Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT [No SARA] Panah Asmara (True Story)

pake spiral aja ganz... kb kan ga harus pasang pas sesudah melahirkan.. tp setelahnya pun juga bisa...
utk browser, saya make opera browser+vpn aja sih. ga diaktipin vpn-nya juga bisa kok... hhhhhhh
ni buka semprot ma situs2 bokep ga make vpn kok... wkwkwkwkwkk
 
Part 9
Air Mata


Nira menatapku dengan dalam diam. Mata coklatnya yang indah seakan menarikku untuk masuk ke dalam dunianya. Ada sejuta rasa yang tak bisa terucap oleh kata namun tersampaikan dengan tatapan itu. Ada sejuta harapan yang tak kuasa untuk diungkapkan tapi aku membacanya semua melalui tatapan itu. Tatapan penuh makna yang aku sendiri tak mampu untuk menjelaskannya tapi sangat jelas untuk kupahami. Kutarik tangannya lalu kuajak berpindah dari tempat kami duduk di taman itu. Aku mengajaknya masuk ke mobil, duduk di kursi belakang, lalu kunyalakan AC mobil. Kutatap lagi mata itu, tidak lama, hanya sesaat lalu kupeluk dia. Tangis Nira akhirnya meledak. Aku tak mengucapkan sepatah katapun, hanya mengelus kepalanya yang tertutup jilbab dan sesekali menepuk punggungnya. Dalam kondisi ini, kata-kata tak akan berarti apa-apa. Sebuah elusan di kepala jauh lebih terasa dari pada berlembar-lembar puisi ataupun bersajak-sajak kata-kata indah. Sebuah pelukan lebih menenangkan dari pada seribu janji manis yang belum tentu terpenuhi. Kubiarkan Nira menangis, kubiarkan semua kesedihan itu mengalir terbawa oleh air matanya. Meskipun aku juga tak kuat melihat wanita menangis, tapi saat ini aku harus membiarkannya menangis.

Menangislah...bila harus menangis
Karna kita semua manusia
Manusia bisa terluka
Manusia pasti menangis
Dan manusia pun bisa mengambil hikmahnya

Di balik segala duka
Tersimpan hikmah
Yang bisa kita petik pelajaran
Di balik segala suka
Tersimpan hikmah
Yang kan mungkin bisa jadi cobaan

(Dewa 19: Air Mata)

Cukup lama Nira menyelesaikan tangisnya. Sampai terasa pundakku basah oleh air matanya yang membawa semua duka dan kesedihan masa lalunya. Aku mempererat pelukanku sambil berbisik "Biarkan air mata itu membawa pergi semua kenangan burukmu. Tak ada gunanya, karena kamu hanya perlu tertawa bersamaku".

Perlahan tangisnya pun mereda, Nira kemudian mencubit pipiku.
"Bi gombal, tapi aku senang mendengarnya" ucapnya sambil berusaha tersenyum.
"Huni, kamu perlu tau satu hal. Hubungan itu dijalani untuk bikin hati nyaman. Kalo bikin makan hati, ngapain dilakukan?"
"Iya juga Bi. Saya yang bodoh sampai terlalu nekat demi seorang laki-laki yang gak tau terima kasih"
"Kita tidak akan pernah tau kita bodoh atau tidak sampai kita benar-benar melakukannya"
"Aku menyesal karena telah menyusulnya ke Surabaya" ucap Nira.
"Harusnya kamu berterima kasih karena diberikan kesempatan untuk melihat keburukannya. Andai kamu tidak kesana, mungkin kamu tidak akan pernah tau bahwa selama ini kamu diduakan, dan ibunya tidak menyukaimu" aku mencoba memotivasi Nira, mencoba membuatnya mengambil hikmah dari apa yang sudah terjadi.
"Iya Bi. Tapi setelah itu, hidupku hancur. Aku gak punya alasan untuk bahagia. Serasa ada trauma yang menghantuiku setelah kejadian itu, bahkan pengalaman itu mempengaruhiku untuk beberapa waktu setelahnya" Nira melanjutkan ceritanya. Tapi kali ini dia tak lagi menatap ke depan, kini dia menyenderkan badannya di dadaku sementara aku duduk menyamping dan bersandar di pintu mobil. Kupeluk Nira dari belakang sambil mendengarkan kelanjutan ceritanya.

