HououinKyouma
Semprot Kecil
Prologue
Aku masih mengingat hari itu seperti baru saja terjadi kemarin sore. Saat itu, hujan saling bersahutan dengan angin yang menggebu. Membuat keramaian yang sering disebut badai, meski itu tak berpengaruh besar pada kehidupanku. Saat puluhan pengendara motor segera mencari perlindungan terdekat, entah di emperan toko, mencari restoran terdekat, memenuhi warteg, atau segera melesat kembali ke rumah dan tujuan masing-masing. Aku dengan santainya memakai jaket hoodie ku yang lusuh dan menerjang badai itu dengan santainya.
Suara sandal wallet ku yang terus menerus menginjak genangan membuatku merasa semakin bersemangat. Aku seakan melawan arus dunia yang kini sedang sangat menyiksaku.
Akhir-akhir ini pikiranku semakin tegang, semakin banyak uang keluar dari dompetku, semakin kencang juga teriakan pemilik kos yang membuatku jarang berada di kos pada siang hari. Meski, kamarku tak ada bedanya dengan sebuah gudang, dengan dinding tripleknya yang kadang berbunyi kala diterjang angin, lantai kayunya yang agak miring, dan karpet usang yg kubeli di tukang loak, melihat nya hanya menambah pusing kepalaku.
Kudengar musim hujan di Ibukota selalu berujung pada banjir yg berkepanjangan. Semua orang yg kutemui semenjak datang kesini semuanya berkata sama, dari Damian yang seorang mahasiswa arsitektur, dari Mas Dino yang selalu menghidangkan sepiring nasi dengan teri padaku setiap datang ke warteg miliknya. Semuanya mengatakan kalau Aku harus berhati-hati, pada cuaca, pada lingkungan, dan juga pada manusia.
Namun, pesona Ibukota memang berbeda dibanding kampung halamanku. Seketika itu juga, Aku sempat merindukan rumah sederhana yang kutempati semenjak kecil.
Lamunanku buyar tatkala sebuah cipratan dari Mobil mewah yang melaju kencang membasahi sekujur tubuhku. Dengan warna cat merah yang menyala, mobil itu sudah seperti musuh utama dalam kehidupanku ini. Ku teriaki mobil sialan itu didalam kepalaku. "H 4121 S", nomor plat mobil itu kini terpatri jelas dikepalaku.
Sejatinya, bukan hujan yang membuatku kini basah kuyup, melainkan sebuah mobil sialan yang melaju layaknya pembalap professional.
Keluar dari gang depan kos ku, Aku sampai di sebuah jalan raya besar. Setelah beberapa saat, Aku hanya berjalan luntang lantung tak jelas hari ini karena ini hari minggu. Siang hari di kamarku berarti memanggang diriku sendiri. Tidak adanya plafon di kamarku, membuat kamarku menjadi sangat panas kala mentari sedang tinggi.
Tak jauh dari sebuah Universitas swasta, Aku mulai berteduh, baju ku yang basah kuyup menjadi sangat berat, membuatku lebih cepat merasa kelelahan. Lalu, di situlah, Aku bertemu kembali dengan mobil merah sialan itu.
Aku hanya memandangi mobil itu dari jauh, otakku yang sudah dingin akibat disiram hujan mulai kembali panas mengingat kejadian yg disebabkan oleh mobil sialan itu.
Saat Aku hendak mendekati mobil itu, sepasang pria dan wanita bergegas masuk ke dalam mobil itu. Menghindari hujan yg mulai menerjang mereka. Seorang pria tegap yg rapi dan wanitanya yang sangat elok bagaikan seorang model.
Jadi kedua manusia brengsek ini yang memiliki mobil itu?
Aku memutuskan untuk memantau keadaan sebelum mendekat, tetapi teriakan seseorang membuatku mengurungkan niatku.
"Shani!" Teriak seorang gadis yang tiba-tiba keluar dari bangunan kampus.
BERSAMBUNG
Aku masih mengingat hari itu seperti baru saja terjadi kemarin sore. Saat itu, hujan saling bersahutan dengan angin yang menggebu. Membuat keramaian yang sering disebut badai, meski itu tak berpengaruh besar pada kehidupanku. Saat puluhan pengendara motor segera mencari perlindungan terdekat, entah di emperan toko, mencari restoran terdekat, memenuhi warteg, atau segera melesat kembali ke rumah dan tujuan masing-masing. Aku dengan santainya memakai jaket hoodie ku yang lusuh dan menerjang badai itu dengan santainya.
Suara sandal wallet ku yang terus menerus menginjak genangan membuatku merasa semakin bersemangat. Aku seakan melawan arus dunia yang kini sedang sangat menyiksaku.
Akhir-akhir ini pikiranku semakin tegang, semakin banyak uang keluar dari dompetku, semakin kencang juga teriakan pemilik kos yang membuatku jarang berada di kos pada siang hari. Meski, kamarku tak ada bedanya dengan sebuah gudang, dengan dinding tripleknya yang kadang berbunyi kala diterjang angin, lantai kayunya yang agak miring, dan karpet usang yg kubeli di tukang loak, melihat nya hanya menambah pusing kepalaku.
Kudengar musim hujan di Ibukota selalu berujung pada banjir yg berkepanjangan. Semua orang yg kutemui semenjak datang kesini semuanya berkata sama, dari Damian yang seorang mahasiswa arsitektur, dari Mas Dino yang selalu menghidangkan sepiring nasi dengan teri padaku setiap datang ke warteg miliknya. Semuanya mengatakan kalau Aku harus berhati-hati, pada cuaca, pada lingkungan, dan juga pada manusia.
Namun, pesona Ibukota memang berbeda dibanding kampung halamanku. Seketika itu juga, Aku sempat merindukan rumah sederhana yang kutempati semenjak kecil.
Lamunanku buyar tatkala sebuah cipratan dari Mobil mewah yang melaju kencang membasahi sekujur tubuhku. Dengan warna cat merah yang menyala, mobil itu sudah seperti musuh utama dalam kehidupanku ini. Ku teriaki mobil sialan itu didalam kepalaku. "H 4121 S", nomor plat mobil itu kini terpatri jelas dikepalaku.
Sejatinya, bukan hujan yang membuatku kini basah kuyup, melainkan sebuah mobil sialan yang melaju layaknya pembalap professional.
Keluar dari gang depan kos ku, Aku sampai di sebuah jalan raya besar. Setelah beberapa saat, Aku hanya berjalan luntang lantung tak jelas hari ini karena ini hari minggu. Siang hari di kamarku berarti memanggang diriku sendiri. Tidak adanya plafon di kamarku, membuat kamarku menjadi sangat panas kala mentari sedang tinggi.
Tak jauh dari sebuah Universitas swasta, Aku mulai berteduh, baju ku yang basah kuyup menjadi sangat berat, membuatku lebih cepat merasa kelelahan. Lalu, di situlah, Aku bertemu kembali dengan mobil merah sialan itu.
Aku hanya memandangi mobil itu dari jauh, otakku yang sudah dingin akibat disiram hujan mulai kembali panas mengingat kejadian yg disebabkan oleh mobil sialan itu.
Saat Aku hendak mendekati mobil itu, sepasang pria dan wanita bergegas masuk ke dalam mobil itu. Menghindari hujan yg mulai menerjang mereka. Seorang pria tegap yg rapi dan wanitanya yang sangat elok bagaikan seorang model.
Jadi kedua manusia brengsek ini yang memiliki mobil itu?
Aku memutuskan untuk memantau keadaan sebelum mendekat, tetapi teriakan seseorang membuatku mengurungkan niatku.
"Shani!" Teriak seorang gadis yang tiba-tiba keluar dari bangunan kampus.
BERSAMBUNG