Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Nakalnya Senyum Istriku (WARNING : CUCKOLD CONTENT)

Sudah baca?

  • Dibalik teduhnya senyum ibuku

    Votes: 51 75,0%
  • Terjebak hasrat (Lisa dan Labirin)

    Votes: 32 47,1%

  • Total voters
    68
  • Poll closed .
09 | SURGAWI SEMU

Hujan masih belum berhenti saat aku sudah berada didalam sebuah ruang tunggu klinik dokter yang sejak lama menjadi tempat curhat terakhir ku.

"Feri Irwan" ucap seorang wanita dari balik ruangan tertutup kaca.

Aku mendekati nya dan merendahkan kepalaku untuk bisa melihat dengan langsung.

"Obat nya bisa diminum saat serangan panik, satu lagi bisa rutin seminggu ini satu kali sehari sehabis makan ya" ucap nya yang aku tanggapi secepat mungkin.

Setelah dirasa cukup aku memilih untuk meninggalkan ruangan bernuansa putih dan kelam ini, tepat disinilah aku dipulihkan dari rasa trauma yang sayang nya muncul kembali baru ini.

Masih teringat dengan jelas dokter yang merawat ku dulu hanya menggeleng kan kepala dan dengan cepat tahu penyebab aku datang untuk meminta surga semu berupa obat keras yang bisa melupakan sejenak tentang rasa sakit, kehilangan juga kecewa terhadap dunia.

Hingga yang tersisa hanya untuk bernapas dan mencari tahu sampai sejauh mana tuhan memainkan bidaknya yang sudah tak berdaya ini.

Aku meremas pelan botol plastik bening berisikan beberapa kapsul berwana putih yang sudah mengahangat seiring kerasnya aku meremas. Penglihatan ku mulai mengabur saat efek obat yang sudah bekerja melemahkan saraf ku yang sebelumnya menegang melihat ingatan masa lalu.

Dering telepon membangunkanku, suara keras itu menjadi pengganggu yang terus saja memanggil tanpa tahu jika aku sedang males untuk sekedar bergerak.

"Kamu dimana si?" Tanya istriku setelah satu Minggu aku memilih untuk menghilang dari semaunya termasuk keluarga ku.

Terlintas notifikasi pesan dari istriku sudah menyentuh angka ratusan dan aku hanya bisa diam dan membukanya.

Pesan itu bermula saat aku pergi meninggalkan dirinya yang sedang asyik bersama Dasep - lanjut hingga satu hari kemarin dimana dirinya mengabari akan pergi bersama Maya dan mengintip kan anak-anak pada mertua ku.

Jam dinding dibalik tubuhku terus bergerak seiring dengan cahaya yang semakin terang mengisi seluruh ruangan studio ku pada rumah kedua.

Ya setelah meninggal kan rumah aku memilih untuk mengawasi kondisi rumah pada cctv dan tampaknya tak ada hal janggal karena semenjak aku pergi tak ada pria lain yang masuk kedalam rumahku.

Aku membersihkan sisa makanan yang berada diatas meja dan mencoba mengenyahkan rasa malas yang sebentar lagi akan datang.

Udara siang ini terasa sejuk dengan butiran air yang masih menetes dari sang langit dan jalan masih basah setelah jutaan kali terinjak panasnya ban kendaraan.

Aku menyalakan tv besar yang menjadi alat pemantauan ku selama ini dan bisa ditebak bahwa kondisi rumah sama dengan kemarin. Tak ada hal spesial yang terjadi bahkan mainan anak ku yang bereserak pada ruang tengah tak bergerak sama sekali.

TING TUNG

aku terhenyak saat suara bel pada rumahku mengalihkan fokusku pada tv yang masih menampilkan cctv, segera aku mematikan tv dan dengan cepat berjalan menuju pintu depan rumah.

Aku membuka pelan pintu rumahku dan betapa terkejutnya melihat istriku yang sudah berdiri ditemani Maya yang sedang mengerucutkan mulutnya.

Tanpa sepatah kata pun istriku mendorong dan memaksa masuk dan diikuti oleh Maya dengan gerakan yang sama.

"MANA LOE PELAKOR!!" Teriak istriku yang menyusuri seluruh rumah, mungkin jika ada semut - hewan itu akan berlari cepat karena kencangnya suara istriku yang bisa memecahkan gendang telinga.

Masih dengan emosi yang memuncak istriku berlari kearah taman belakang bahkan pintu yang tak bersalah pun turut menjadi korban dengan dibantingnya tanpa rasa ampun.

"Lo sembunyiin dimana ?" Tanya Maya yang saat ini berada disampingku.

"Hah?" Tanya ku yang masih tak mengerti.

"Halah jangan sok polos, lo tiba-tiba kabur ninggalin Elsa. Apalagi kalo bukan masalah cewe" ucap Maya bahkan ludahnya turut keluar hingga mengenai baju ku.

Aku menggeleng pelan dan menutup pintu depan sembari mengecek posisi dimana mobil istriku terparkir, setelah dirasa aman aku berjalan melewati Maya yang masih misuh misuh itu.

Istriku masih saja berjalan panik dan terdiam saat tanganku mengambil alih tubuhnya yang saat ini memakai legging hitam dan kaus putih itu.

"Aku sakit" ucapku yang membuat air mata istriku jatuh begitu saja.

Memang sejak awal kenal aku sudah berterus terang tentang masa lalu termasuk ketergantungan pada obat yang menjadi penenang ku selama ini.

Namun, setelah kelahiran anak pertama dengan ajaib obat yang selama ini menjadi penyokong tak lagi dibutuhkan dan berangsur pulih hingga sekarang aku memutuskan untuk memakan obat sialan itu.

Tangan ku kian erat memeluk tubuhku dan membuat mau tak mau aku ikut memeluk nya.

---

Didepan ku Maya sudah asyik dengan semangkuk bakso dan matanya fokus pada layar tv, sedang diriku masih menunggu istriku yang masih didalam kamar mandi.

"Maaf ya Fer, hehe" ucap Maya yang masih mengunyah itu.

"Hmm, Telen dulu kali baru ngomong" ucapku yang dibalas dengan suapan baru yang tak kunjung selesai karena Maya sudah menghabiskan dua mangkuk dan saat ini masuk mangkuk ketiga.

Istriku datang dengan muka yang masih basah dan tangan yang menggenggam botol berisikan obat milik ku.

"Ini yang mingguan?" Tanya istriku sembari menyodorkan obat padaku, aku dengan cepat mengambil alih dan menempatkan pada sisi bawah meja.



"Dokter Arman lagi?" Tanya istriku yang aku Amini.

"Abis ini mau kemana?" Tanyaku setelah berdiam cukup lama.

"Ke rumah Maya buat nyiapin hantaran pernikahan" ucap istriku yang ditanggapi oleh Maya dengan tatapan tak percaya.

Melihat itu aku berakting dengan senyuman yang tak bisa diartikan oleh siapapun - termasuk diriku.

"Yaudah hati-hati" putusku yang mengambil sisa mangkuk diatas meja untuk dibawa menuju dapur. Mengambil busa berwarna kuning dan setetes sabun kemudian ku usap pelan pada setiap sisi mangkuk.

Air dingin yang mengalir menjadi temanku saat ini meski sudah ada istriku yang memeluk dari arah belakang sembari mengucapkan salam perpisahan yang aku tangkap adalah sebuah pintu kebohongan baru.

Adrenalin ku kini terpacu kembali dengan rasa penasaran juga rasa antipati terhadap orang orang disekitar ku.

Berbeda dengan satu jam lalu ruangan ini kembali sepi dengan suara televisi yang sengaja aku hidupkan gar tak terlalu kosong, berkali-kali aku mengecek aplikasi cctv dan belum ada tanda-tanda kedatangan istriku.

Meski ada sedikit ragu tetapi rasa yakin ku kini lebih besar jika istriku akan datang bersama pria lain yang tak bisa aku tebak.

Merasa bosan pada acara televisi aku memindahkan pada aplikasi cctv yang berada pad ujung pilihan aplikasi televisi. Dalam satu klik mataku membulat melihat istriku yang tak berbusana berjalan menuju arah dapur sedangkan pada ruang tamu sudah duduk dua orang pria yang tak lain adalah Pak Soni dan Dasep yang sedang asyik dengan rokok nya.

"Ini serius pak kayak mimpi liat ibu Elsa kayak gitu" ucap Dasep dengan senyuman cabulnya.

"Hahaha, nanti kamu cobain memek orang kaya hahaha" balas Pak Soni yang memilih untuk berdiri dan menyusul istriku yang masih berkutat pada dapur.

"Uhhhh" lenguh istriku saat tangan nakal Pak Soni tiba-tiba bersarang pada pantat nya yang terbuka karena saat ini istriku hanya memakai celemek berwarna putih.

Tak sampai disitu tangan yang semula hanya meremas pelan kini menuntut hal lain dengan memasukan jari telunjuk nya pada sela diantara kedua pantat cantik istriku.

Benar saja, istriku merespon dengan semakin menungging kan pinggulnya.

Tak ada suara yang bisa aku dengar saat Pak Soni mendekatkan mulutnya pada kedua leher istriku, namun aku hanya bisa menggelengkan kepala saat gerakan itu direspon dengan senyuman manis dari istriku. Jari keriput milik Pak Soni masih saja berkutat pada belahan vagina istriku sedangkan Dasep sudah gerak gelisah dengan mencuri pandang kearah dapur.

"jangan ah pak" pinta istriku yang merasa risih saat tangan nya masih bergerak memindah kan beberapa bumbu kedalam wajan.

"Bentar aja dek Elsa" Pak Soni tak menghiraukan dan tetap mengusap pantat mulus milik istriku.



Dasep hanya bisa diam dengan mata yang tak kunjung beranjak dari perbuatan cabul Pak Soni yang menuntut untuk dibalas. Tangan keriput milik Pak Soni kini berpindah menuju perut istriku yang bisa dengan mudah disentuh karena celemek yang dipakai terhalang oleh payudara yang membusung.

Istriku hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Pak Soni yang tak kunjung berhenti meski mulutnya sudah berbusa untuk memohon tidak diganggu, namun seperti ingin menunjukkan hasil karya pada Dasep orang tua itu dengan sigap mengabaikan segala permohonan istriku.

Benar saja usapan yang semula hanya berkutat pada perut kini berpindah menuju arah bawah bahkan dengan menggerakkan lebih dalam jari-jari Pak Soni sudah bersarang pada vagina istriku. Aku hanya bisa menahan nafsu saat tangan itu kembali bergerak sedang istriku yang semula risih kini tampak mulai menikmati dengan mulut yang mendesah pelan.

Bagaikan serigala yang diberi sebuah daging segar Pak Soni hanya tersenyum nakal dan menciumi punggung bawah istriku yang terbuka sembari terus menggerakkan jarinya yang aku duga sudah dilumuri oleh cairan kenikmatan itu. Andai saja aku berada pada posisi itu mungkin akan kumasukkan penisku dengan cepat terlebih keringat yang sudah membanjiri punggung istriku yang akan terasa gurih jika ku juga jilat.

Suasana pada ruang tamu ku saat ini semakin terasa gerah terlebih udara yang menipis saat suasana semakin mendung.

Mataku rasanya akan keluar begitu saja saat melihat Dasep mulai mengeluarkan penisnya dan benar saja penis itu sudah mengacung dengan urat yang menonjol pada sisi kanannya.

Aku lagi-lagi tak habis pikir dengan apa yang aku lihat dan imajinasi ku kembali melayang berharap agar Dasep ikut dalam permainan bersama istriku yang kali ini sedang didalam kendali Pak Soni.

Tangan istriku sudah melepaskan segala alat dapur dan saat ini hanya bisa memegang ujung meja pantry dengan kepala yang menggeleng pelan saat jari Pak Soni kian gencar mengocok vaginanya yang sudah basah itu.

"Uhhh pak udah pak sshhh" desah istriku yang bingung saat pak Soni terus mengocok vaginanya yang sudah basah.

"Ikutin aja dek, jangan dilawan mmmhhh" ucap Pak Soni dengan nafas yang memburu.

Kocokan yang semula hanya satu jari kini bertambah hingga tiga jari sekaligus yang membuat istriku semakin memundurkan pinggulnya, bahkan satu tangan yang awalnya hanya meremas sudut pantry kini sudah meremas payudara yang bergetar seiring cepatnya kocokan jari pria tua itu.

"Aduduuhhh pakkk shhhh" desah istriku yang semakin bergerak tak beraturan terlebih suasana yang mendung membuat udara semakin menipis.

Tangan istriku bergerak asal bahkan dengan tanpa sengaja tangannya membuka kran wastafel sehingga aku hanya bisa mendengar gemericik air yang terkena seng yang sangat memekakkan telinga.

Aku memilih melepaskan earphone dan mengganti tampilan cctv menjadi 2 bagian antara Dasep dan istriku yang masih dibawah kendali Pak Soni. Dan benar saja Dasep sudah asyik dalam mengocok kontolnya yang berwarna hitam legam itu - satpam baru komplek ku itu bahkan bangkit dari sofa yang empuk itu dan memilih mendekat hingga hanya tersisa beberapa meter dari istriku.



Tampilan aku rubah kembali menjadi satu bagian hingga aku bisa melihat dengan jelas dan mencoba memasang kembali earphone saat melihat pak Soni mematikan kran wastafel.

Saat mematikan kran wastafel saat itu pula jari-jari Pak Soni berhenti memainkan vagina istriku dan melepas kannya dengan cepat - istriku hanya melenganguh dan sekali menoleh pada lawan main nya itu.

Dasep masih saja mengocok kontolnya sendiri hingga tubuhnya ikut membungkuk dan urat pada tangan nya keluar begitu saja hingga membuat istriku hanya tertawa kecil. Pak Soni ikut meramaikan dengan tawa cabul yang aku duga seperti anak kecil yang memamerkan mainan baru nya.

Sesaat setelah wastafel surut Pak Soni menurunkan pundaknya hingga kini sejajar dengan paha istriku yang bersih dari bulu halus itu dan tanpa menunggu lebih lama mulut yang dipastikan berbau tembakau itu sudah bersarang pada vagina istriku.

"Ouhhh pak Soni uhhhhh" istriku kembali menjerit dan mendengar itu aku membuka celana dalam kubyang semula menghalangi.

Tanganku sudah menegang erat penis yang meminta untuk segera dipuaskan, urat penisku menonjol bahkan sudah seperti kehilangan akal aku mengencangkan siara volume dan mencabut sambungan earphone.

Sedikit melirik pada jendela luar dan mengambil bantal tambahan untuk sekedar menyangga punggung ku yang membuat rongga antara kulit dengan sudut sofa.

Kepala pak Soni menggeleng seiring dengan gerakan pantat istriku yang memutar asal dengan kedua tangan yang meremasi payudara nya.

"Pakkk colok pak udah shhhhh" istriku tampak nya sudah berada dititik jurang dan meminta agar cepat diselesaikan.

Benar saja Dasep semakin mempercepat kocokannya begitu pula dengan ku yang baru saja mengeluarkan penis ikut terbawa kedalam permainan.

Pak Soni bangkit dan kembali memposisikan tangannya untuk mencolok cepat vagina istriku.

"Ahhh pakkk teruss" desah istriku yang terdengar seperti tangisan penyesalan ketika memohon untuk segar dipuaskan.

Pak Soni ikut kesetanan dengan mempercepat kocokan jarinya, tangan istriku bergerak gelisah antara jari-jari milik Pak Soni tak dan gerakan yang semakin kencang , namun bocah tua nakal itu masih saja menjahili dan terus bergerilya dengan tempo yang semakin cepat.

Benar saja tak sampai dua menit istriku melolong dengan suara tipis dan tubuhnya bergetar pelan saat kocokan pada vaginanya berangsur pelan dan berhenti.

"Enak hmmm?" Goda Pak Soni setelah mencabut jarinya dari vagina istriku dan bagaikan pemenang olimpiade ketua RW itu berjalan menuju ruang tamu dan memamerkan hasil kecabulan nya pada Dasep yang masih tak percaya dengan apa yang sedang terjadi.



"Nih liat, udah lu nurut aja makanya HAHAHA" Ucap Pak Soni dengan angkuh sembari mengelapkan cairan vagina istriku pada muka Dasep yang masih melongo itu.

Sedang istriku tampak gelisah dengan tangan yang mencoba menggapai paha bagian dalamnya dengan sebuah lap - keringat nya mulai bermunculan sedangkan aku masih berusaha menormalkan jantung dengan semua yang terjadi didepan mataku meski melalui kamera tersembunyi ini.

Namun pikiran buruk yang semula menghinggapi pikiranku kini hilang entah kemana dan rasa-rasanya aku tak membutuhkan sebuah pil berwarna putih itu lagi. Setiap kali istriku merasakan orgasme dengan pria lain saat itu juga adrenalin ku mengalir deras disertai sebuah rasa aman yang datang dengan sesaat.

Tapi satu hal yang aku sadari pula semakin lama hubungan seperti ini terjadi maka akan ada sebuah akhir yang tak bisa aku prediksi hingga saat ini terlebih mentalku yang turun tiap hari.

Pandangan ku hanya bisa berfokus pada televisi tanpa tahu jika saat ini aku hanya sendiri melawan rasa takut juga masa lalu yang menuntut untuk segera dibayarkan - entahlah mungkin besok, lusa atau tahun demi tahun akan seperti ini hingga aku kembali pada masa lalu dan menghentikan semua yang terjadi antara aku dan kedua orang tuaku.

BERSAMBUNG....


 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd