Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI New - PARADOKS

Jezebeth

Semprot Baru
Daftar
17 May 2017
Post
30
Like diterima
1
Lokasi
Mars
Bimabet
~ PARADOKS ~
The New Story

25509794e12d89362fee4e39a6fc9f46ad5f8279.jpg



Re-write dari cerita sebelumnya dengan judul yang sama yaitu Paradoks, dikarenakan beberapa alasan dan hal tertentu jadi diputuskan untuk dilakukan penulisan ulang. untuk itu sebelum cerita ini berlanjut lebih jauh, saya sebagai penulis disini mohon kritik dan sarannya, dan jika ada yang kurang berkenan atau menyinggung para suhu-suhu sekalian saya mohon maaf sebesar-besarnya, Terima kasih !!.

Indeks :
Sinopsis
Prolog
Chapter 1 ~ Sahabat Karib
 
Tokoh :

25509821672b16abe798131a6ff2fdfc55025bef.jpg

Dewa : Tokoh utama dalam cerita ini, dia selalu mencoba menghindari perdebatan karena menurutnya hal tersebut bisa menjadi sebuah permasalahan, terkesan sangat cuek dan dingin. Namun dibalik itu semua tersimpan pola kematangan dalam berpikir, disetiap langkahnya telah dia perhitungkan dengan detail.

25509797e5fc493d8588a1c0fab189517b22d5f9.jpg

Joseph : Kekayaan adalah modal utamanya untuk mempermainkan keadaan, menurutnya semua manusia adalah budak uang, oleh karena siapapun bisa menjadi raja jika mempunyai uang.

25509822003f6c272535b48c14425df527a1af89.jpg

Renald : Melobby seseorang untuk bisa mengikuti kehendaknya adalah senjata andalannya, seorang negosiator ataupun perayu ulung yang pandai bermain kata-kata. Sosok yang sangat sulit untuk bisa dipercaya oleh orang lain, bahkan temannya sendiri.

25509823780b3ccb7b32d7c8b6b5a87aaa06c152.jpg

Shandy : Air tenang namun menghanyutkan, itulah gambaran dari wanita muda ini. Terlihat sangat polos, sederhana dan friendly, namun sangat care terhadap sesama dan itu adalah triknya untuk memikat kaum adam ataupun hawa kedalam jeratannya, dia adalah kekasih dari Joseph.

2550982497bbcd610c57e6681a0dc45447cab62b.jpg

Della : Cantik, sensual dan penuh gairah, kehidupan glamournya membuatnya membutuhkan sokongan dana lebih, mengandalkan uang harian saja tidak cukup, gengsi dan kemewahan adalah bagian dari hidupnya dan sebuah kebutuhan premier.

255098252926a0ed0136198190b0cf006db0c2e1.jpg

Restu : Keanggunan dan kalem adalah modal utama dari wanita ini, kearifannya terbalut indah dalam hiasan hijab dalam kesehariannya. Begitu banyak kumbang namun tak satupun mampu hinggap untuk menghisap madu dari wanita ini, karena semua itu terbentur oleh keyakinannya, dosen salah satu universitas swasta ternama dan guru pembimbing bagi Dewa.

25509826aee9b4a5b6dd5f1ca01f116703ec4180.jpg

Julian : Pria paruh baya yang memiliki banyak koneksi dan relasi karena profesinya sebagai seorang polisi intelijen, selektif dalam memilih teman dan dia adalah seorang prefeksionis akut. Sedikit kesalahan akan berakibat fatal bagi siapapun yang melakukannya, pekerjaannya adalah harga mati baginya.

255098275294336b50a0978b4987370cdb42e0e8.jpg

Christie : Wanita yang menjunjung tinggi harkat dan martabatnya, setia terhadap janji-janjinya. Ibu beranak satu yang harus berjuang meniti karir seorang diri dan menata rumah tangganya sendiri karena suami yang dia cintai telah meninggal dunia, dia adalah orang tua dari Joseph.




Sinopsis :

Sebuah persahabatan antara 3 orang lelaki yang sangat erat dan setia, harus di uji oleh sebuah tantangan dan problematika. Beberapa kasus yang kompleks menghadang mereka dan mencoba menghancurkan persahabatan tersebut, demi sebuah keyakinan dan kebenaran menurut pribadi masing-masing mereka mencoba membuat beberapa manuver perubahan dalam diri mereka, serta mencoba mempengaruhi satu sama lain.

Dimulai dari kebiasaan Renald yang selalu pintar bersilat lidah dan memutar balikan keadaan sehingga membuat situasi disekitarnya terasa sangat bodoh, kemudian sosok dari Joseph yang kaya raya serta sangat licik dalam memanfaatkan keadaan dan situasi untuk dia ubah menjadi keuntungannya, dan yang terakhir adalah Dewanata atau biasa dipanggil Dewa yang memiliki kelebihan dalam pola pikir yang sangat detail dan terarah serta mampu memprediksikan sesuatu yang akan terjadi maupun yang telah terjadi.

Cerita ini tentang bagaimana logika dan perasaan dibenturkan pada dinding nafsu dan ego, saat hal-hal indahnya persahabatan tak lagi teringat dan saat ketabuan menjadi acuhan dalam memecahkan masalah. Semua yang tersisa adalah bagian terkecil dari kepingan persahabatan, penyesalan dan tangisan selalu mengiringi akhir dari sebuah tulisan polos ini.
 
Prolog

Kala itu, bias mentari perlahan mengintip di ujung ufuk, fajar nan elok pun terpancar anggun dalam sipuan nyiur yang melambai. Pantai indah ini seolah menjadi bait-bait dalam lantunan puisi yang terucap dari pujangga. Sengaja aku membuka sedikit jendela kamarku, dengan nafas penuh kelegaan akan aroma embun, kedua tangan ini mengayun melepaskan indahnya mimpi semalam. Tak terasa sudah jika waktu begitu cepat melangkah, segenap angan akan harapan pun mulai tersirat, kini aku pun mencoba menata hari indahku.

Minggu pertama di bulan kedelapan dari tahun Ayam Api, sebuah rencana terlebur dalam realita. Tersandar sendiri menanti kenyataan akan datang membawa berita suka untukku, dengan polos aku akan memasang topeng ini, berpura-pura seolah semua bukanlah skenario indah yang kutulis. Menunggu dan terus menunggu adalah sebuah pekerjaan yang sangat membosankan namun hanay itu yang tersisa dari semua skenarioku ini.

“Braaakkkk… “, suara pukulan keras terdengar diluar kamarku. Sentak aku pun kaget dan terbangun dari ranjangku, dengan sigap aku pun menuju kearah bunyi tersebut. Aku buka pintu dan aku lihat Shandy dan Joseph sedang bertengkar hebat tepat di depan kamarku.

“Hiks… bukan akuuuu… !”, teriak dari Shandy dengan menahan tangisannya.

Wajah cantik itu pun harus ternoda oleh tangisannya, wanita yang sederhana dan sangat memikat tersebut kini terlihat sangat lemah dan membutuhkan pertolongan. Keanggunannya pun lenyap tertelan sembilunya sendiri, air mata membilas keayuannya, menetes lembut menyisir pipi halusnya. Aku hanya bisa melihat tanpa bisa bertindak sedikit pun, rasa iba hanyalah sebuah pajangan dari peristiwa ini karena aku tak mampu melakukan apa pun.

“Bangsaaattt… !”, makian dari Joseph dengan berteriak kenyang kearah Shandy.

Shandy pun bersimpuh dibawah kakinya, memohon untuk menyudahi semua ini. Wanita yang lemah dengan tangisan sebagai senjata untuk melumpuhkan semua kengerian ini, memohon menyudahi keangkara murkaan ini. Namun sepertinya hal tersebut tidak akan pernah terjadi, sebuah tendangan keras dari Joseph mengarah kearah bahu dari Shandy, telak dan keras sehingga wanita yang terkoyak tersebut harus tersungkur dengan wajah eloknya menyentuh tanah.

“Sudah cukup… ”, teriak dari Renald menghentikan tragedy gila ini.

Renald dengan cepat berlari kearah Joseph dan mendorong dengan keras agar menjauh dari Shandy, dengan wajah sangat serius dan cukup emosi, Renald mencoba menhentikan Joseph dan umpatan kasar keluar dari mulutnya agar Joseph bisa sadar dan menenangkan dirinya sendiri. Renald kini menjadi pagar betis untuk menghalang semua amarah dari Joseph, seperti pahlawan yang ingin melindungi orang yang tertindas.

“Dia itu cewek lu, jing.. !”, cacian dari Renald pada Joseph.

“Gak malu lu nendang cewek kayak gitu, ******… !”, sambungnya dengan penuh emosi.

“Gak usah ikut-ikut lu, bangsat.. !”, balas dari Joseph atas bentakan Renald.

Kedua sahabat itu pun kini beradu debat dan saling memaki meluapkan emosinya, aku kini mulai menyadari akan pentingnya sebuah ikatan persahabatan. Dan nilai dari norma-norma yang tak tertulis akan arti dari sebuah kata sahabat dan pengorbanan, tidak ada satu pun didunia ini yang akan menjadi sempurna, apa pun itu bentuknya. Kini aku percaya tentang sebuah mitos bahwa kekekalan adalah sebuah ungkapan tiada arti, hanya karena kebodohan mereka arti dari sebuah persahabatan harus dipertaruhkan seperti ini.

Aku pun berjalan mendekati Shandy, terlihat dia hanya bisa menangis tersendu-sendu dengan menahan rasa sakit hati dan juga raganya. Kini aku bisa melihat kelemahanmu yang selalu kau sembunyikan dibalik kecantikanmu itu, kini aku bisa mengetahui bahwa wanita itu ibarat secarik kertas dimana kita bisa menuliskan apa pun diatasnya dan jika sudah using kita pun bisa merobek-robeknya bahkan bisa kita bakar sesuka hati kita, karena wanita selalu saja lemah dan hanya bisa menangis pasrah, walaupun mereka selalu pintar untuk bersandiwara.

Ingin sekali dalam hasrat ini memerikan sedikit pelajaran kepada mereka semua yang ada disini tentang arti makna kehidupan, didunia ini kita hanyalah sebuah bidak catur yang sengaja tercipta untuk dimainkan oleh sang pencipta. Tak usahlah kita saling membenarkan diri karena semua yang terjadi adalah sebuah siratan takdir yang telah tertulis diangkasa luas.

“Tidak, aku harus bersabar sedikit lagi agar semua terlihat normal”, gumamku sendiri mencoba menahan luapan emosiku.

Jika aku adalah seorang pelayan, pelayan dari malaikat maut. Aku senantiasa membantunya untuk menghakimi manusia-manusia bodoh yang tak berotak ini, dimana nafsu adalah akalnya dan sedangkan akalnya dia gadai pada sang penguasa duniawi. Tak semestinya manusia seperti mereka melakukan kehinaan ini, namun hasrat ingin menyadarkan mereka membuatku ingin melakukan semuanya, ingin memberinya sebuah pelajaran tentang arti hidup sebenarnya.

Perang batin dalam diripun seolah berkecambuk tatkala terlintas wajah ayu meringis meronta memohon ampunan, tepat didepan kedua mataku. Aku bukan Dewa atau pun Tuhan, aku hanyalah manusia biasa yang tak sanggup menjulurkan tangannya untuk kau pegang erat, yang tak mampu memberikan sandaran untuk melepas letihmu. Namun aku tak bisa diam seperti ini, aku akan melepaskanmu dari jerat kemunafikan ini, belenggu yang merantaimu karena sebuah alasan konyol yaitu cinta.

Aku pun mencoba membantu Shandy untuk bangkit dari simpuhan pasrahnya, kuraih kedua bahunya dan perlahan aku membantunya untuk bangun, aku peluk gandeng dan aku tuntun dia kedalam kamarku. Kurasakan tubuh mungil yang kedinginan dengan lumuran keringat ketakutannya, iba menjadi perih hati, sungguh aku merasa sangat kasian akan dirinya saat ini dan hal inilah yang membuatku bisa kehilangan akal sehatku.

“Dewa, jangan ikut campur.. anjing lu.. !“, terikan Joseph memaki karena tak suka melihat aku menolong Shandy.

“Bawa Shandy ke kamar lu, biar gue coba tenangin Joseph”, saut dari Renald padaku.

Tanpa mendengarkan ocehan mereka berdua, aku terus memopong Shandy untuk bergerak menuju ke kamarku, aku ingin memberikan dia sedikit ruang dan waktu untuk bisa sedikit menenangkan perasaannya. Keadaan ini sungguh diluar prediksiku, sebenarnya aku tak berharap akan seperti ini atau bahkan tidak sedikit pun aku ingin melihat kejadian gila ini.

“Makasih Dewa”, ucapan lirih terdengar dari mulut Shandy.

“Iya, lebih baik kamu tenangin diri dulu”, balasku.

Senyuman kecil pun terlihat dari wajah peluhnya, dengan sejuta pedih dia masih saja bisa memberikanku senyuman kecil, “wanita yang aneh” gumamku sendiri. Namun tak terpungkuri ada sedikit rasa kelegaan dalam hati ini setelah melihat Shandy tersenyum, menurutku dia sedikit mulai melepaskan semua letihnya, letih yang dia alami selama menjalin komitmen dengan Joseph. Ternyata dibalik wajah polos dan sikap sederhana terbesit sejuta sembilu yang mendalam, tak terbendung hingga luapan amarah pun menjalar seperti tragedy saat ini.

Setelah aku menuntunnya pada ranjangku, dia pun duduk dan Aku pun berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil handuk basah untuk membasuh wajahnya dengan dinginnya air pagi ini, suara gemercik air pun menghilangkan pekat pikirannya dan aku terus mencoba untuk bersifat layaknya malaikat pelindungnya. Perlahan-lahan letihnya tersapu oleh sentuhan hangat tangan dalam balutan basah handuk putih ini, wajah ayu kembali merekah bak aurora khatulistiwa.

“Kenapa harus lu, kenapa bukan dia yang melakukan hal ini ?”, tanyanya padaku sembari memandangku dengan tatapan mata yang penuh harapan.

“Maaf kalau lancang”, ucapku dengan menghentikan upayaku membasuh wajahnya.

“Gak apa-apa Dewa, justru gue harus berterima kasih sama lu, tanpa lu mungkin gue gak akan sanggup lagi bertahan”, ucapnya sangat polos.

Kini auranya telah berubah penuh, sangat mendadak dan aku bisa merasakannya dari tatapan matanya padaku. Hati terasa berat untuk berdetak, tangan mulai terasa gemetar dan mulut perlahan terasa kaku, serta pikiranku tak karuan. Mulut mungilnya mulai melantunkan kata-kata yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu yang akan membuatku terbunuh dalam diam.

“Dewa boleh gue tanya sesuatu sama lu ?”, tanya dari Shandy padaku dengan sangat serius.

“Yaa.. !”, sautku pelan sangat gugup.

“Kenapa selalu ada lu disaat gue terpuruk kayak gini ?”, tanyanya padaku dengan menatapku tajam.

“I don’t know”, jawabku singkat masih dengan kegugupanku.

“Why ?”, desaknya padaku.

“Hmm… “, aku hanya bisa menggumam tak tentu dan tak mampu memandang tatapan matanya.

“Why… why Dewa, why.. !”, serunya sedikit dengan nada tegas mendesakku untuk menjawab pertanyaannya.

“Lu suka sama gue kan, bener kan Dewa ?”, ungkapnya dengan terus memojokanku untuk membenarkan pernyataannya.

Aku hanya bisa menunduk membisu melawan kegugupanku ini, dan Shandy terus saja mendesakku untuk memberikan jawaban pasti akan pertanyaannya. Pikiran melayang tak focus dan tak mampu terkendali, sedikitpun aku tidak paham akan jawaban apa yang harus aku lontarkan untuk bisa memuaskannya. Kebimbangan ini sedikit demi sedikit membuatku patah dalam asa yang busuk membiru.

“Diam, hanya diam saja, lu dengerkan apa yang gue omongin”, ucapnya dan kali ini mata yang telah terbasuh bersih kembali ternoda oleh tetesan air matanya.

“Kenapa Dewa, kenapa lu gak bisa jawab. Hah.. jawab Dewa, jawabbb… !”, sedikit teriaknya semakin mengumbar air matanya kian deras mengalir.

Nafas kian sesak dan dengan reflek aku pun berujar, “Tidak, gue gak suka sama lu”, demikian ucapku lirih masih dengan wajah yang tertunduk layaknya pecundang.

Hikss.. hikss.. wajahnya kian hambar tertelan kepedihan dan ketidak jelasan dari arah hidupnya, semua mungkin terasa sangat pahit dan sulit untuk diterima namun inilah kenyataan yang ada, apa pun itu kita harus bisa melawan dan lolos dari jeratan kepedihan ini. Aku benar-benar tidak ingin berada dalam posisi ini, dimana perasaan ini harus aku gadaikan pada logikaku, dimana akal berada di atas segalanya termasuk mengalahkan rasa cinta yang terpendam.

“Bohong.. “, sautnya setelah beberapa saat dia tidak memalingkan tatapannya pada wajahku yang tertunduk ini.

“Pengecut.. pecundang.. pembohong.. lebih baik lu pergi dari hidup gue, gue gak butuh belas kasihan lu, anjing.. !”, makiannya dengan sangat kesal padaku.

Hanyalah waktu yang mengerti akan permainan ini, dan hanyalah Tuhan yang akan menghukumku atas perbuatanku ini. Bila tidak ada lagi ruang untukku bersimpuh memohon ampunan maka tidak sedikitpun penyelasan akan terdengar dari mulutku, karena aku melakukan ini untuk dia yang sedang merintih dalam siksaan iblis berwujud manusia. Aku hanya ingin membebaskannya dan inilah cara yang menurutku terbaik.

“Bila maaf tak mampu terucap, biarlah kematian yang bicara”, ucapku dalam hati yang bimbang.
 
Terakhir diubah:
Chapter 1
Sahabat Karib



Rafael Yudha Dewanata

“Apa dia akan datang lagi kesini ?”, tanyaku pada Bu Restu.

“Kurang tau deh, tapi biasanya dia kembali lagi sore nanti”, jawab dari Bu Restu atas pertanyaanku.

“Sepertinya ada sesuatu yang penting”, celetukku.

“Mungkin saja”, saut dari Bu Restu.

“Baiklah, kalau sudah tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, saya pamit dulu”, ucapku pada Bu Restu menyudahi pembicaraan ini.

“Ok, Ibu kira sudah cukup untuk hari ini, makasih Dewa”, ucap dari Bu Restu padaku.

Langkah kaki pun menjauh pergi dari Bu Restu, dia adalah dosen pembimbingku yang sangat dekat sekali denganku. Restu Restiana adalah nama panjangnya, wanita yang sudah berumur 34 tahun tersebut masih saja menjaga kegadisannya, entah apa yang ada dibenaknya sehingga betah untuk melajang. Namun apa pun itu, itu bukanlah urusanku dan aku tidak akan ikut campur dalam privasi Bu Restu, karena aku takut jika menyinggung perasaannya oleh karena itu aku selalu banyak diam jika dekat dengannya.

Siang hari yang sejuk, angin bertiup semilir dan menyapu kelopak mata ini, rasa nyaman dan kantuk pun melanda tubuh ini. Dibawah pohon di halaman kampus, aku pun berhenti sejenak dan menyandarkan tubuh ini pada sebilah pohon. Rindang daunnya membuat teduh perasaan ini, sang bayu pun tak mau kalah untuk memanjakan kenyamanan di siang hari ini, hembusannya membuatku kedua mata ini perlahan meredup dan terpejam dalam gelap.

Perkenalkan, namaku adalah Rafhael Yudha Dewanata, atau biasa teman-temanku memanggilku dengan sebutan Dewa. Aku tinggal di ibukota semenjak aku meneruskan pendidikanku di bangku perkuliahan, aku tinggal seorang diri disini dan semua keluargaku berada di kampong halamanku, kampungku juga sebuah kota besar di pulau jawa dan menjadi ibukota propinsi.

Bulan agustus kemarin adalah hari ulang tahunku yang ke 21 tahun, Aku terlahir sebagai anak kedua dari 2 bersaudara, kakakku entah ada dimana karena tidak pernah pulang kerumah dan tidak pernah sekali pun mengirimkan kabar. Saat aku memilih untuk hijrah ke ibukota aku meninggalkan kedua orang tuaku sendirian di kota besar kelahiranku. Aku memilih hal demikian karena sudah menjadi sifat dasarku yang tidak terlalu suka dekat dengan keluarga, aku ingin sendiri dan mandiri tanpa bantuan dari siapapun.

Sebenarnya dengan meninggalkan kedua orang tuaku sendirian disana, sama halnya dengan aku mengurangi beban mereka, dengan tidak adanya aku disana mereka pasti bisa menghemat pengeluaran mereka. Mungkin terdengar jika aku terlahir dari keluarga kurang mampu, jika kalian berpikiran seperti itu maka kalian salah, walaupun ibuku adalah seorang guru PNS biasa tapi ayahku adalah seorang Akuntan Pajak, memang tidak terlalu mewah tapi bisa dibilang kehidupan kita lebih dari sekedar sederhana.

Tentang pribadiku sendiri sangatlah aneh, kadang aku merasa nyaman dengan seseorang kadang dengan dia pula aku merasa terancam. Aku memiliki kelemahan yaitu jika aku dalam kondisi underpressure maka aku akan gampang terserang paranoid, entah apalah nama penyakit ini karena aku tidak pernah mau memeriksakan diriku ke dokter spesialis ata apapun itu. Aku lebih suka menikmati hidupku sendiri, seperti ini dan seperti apa adanya tanpa ada satu pun beban, walaupun aku tau hidup didunia pastilah akan ada masalah yang kita hadapi dan masalah itu akan menjadi beban untuk kita. Namun aku sudah memiliki solusi untuk setiap masalah-masalahku, aku memiliki prinsip lebih baik menghindari benih permasalahan sebelum menjadi sebuah masalah.

Menurut pandangan teman-temanku, aku tergolong orang yang pendiam dan terkesan sangat cuek dan dingin, bahkan ada beberapa teman yang beranggapan jika aku sangatlah sombong. Sebenarnya aku seperti ini karena aku tidak ingin terlibat kontaks langsung baik itu verbal maupun non-verbal. Karena aku berasumsi jika masalah akan membuatku dalam tekanan dan jika aku dalam keadaan seperti itu aku akan mengalami situasi yang sangat sulit bagiku untuk bisa lepas, bahkan untuk berpikir normal saja sangat sulit.

Mungkin hanya segitu dulu perkenalan tentang diriku ini, lebih lengkapnya silahkan ikuti kisahku di cerita ini, dan sekarang sudah waktunya aku untuk terbangun dari tidur ayamku. Tak terasa sudah ada sejam aku terlelap dalam dongeng sang bayu. Belum sempat semua nyawa terkumpul, tiba-tiba seseorang datang mendekat dan duduk tepat disampingku, sentak saja aku sedikit terkejut akan kedatangan sosok wanita ini.

“Hi, dewa !”, sapanya pada sembari duduk disampingku.

Wanita muda nan cantik, buah bibir lelaki dikampus ini karena keelokan paras ayunya dan senyum manisnya yang selalu bertebaran di setiap hati para lelaki yang memandangnya. Dia adalah Shandy, kekasih dari sahabatku dan juga teman wanitaku selain dari dosenku Bu Restu. Dia terlihat begitu natural dan tampil apa adanya, justru dari situlah daya pihaknya terpancar, kecantikan yang alami kian semerbak layaknya sari bunga pada musim semi yang berterbangan memikat sang kumbang.

“Hi juga”, sautku pelan tanpa melihat kearahnya.

“Lu bangun tidur yaa.. ?’, tanyanya dengan melototi wajahku dengan teliti.

“Iya ketiduran sebentar”, jawabku.

“Enak juga yaa ternyata cuacanya, pantes aja lu pules”, celetuknya sendiri.

Kepalanya menenggadah keatas dan menghela nafas panjang, seakan menikmati sejuknya hembusan angin ini, kedua tangannya bertolak kebelakang badannya dan menyanggah tubuhnya diatas tanah. Aku pun sengaja melirik kearahnya, dengan kaos oblong putih dan jeans biru dongker menjadi paduan pakaian yang membalut tubuhnya, mataku pun tertuju pada leher indahnya, dengan rambut pendek sebahu semakin terlihat jelas kemulusan dari kulitnya. Dalam hati pun aku hanya bisa tertegun dan begitu takjub akan ciptaan Tuhan yang satu ini. Dimataku dia begitu sempurna, dialah wanita yang sesuai dengan standartku, tapi sayang sekali dia adalah kekasih dari sahabatku sendiri.

“Cabut dulu yaa.. !”, ucapku pada Shandy seraya berdiri.

“Hah.. tunggu bentar napa, baru juga datang”, saut dari Shandy.

“Sorry, gue lagi ada pekerjaan yang kelupaan”, alibiku.

“Ehmm.. bilang aja lu gak enak sama Joseph karena kita berduaan disini”, ujar dari Shandy menyudutkanku.

“Lagian Joseph sudah pulang dari tadi”, imbuhnya.

“Enggak juga, gue emang ada urusan kok”, sanggahku.

“Gue ikut donk, bete nih gak ada temen”, celetuk dari Shandy.

Tanpa menimpali ucapannya, aku pun bergegas merapihkan pakaian serta tasku lalu berjalan melangkahkan kaki menuju tujuan yang masih belum terpikirkan olehku. Shandy pun demikian, dia bergegas bangun dari tempat dia duduk dan berlari kecil mengejarku, dan tiba-tiba saja dia memegang pergelangan tanganku dan kita berdua pun berjalan beriringan dengan tangan saling mengikat. Perasaan ini pun terasa amat kaku dan langkah tak menentu terasa gemetar, keringat kecil pun keluar dari pori-pori kulit ini, entah apa yang terjadi namun aku seperti tidak ingin menyudahi moment ini.

“Ihh, keringetan.. lu nervous yaa deket ama gue ?”, tanyanya sedikit meledekku.

“Biasa aja”, sautku lirih mencoba menenangkan diriku.

“Biasanya seh kalau cowok nervous deket dengan cewek, itu tandanya tuh cowok suka ama tuh cewek”, celetuknya tersenyum manis dengan menyindirku.

“Enggak juga”, sautku sedikit gugup.

“Hehehe.. dah ahh tar makin basah lu”, ledeknya lagi padaku.

“By the way, ini kita mau kemana ?”, ujarnya lagi dengan bertanya padaku.

“Better gue sendiri aja”, jawabku sinis.

Langkah pun terhenti dan sentak saja badanku dibalik kearah Shandy, dan kini kita saling berhadap-hadapan, kedua bola mata saling bertatapan namun aku tak kuasa melihatnya sehingga aku memilih untuk menunduk saja. Dia terlihat ingin menatap wajahku, tangan kanannya pun mencoba menegakan kepalaku.

“Sini lihat”, ucapnya sedikit kesal.

Aku pun mengikuti perintahnya, aku tegakan wajah ini sehingga aku bisa memandangnya begitu dekat. Aku pun bisa mencium aroma nafasnya, sangat sangat cantik sekali dan mampu membuatku mati rasa. Baru pertama kali ini aku memandangnya dengan begitu dekat dan jelas sekali, bahakan bulu tipis yang berada disekitar wajahnya pun terlihat walaupun sedikit samar.

“Lu gak suka jalan berdua sama gue ?”, tanyanya padaku dengan tatapan yang menggoda.

“Bukan begitu”, jawabku terbata-bata.

“Lalu kenapa gue gak boleh ikut ?”, tanyanya lagi layaknya mengintrogasiku.

“Lebih baik gue sendiri aja”, jawabku sengaja menggantung pertanyaannya.

“Kenapa ?”, desaknya lagi.

“You know me kan”, jawabku singkat.

Aku sengaja membuat jawaban yang menggantung yang memaksa Shandy untuk terus bertanya padaku, dengan begitu aku bisa mengukur kadar perhatiannya selama ini padaku. Dan jika dia merasa sebal maka dia akan menyudahi pertanyaannya dan pergi dariku, dengan begitu pula aku bisa bebas darinya untuk sementara waktu ini. Dan resiko terjeleknya adalah dia akan muak kepadaku dan jika itu terjadi biasanya dia akan menghindariku untuk beberapa waktu sampai mood-nya normal kembali dan hal akan memakan banyak waktu untuk bisa bersikap seperti semula.

“Asli dah, bener-bener nyebelin lu.. ”, ujar sedikit kesal padaku.

“Kalau sifatmu masih terus kayak gini, kayaknya lu bakal jones permanen deh, hahaha.. “, ledeknya padaku.

“Bodo amat”, sautku lirih.

“Ya udahlah sono pergi aja sendiri”, cetusnya dengan kesal karena tidak aku perbolehkan menemaniku.

Aku pun berlalu pergi tanpa banyak basa-basi lagi, meninggalkan seorang gadis sendirian dengan terpaan sepi yang menyelimutinya. Dengan berjalan tanpa tujuan, aku terus melangkahkan kaki ini mengikuti kemana hembusan angin membawaku pergi. Pikiran kosong dan tak bisa focus karena kegugupanku jika dekat dengan seorang wanita.



Sri Shandy Restiana

“Huft.. dasar cowok aneh”, umpatku sendiri sedikit kesal akan sikap dari Dewa.

Yaa.. sudahlah kalau dia gak mau ditemani, mending ke kantin aja nyari makan, lagian perut ini juga terasa keroncongan belum sempat diisi dari tadi. Saat aku lihat jam tanganku, waktu telah menunjukan pukul 15:15 Sore hari, sebelum kekantin aku pun mencari salah satu temanku lainnya untuk menemani aku makan. Aku pun berbalik arah menuju kearah kelas untuk mencari Renald atau nama lengkapnya adalah Renaldy Pamungkas, dia adalah salah satu teman dari kekasihku si Joseph.

Seiring aku melangkah, aku pun sambil mendengarkan lagu-lagu dari handphoneku, dengan menggunakan handset yang terpasang pada kedua telingaku, aku pun berdendang sendiri kadang sambil menggeleng-gelengkan kepala. Tak terasa aku pun sudah tiba didepan pintu kelas yang aku tuju, terlihat sosok pria playboy yang sedang bercanda riang dengan para wanita, dialah sosok yang sedang aku cari Renaldy Pamungkas atau biasa aku panggil dia dengan sebutan Renald.

Duduk di antara dua wanita pada samping kiri dan kanannya, dia pun layaknya pelakon utama yang selalu dipuja-puja para hawa, dengan jumawanya dia pun terbahak-bahak. Aku sendiri yang sudah terbiasa dengannya sangatlah muak dengan sikapnya yang demikian ini, sungguh pria murahan yang sengaja mengumbar rayuannya untuk memikat para wanita. Tanpa ada sopan santunnya aku pun menghampirinya dan segera menyeret tangannya dengan kuat, sehingga dia pun bangun dari tempat duduknya dan mengikutiku.

“Woi shan… apa-apa nih !”, serunya dengan langkah sempoyongan karena aku seret tangannya.

“Berisik, ikut gue.. !”, sautku padanya dengan tanganku menarik dan menggenggam erat pergelangan tangan Renald.

“Ahh.. lu gak bisa lihat gue seneng dikit apa”, ucapnya sedikit kesal karena kesenangannya aku ganggu.

“Diem.. apa mau gue bilangin ke Joseph, kalau lu kemarin pakai mobilnya untuk bawa pecun”, tandasku untuk mendiamkan rengekan Renald.

“Ahh.. fuck lah.. !”, cetus dari Renald dengan pasrah dan sedikit kesalnya.

Dan dia pun mengikuti langkahku dengan ekspresi wajah yang melas, pasrah dan kesal. Hal seperti ini sudah terbiasa terjadi, apalagi jika harus berurusan dengan Renald, kita harus bisa tegas dan tak boleh lengah karena dia bisa saja memutarkan semua keadaan, itulah salah satu keahliannya yang mungkin sudah bawaan dari lahir.

Sebelum kita melanjutkan cerita ini terlalu jauh, aku ingin sedikit mengenalkan diriku pada kalian. Namaku adalah Sri Shandy Restiana, dua bulan lagi usiaku akan menginjak 22 tahun. Menurut teman-temanku, aku orangnya sangat simple dan gak neko-neko kalau kata orang jawa “Neriman”. Aku tinggal sendirian di ibu kota Jakarta ini, kedua orang tua dan family ku tinggal di kampung, aku memilih ngekos dan tinggal sendiri disini untuk melanjutkan kuliahku.

Aku asli jawa, tepatnya daerah madiun, tempat tinggalku tidak jauh dari alun-alun madiun, jika kalian kenal pernah ke madiun kalian pasti pernah mendengar istilah IKS, SH, Winongo, Dll. Itu adalah singkatan-singkatan dari perguruan pencak silat disini, dan aku pernah ikut sallah satu dari perguruan pencak silat tersebut, di setiap kenaikan/pelantikan pasti ada saja keributan yang timbul antar perguruan pencak silat tersebut dengan perguruan pencak silat lainnya, apa lagi setiap malam Suro yang di anggap keramat oleh mereka.

Andai saja jika aku tidak memutuskan pindah ke ibu kota, mungkin saat ini aku sudah sabuk hitam. Tapi aku tidak menyesali hal tersebut dikarenakan aku lebih memilih perkuliahanku untuk meniti karir dan menata masa depan yang lebih baik. Aku berasal dari keluarga yang kurang mampu, dari kecil aku sudah di didik untuk santun dan bersikap sesederhana mungkin. Semua biaya kuliahku dan semua kehidupanku disini berasal dari jerih payahku sendiri, aku sangat supel dan gampang bergaul dengan orang lain, oleh karena itu banyak sekali teman-temanku yang senang untuk membantuku.

Bukan berarti aku sangat mengharapkan bantuan mereka, tapi jika ada yang mengulurkan tangannya kepadaku, aku pun tidak bisa untuk berkata tidak. aku juga seorang freelance dalam bidang Design karena kemahiranku dalam mengedit dan memainkan Photoshop, Ilustrator bahkan sampai 3D max pun aku bisa. Semua itu aku dapat dari perkuliahan dan otodidak, bakat alamiku adalah seni dan aku salurkan melalui media-media seperti ini.

Jika kalian melihat sepintas saja, pasti lah kalian akan menganggapku sangat polos serta lugu, padahal sebenarnya itu hanyalah cover ku saja. Banyak memang yang bilang seperti demikian dan karena itu pula banyak juga yang sangat kasihan ada welas asih kepada ku. Sedikit banyak aku pun memanfaakan topeng luarku ini untuk meraup keuntunganku pribadi, bukan untuk hal-hal lain karena aku sadar jika tidak ada uluran tangan dari mereka bisa dipastikan jika aku tidak akan sanggup melanjutkan perkuliahanku ini.

“Shan.. udah lepasin tangan lu, malu-maluin aja”, ucap dari Renald dengan memohon.

“Berisik lu.. “, sautku spontan saja.

Setibanya di kantin terlihat jika kantin begitu sangat ramai sekali, aku pun mencari tempat duduk untukku dan juga Renald. Lalu aku pun mengarahkan pada bangku kosong yang berada dipojok kantin ini. Disanalah aku akan duduk, dengan langkah cepat aku pun menuju ke bangku tersebut agar tidak diserobot oleh orang lain, sesampainya aku pun langsung duduk dengan Renald duduk tepat di depanku.

“Dah.. kita duduk sini aja !”, ucapku setelah duduk di bangku kosong ini.

“Malu-maluin aja lu, dari tadi di lihatin ama orang-orang tau !”, ucap Renald sedikit kesal.

“Bodo.. !”, cetusku sedikit judes.

“Lu ngajak gue kesini emang mau bayarin gue ?”, tanya dari Renald.

“Beneran kalau gitu, gue lagi laper nih”, sambungnya lagi sambal kepalanya celingak-celinguk melihat kearah kantin.

“Lu lah yang bayarin, kan kemarin lu dapet duit dari Joseph”, ucapku pada Renald.

“Duit apaan ?”, tanyanya sedikit kebingungan.

“Jangan bohong lu, kemarin kan lu suruh nganterin dia ke rumah orang tuanya, pastilah lu dikasih duit”, ucapku pada Renald.

“Di kasih Cuma Gopek doank, udah habislah”, cetus dari Renald.

“Boros amat hidup lu”, sautku meledeknya.

“Cowok lu tuh yang borosnya gak ketulungan”, balik bantah dari Renald.

“Kalau dia udah ketauan emang dari keluarga orang kaya, lah elu apaan coba”, sindirku pada Renald.

“Ngemeng mlulu.. jadi makan gak nih?”, celetuk dari Renald.

“Yaa udah pesan sono.. !”, sautku membalas celetukannya.

“Asal pesen semua orang juga bisa kale… yang bayar siapa ?”, ucapnya sangat ketus.

Sialan nih anak, sengaja banget dia gak mau ngeluarin duit walau Cuma sepersen pun. Sebenarnya aku sudah tau kalau dia pasti banyak alasannya untuk tidak mengeluarkan duit, tapi aku butuh teman untuk sedikit membantuku meringankan beban hidupku. Tidak masalah jika aku harus mentraktirnya karena sebenarnya dia adalah teman baik dan bisa di andalkan. Satu kampus pun sudah tau jika Renald sangat suka bermain-main dengan wanita, dan wanita mana yang tidak luluh oleh speak’an nya serta dia juga terkenal sangat royal terhadap wanita yang dia incar, tapi soal loyalitas sangatlah bertolak belakang.

Apalagi dia di tunjang dengan wajah gantengnya, sorotannya matanya saja mampu membuat luluh wanita yang dia tatap, suaranya terkesan santun dan shadu layaknya seorang penggoda. Aku bahkan tak habis pikir jika dia diberkahi kekayaan seperti Joseph kekasihku, aku bisa jamin tidak ada lagi perawan dikota ini karena sudah dihisap madunya oleh Renald.

“Gue yang bayar”, ucap dari lelaki yang tiba-tiba saja langsung duduk di sebelah Renald.

Dewa, ternyata dia ada di kantin juga, dengan tiba-tiba saja dia muncul dan langsung duduk tepat sebelah Renald. Seperti biasanya dengan sifat dinginnya dia pun tak banyak omong dan langsung duduk setelah itu diam seperti patung bisu. Satu lagi teman baikku di kampus ini dan juga teman dari Joseph, Dewa adalah pria yang sangat misterius dan mampu membuatku terkesima hingga penasaran dengan dirinya.

“Ehh.. lu dewa, dari mana lu ?”, tanya dari Renald pada Dewa.

“Bukannya lu tadi pamit ada urusan ?”, ucap menyambung pertanyaan dari Renald.

“Urusanku dah kelar di taman tadi”, ucapnya menjawab dua pertanyaan kita sekaligus.

Inilah dia, benar-benar sangat misterius dan sangat membuatku penasaran. Karena saking penasarannya sama dia aku pun pernah mengintainya tapi entah apa yang terjadi tiba-tiba saja dia menghilang begitu saja, sepertinya waktu itu dia tau jika sedang aku intai dan aku ikuti. Di antara Renald, Joseph dan aku, Dewa adalah yang paling memiliki kepintaran di atas rata-rata.

“Pelayan… come here, I hungry nih, buruan lah… !’, ucap dari Renald memanggil pelayan kantin untuk membawakan menu makanan.

“Dewa, lu mau makan apaan ?”, sambungnya dengan bertanya pada Dewa.

“Susu anget aja”, jawab dari Dewa dengan simple nya.

“Kalau lu apaan Shan ?”, tanya Renald padaku.

“Bakso ama jeruk anget”, jawabku.

Saat pelayan datang si Renald pun langsung memesankan semua pesanan kita, dan dia juga memesan pesanannya. Namun ada satu hal yang lebih menarik dari itu semua yaitu Dewa, dari tadi aku mencoba mencuri-curi pandangan kearahnya, terlihat dia hanya menundukan wajahnya saja dengan tangan kirinya memegang keningnya, lalu tangan kanannya memainkan handphonenya dengan memutar-mutarnya dalam kondisi mati.

“Handphone lu rusak ?”, tanyaku pada Dewa.

“Enggak”, jawabnya singkat tanpa memandangku sama sekali.

“Ehh.. ada yang mau mesen lagi gak nih sebelum mbaknya cabut ?”, tanya dari Renald pada kita berdua.

“Gue gak”, jawabku.

“Dewa mau mesen lagi gak, emang lu gak makan ?”, tanyaku pada Dewa mencoba memberikan perhatian padanya

“Enggak”, jawabnya lagi-lagi sangat singkat.

“Hey.. lu napa kusut amat ?”, tegur dari Renald kepada Dewa dengan menepuk pundak dari Dewa.

“Gak apa-apa”, jawab dari Dewa.

“Iya nih, keliatan banget kalau banyak pikiran”, sautku menegaskan pertanyaan dari Renald.

“Serius, gue gak apa-apa”, jawabnya mencoba meyakinkan kita berdua.

“Ahh.. gak asik lu, punya masalah di pendem sendiri”, sindir dari Renald.

Sangat terlihat jika Dewa sangat memikirkan sesuatu, seperti inilah dia jika memiliki masalah, dia lebih memilih diam dan mencoba memecahkannya sendiri dari pada harus menceritakan kepada teman-temannya. Sepertinya dia sekarang memiliki masalah yang begitu rumit sampai-sampai wajahnya begitu sangat letih karena berpikir keras.

“Sudahlah, dia gak apa-apa”, saut seseorang dalam pembicaraan kita bertiga.

Dia adalah Joseph yang datang dan bergabung dengan kita, dia pun langsung duduk disampingku dan tepat didepan Dewa. Tangannya langsung merangkulku dan bibirnya mencium keningku di depan teman-temannya, aku sedikit malu akan hal namun aku tak berdaya mau menolaknya, Dewa dan Renald pun sudah terbiasa dengan hal ini dan gaya sok boss dari Joseph.

“Oh hiya, barusan udah gue transfer ke rekening lu”, ucap dari Joseph pada Dewa.

“Thanks”, jawabnya singkat.

“No problem sob”, saut dari Joseph.

Jika aku cerna dari perbincangan singakat antara Joseph dan Dewa, sepertinya Dewa sedang mengalami masalah keuangan dan Joseph adalah solusi dari masalah tersebut. Dan aku tidak ingin terlalu jauh mencampuri urusan mereka ini walaupun kita semua adalah teman dekat. Dan inilah kita, empat orang termasuk aku sudah kumpul bersama tanpa ada batas kita pun saling berbincang seru-seruan.

“Bukannya kamu tadi pulang ?”, tanyaku pada Joseph.

“Sebenarnya aku tadi nunggu Dewa, dia ingin berbicara empat mata denganku”, jawab dari Joseph padaku.

“Kalau masalah kayak gitu, Cuma secuil upil buat gue”, sambung dari Joseph.

“Please, jangan bicara lagi, lu sudah janji gak bakal bicara dengan siapa pun”, saut dari Dewa dengan seriusnya.

“Santai aja bung, Joseph gak bakal ingkari janji, apa lagi dia sahabat karib sendiri kayak lu”, ujar dari Joseph.

“Waduh.. nih apa lagi dah, bikin suasana macam naik roller coaster”, celetuk dari Renald untuk mencairkan suasana.

Memang sedikit tegang suasana ini, dan tidak seperti biasanya Dewa berani berujar demikian kepada Joseph, biasanya dia lebih memilih diam dan menurut saja namun kali ini ada yang beda denganya. Sepertinya dia sedang mengalami masalah yang besar, apa pun itu masalahnya aku tetap yakin jika Dewa bisa mengatasinya, mungkin sekarang dia sedang menyusun sebuah rencana dan dia tidak ingin banyak orang yang tau akan rencana ini.

Joseph kekasih yang kaya raya, Renald teman yang sangat banyak omong, dan juga Dewa si misterius dan seorang pemikir kelas berat, dan terakhir adalah aku sendiri. Inilah kita berempat dan cerita ini adalah tentang persahabatan kita berempat, yang akan diuji dengan berbagai cobaan untuk memporak-porandakan tali persahabatan yang melebih saudara ini.
 
Terakhir diubah:
Chapter 2
Insting Dewa


Rafhael Yudha Dewanata

Aku jadi teringat saat terakhir aku kesini, ditempat ini dimana aku acap kali memainkan permainan konyol dengan teman-teman waktu kecil dulu. Sekarang semuanya hanyalah sebuah kenangan yang termakan waktu dan tersimpan pilu dalam sanubari angan, tak ada lagi kekang waktu yang membelenggu cerita pada masa itu, semua Nampak indah berjalan dengan sendirinya, dikelilingi oleh tawa dan senyum dari kedua orang tua kita. Inilah tempat kelahiranku dan disini pula aku memulai perjalanan hidupku didunia ini.

Duduk disamping pintu usang yang terbuat dari pahatan kayu jati, Nampak kokoh dengan liukan ukiran yang menghiasinya. Diatas kursi panjang ini aku pun menyandarkan tubuh ini sambil melihat indahnya pancaran dari sang surya, siang ini aku pun hanya berpangku tangan tanpa adanya hal yang bisa aku lakukan. Secarik kertas tergenggam di tangan kiri ini, sembari melayangnya lamunan aku pun meremasny kuat-kuat penuh kekesalan.

“Bodoh.. bodoh.. bodoh.. “, gumamku sendiri karena penatnya pikiran ini.

Dari kantong celanaku, aku mengeluarkan sebungkus rokok untuk aku hisap. Sudah tidak lagi aku hiraukan akan peringatan tentang bahaya merokok yang selalu terpapang depan bungkusnya. Sebatang rokok aku nyalakan lalu aku hisap penuh kenikmatan, asap pun perlahan keluar dari mulutku, lambat laun aku pun terlena dalam khayalanku lagu, nikotin ini bak narkotika yang selalu membuatku melayang jauh ke surga lamunan.

Sebenarnya aku tidak ingin menjadi seperti ini, berada dibalik baying-bayang orang lain dan selalu mencoba tegar akan semua kepahitan hidupku. Andai Tuhan tidak memberikanku sebuah kesabaran dan ketenangan yang kuat, mungkin aku akan seperti manusia-manusia biasanya yang dengan mudahnya meluapkan emosinya jika dalam keadaan tertekan. Ini bukan masalah hutang atau ancaman, tapi lebih karena perasaan daam hati yang selalu tersakiti dan mengalah untuk mati.

Sama sepertinya dirinya, aku yakin jika dia sudah tau tentang apa yang aku rasakan tapi dia sangat pintar bersandiwara. Aku memiliki akal yang cukup bagus, aku bisa berpikir jernih walau dalam keadaan seperti ini, aku masih waras dan aku masih bisa membedakan baik dan buruk. Ini adalah cinta, namun buka cinta biasa, cinta yang tak terbalas, cinta yang selalu mengalah, cinta yang setia menanti kematian, cinta yang rela tersakiti dan cinta yang siap akan perpisahan.

Selalu menjadi pertanyaan dalam benakku adalah kenapa aku selalu dan selalu bertahan dengan keadaan seperti ini, kenapa aku selalu dan terus saja mengalah walaupun aku tau hal itu sangat menyakitkan sekali. Aku bukanlah dewa atau pun malaikat, aku adalah manusia biasa dan sekali lagi aku tegaskan, aku adalah manusia biasa sama seperti mereka. Jika seperti ini terus aku tidak tau apa yang harus aku lakukan, aku tidak tahu bagaimana cara aku bisa bertahan lagi.

Sudah ribuan kali aku mencoba melupakan kegilaan ini namun tidak bisa dan dia masih tertawa dalam tangisan ini, jutaan kali aku mencari kejelekannya yang bisa membuatku muak akan dirinya tapi tetap saja aku tidak bisa, semakin aku mengingatnya semakin aku terbawa dalam arus asmara dan cnta gila ini. Aku hanya ini memutar waktu sebentar saja, saat dimana aku pertama kali bertemu dengannya, disaat itulah aku bisa menjalankan rencanaku yaitu membunuhnya agar aku bisa hidup tenang.

Mungkin kalian mengira jika aku sudah gila karena ingin membunuh seseorang yang aku cintai, tapi itulah jalan satu-satunya untukku dan juga untuknya, tak bersamaku dia akan masuk kedala kegelapan yang setiap saat bisa menelannya, bersamaku dia akan merasakan penderitaan yang tak tentu dengan statusku yang seperti ini. Aku manusia biasa tak bergelimang harta, sedangkan dia membutuhkan harta karenan tuntutan keadaannya. Dia bukan matre, dia wanita baik dan dia selalu berusaha demi apapun agar bisa mendapatkan pundi-pundi rupiah demi masa depannya dan juga keluarganya.

Aku tipe orang yang tidak percaya dengan takdir, bahkan aku selalu menentang takdir atau suratan atau apapun itu bahasanya, yang aku percaya adalah semua yang terjadi di dunia ini itu karena buah dari pemikiran kita, keputusan kita, dan pilihan kita. Takdir adalah omong kosong dari orang yang bersembunyi dibalik kedok ketuhanan, seorang pengecut adalah orang yang selalu bilang ‘Ini Sudah Takdir’, bahkan aku bisa bilang bahwa mereka adalah sampah yang sengaja Tuhan ciptakan, dan tugas kita adalah membakar sampah itu sampai menjadi abu.

Perdebatan tentang cinta adalah sebuah hal yang membosankan, ribuan pertanyaan akan terlontar dan kita pun tidak akan bisa menemukan jawaban yang pasti, saat kita dimabuk akan rasa cinta maka saat itu pula kita akan bilang ini adalah surge duniawi, tapi sebaliknya juga berlaku dimana neraka dunia akan tercipta saat kita tersakiti oleh cinta. Cinta bak pedang bermata dua, dimana pun kita memegangnya akan tersakiti juga, entah kapan dan bagaimana yang pasti adalah persiapkan dirimu untuk terhunus pedang tersebut.

“Dewa.. dewa.. bedug dobol kok ngelamun ae”, celetuk dari ibuku secara tiba-tiba.

(Dewa.. dewa.. siang bolong kok melamun aja).

Wanita kalem dengan kental ada jawa yang kini usianya sudah menginjak 45 tahun, manis nan ayu khas wanita jawa, kebaya selalu membalut tubuhnya dalam kesehariannya. Dia adalah orang tuaku, salah satu wanita yang paling aku kagumi dan aku jadikan panutan, sabar dan penyayang adalah karakternya. Dari bilik pintu dia mencoba membangunkanku dari lamunan, teguran lembut dengan sindiran halus dia sematkan dalam ucapannya.

“Ehh.. ibu.. “, sautku sedikit kaget akan kehadiran ibuku.

“Ngelamun toh anak’e ibu iki.. ganteng-ganteng kok doyan ngelamun, gak ilok lho”, ucap dari ibuku.

(Melamun apa anak ibu ini.. cakep-cakep kok senang melamun, gak baik lho).

Dia pun beralih dari bilik pintu sekarang dia berjalan dan duduk tepat disamping bangku panjang yang aku duduki, tangan kirinya pun menepuk pundakku dengan sangat lembut dan Nampak telapak tangannya memijit-mijit pundakku. Terasa sangat nyaman dan aku pun merasa tenang, tersadar dari lamunan dan kembali kepada masa anak-anak dulu, selalu memanjakan kasih saying dari orang tua dan hal inilah yang aku rindukan.

Sesaat semua beban hidup ini sirna karena adanya malaikat seperti ibuku yang senantiasa membantu menopang beban hidupku ini. Entah apa yang aku rasa aku hanya ingin seperti ini untuk saat ini, entah sampai kapan tapi aku ingin menikmati saat-saat seperti ini. Kembali ke masa dimana pahitnya dunia belum aku kenal dan menyapaku, dimana kelamnya kehidupan belum menenggelamkanku, hanya tawa polos yang aku ingat.

“Ada apa toh nak.. mbok yaa cerito neng ibu kalau ada masalah ?”, tanya ibuku padaku.

“Gak apa-apa bu.. Cuma kelingan cilik’an ku mbiyen, rasane pingin balik cilik maneh”, ucapku menjawab pertanyaan ibu.

(Gak apa-apa bu.. Cuma keingat masa kecilku dulu, rasanya ingin balik ke masa kecil lagi).

“Oalah.. uwong urip iku kudu nerimo ing pandum nak, pengeran kuwi ora bakal ngewene’i cobaan ngeluwih’i kemampuan’e awak’e dewe”, tutur dari ibuku memberikanku motivasi untuk tetap semangat menghadapi hidup ini.

(Oalah.. orang hidup itu harus tabah menghadapi cobaan dunia nak, Tuhan itu gak bakal memberikan kita cobaan melebihi kemampuan diri kita).

“Kabeh manungso iku bakal ciloko, seng penting iling karo pinutur’e wong tua insyaallah bakal selamet, iling karo welas asih’e pengeran ben lempeng dalan’e… seng legowo nak ngadep’i urip neng dunyo iki”, sambung dari nasehat ibuku.

(Semua manusia itu bakal celaka, yang penting ingat akan nasehat orang tua insyaallah bakal selamat, ingat dengan belas kasih Tuhan agar jalan hidupmu mudah… yang penting ikhlas menghadapi hidup di dunia ini).

“Iya bu.. kulo iling kale pinutur’e panjenengan, sak abot-abot’e perkoro neng dunyo iki pasti onok dalan’e, seng penting usaha lan iling karo seng gawe urip”, sautku membenarkan pernyataan ibuku.

(Iya bu.. aku ingat akan nasehat dari ibu, seberat-beratnya masalah di dunia ini pasti ada jalan keluarnya, yang penting usaha dan ingat dengan Tuhan).

“Seng sabar yo nak.. !”, imbuh dari ibuku.

“Matur suwun bu.. ”, sautku dengan mata sedikit berkaca-kaca.

(Terima kasih bu).

Dan ibu pun kembali kedalam rumah meninggalkan aku sendiri lagi, menurutnya aku sudah cukup dewasa untuk bisa memahami arti hidup didunia ini. Baik buruknya aku paham dan manis pahitnya juga telah aku mengerti, tapi harus berjalan diatas hamparan bara api dunia sangatlah menyiksaku, tak cukup dengan keyakinan saja namun harus dengan support dari mereka yang selalu ada untukku, percuma saja aku berkorban habis-habisan jika tidak ada satupun orang yang bisa memahami arti dari pengorbananku.

“Berkorban demi apa.. jika aku tidak tau dia akan mengerti akan pengorbananku atau tidak”, lirih aku bergumam sendiri.

Entah kenapa hari ini aku selalu memikirkan seorang wanita yang aku sendiri tidak tau apakah dia disana memikirkan aku juga, aku disini hanya bisa melamun dan berharap bisa merubah waktu. Kebodohan ini selalu menjadi boomerang dalam hidupku, sampai kapan dan entah harus berkali aku harus mencoba bersabar menahan nanah yang kian hari semakin mendidih. Harusnya aku tak usah takut akan kegagalan jika sekarang aku sangat meratapi hari ini, seandainya bisa terulang lagi aku bisa pastikan aku tidak akan seperti ini sekarang ini.

Perasaan ini sunguh amat ganjil dan membuatku sangat gelisah, aku dating kesini untuk menenangkan diri tapi kenapa jadi seperti ini. Aku dibuat galau akan hal yang aku sendiri tak tau kebenarannya, sebenarnya apa yang telah terjadi padaku. Otak ini mulai tak bisa berpikir normal dan sangat memilukan, bagiku hal ini sangatlah buruk dimana akalku mulai tergeroti oleh pikiran negative.

“Ada apa ini dan apa yang harus aku lakukan ?’, tanyaku sendiri dalam hati.



Renaldy Arya Pamungkas

“Woi.. jangan berisik, kupret lu pada”, teriakku mendiamkan celoteh cewek-cewek dalam kelas yang sedang asik bergosip ria.

“Apa seh lu.. kepo banget deh”, saut dari salah satu cewek.

“Gue cipok sange lu.. “, balasku atas celetuk dari cewek tersebut.

“Gopek sini.. cipok gue sepuas lu.. “, jawabnya dengan menantangku.

Sentak saja keadaan kelas mendadak ramai akan suara-suara teman sekelas yang riuk meledek serta memprovokasiku.

“Huuuu… hajar nald”, teriak dari anak-anak kelas.

“Jangan kasih kendor nald, hahahaha.. “, lagi teman-teman kelasku mengomporiku.

“Gopek mah murah kali… sikat aja udah, gak pakai nego”, dan sekali lagi mereka memancing egoku untuk bertindak.

Seorang Renald Arya Pamungkas memang pantang untuk direndahkan, jika ada orang yang berani buka harga didepanku maka tidak ada kata lain selain membelinya, karena prinsipku adalah “Lu jual, Gue beli”. Tapi bukan Renald jika mudah terpancing oleh seorang wanita apalagi wanita rendahan macam dia, aku akan bukti jika aku bisa menikmati tubuhnya tanpa harus mengeluarkan satu sen pun untuknya.

Mendengar tantangan tersebut, aku pun langsung berdiri dari tempat dudukku dan menghampiri wanita yang menantangku tersebut. Dia memang terkenal bandel di kalangan kelas ini, namanya sudah tidak asing lagi di telingaku. Banyak sedikitnya tentang dia aku sudah tau tapi selama ini aku hanya diam saja tak mau mencari masalah dengannya, namun kali ini lain cerita dimana dia telah mulai memancing-mancingku bahkan berani menantangku di depan umum seperti ini.

Saat aku telah berhadapan dengannya, dia pun menunjukan sikap yang sangat menantang, tak hanya diam duduk saja, dia berdiri dan mencoba menatapku balik dengan tatapan tajam. Sentak saja seluruh ruangan kelas ini menjadi riuk tak terkendali, dan aku tak mendengarkan ocehan dari teman-teman sekelas, aku hanya focus pada wanita yang sedang berada tetap dihadapan mataku ini.

Wanita ini cukup manis, tidak putih namun berkulit sawo matang layaknya wanita Indonesia yang khas dengan keeksotikannya. Rambut hitam panjang menawan dan juga kulit halus mengkilat nan mulus, wajahnya elok dan bersih sangat terawat membuatnya sangat enak untuk dipandang, apa lagi tubuhnya yang meliuk bak bodi gitar menambah nilai tersendiri akan kecantikannya.

“Gopek dulu sini, dan cipok gue sepuas lu.. “, ucapnya dengan nada menantang.

“Gue bisa bayar lebih dari itu jika lu bisa puasin gue”, tantangku balik pada wanita tersebut agar dia menjadi sedikit jinak.

Mendengar ucapanku, tiba-tiba suasana ruangan meledak akan suara teriak dari teman-teman sekelas. Menurut mereka aku adalah seorang playboy yang sangat pilah-pilih pasangan, tak sembarangan aku bisa berpacaran atau mendekati cewek. Bisa dibilang aku ini adalah Don Juan dikelas atau bahkan dikampus ini, sedangkan yang berhadapan denganku adalah salah satu primadona dari kaum adam dikampus ini, sayangnya aku lebih sering mendengar tentang negatifnya daripada positifnya.

“Emang lu sanggup bayar ?”, tanyanya menantangku.

“Sebutin berapa yang lu mau ?”, tanyaku balik.

“100 kali lipat”, jawabnya.

“Gimana.. sanggup gak, jangan Cuma ngomong doank”, imbuhnya dengan nada sedikit menggertak.

“Deal”, sautku tanpa pikir panjang.

Dan tanpa basa-basi lagi, aku pun berjalan keluar kelas meninggalkan keriuhan yang ada, semua orang yang berada dalam kelas adalah saksi dari kegilaan ini. Gengsi gede-gedean dipertaruhkan dalam perbincangan tadi, dimana tentu saja aku tidak mau kalah dan tidak akan pernah kalah dengan wanita matre seperti dia. Aku pun segera menuju ketempat saahabatku yaitu Joseph, seperti biasa aku selalu meminta pertolongannya disaat kepepet seperti ini, kalau masalah uang Joseph adalah solusinya. Tapi memang hoki sedang bagus hari ini, baru saja beberapa langkah keluar dari pintu kelasku, aku melihat sosok Joseph sedang berjalan kearahku, dan aku pun segera memanggilnya.

“Woi.. bro, how are u ?”, sapaku sedikit berteriak dengan melambaikan tangan untuk memanggil Joseph.

Dia pun menoleh kearah dan seperti biasanya, wajah nyolotnya selalu saja dia pampang dengan sombongnya. Sekarang dia pun berjalan kearahku, menghampiriku yang telah memanggilnya, dengan dandanan layaknya orang perlente dan dengan angkuhnya dia pun menyapaku dengan ucapan anak-anak gaul sekarang ini.

“What’s up bro ?”, tanyanya dengan nada sengak.

“Gue bisa gak minta tolong sama lu nih… serius butuh banget gue nih”, ucapku merayunya agar sudi menolongku.

“How ?”, tanyanya menghentikan ocehanku.

“Cepek”, jawabku singkat dan tegas.

Dengan ekspresi sombongnya dia pun mengeluarkan dompetnya dan ditariknya satu kartu ATM dengan salah satu merk bank ternama di negeri ini. Seperti biasa dia selalu saja bisa diandalkan untuk saat-saat seperti ini, dia adalah teman yang baik sekali yang tidak bisa melihat temannya dalam kesusahan, tapi aku harus belajar bagaimana cara menjadi penjilat selama berteman dengan dia, hal ini karena aku sangat tidak nyaman dengan sifat egois dan juga sok kaya yang membuatnya sombong tersebut, hanya karena uangnya saja aku sudi berteman dengannya.

“Nih lu ambil aja, nanti balikin lagi”, ucapnya dengan memberikanku sebuah kartu ATM.

“Siap boss ku… !”, ucapku memujinya.

“Ehh.. by the way lu lihat si Shandy gak ?”, tanyanya padaku.

“Terakhir gue lihat sedang di kelas, lagi ada bimbing kayaknya dia”, jawabku.

“Ok thanks”, jawabnya singkat dan berlalu pergi begitu saja.

“Fuck you.. “, ucapku dalam hati karena saking jengkelnya dengan sikap sombongnya.

Bodoh amat dengan sifat sombongnya Joseph, sekarang waktunya mempermainkan wanita yang berani menantangku. Kali ini aku akan membuatmu bertekuk lutut memohon ampunan padaku, aku akan memuaskan diriku saat menikmati tubuh indahnya dengan gratis. Itulah resiko yang harus wanita itu tanggung karena berani-beraninya menantang si Renald di depan umum. Dan aku pun segera berjalan kembali ke dalam kelas untuk menemui wanita tersebut, dengan otak jahat aku pun sudah merencanakan ide gila yang bisa membuat dirinya bertekuk lutut di depanku, dan sesaat kemudian aku berhadapan dengannya lallu perbincangan pun dimulai setelah suara riuh dari teman kelasku terhenti.

“Nanti malam jam 21:00 WIB, di hotel Orion”, ucapku saat sedang bertatapan dengan wanita yang menantangku tadi.

“Tunjukin dulu duit lu”, ujar dari wanita ini seolah tidak percaya padaku.

“Nih pegang dan ambil sesuka hatimu”, ucapku padanya dengan melemparkan sebuah kartu ATM ke arah tubuhnya.

Kartu ATM tersebut telah berpindah tangan dan sekarang dia telah memegang kartu tersebut, dari sini aku sekarang bisa memulai permainan ini. Dengan begini antara aku dan dia sudah terjalin deal dan saling menyetujui akan transaksi jual beli ini, dia penjual dan aku pembeli. Saat ini pula aku akan memulai rencana jahat ini dan aku akan membuatnya memohon ampunan padaku, dengan begitu aku keadaan bisa aku kendalikan.

“Aku akan WA nomor PIN nya”, sambung ucapku padanya.

“Emang lu ada WA gue ?”, tanyanya padaku.

“Lu mah sudah ada dalam list gue kali, hehehe… “, jawabku simple.

“Udah yaa.. see u”, ucapku selanjutnya sembari meninggalkan ruang kelas layaknya manusia tajir nan sombong agar menimbulkan rasa penasaran pada wanita tersebut.

Seiring langkahku pergi meninggalkannya, sepertinya dia selalu memperhatikan diriku dan penasaran akan apa yang akan aku lakukan nanti. Seperti yang telah aku rencanakan, aku memiliki sebuah kejutan untuknya malam nanti, dimana aku bisa jamin kalau dia akan menyerahkan tubuhnya secara cuma-cuma kepadaku.

Cuma satu hal yang menjadikan permainan nanti malam terasa tidak asik, dikarenakan tidak adanya Dewa. Dia sudah beberapa hari ini berada di kampong untuk menjenguk orang tua nya, sebenarnya aku membutuhkannya karena aku hanya ingin memberikannya sebuah pengalaman yang indah tentang seorang wanita.

Dewa adalah teman baikku dan aku tidak akan pernah melupakan sedikit pun tentang kebaikannya, dibandingkan dengan Joseph, Dewa jauh lebih menyenangkan untuk dijadikan seorang sahabat, karena kepintarannya dan kepolosannya terdapat seorang wanita. Tapi bagaimana pun juga dia adalah orang baik yang tak layak untuk disakiti oleh wanita manapun.

Sebenarnya ada sedikit niatan untuk mengajak Joseph, tapi aku takut jika dia asal bicara dan yang ada nanti aku malah kena getahnya. Tapi sebenarnya juga tidak masalah ngajak dia, toh ujung-ujungnya ini hanya menjadi cerita usang yang jadi kenangan doank. Dan setelah beberapa lama aku berpikir tentang menaruh Joseph dalam rencanaku, akhirnya aku bisa ambil keputusan untuk mengajak Joseph dalam rencanaku mengerjain wanita resek tadi.

“Ehm.. ngajak Joseph berarti gue harus ngibulin Shandy dulu”, gumamku dengan berpikir keras.

Aku pun jadi berpikir keras akan hal ini, masalah utama ada didiri Shandy, dimana hal ini akan berhubungan dengan Dewa. Sepertinya aku tidak akan pernah mau untuk berkhianat kepada Dewa, apalagi dia telah percaya sekali kepadaku untuk menitipkan Shandy padaku dan bukannya pada kekasihnya sendiri si Joseph, bagaimanapun juga itu adalah sebuah amanat yang disematkan kepadaku dari teman baikku.

“Tunggu.. Dewa sekarang sedang berada di kampong, jadi jika gue bisa menyiapkan ini semua dengan matang, gue yakin hal ini tidak akan bocor sampai ke telinga Dewa”, ujar sendiri.

Yaa.. benar, amanat dari Dewa adalah aku harus menjaga Shandy, dalam hal ini aku hanya butuh membohonginya bukan mengajaknya jadi tidak akan jadi masalah. Lalu aku juga merancang agar hal ini tidak sampai kedengar ke telingan Dewa, dan menurutku rencana ini tidak aka nada satu pun yang membocorkannya dikarenakan sudah pasti Joseph akan diam saja karena dia pun akan takut jika sampai Shandy mendengarnya.

Jika Joseph tidak mau aku ajak, maka yang perlu aku lakukan adalah menjebaknya. Sebenarnya aku hanya butuh duitnya saja, dan disamping itu juga aku punya misi tersendiri yaitu ingin memberikan sedikit kebebasan pada Shandy dan juga Dewa. Benar sekali, alasan utamaku adalah mereka berdua, jika bukan karena mereka mungkin aku akan menikmati malam nanti sendirian.

Dari sini kalian akan menilaiku jika aku adalah seorang bajingan dan pengkhianat, tapi tidak bisa melihat kenyataan yang ada. Dimana ada sebuah cinta yang terhalang dinding keegoisan dan kemunafikan, cinta mereka harusnya bersatu bukan hanya untuk bertemu namun tak bisa melebur, aku sangat kasian dengan mereka berdua dan disinilah aku ingin mengambil peran agar mereka bisa saling melengkapi.

Seiring langkah ini melangkah menyusuri lorong kampus tua ini, aku pun akhirnya berpapasan dengan Joseph dan aku mencoba menyapanya dan menghentikannya untuk aku bisa mengajaknya ke acara nanti malam.

“Hi, Bro.. Whats up Bro”, sapaku belaga lebay.

“What ?”, sautnya dengan tampak sinis.

“Tar malam ikut gue yuk.. seneng-seneng kita”, ucap dariku pada Joseph dengan nada merayu dan tangan kananku merangkul bahunya.

“Sorry, I’m Bussy”, jawabnya singkat dengan menyingkirkan tanganku dari bahunya dan tanpa basa-basi lagi dia pun lekas pergi menjauh dariku.

“Ok, sorry if disturb your time”, ucapku pada Joseph yang telah melangkahkan kakinya pergi.

Seperti biasa, sifatmu yang sekarang sudah jauh berbeda dengan Joseph yang aku kenal dulu, bukan hanya aku saja yang merasakan hal ini namun Dewa pun sama denganku juga. Sebenarnya aku dan Dewa sangat ingin kembali seperti masa dulu, dimana kita bertiga bisa salin melengkapi satu sama lain dan saling membagi kegilaan. Aku tidak tau kemana Joseph yang dulu aku kenal, sekarang aku tidak bisa merasakan sentuhan hangat dari sahabat karibku dulu, seorang Joseph.

Cerita indah, keseruan lugu, bahkan tawa canda serta tangis pilu diantara kita bertiga sudah jarang sekali terukir bersama. Semua karena dirimu yang telah berubah, aku hanya ingin kita bertiga bersama dan kembali ke masa dulu, bukan hal seperti ini yang aku inginkan dan bukan hal masa depan seperti ini yang ada dalam mimpiku.

“Fuckers.. Bullshit dengan semua ini”, ucapku sendiri dengan sangat geram sekali melihat sifat dari Joseph.

Dengan perasaan sedikit kesal aku pun pergi dan mencoba menenangkan perasaan ini, dan kaki ini pun melangkah kearah taman belakang kampus. Sebuah pemandangan taman yang lumayan rindang akan pepohonan, dan juga bangku-bangku kosong menghiasi keindahan taman tersebut. Dan disela sudut bangku tersebut terlihat seorang wanita sedang duduk diam sendiri, entah menunggu seseorang atau memang sengaja berdiam disana untuk menenangkan dirku seperti diriku.

Tanpa banyak basa-basi aku pun menghampirinya, dan semakin dekat aku melihatnya aku mulai sadar jika dia adalah Shandy, Nampak dari belakang dia begitu layu dengan wajah tertunduk, kedua tangan memegang wajahnya dan terselip tissue diantara jemari munggilnya. Sentak saja pikiran ini langsung berpikir jika dia sedang menangis tersendu-sendu, tanpa piker panjan aku pun segera berlari kearahnya dan mencoba menjadi pelipur laranya.

“Shandy.. “, sapaku saat aku sudah berdiri didepannya.

Dengan kaget dia pun menengngadakan kepalanya kearahku dan dengan cepatnya dia pun menunduk kembali untuk membasuh air matanya yang membasahi pipinya. Kini aku tau jika dia memang sedang menangis dan aku harus mencari tau kenapa hal ini bisa terjadi padanya. Sedikit banyaknya hati ini juga merasa tidak tega melihat seorang wanita yang baik sepertinya harus menangis pilu seperti ini.

“Hah.. lu nangis, kenapa ?”, ucapku bertanya padanya dengan sedikit kaget.

“Enggak kok.. !’, jawabnya dengan kedua tangannya masih mengkucek-kucek matanya untuk membasuh airmata yang terkucur diwajahnya.

“Serius gue tanya, lu kenapa ?’, tanyaku lagi degan sedikit tegas.

“Berisik lu.. gue gak apa-apa”, jawabnya lagi tanpa berani melihatkan wajahnya kepadaku.

“Sono pergi ahh.. “, ucapnya dengan lekas berdiri dan tangan kirinya mendorong tubuhku untuk menjauh darinya, dengan wajah tertunduk dia pun berlari kecil menjauhi diriku.

Aku tidak bisa diam saja melihat hal ini, rasa kasian nan iba tersibak dalam hatiku. Aku pun berlari kecil menyusulnya, dan seketika itu pula aku pun langsung memegang tangannya untuk menghentikan langkah kakinya. Aku pun mencoba sedikit menarik tangannya dan saat berhenti aku segera menghadap kearah wajah dengan membalikan tubuhnya.

“Bicara ama gue, lu kenapa ?”, tanyaku pada Shandy dengan sangat serius.

“Hikss.. hiks.. Joseph.. “, ucapnya singkat dengan menahan airmata yang terus mengalir.

“Kenapa dengan Joseph ?”, tanyaku mencoba interogasinya karena penasaran dengan apa yang Shandy alami.

“Apa yang dia lakuin ama lu, lu ditampar lagi sama dia ?”, tanyaku frontal dengan sedikit emosi mulai tersulut.

“Gue serius sama dia, tapi dia selingkuh dibelakang gue”, ucap Shandy dengan sedikit berteriak.

Dalam hati kecilku, aku hanya bisa mencoba menjadi sandaran dari Shandy atas semua beban yang dia pikul selama ini. Tentang perselingkuhan diantara Aku, Joseph dan juga Dewa, hanya Dewa sajalah lelaki yang sangat menghargai perempuan dan oleh karena itu pula aku sangat menaruh hormat padanya. Bukan cerita baru jika Joseph selingkuh dibelakang Shandy, namun hal ini menjadi pukulan berat untuk Shandy jika sampai dia mengetahuinya, karena selama ini Shandy tidak tau akan kebusukan dari Joseph, aku dan juga Dewa hanya bisa menyembunyikan kebusukan tersebut dari Shandy.

“Jangan asal nuduh Shan.. kalau lu gak ada buktinya”, ucapku mencoba menenangkan Shandy.

Sebenarnya dalam hati kecil ini sangatlah muak dengan semua sandiwara ini, tapi aku tidak bisa apa-apa dengan keadaan seperti ini. Aku hanya bisa terus-menerus melihat Shandy dibodoh-bodohin oleh Joseph, seorang wanita yang sangat malang sekali nasibnya. Dan ini adalah salah satu alasan bagiku untuk mengikuti amanat dari Dewa, aku dimintanya untuk selalu bisa menjaga Shandy disaat dia tidak ada disini. Tentang perasaan Dewa sendiri terhadap Shandy, aku melihatnya ada sesuatu yang sengaja disembunyikan, tapi jujur dalam hatiku yang palling dalam, aku sangat setuju bila Shandy dengan Dewa dari pada dengan Joseph.

“Mau bukti.. ini, lihat ini”, ucap dari Shandy dengan nada membentak kepadaku, sambal dia memperliatkan kepadaku sebuah rekaman video pada handphonenya.

Aku pun mengambil handphone tersebut dan mencoba untuk memperhatikan dengan seksama rekaman didalam video tersebut. Nampak jelas jika video ini sengaja direkam oleh mereka berdua, dimana Joseph sedang bercumbu mesra dengan seorang wanita dengan candaan khas mereka. Tapi ada satu hal yang membuatku sangat kaget adalah wanita dalam video ini, dia adalah Della teman sekelas yang nanti malam ingin aku permainkan, dengan melihat video ini rasa kasianku kepada wanita jalang tersebut sudah sirna tertelan amarah.

“Sekarang apa, hah… ?”, teriak Shandy padaku dengan bertanya.

“Gue yakin lu dan Dewa juga tau akan kelakuan busuk Joseph, tapi lu berdua sengaja menyembunyi’in dari gue, ya kan ?”, sambungnya dengan semakin lantang bentaknya kepadaku.

“Gue gak tau tentang ini”, jawabku dengan sedikit rasa bersalah karena menyembunyikan sifat busuk dari Joseph ini.

“Bohong.. dia satu fakultas sama lu dan tadi gue lihat lu dikelas lagi ngerayu dia, bener gak ?”, tanyanya lagi lagi dengan membentakku.

“Shan.. gue ga ada niatan untuk… “, ucapku ingin meluruskan permasalahan agar tidak terjadi salah paham, namun Shandy tidak membiarkanku untuk meneruskan ucapanku, dia pun memotong pembicaraanku.

“Bangsat lu semua… “, ucapnya dengan mata menatap tajam kearahku.

Dan dia pun kembali pergi menjauh dariku, namun kali ini aku tidak ada niatan untuk mengejarnya. Aku hanya ingin membiarkannya tenang dulu, saat tenang itulah aku akan masuk dan mencoba untuk meluruskan permasalahan ini. Apa pun itu agar dia bisa tenang dan lega aku akan lakukan termasuk membongkar semua rahasia tentang Joseph. Aku sekarang sudah tidak perduli lagi dengan persahabatan konyol ini, yang ada di otakku hanyalah ingin melepaskan Shandy dari dekapan Joseph.

Rasa benci ini semakin menjadi-jadi dan entah setan apa yang merasuk otakku, aku benar-benar tidak bisa membedakan mana baik dan buruk, yang ada kini hanyalah bagaimana membalas semua ini kepada Joseph. Sangat tidak mungkin jika membuat Joseph kembali ke jalan lurus dan setia kepada Shandy, hal itu sangatlah mustahil karena aku sangat mengenal sifat dan watak dari Joseph, hanya ada satu jalan yaitu mengakhiri hubungan mereka. Sesaat kemudian handphoneku bergetar, saat aku lihat sebuah pesan Whatsapp dari Dewa, dan aku pun segera membuka pesan tersebut.

“Jaga dia, Gue akan kembali sore ini juga”

Itulah pesan singkat dari Dewa, sepertinya Dewa sudah tau akan kejadian yang menimpa Shandy, dia begitu khwatir sampai-sampai dia kembali sore ini juga. Semoga saja masalah ini cepat selesai, tapi yang menjadi pertanyaanku adalah dari mana Dewa bisa tau akan hal ini. Apa pun itu aku percayakan saja pada Dewa, sekarang tugasku hanya menjaga dan mengawasi Shandy sampai Dewa kembali kesini.
 
critanya mmg benar paradok nih kyknya....
dan berubah total dr paradok yg macet ....cm judul yg sama...
lanjut hu...
 
Bimabet
Makasih yaa suhu telah meluangkan waktunya untuk baca coretan pena ane...

Update setiap tanggal genap yaa suhu, pelan tapi pasti... tar ane update...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd