sunyi kembali.


~ ¤ ¤ ¤ ~


Satu bulan kemudian


Panas terasa begitu menyengat ketika terik surya bagai membakar seisi Ibu Kota disiang hari yang sibuk itu. Lalu lalang berbagai jenis kendaraan, padat memenuhi setiap sudut jalanannya, disela suara bising klakson dan kepulan asap knalpot yang menjejali udara.

Langkah-langkah manusia nampak selalu buru-buru, seakan tengah berlomba dengan waktu. Bagai tiada lagi hari esok ketika roda masa tengah berputar ditengah hiruk pikuknya belantara Ibu kota.

Disebuah kedai minuman disekitar sudut kota. Sepasang pria dan wanita nampak tengah serius berbincang disana. Dengan serius si wanita sedang menceritakan sesuatu hal dengan mimik muka yang tegang. Seakan ingin menegaskan segala hal yang diucapkannya adalah benar adanya.

Sedangkan sang lelaki juga terlihat begitu antusias mendengarkan. Sambil sesekali bibirnya menghisap sedotan dari cup Cappucino dingin yang tersaji diatas meja yang terletak didepannya.

"Lo waktu itu gak lagi berhalusinasi kan Nad?"

"Den, gue serius ngalamin hal itu. Sore itu gue bener-bener ketemu seseorang yang mirip banget sama lo."

"Tapi itu gak mungkin Nad. Waktu itu gue dan kawan-kawan hampir seminggu lagi sibuk nyariin lo. Selepas pagi di Cikasur, gue udah gak pernah ketemu lo lagi."

"Gue tahu Den, gue juga ngerasa ada sesuatu yang lain dari sifat lo yang biasanya gue temui waktu itu. Maka dari itu Den, gue sengaja ngajak lo ketemu disini sekarang, karena lo salah satu temen yang bisa gue percaya," ucap wanita itu pelan, sambil mengalihkan pandangannya keluar kaca. Menatap ramainya kendaraan yang berlalu lalang di jalanan.

"Gue percaya kok Nad sama elo, gue hargain itu," pria itu menanggapi, sambil memegang dagu si wanita agar menatapnya. Namun si wanita malah menundukkan kebawah kepalanya.

"Malam itu gue juga udah 'nglakuin' sama orang itu Den."

"Maksud lo...?" Pria itu bertanya arti dari ucapan wanita dihadapannya.

"Gue udah tidur sama dia," jawabnya pelan. Sesuatu yang menyesakkan seolah tengah memenuhi dadanya.

Lelaki itu menghirup nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mendengar kata demi kata pengakuan dari sahabatnya yang semakin terdengar aneh dalam nalarnya. Namun dia tetap berusaha bijak menanggapi setiap ucapan dari sahabatnya itu, agar segera bangkit dari trauma dan kembali bersemangat seperti sedia kala.

"Nad, semua udah berlalu, lupain segala sesuatu yang menurut lo emang pantas buat dilupain. Lo harus bangkit. Semua kenangan tentang pengalaman buruk itu harus lo tinggalin. Sekarang semua sudah berakhir," tegas lelaki itu berkata.

"Belum Den, semua belum berakhir." Wanita itu memberanikan diri menatap mata lelaki di hadapannya.

"Maksud lo apa Nad...?"

"Den...," ada jeda cukup lama sebelum wanita itu mengucapkan kalimat selanjutnya. Terlihat dia menarik nafas panjang. Mengumpulkan segenap keyakinan, sebelum bibirnya kembali berucap, "gue hamil."



<* * * T A M A T * * *>
 
Terakhir diubah:
Petromax :haha:

:baca:dulu ya suhu

Waduuhh.. Jd si nadine hamil ma genderuwo ni critanya :hua:

Ngehe banget tu setan :galak:

Ok.. Dlm LKTCP ini baru suhu yg ambil tema misteri yg berhub dgn PA.. Ceritanya menarik sangat :jempol:

Alurnya smooth, space antar paragraph nya ok ga bkin capek yg baca n ss nya bikin :konak:

Cuma ane nemu 2 typo ttg bb code aj.. Selain itu ga ada

Ini contoh nya
Dan secara alamiah telah membuat naluri

exploring[/] Nadine bangkit

Satu lg

please[/i] berhenti salahin diri lo terus. Kita hadapi ini sama-sama."

Msh ada wkt suhu buat d benerin :Peace:
 
Terakhir diubah:
Petromax :haha:

:baca:dulu ya suhu

Waduuhh.. Jd si nadine hamil ma genderuwo ni critanya :hua:

Ngehe banget tu setan :galak:

Ok.. Dlm LKTCP ini baru suhu yg ambil tema misteri yg berhub dgn PA.. Ceritanya menarik sangat :jempol:

Alurnya smooth, space antar paragraph nya ok ga bkin capek yg baca n ss nya bikin :konak:

Cuma ane nemu 2 typo ttg bb code aj.. Selain itu ga ada

Ini contoh nya
Dan secara alamiah telah membuat naluri

exploring[/] Nadine bangkit

Satu lg

please[/i] berhenti salahin diri lo terus. Kita hadapi ini sama-sama."

Msh ada wkt suhu buat d benerin :Peace:

Thank u kakak suhu, koreksimu sungguh berharga :)
 
wkwk

mau naik argopuro bareng temen jadi mikir2 dlu,

kl terserem kata bapakku Gunung Arjuno bukan ?


tnyata beberapa ank semprot bnyk yg suka ndaki juga, kapan2 adain treking rame2 se forum asik juga lho

wkwk
 
alamat gak tidur malem ini..
sukses dibikin merinding sama suhu,.
 
great post suhu.... tadinya mau nanya, emang boleh begituan di gunung? eh trnyata penunggunya yg nglakuin...
 
wkwk

mau naik argopuro bareng temen jadi mikir2 dlu,

kl terserem kata bapakku Gunung Arjuno bukan ?


tnyata beberapa ank semprot bnyk yg suka ndaki juga, kapan2 adain treking rame2 se forum asik juga lho

wkwk

Naik sih naik aja kak, yg penting etika dijaga pas digunung, klo serem sih tergantung orangnya ya, tapi Arjuno welirang emang wingit, lumayan bisa denger campur sari di tengah gunung malem2, alas lalijiwo-nya top :)



alamat gak tidur malem ini..
sukses dibikin merinding sama suhu,.

gak terlalu seram kok kak, cuma dikit buat kepentingan alur :)

great post suhu.... tadinya mau nanya, emang boleh begituan di gunung? eh trnyata penunggunya yg nglakuin...

tadinya idenya jg mau dibikin sesama pendaki, tapi kok kayaknya nglanggar etika wlo cuma tulisan, ntar malah pada ikut2 :)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
@isyah & ulgly : thanks dah mampir :)

@ mr ron : kyknya udah gak kak, maklum dah kepala tiga, hehe.. :)
 
Waaa ceritanya bagus banget suhu :jempol: gak tahan ane, panas banget ss nya hahaha meskipun itu genderuwo :D
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Kenapa Odanz yang balas komeng :kk:

Jangan-jangan ini klonengan Odanz :galak:



Eh iya.. Ini beneran clon suhu odanz :huh:

Pantes aja kalo gt mah ceritanya bisa smooth getoo :kk:

Abis baca "Dan" jg soalnya :sendirian:

Masih pada inget aja sama "odanz", gw aja udah lupa :D



Eman banget.. Padahal genre ceritaku mirip gini.. Cuma beda aja alurnya.. Genre nya misteri.. Hiks hiks.. Gak sempet repot kena musibah orang tua ane.. &#128560;&#128560;

sabar kak, anggap aja cerita ini mewakili ceritanya kakak suhu :)
 
Bimabet
waaaaaahhhh.... Cerita bagus ini...

lebih bagus lagi kalo ada kelanjutanya....

cerita setelah si Nadine hamil sanaknya gendruo gimana yaaa....???
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd