Maaf suhu semua, karena kesibukan di rl, jadi susah mau update, diusahakan update berikutnya dalam waktu dekat ya suhu
--ooo--
10: Mission Abort
Setelah Nura berkata seperti itu, sepertinya pertahanan terakhirnya sudah hilang, saat kutatap mata Nura tidak ada lagi keraguan di matanya, entah kenapa aku dapat melihat rasa sayang yang sering kulihat di mata istriku saat menatapku. Karena Nura sepertinya sudah yakin dengan keputusannya, berarti ini saatnya memberikan Bunka sarang baru untuknya. Kugenggam erat tangan Nura yang masih menggenggam tanganku.
D: “Kamu yakin Ra?”
N: “Iya mas, lakukan apa yang saat ini ingin kamu lakukan kepadaku mas, bersihkan aku dari noda lelaki gila itu mas...”
Jawab Nura sambil tersenyum manis dengan matanya agak berkaca, aduh malah aku yang jadi ragu sekarang. Kalau aku yang sebelumnya dengan kegilaanku dulu (next di my unfaithful life season 1 akan diceritakan), mungkin aku akan langsung menyantap hidangan di depan mataku. Tapi mungkin karena aku telah menerima terapi kasih sayang dari istriku yang membuat kegilaan dan keganasanku cukup jauh memudar, saat memandang mata Nura yang berkaca-kaca dan penuh kasih sayang itu, aku malah ingin mundur sekarang. Mungkin aku terlihat pengecut, tapi itulah yang aku rasakan saat ini, tidak tahu darimana datangnya, tetapi pikiran dan hatiku berkata, kalau aku memang mulai menyayangi wanita yang ada di depanku ini. Baiklah, aku akan berterus terang, persetan dengan akibatnya...
D: “Ra, kamu ga perlu melakukan ini Ra”
N: “Aku yakin mas, saat ini memang ini yang aku butuhkan”
D: “Maksud aku, kamu benar-benar tidak perlu melakukan ini Ra”
N: “Mas..” Belum sempat Nura menjawab aku memotong kata-kata Nura
D: “Kamu ga perlu melakukan ini karena orang gila itu tidak akan meneror kamu lagi dan memaksa kamu untuk melakukan ini”
N: “Tapi aku...hah?maksudnya mas?kamu udah menemukan orang itu mas?”
D: “Huffftt.....” Kutarik nafas panjang dan kuhembuskan “Tidak perlu dicari Ra, orang gila itu ada di depan matamu Ra...” Jawabku sambil menunduk
N: “Hah?gimana mas maksudnya?Maksud kamu, orang gila itu kamu mas?”
D: “Itu aku Ra...”
N: “Jangan bercanda mas, ga mungkin, aku udah mastiin kalau kamu ga pernah ngirim chat itu ke aku mas”
D: “Rani Ra...Rani yang bantu aku...Tapi tolong jangan salahin dia, aku yang maksa dia melakukan ini, karena aku memegang rahasianya...”
Nura terlihat sangat terkejut, matanya memandangku nanar, terlihat kemarahan, rasa kecewa dan sedih di raut mukanya. Dia membuka mulutnya seperti akan berkata sesuatu, tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Melihatnya seperti itu, aku melihat sekeliling dan menemukan HP Rani di salah satu bagian kamar, aku berjalan menuju HP nya, kuambil dan kulihat kamera hpnya masih merekam, ku stop dan setelah itu kuhapus video itu. Lalu aku berjalan kembali ke arah Nura, kuletakkan hpnya di samping tempat tidur, lalu aku duduk di kursi depan Nura. Kulihat daritadi Nura masih memandangku dengan rasa kaget, marah dan kecewanya. Air mata mengalir di pipinya.
N: “Mas...kamu kenapa setega itu mas sama aku?” Nura bertanya sambil menangis menahan marahnya
D: “Aku...mungkin karena memang aku orang yang seperti itu Ra...”
N: “Kenapa harus aku mas?aku pernah bikin salah ke kamu??!!” Nada bicara Nura mulai tinggi kepadaku
D: “Mungkin ini keegoisanku...mungkin kalau aku menceritakan semuanya ke kamu, kamu juga ga akan percaya dan menganggap itu alasanku...”
N: “Jadi semua perhatian kamu dari tadi pagi itu semua bohong mas cuma akal-akalan kamu aja?Semua perhatian yang kamu berikan selama ini ke aku cuma permainan buat kamu mas?!!Selama ini kamu di kantor ngasih aku makanan, minuman, nungguin aku lembur, terus selalu jagain aku kalau aku ketiduran di meja sampe kemaleman itu cuma permainan kamu?!?!”
D: “Eh kamu nyadar kalau aku ngelakuin semua itu Ra?”
N: “Aku..aku baru sadar mas, tapi bukan itu permasalahannya, kenapa mas??Kenapa kamu mempermainkan aku seperti ini?Kenapa kamu sampai tega memperkosa aku???” Nadanya mulai melunak kepadaku
D: “Semua perhatian yang aku berikan kepada kamu baik selama ini ke kamu, itu beneran Ra, dan bukan sebuah permainan...Yang aku lakukan saat ini kepada kamu itu memang salah, tapi aku tidak kepikiran soal ini sebelumnya...Sebelumnya aku tidak pernah merencanakan soal ini, sampai akhirnya kamu sempat marah ke aku sehari sebelum kita berangkat, padahal aku gatau kenapa kamu tiba-tiba bersikap jutek dan marah-marah ga jelas, dan pas hari H kita berangkat ternyata kamu hanya berangkat sendiri, saat itu aku mulai merencanakan ini semua...”
N: “....”
D: “Tapi itu semua memang bukan berarti yang aku lakukan ke kamu sekarang bisa dibenarkan, maaf Ra, tapi aku ga akan melakukan itu lagi, semua foto-foto itu akan aku hapus, aku akan berhenti, melihat kamu tadi saat begitu yakin memintaku untuk menemanimu di sini, aku sadar kalau aku sayang sama kamu bukan cuma sekedar suka, ya, aku sayang sama kamu Ra...Jika setelah ini kamu mau marah ke aku atau mau melakukan apapun, aku akan terima Ra...”
N: “....”
D: “Semoga kamu juga sudah bisa tenang dan ga kepikiran lagi, orang gila ini ga akan meneror kamu lagi, sekali lagi aku minta maaf Ra”
Setelah berkata semua itu kepada Nura, aku berdiri dan melangkah menuju connecting door kamar kami, aku menatap ke arah Nura yang sedang tertegun, lalu masuk ke kamarku dan menguncinya.
POV Nura
Bingung, marah, sedih, kecewa...semuanya bercampur aduk dalam pikiranku. Aku tidak mengerti kenapa mas Dhanar tega melakukan ini kepadaku. Meskipun ia bilang aku bisa tenang karena tidak ada lagi yang akan menerorku, tapi bagaimana dengan tubuhku? Setelah dia puas memperkosaku sebelumnya saat aku tidak sadar, dia seenaknya bilang tidak akan melakukan ini lagi. Dia bilang kalau aku bebas mau marah atau melakukan apapun kepadanya, tapi apakah itu bisa mengembalikan keadaanku seperti semula?
Aku terduduk lama di pinggir kasur sambil memikirkan semua itu, mungkin karena terlalu banyak menangis dan rasa shock yang aku alami seharian ini, kepalaku terasa berat. Aku baringkan tubuhku di kasur sambil menatap langit-langit kamar. Kenapa semua ini harus terjadi? Tadi mas Dhanar bilang sebelumnya dia tidak kepikiran melakukan ini semua kepadaku, meski aku tidak tahu apakah yang dia katakan itu benar atau tidak, tapi dia benar sehari sebelumnya aku sempat marah-marah tanpa sebab kepadanya. Waktu itu aku marah karena tiba-tiba suamiku membatalkan untuk ikut aku berangkat ke bali untuk menemaniku, aku bertengkar hebat dengan suamiku, sehingga aku merasa bad mood seharian, hari itu pun aku pulang telat dan seperti biasa mas Dhanar ada di ruangan untuk menemaniku dengan alasan masih ada lemburan.
Saat mas Dhanar menghampiriku untuk memberikan minum, entah kenapa saat itu aku juga teringat saat paginya mas Dhanar membantu bu Tia membawakan barangnya dan mereka terlihat begitu dekat sambil bercanda-canda. Ditambah rasa bad mood ku karena suamiku saat itu aku merasa jadi sangat marah sekali dan aku melempar botol minuman ringan yang mas Dhanar berikan kepadaku dan kubilang gausah sok peduli kamu mas. Sejujurnya setelah itu aku kaget atas reaksiku, dan saat kulihat mas Dhanar, terlihat mas Dhanar terkejut menarik nafas panjang dan terlihat kecewa ketika dia mengambil botol minuman itu lalu ia letakkan lagi di mejaku, setelah itu tanpa berkata apapun dia beres-beres lalu segera pulang.
Jujur karena hal itu aku sempat tak enak, tapi malamnya aku bertengkar lagi dengan suamiku sehingga aku lupa akan hal itu. Mungkin itu lah yang dimaksud mas Dhanar. Tapi seperti kata mas Dhanar, apapun alasannya yang dia lakukan bukan berarti bisa dibenarkan. Sudahlah aku tidak tahu lagi, lebih baik aku tidur sekarang.
POV Dhanar
Aku duduk mengikuti seminar tetapi tidak dapat berkonsentrasi sambil melihat kursi di sebelahku yang kosong. Saat pagi tadi kudatangi kamar Nura, dia sempat menjawab tidak ikut seminar. Setidaknya dia masih mau menjawabku. Soal semalam, semuanya sudah kuceritakan pada Rani pagi tadi, dia sempat bingung, kenapa aku membatalkan rencana itu. Aku jelaskan juga pada Rani apa yang kurasakan semalam. “Dasar kamu mas, bisanya sayang lagi sama cewe lain, padahal udah punya istri, eh ga cuma istri deh masih ada pacar-pacarmu juga di sana, hihihi” . Itu lah jawaban Rani padaku. Sekarang aku hanya bisa melihat saja apa yang akan terjadi nanti. Apapun yang akan Nura lakukan, aku akan menerimanya.
POV Nura
Siang ini aku masih berbaring di kasur, tadi pagi mas Dhanar membangunkanku dan mengajakku untuk pergi ke seminar dan tentu saja kujawab tidak mau. Tapi aku juga masih merasa aneh, walaupun semalam aku begitu marah kepadanya, yang selalu muncul di kepalaku adalah kenapa mas Dhanar berbuat seperti itu, rasa kecewaku padanya, rasa sedihku karena semalam apa yang kurasakan tak dapat dipungkiri adalah rasa yang sudah lama tidak kurasakan, sedangkan marah karena telah diperkosa atau diperlakukan seperti ini, ya tentu saja ada tapi hanya sebagian kecil. Kenapa lagi aku ini?
Saat sedang berbaring ini, tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Aku berjalan ke pintu dan melihat keluar dari lubang intip, ternyata ada mbak Rani di luar. Mau apa dia ke sini? Kubuka pintu sedikit.
N: “Ada apa mbak?”
R: “Boleh aku masuk sebentar mbak Nura?”
N: “Kenapa mbak?” kataku sambil hanya mengintip sedikit dari pintu yang terbuka sedikit
R: “Ada yang mau aku bicarakan...”