Nasib Anak Kost Bag 12 : Penipu I (Pengedar Nikmat Palsu)
Di sebuah warung kopi yang masih sekitaran pinggiran kota hujan terlihat bapak-bapak tua sedang membaca koran.
Bapak tua : Wah njul...coba kamu lihat lihat ini, di koran ini...5 komplotan begal lereng kanan situ sudah di tangkap oleh polisi, 2 orang begal di nyatakan gila dan 3 lainnya di temukan meinggal dunia dengan 2 orang terpenggal kepalanya dan 1 lainnya tertusuk jantungnya. Sungguh mengenaskan ya njul..
Panjul : ya ki, malah bagus atuh...jadi aman itu jalan.
Bapak tua : iya cuman agak aneh aja, mereka kan di kenal sakti...tapi yo bisa mati juga ya...
Panjul : Namanya juga jelama ki...hidup mati di tangan yang di atas atuh...hehe
Bapak tua : iya ya njul...
Panjul : jadi sabaraha atuh ki...ini kopi sareng bala-bala 2.
Bapak tua : 5 ribu aja lah...
Panjul : ini nuhun ya ki...ehh si ibu kamana ki, biasanya jam segini udah di warung...tapi ini belum kelihatan eui..
Bapak tua : lagi puskesmas katanya gak enak badan muntah-muntah terus dari semalam..ehh ngaapain kamu tanya-tanya istri saya segala...
Pajul : waduh...eleh...eleh si aki cemburuan wae ciga abege lah.hehe..nggak saya kemarin belum di kasih kembalian uang 5 ribu...kemarin gak ada receh kata si ibu.
Bapak tua : ohh yo wess njul ini tak kembaliin meneh 5 ribu nya.
Panjul : waduh hatur nuhun nya ki...jadi gak enak...minta kembalian teh..hehe ( dasar Panjul bisa aja mengerjain aki-aki tua pemilik warung kopi, di umurnya yang hampir 40 tahun masih saja dengan akal-akal bulusnya mengerjai suami istri pemilik warung itu. Di saat ia berjalan ia masih kepikiran juga dengan omongan si aki yang terakhir, ternyata si ibu warung sedang sakit ke puskesmas dan sakitnya muntah-muntah mual-mual.." waduh jangan-jangan si ibu hamil...wah bisa gaswat...atuh..." ujar Panjul dalam hatinya. Akhirnya pagi itu Panjul..berjalan dengan cepet menuju kontrakan yang telah di sewanya 6 bulan belakangan ini di kota hujan.)
Panjul ( 39 Tahun, tadinya adalah pemuda kampung yang gagah tapi karena sifatnya yang kekanak-kanakan ini membuat ia harus menikmati masa setengah bayanya dengan hidup menyendiri tanpa sosok pendamping seperti istri untuk menemani hidupnya yang terlihat masih susah itu) Beragam pekerjaan telah ia coba jalani tapi hidupnya masih terasa susah dan sepertinya makin susah saja. Andai kata dulu ia ia tidak ketahuan main serong dengan istri mandor perkebunan teh di kampungnya sudah pasti hidupnya tidak terlunta-lunta seperti ini. Sudah di usir dari kampung, ia pun harus di asingkan keluarga karena memeberikan aib bagi keluarganya. Ibarat jatuh tertimpa janda...ehh tertimpa tangga..dan tangga nya menuju janda..ehh..janda lagi...ya otak panjul memang sedikit sableng...di otak nya hanya cepat respond kalau mengenai isi selangkangan wanita yang biasa di sebut memek. Setelah dahulu pertama kalinya di perkenalkan teh neneng akan kenikmatan memek wanita, Panjul seakan terlena hingga hanyut dan otak nya sedikit rusak serta cendurung sableng.
Di kota hujan Panjul bekerja serabutan, kadang jadi tukang bangunan kadang pula jadi pedagang asongan. Sudah beberapa kota ia coba untuk tinggali, seperti ibukota, kota gudeg, kota apel, dan lain-lain hingga kini ia coba mengadu nasib di kota hujan. Namun sudah bertahun-tahun ia tidak merasakannya nyamannya hidup. Perasaannya selalu terganggu antara takut dan juga khawatir, bila suatu saat ia sudah harus mati dengan keadaan belum bisa menyampaikan amanahnya kepada seseorang yang hingga kini belum bisa ia temui.
Pagi itu selepas kembalinya dari warung kopi pojok, ia masih merenung mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu ketika ia pindah ke kota ini.
Flashback 6 bulan yang lalu di kota hujan..
Waktu itu setelah merantau 3 tahun di kota apel dengan berprofesi sebagai buruh petik apel, akhirnya Panjul harus mengakhiri petualangannya di kota itu ketika ia harus berakhir bekerja di sana dengan status di pecat, itu karena ia ketahuan menggelapkan apel-apel perkebunan. Uang nya ia habisnya untuk mengumpani janda gatel yang rumah nya tidak jauh dari area perkebunan. Lagi-lagi karena selangkangan wanita hidupnya harus kembali susah dan terlunta-lunta.
Akhirnya setelah berhasil meloloskan diri dari kejaran aparat, ia pun bisa singgah di kota hujan. Awalnya karena tidak sengaja saat itu ketika dalam pelariannya Panjul menaiki truck bak terbuka yang sedang mengangkut apel menuju ibukota. Namun naas ketika sedang asik tidur di jalan, tiba-tiba saja tuck terbuka itu mengerem mendadak hingga panjul pun terlempar dari atas truck. Untung saja ia tidak kenapa-kenapa hanya ada beberapa luka ringan dan lecet saja.
Waktu itu masih dini hari tatkala Panjul tersadar kalau ia barusan terjatuh, betapa apesnya saat itu tas yang bersikan pakaian dan beberapa lembar uangnya tertinggal di truck back terbuka isi apel tersebut. Kini dengan berjalan tertatih ia pun mulai berjalan sedikit demi sedikit ke arah pemukiman penduduk yang tidak jauh dari jalan tersebut.
Saat itu langit masih gelap tatkala di salah satu pengeras seuara sebuah surau terdengar bunyi lantunan adzan subuh yang membuat jiwa-jiwa yang tadi tertidur terbangun untuk melaksanakan kewajibannya. Panjual pun dengan segara berjalan menuju tempat suara surau tersebut berasal, setelah berjalan sekitar 10 menit akhirnya kini Panjul sudah berdiri di sebuah surau yang tua yag tidak terlalu besar tidak terlalu kecil atap-atap surau tersebut terbuat dari lempengan asbes yang sudah mulai menghitam. Ketika sedang bingung dari arah belakang Panjul, ia di kagetkan oleh suara sapaan dari seorang pria tua di belakangnya.
Pria itu mengucapkan salam, mari pak masuk...ujar seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutuh semua dan terlihat juga jenggot putih memanjang di dagunya. Pria itu menggunakan baju koko dan peci putih dengan sorban putih melingkari lehernya.
Panjul : Iya pak haji...
Hem...keliatan bapak baru ya di di daerah sini, perkenalkan saya haji idris pengurus surau ini.
Panjul : Iya pak saya panjul, saya baru saja tiba di kota ini.
H Idris : Ohh teryata benar bapak bukan dari daerah sini, ayo mari pak sebentar lagi mau mulai shalat.
Panjul : baik pak.. ( Terlihat panjul sedikit grogi, soalnya terakhir kali ia shalat dan berdiri di surau adalah ketika kala ia masih sekolah, hingga kini ia seperti lupa akan tata cara untuk beribadah karena saking lamanya tidak pernah beribadah.)
H Idris : Itu tempat wudhunya di sana.
Panjul : ohh iya pak...( kini Panjul pun buru-buru ke tempat wudhu untuk menutupi rasa malunya karena tadi mau langsung masuk surau saja, tanpa berwudhu terlebih dahulu)
Kini panjul sudah ikut berdiri di barisan shaf belakang untuk melaksanakan ibadah di subuh itu, nampak wajah dan rambutnya basah dengan kedua tangan dan kaki masih mengering. Dasar Panjul karena lupa tata cara berwudu ia hanya membasahi wajah dan rambutnya saja. Kini dengan polosnya ia mengikuti gerakan imam di depan tanpa mengeluarkan satu patah kata pun di bibirnya. Hingga saat ibadah selesai ia masih saja duduk di surau itu. Hingga perlahan satu persatu jamah di surau itu perlahan pulang dan tinggal hanya beberapa orang saja termasuk H. Idris dan juga Panjul.
Saat itu H. Idris mengira Panjul seperti sedang berzikir tapi kenyataannya pagi itu panjul sedang memejamkan mata untuk mencoba tertidur beberapa saat. Hingga kemudian tangan H. Idris pun seperti membangunkan Panjul.
H. Idris : Maaf pak menggangu dzikirnya.
Panjul : Ehhh...iya pak..
H. Idris : ini masjidnya mau di bersihkan dahulu pak, bapak apakah masih berdzikir ?
Panjul : hemmm sudah tidak pak..ini saya sudah selesai.
H. Idris : ohh kalau begitu kita menunggu di luar saja dulu pak, ini mau di bersihin marbot dulu.
Panjul : iya pak.
Akhirnya pagi itu H. Idris dan Panjul pun mengobrol di luar masjid dari obrolan mereka kini terlihat Panjul seperti sudah akrab dengan H. Idris hingga ia pun berterus terang dengan keadaanya kini. Ia berdalih kalau di kota itu ia sedang mencari saudaranya yang sedang merantau di kota itu. Akhirnya karena iba dan kasian H. Idris pun mengajak Panjul untuk tinggal sementara di rumahnya selama belum bisa bertemu saudaranya, Akhirnya mereka pun berjalan beriringan munuju rumah H. Idris.
Setelah beberapa ratus langkah berjalan, kini Panjul dan H. Idris sudah tiba di sebuah rumah sederhana bercat putih dengan pekarangan yang cukup luas, yang membuat rumah itu sepi karena sedikit berjarak dengan rumah tetangga samping kanan dan kirinya. Pekarangan itu di tumbuhi oleh beragam pepohonan ada mangga, pepdaya dan kebun singkong dan empang di belakang rumahnya. Beberapa kali H. Idris mengucapkan salam hingga kemudian keluarlah seorang. Wanita setengah baya yang menggunakan gamis coklat dan kerudung lebar menutupi kedua payudaranya yang menonjol di balik gamis itu.
H. Idris : Bu ini perkenalkan pak Panjul beliau musafir dari timur jawa, yang akan tinggal sementara di rumah kita.
Bu Idris : Ohhh iya pak...ayo mari silahkan masuk pak, maaf rumahnya jelek maklum rumah desa.
Panjul : Waduh ini lebih dari bagus koq bu, saya sudah sangat berterima kasih ibu dan bapak mau menampung saya sementara di rumah ini
H. Idris : Tidak apa-apa pak, kebetulan di rumah ini hanya kami berdua. Kedua anak kami sudah hidup berkeluarga dan menetap di ibukota. jadi di rumah ini ada beberapa kamar yang bisa di gunakan pak Panjul.
Panjul : Sungguh beruntung yang di atas mempertemuan saya dengan pak haji dan bu haji semoga kebaikan pak haji dan bu haji di balas olehnya.
H. Idris : Amin...
Akhirnya setelah memeperkenalkan diri pagi itu Panjul Pak Haji idris dan Bu haji terlibat pembicaraan yang menurut mereka cukup mengasikkan. Panjul yang cukup humoris itu membuat suasana di rumah itu kembali hangat. Ya selema bertahun-tahun hidup menyepi di rumah itu. Akhirnya pasangan suami itu kembali mendapatkan kehangatan rumah dengan hadirnya sosok Panjul di rumah tersebut. Perlahan mereka pun terlihat menjadi lebih akrab. Bu haji sebutan Panjul untuk istri Haji Idris, kini terlihat lebih santai tidak seperti 1 jam yang lalu yang nampak masih canggung saat berbincang-bicang. Kini Bu haji nampak rilex dan mengalir dalam menanggapi guyonan Panjul yang suskses mengocok perut mereka.
Kini perlahan H. Idris pun mulai lega nampak nya istrinya itu bisa menerima Panjul untuk tinggal sementara bersama mereka, malahan istrinya itu sudah mulai akrab dengan Panjul. Padahal sebelumnya ia mengkhawatirkan kalau istrinya itu tidak akan mengijikan Panjul untuk bisa tinggal sementara bersama mereka. Wajar saja H. Idris berpikiran sepertinya karena nyatanya selama tinggal di rumah itu istrinya itu jarang sekali mau bersosialiasi dengan tetangga sekitar. Istrinya lebih sering menghabiskan waktu dengan merajut kain atau pun ikut membantu H. Idris bercocok tanam di pekarangan sambil menikmati sisa-sisa pensiuannya.
Dari perbincangan dengan Bu Haji, akhirnya Panjul sedikit tahu mengenai silsilah keluarga H. Idris. Ternyata dahulunya sebelum pensiun Haji Idris ini adalah seorang pegawai kereta api. Mereka dahulu tinggal berpindah-pindah dari kota A ke kota B, sesuai penempatan kerja Haji Idris. Dari pernikahannya mereka sudah di karunia sepasang putra-putri yang keduanya sudah hidup mandiri dengan pasangannnya masing-masing. Kini di rumah itu hanyalah tinggal mereka berdua. Bu Haji saat itu nampak masih terlihat cantik walupun umurnya sudah mendekati usia 50 tahun, berbeda dengan H. Idris yang terlihat begitu tua, walapun usia nya baru sekitar 55 tahun. Bu haji bercerita kalau ia masih sering rajin senam walaupun seorang diri dengan menyaksikannya istruktur senam dari layar TV. Hem pantes saja bagi Panjul tubuh Bu haji masih terlihat kencang. Ternyata ia masih sering rajin senam dab berolahraga.
Siang itu nampak kini Panjul sudah berada di kamar yang sudah di tunjukkan H. Idris. Mungkin selama beberapa hari ini ia akan tidur menumpang di kamar tersebut, Ya setidaknya sebelum mendapatkan pekerjaan lagi kini hidupnya bisa tenang karena di jamin oleh H. Idris. Perlahan Panjul nya merebahkan badan di dipan kayu yang cukup empuk tersebut. Ketika Matanya hendak terpejam dari arah luar jendela kayu rumah tersebut. Terdengar bunyi air yang tertuang dari ember timbaan yang mengguyur kedalam baju cucian yang tenggelam di dalam sebuah jolang besar berwarna hitam. Byuuuur....byur....nampak kedua tangan itu masih terlihat kencang dengan kulit sawo matang. Di wajahnya nampak peluh keringat menetes diseputaran kening dan rambut yang di ikat gelung kebelakang, karena rambut yang di ikat gelung kebelakang nampak leher jenjang yang masih terlihat mulus bersih walaupun usianya tak lagi muda seperti dahulu. Kain jarik yang mengikat tubuhnya nampak tak mampu menyembunyikan tubuhnnya yang masih terlihat singset di usia paruh bayanya. kedua payudaranya terlebih menyumbul masih terlihat indah dan menggoda pinggul pantatnya yang menungging kebelakang masih mampu membuat para lelaki hidung belang tertawa sambil berkhayal menikmati tubuhnya itu.
Ya di siang hari yang cukup terik itu nampak Bu haji sedang mencuci pakaian di halaman belakang rumah, dari cari ia berpakaian seolah ia lupa kalau kini di rumah nya itu ia sedang tidak hanya dengan suaminya. Tetapi juga ada satu lagi laki-laki dewasa yang sekarang sedang tertidur di kamar belakang yang percis menghadap kearahnya tempat mencuci itu. Dari jendela kayu yang tertutup Bu haji tidak tahu kalau laki-laki yang di sangkanya itu tertidur seperti suaminya sedang memandangi sekaligus mengagumi tubuhnya dengan tangan kanan mengocok-ngocok benda tumpul besar di bawah selangkangannya tersebut.
Crottt....Crottttttttttttt...crotttttttttttt ahhh...kampret...jadi coli deui...Ujar Panjul yang tak dapat menahan gejolak rasangan birahi di jiwanya tatkala menyaksikan tubuh bu haji bergerak elok mencuci pakaian di belakang sana. Dari senyumnya tersungging senyum licik untuk memperdaya istri dari pak haji yang sudah menolongnya itu....sepertinya Panjul kini sangat berhasrat untuk naik haji, atau menaiki bu haji ketika ia sudah menyaksikan tubuh stw yang masih terlihat menggoda itu.