Setelah kembali dari Surabaya, Nira yang patah hati mencoba untuk menjalani kesehariannya sebagai seorang Guru. Dia mencoba untuk tetap ceria di hadapan anak-anak muridnya, baginya, tak ada alasan untuk menunjukkan kesedihannya di hadapan mereka. Namun hati tak bisa berbohong, Hati yang terlanjur hancur dan tak punya semangat untuk hidup, membuat alam bawah sadarnya pun menolak untuk bahagia. Tubuh Nira yang tadinya berisi, kini menjadi kurus. Dalam waktu sekejap, stress membuatnya kehilangan begitu banyak berat badan. Dalam kondisi itu, beberapa laki-laki datang mencoba untuk menetap dan mengajaknya dalam hubungan yang lebih serius. Beberapa sudah sampai memeperkenalkan Nira kepada keluarganya, tapi entah kenapa semuanya tidak setuju dengan alasan perbedaan suku, status pekerjaan, bahkan ada yang menolak dengan alasan hitungan nasib baik buruk tidak cocok. Penolakan itu membuat trauma yang sudah mulai memudar kembali menjadi mimpi buruk bagi Nira. Hingga akhirnya dia pun pasrah dan berdoa dalam salah satu sujudnya kepada sang pencipta. Nira meminta satu hal sederhana yang kelak akan dia sesali.

"Ya Allah yaa Rabbku. Engkau telah menetapkan rezeki dan jodohku. Aku pasrah kepada ketetapanMu. Jika aku ditakdirkan memiliki suami, maka berikan aku seorang suami yang mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Menerima kekuranganku, pekerjaanku, keluargaku, dan sifat-sifat burukku. Aamiin"

Sebuah doa sederhana sebagaimana doa seseorang yang sedang meminta jodoh. Tak ada yang aneh, tak ada yang berlebihan dalam doanya. Tapi Nira tak tahu bahwa dalam berdoa, kita harus menyampaikan samua apa yang kita inginkan kepada-Nya.

Tak lama berselang, seorang laki-laki datang kerumahnya dan mengajaknya untuk menikah. Nira mengenalinya, dia adalah laki-laki sederhana dengan pekerjaan yang sederhana pula. Dia adalah sosok yang sangat penyayang kepada ibunya, dan dia juga teman baiknya sejak kecil. Lelaki itu menerimanya apa adanya, masa lalunya, pekerjaannya, keluarganya, keburukannya dan segala kekurangannya. Seperti kata pepatah, jodoh memang tak kemana. Meskipun harus menyebrang lautan, menempuh perjalanan berhari-hari, mengejar impian hingga kota Pahlawan, jika tak berjodoh, manusia bisa apa. Jodoh yang dikejar sampai Surabaya ternyata malah ada di dekatnya. Lelaki yang kelak akan menjadi imamnya ternyata adalah sahabat masa kecilnya yang tinggal tak begitu jauh dari rumahnya. Tuhan memang pemilik skenario terbaik.

Nira akhirnya menikah dengan sahabat masa kecilnya. Hari itu, selepas akad nikah, air matanya kembali berlinang. Nira sadar, air mata itu bukan air mata kebahagiaan bukan pula air mata kesedihan melainkan air mata kebingungan. Dia sadar bahwa dia tak mencintai suaminya, dia sadar bahwa selama sisa umurnya akan dijalani bersama seseorang yang mencintainya tapi tak dicintainya. Tapi di satu sisi, Nira juga menyadari bahwa cinta tak datang dengan begitu saja. Ada banyak proses yang harus dilalui, ada banyak pengorbanan yang harus dipenuhi, agar cinta bisa tumbuh kuat dan tak pernah tumbang meski badai menerpa. Dan kini, hari di mana dia resmi menjadi seorang istri, dia harus melakukan apapun demi kebahagiaan suaminya. Meskipun harus pura-pura cinta.

Malam pertama mereka lalui sebagaimana pengantin baru. Masuk kamar, lalu memadamkan lampu dan menggantinya dengan lampu tidur. Nira duduk di tepi kasur dengan pikiran berkecamuk, apakah dia akan mampu menjadi sosok yang sempurna bagi suaminya? Tak risihkah suaminya? Apakah suaminya akan berlaku kasar, ataukah mencumbuinya dengan lembut? Mampukah dia memuaskan suaminya? Dan berbagai pertanyaan lain berdatangan di benaknya seiring suaminya yang juga berjalan pelan menghampirinya.

Dalam gelap, suaminya menatap matanya, meletakkan tangannya di atas ubun-ubun Nira, lalu mengucapkan doa sebagaimana diajarkan dalam agama. Nira memejamkan matanya, menunggu suaminya selesai berdoa, lalu terasa pelan keningnya dikecup oleh sahabat masa kecilnya yang kini menjadi suaminya. Nira hanya memejamkan mata dan terdiam kaku tak tahu harus bagaimana ketika perlahan kecupan di keningnya berpindah menciumi pipinya, kiri dan kanan. Kini tubuhnya terbaring dan suaminya memeluknya sambil mengelus rambutnya dengan senyum. Nira membalas senyuman itu,,,semanis mungkin. Dia tak ingin mengecewakan suaminya. Dia ingin memberikan yang terbaik bagi laki-laki terbaik yang dikirimkan Tuhan kepadanya. Laki-laki yang datang kepadanya yang tak sempurna, menerima segala kekurangan dan keburukannya. Malam ini, nira akan memberikan hadiah terbaik darinya untuk laki-laki terbaik.

Satu per satu, helai demi helai pakaiannya terlepas hingga hanya tersisa sebuah kain segitiga menutupi kemaluannya. Suaminya yang hanya memakai celana boxer, menciumi setiap titik sensitif di tubuh Nira. Nafas Nira semakin berat saat bibir suaminya mencium pelan lehernya, lalu turun menciumi kedua dadanya. Sesekali dia meremas daging kenyal itu membuat Nira yang tadi sangat kaku menjadi meliuk-liuk menikmati semua perbuatan suaminya. Malam ini kami akan bercinta, batin nira.

Belum selesai suaminya mencumbuinya, Nira kemudian mengambil inisiatif untuk lebih aktif. Dia kemudian naik ke atas tubuh suaminya, mengambil alih komando, dan menciumi dada bidang suaminya. Lalu turun ke perut, sambil menciumi perut suaminya, tangan Nira mencoba lebih berani untuk meraih penis suaminya yang masih terbungkus celana boxer. Diselipkan tangan........


Bentar...gw kok cemburu yah kalo ceritain bagian ini?? Kek gak rela aja bayangin Nira ama suaminya bercinta kayak gini. Sama kayak waktu diceritain sama Nira pengalaman malam pertama mereka, gw juga nahan2 cemburu. Gw lanjutin kagak nih cerita bagian ininya?? Atau gw skip aja langsung pagi harinya yah...gmn? Yaaa pokoknya malam itu mereka ML lah. Kan dah suami istri. Prosesnya gimana? Yaaa gitu dah...au ah gelap.


"Jadi malam pertamanya kayak gitu??" Tanyaku sedikit kaget.
"Iyaaa... gitu dah Bi" jawab Nira sedikit kesal.
"Ya wajarlah kalo dia cepat keluar. Namanya juga baru pertama kali"
"Tapi kan terlalu cepat Bi. Aku lho belum apa-apa dia udah keluar" ketus Nira.
"Tapi sekarang kan dia udah jago" godaku
"Apaan. Masih sama Bi. Malahan dia kayak gak ada niat buat ML gitu, kadang sampe aku yang memulai duluan, saking dia gak pernah ngajak-ngajak"
"Ya mungkin dia lagi capek" aku membela suaminya
"Bi juga capek tapi masih mau kok kalo ML" protesnya
"Yaaaa abis kamu enak sih" godaku sambil meremas dadanya.
"Hehehe Abi juga enak. Aaishh..." Nira mendesah saat dadanya kuremas.
"Masa sih enak? Enak kenapa?"
"Enak pokoknya. Bi tau kapan harus pelan, kapan harus kencang, kapan harus masukin kapan harus mainin, Bi tu gak buru-buru, gak mau orgasme duluan kalo aku gak orgasme. Dan satu... Bi jago jilatin vagina aku. Kok bisa sih suami orang ni jago banget" puji Nira sambil membalikkan badannya, lalu mencium bibirku. Aku membalas ciumannya sambil menyelipkan tanganku dibalik gamisnya. Kuremas pelan dadanya lalu memainkan putingnya, membuat Nira kelinjangan dan semakin menghisap bibirku dengan ganas.

Aku lalu memperbaiki posisi dudukku menghadap depan sementara Nira kemudian membuka celanaku, mengeluarkan penisku dan mengocoknya perlahan. Memberikan sensasi nikmat saat jemari lentiknya menyentuh kulit penisku, sambil menatapku dan menggigit bibir bawahnya, lalu mendesah seakan-akan dia sedang membayangkan penisku memasuki liang senggamanya.
"I Love You Huni" ucapku lalu melumat bibirnya.
"Abi diam" ucap Nira sambil melepaskan CDnya lalu menaikkan bagian bawah gamisnya sampai pinggul dan kemudian mengangkangiku. Menggosok-gosokan penisku yang sejak tadi tak dilepasnya, vaginanya sudah sangat basah. Diturunkan pinggulnya lalu,,jlebbbb...vaginanya yang basah menelan semua penisku dari ujung hingga pangkalnya. Vaginanya berkedut-kedut dengan sensasi hangat memijit penisku, Nira menggoyangkan pinggulnya perlahan-lahan. Matanya terpejam menikmati gairah cinta. Nira kemudian melepas bajuku, menciumi leherku, digigitnya pelan, lalu menarik kepalaku kearah dadanya. Aku tau maunya, kulumat dadanya dan kuremas yang satunya dengan tanganku.
"Huni, awas mobilnya goyang" ucapku mengingatkan Nira bahwa kami sedang bercinta ditempat umum.
"Biarin!! Bodo amat" protes Nira semakin mempercepat goyangannya, lalu tak lama dia orgasme.
"Bii...aahhhh....aaaaaahh.." Nira lemas terkulai didekapanku. Sementara aku masih belum.
"Hhaaahh...hhahhh...ahhh.." desah Nira mencoba mengambil nafas dengan keringat bercucuran. Wajahnya memerah membuatnya semakin cantik. Kuhentakkan lagi penisku yang masih di dalam vaginanya membuat Nira terkaget.
"Biii...jangaaaannn dulluuu...aaaahhhhgghhh" protes Nira. Tapi tak kuhiraukan, kupercepat hentakanku agar Nira mencapai orgasme keduanya.
"Ahh..aaaah.." desah sexi Nira membuatku tak kuat menahan orgasme. Aku menolak nikmat, aku menolak lemas, aku menolak untuk orgasme.
"I love you huni..ahhh..aah" bisikku ditelinganya memancing nafsunya agar dia segera orgasme. Dan benar saja, tak lama Nira meraih orgasme keduanya.
"Aaarghh...ahh..aaaahhhh..hhh" erang Nira sambil mendekapku, pundakku digigitnya dan kukunya menancap di kulitku. Kurasakan pahanya bergetar dan mencoba menjepit pinggulku.
"Abi!! Sialan....kok gitu sih ah.." protes Nira.
"Enak?" Godaku lagi.
"Banget. Hihihi" jawab Nira sambil tertawa kecil "Bi belum dapet??" Tanyanya.
"Belum"
"Ih...kok jago sih?" Pujinya.
"Gimana mau keluar, penis Bi terganggu sama ujung resleting. Kadang enak kadang sakit" jawabku. Memang bercinta dalam posisi seperti ini, aku duduk dengan celana masih terpasang, dan Nira berada di atasku, membuat penis dan testisku tertekan kadang-kadang tertusuk kepala resleting. Hal ini justru membuatku tak bisa fokus menikmati dan membantuku orgasme lebih lama.
"Astaga biiiiii...maaf" Nira kemudian bangun dan memeriksa penisku. Dibantunya aku melepaskan celana, lalu dia kembali duduk di pangkuanku, mengulangi penetrasi dari awal, dimasukkannya penisku kembali kedalam vaginanya dan Jlebbb... Tanpa celana, gesekan kulit kami lebih terasa. Bahkan gesekan bulu kemaluannya menambah sensasi tersendiri. Kurasakan pahanya yang lembut bersentuhan dengan pahaku, tak puas dengan posisi ini, aku kemudian merebahkan Nira tertidur di kursi belakang, lalu kutindih tubuhnya, aku mengambil alih permainan dan menaikkan tempo. Kurasakan Nira semakin tak tahan, aku pun demikian. Saat sudah terasa diujung penisku, aku menarik penisku lalu menindih tibuh Nira dengan posisi penisku berada tepat dimulut vaginanya. Aku orgasme sambil tetap menggesekkan penisku di liar vaginanya, membiarkannya tetap bergesekan dengan klitorisnya dengan demikian Nira pun tetap bisa orgasme berbarengan denganku. Spermaku berceceran diperutnya, sementara kakinya mengejang mendekap pinggulku.

(Bersambung...)


kurang lebih seperti inilah penampakan bawahnya Nira.



Mulustrasi jilbab joss suhu... Ayolaaa.. hihi
 
Part 10
KASMARAN



Mulustrasi tubuh sintal milik Nira.

Sejak mendengar cerita itu, hubunganku dengan Nira semakin erat. Kami semakin terbuka dengan masa lalu kami. Bukan upuntuk menyesalinya tapi sebagai refleksi untuk membangun masa depan kami masing-masing. Setiap sore sepulang kursus menjahit kami menyempatkan diri untuk bertemu. Meskipun hanya beberapa saat, tidak sampai satu jam sudah cukup bagi kami untuk saling melepaskan rindu. Kadang kami bertemu di warung bakso, kadang makan bareng di sebuah kedai dekat kantorku atau jika waktu memungkinkan, kami jalan-jalan sejenak untuk melihat matahari terbenam dari dalam mobil. Sambil berpelukan, menggenggam tangan, sesekali kuusap kepalanya sambil menatap matahari yang perlahan tenggelam. Usapan-usapan kecil ini membuat Nira terhanyut, membuatnya semakin nyaman bersandar dipelukanku. Saat bersamaan aku melingkarkan tanganku di perutnya yang sedikit berlemak khas mamah muda, mencubit lemak tipisnya, membuatnya terkaget lalu kami sama-sama tertawa kecil.
"Bi nakal"
"Aku sangat menyukai ini" ucapku sambil memainkan lemak tipis di perutnya.
"Aih..mana ada. Dimana-mana perut datar itu adalah pujaan laki-laki"
"Memang perut datar itu bagus, tapi bagiku tidak menarik. Aku lebih menyukai ini, lebih natural" aku semakin erat memeluk Nira sambil menciumi lehernya dari balik kain jilbabnya membuat Nira kegelian.
"Bi..." Nira menatapku.
"......" Aku tak menjawabnya. Hanya menatap mata coklatnya yang perlahan terpejam lalu bibir kamipun bertemu. Sungguh, sumpah demi apapun!! Nira adalah partner French kiss paling hebat yang pernah kutemui. Ciumannya benar-benar bergairah seakan-akan ingin menghisap jiwaku keluar. Hisapannya pelan lalu naik semakin kencang, sesekali diselingi dengan gigitan kecil dibibirku menandakan bahwa dia sudah semakin terbawa nafsu birahinya. Jika sudah seperti ini, aku langsung menaikkan pelukanku dari perutnya perlahan menuju bongkahan daging kenyal di dadanya. Nira semakin menikmatinya, sensasi nikmat saat tanganku merayap dibalik gamisnya, dan panasnya ciuman kami semakin tak kuasa dibendungnya.
"Hhmm...." Hanya itu yang terdengar dari mulutnya. Sesekali terasa nafas beratnya terdengar. Aku benar-benar menikmati perubahan tingkat horny yang dialami Nira. Dari sosok wanita santun dengan balutan gamis besar, perlahan menjadi wanita yang larut dalam hangatnya pelukan, kemudian sisi nakalnya mulai terlihat saat dia menciumiku, hingga dengusan nafasnya, berat nafasnya, leguhan nikmat yang dia ekspresikan, menandakan bahwa dia menginginkan apa yang selama ini tak mampu dia dapatkan dari suaminya.

"Kerjaan Bi udah kelar?" Tiba-tiba Nira menghentikan ciumannya lalu menayakan pekerjaanku di kantor.
"Sudah dong" ucapku meyakinkan Nira. Aku tau dia ingin menuntaskan hasratnya tapi dia juga tidak ingin mengganggu pekerjaanku. Persetan dengan pekerjaan kantor, pikirku. Saat ini Nira adalah prioritasku. Nira tersenyum mendengar jawabanku, tak lagi ada beban pekerjaanku yang akan menggangu pikirannya. Dia menaikiku, duduk tepat diatas pangkuanku, memegang kedua pipiku dengan tangannya lalu kembali menciumiku dengan penuh gairah. Ustazahku ini benar-benar sudah tak tahan. Perlahan Nira menggoyangkan pinggulnya, berharap tonjolan penisku dapat menyentuh vaginanya yang sudah basah sejak tadi.
"Kamu mau??" Godaku
"Hhhhh..." Leguhnya menggigit bahuku. "Bi, ayo buruan aku gak tahan" rengeknya.
Batinku tersenyum lalu kubisikkan sesuatu ditelinganya "kamu milikku huni" seraya kukeluarkan penisku yang sudah tegang. Diraihnya penisku dengan tangan kirinya, dikocoknya perlahan sementara aku menurunkan celana dalamnya. Nira kembali menaikiku, menempatkan penisku tepat di depan bibir vaginanya yang sudah basah.
"Anjing...ni kontol kok bikin nagih sih Bi??" Tiba-tiba Nira membuatku terkejut. Tak pernah kudengar Nira mengumpat bahkan berkata fulgar seperti saat ini.
"Kenapa sayang?? Apanya kenapa?"
"Kontol Bi bikin nagih" ucapnya agak tinggi seakan-akan sedang kesal.
"Kontolku milikmu sekarang" ucapku seraya membiarkan Nira memasukkan penisku kedalam vaginanya yang legit.
"Ughhh...biiiii...enak banget. Goyangin bi" pinta Nira tapi aku sengaja membuatnya lepas kendali. Aku ingin dia melepaskan sisi binalnya. Aku ingin Nira terbebas dari belenggu kolot suaminya. Kugoyangkan pinggulku tapi pelan, bahkan terlalu pelan untuk dapat dinikmatinya. Hal ini membuat Nira semakin tidak tahan dan akhirnya dia yang menggoyangkan pinggulnya.
"Ahhh...ah..aaah..." Racau nira sambil menggoyangkan pinggulnya sambil menikmati remasan tanganku di kedua payudaranya. Tangan kirinya memegang pundakku dan tangan kanannya menarik kepalaku menempel ke payudaranya. Kujilati putinya, pelan dan instens disekitar areolanya yang berwarna coklat muda. Mobilku bergoyang seperti kuda lumping.
"Ah...ah..ahhh...biii. anjingggg kontolmu enak biii" racau Nira semakin binal.
"Kamu suka? Hmmm?? Enak mana kontolku atau suamimu?" Aku memancing fantasinya.
"Enakan ini bii....ahh..aaah..."
"Terus hun...iyah...hmmmm pepekmu juga enak" aku mencoba ikut-ikutan berkata kasar. Ada sensasi berbeda saat bercinta dengan sesekali meracau menggunakan bahasa kasar dan fulgar.
"Ah..ah...bii aku mau keluar.."
"Tahan sayang...hhhah..hah... aku juga mau keluar" aku mulai merasakan penisku semakin berkedut, semakin mengeras menjelang orgasme. Momen ini justru membuat Nira semakin menikmati hentakanku di liang vaginanya.
"Ah..ahh..ahhhh...Keluarin bi. Ahh.. kee..keluarin di dalam ajah..aahhhhhhhhuuuu biiii..." Nira orgasme. Kedua tangannya memeluk leherku membuatku kesulitan bernafas.
"Aarghhhh...aah..." Aku pun orgasme tepat setelah ku keluarkan penisku dari dalam vaginanya yang masih berkedut. Kami sama-sama mengerang dan salingg berpelukan erat.
"...hh...hhhh...hhh...makasih ya suamiku" ucap Nira sambil menciumi pipiku. Aku kaget, entah kenapa tiba-tiba dia menyebutku sebagai suami.
"Iya istriku" balasku yang diikuti dengan cubitan diperutku.
"Kenapa gak keluarin di dalam?" Protesnya.
"Ntar kamu hamil" jawabku polos.
"Ih..biarin gapapa. Aku mau anak kita cowok yah Bi"
"Beneran mau?"
"Iya"
"Yaudah besok ku keluarin di dalam yah"
"Kok besok??"
"Lha? Trus kapan?"
"Sekarang. Mumpung aku lagi pengen punya anak dari kamu Bi" ujarnya sambil mencoba bernafas dengan normal.


(Bersambung)
 
gw yakin si Nira ini masuk type hyper. lancrotkan suhu... gw sangat menikmati ceritamu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd