Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT OKASAN NO HATSU KOI - my mom's first love (racebannon)

Bimabet
Baru sempat nengokin lagi udah ketinggalan 3 part Om racebannon.

Makasih updatenya Om, ditunggu lanjutannya. :top::semangat:
 
kyokob10.jpg

OKASAN NO HATSU KOI – PART 9
(my mom's first love)

------------------------------

haruko11.jpg

Aku lagi ada di Mitaka, Kemang. Coffee Shop hasil usaha bareng Okasan dan Om Zul ini memang dinamain sesuai dengan kota kelahiran Okasan, Mitaka yang terletak di Tokyo Metropolitan.

dsc_8810.jpg

Sekarang Okasan lagi di balik coffee machine bareng sama Om Zul, bekerja walaupun sekarang mereka udah punya pegawai yang cukup. Aku lagi ada di meja, minum hot chocolate sama Tante Ai. Kita berdua ngobrol soal kejadian-kejadian tadi waktu turnamen badminton. Aku suka banget ngobrol sama Tante Ai. Orangnya baik, cantik, lucu, anak-anaknya juga lucu banget waktu pada masih kecil-kecil, cuman gak ada yang dibawa satupun weekend ini.

Sekarang yang gede udah kelas satu SMP kalo gak salah, sisanya SD.

Sedangkan Papa udah pergi lagi, ada urusan lain. Jadi dia gak sempet banyak ngobrol sama Tante Ai. Dan mereka juga gak pernah ngobrol panjang sih seingetku dari dulu sampe sekarang.

Mikirin keluarganya Tante Ai yang rame dengan tiga anak, kadang bikin aku bingung, kenapa aku gak ada adik ya? Kenapa coba dulu aku gak ngerengek minta adik aja biar rumahnya rame kayak di tempatnya Tante Ai.

“Kamu tuh turunannya aku…”
“Iya ya?” tanyaku.
“Iya, raket badminton pertama kamu itu raket bekasku pas kecil… Itu kan waktu jaman-jamannya demam badminton, terus aku kepengen bisa… Latihan sekali dua kali, terus ga lanjut, males” tawanya.

“Ooo…”
“Kamu jenuh gak sih sama kegiatan olahraga kamu, tante cekin di ig kamu, isinya badminton semua…” tawanya.

“Suka sih sama kegiatannya, hehe…”
“Enak ya, keluarga kamu tuh masing-masing punya kesukaan sendiri, dulu aku suka bingung sama Mas Arya, kok dia bisa banget suka sama gitar, sedangkan aku gak bisa kayak gitu”

“Kan orang beda-beda…” senyumku.

“Tapi kamu hebat juga kayaknya, keliatannya gak ada libur gitu, orang lain liburan sekolah kamu malah tanding atau latihan”
“Yah tapi aku suka sih…”
“Gak pengen gitu sekali-kali, liburan sama keluarga ke mana gitu?”
“Kata Papa kalo proyek bikin jingle iklannya tembus, kita mau ke Jepang sih” jawabku.

“Wah asik… Haruko pulang kampung” canda Tante Ai.
“Hehe kampungnya Mama itu sih, aku kan anak Jakarta”
“Anak Radal” balas Tante Ai, mengacu ke Radio Dalam, daerah tempat di mana rumah kita ada.

“Aku gak sabar, pengen keliling di tempat papa dan mama ketemu dan mulai pacaran” senyumku ke Tante Ai, dan dia ngebales senyumku dengan sama manisnya.

Dan aku yakin banget, nanti pas kami sekeluarga bertiga pergi ke Jepang, memorinya bakal manis buatku

==================
==================


ph_0510.jpg

“Liburan !!!!” teriak Marie sambil loncat di depan Kyoko dan memeluk Kyoko tanpa permisi. Yang dipeluk tak bisa berbuat apa-apa lagi kecuali menerima pelukan Marie dengan terpaksa. Hari itu hari terakhir perkuliahan sebelum masuk ke liburan musim panas. Mereka berdua tampak bahagia, akhirnya bisa memasuki fase liburan dengan tenang.

“Marie nanti liburan pulang ke Chiba? Liburan panjang tentu cocok untuk pulang kampung” tanya Kyoko.
“Yah, mungkin akan pulang selama beberapa lama, tapi aku tentu saja tidak akan tahan lama-lama di Chiba, aku merasa kerasan sekali di Tokyo…. Senang menjadi orang Tokyo”

“Haha, kapan pulang ke Chibanya?”
“Nanti mungkin, aku rencananya ingin lihat festival kembang api di Tokyo, kalau di Chiba setiap tahun pergi ke yang di Makuhari sampai bosan….” keluh Marie.

“Kalau aku waktu SMA…. Aku tiap tahun pergi ke festival yang di Tachikawa, bersama dengan teman-teman SMA-ku, pasti tahun ini ke sana lagi, sekaligus reuni…”

“Nah boleh, ke sana saja…. Nanti kita pergi bersama, pakai Yukata… Aku ingin lihat Kyoko-Chan pakai Yukata, pasti cantik” puji Marie, tanpa pernah sekalipun melihat Kyoko pakai Yukata.

“Haha, boleh saja” Kyoko mendadak memikirkan Yukatanya dari musim panas lalu, masih cukup pasti di badannya. Jadi tidak apa-apa dia pakai lagi untuk musim panas tahun ini. Dan sepertinya lucu melihat teman-teman SMA-nya berkenalan dengan teman-teman Kyoko dari Senmon Gakkou.

Matahari sore menyinari Omotesando dan kedua mahasiswi Senmon Gakkou tersebut sedang berjalan ke arah Harajuku untuk membuang waktu sebelum Kyoko pulang ke Mitaka dan Marie pulang ke apartemen sewaannya.

“Berarti kita berdua saja pergi ke festival kembang api yang di Tachikawa?” tanya Marie.
“Iya mungkin?”
“Kurang seru”
“Silakan saja kalau mau mengajak yang lain” senyum Kyoko.

“Kamu ajak Hiro-Tan deh, nanti aku mengajak Kana, anak itu terlalu serius, sepertinya butuh hiburan sedikit….” senyum Marie.

“Eh?”
“Kenapa memangnya?”
“Aku yang mengajak Tanabe?”
“Kenapa memangnya?”
“Ano……”
“Malu?”
“Bukan tapi…”
“Bukan malu tapi kok mukanya merah begitu” goda Marie.

“Ano………”
“Ah, aku saja yang mengajak, tapi atas nama kamu bagaimana?”
“Maksudnya?”

Kyoko bingung karena dia tidak paham maksud Marie.

“Jadi aku akan kirim mail ke dia, bilang kalau Kyoko mau mengajak kamu tapi malu, ikut ya?” tawa Marie, menggoda Kyoko.

“Jangan!”
“Kalau begitu kau ajak langsung”

“Kenapa mesti mengajak dia??” Kyoko memeluk tasnya sambil menyusuri jalan besar yang menghubungkan Omotesando dan Harajuku. Jaraknya satu stasiun, dan bisa dicapai melalui bus, tapi entah kenapa mereka berdua memutuskan untuk berjalan kaki di sore yang hangat itu. Memang suasananya tepat untuk jalan santai.

“Jadi tidak mau ada dia..... Ya tidak apa-apa sih bertiga saja, soalnya Kana akan kuajak sampai dia mau…” Marie tersenyum penuh kemenangan, padahal dia belum sedikitpun menelepon atau mengirim mail ke Kana.

“Bukan begitu….”
“Kamu membingungkan sekali, Kyoko-chan….”
“Bukan-bukan… Aduh… Bagaimana ya?”

“Ah sudahlah, kelihatan sekali kok bahasa tubuh kamu di depan Hiro-Tan…..”
“Maksudnya?”

“Semua orang sudah bilang kan, ada aura yang beda kalau Tanabe sedang bersama Kaede” tawa Marie, memainkan nama belakang Hiroshi dan Kyoko yang kebetulan rimanya mirip. Mendengarnya Kyoko hanya diam saja dan membuat ekspresi sebal.

“Ah, aku tahu, pasti kamu takut disangka perempuan agresif ya, kalau kamu yang mengajak Hiro-Tan duluan?”
“Marie-chan bicara apa sih…..”

“Padahal tinggal kirim mail, 'hai Tanabe, aku dan Marie mau mengajak ke festival kembang api di Tachikawa sekaligus mengajak Mitsugi-san juga, kamu pulang kampung tidak, kalau tidak, mau ikut?' Apa sulitnya?”

“Nnnggg…..”

“Sudahlah kirim mail seperti itu saja, tidak terlihat agresif kok… Lagipula dia sering ada di rumah kamu, dan dia juga akrab dengan keluarga kamu, tentu tidak aneh kalau dia diajak ke acara-acara seperti ini, antar teman saja kan? Atau mungkin Kyoko-Chan berharap lain? Aku sih lebih suka kalau Kyoko berharap yang lain, ya….”

“Sudahlah, mari kita jalan-jalan saja, jangan pikirkan itu dulu… Masih banyak waktu sampai ke festival kembang apinya…” kesal Kyoko, yang tampaknya belum jujur akan perasaannya.

“Hahaha, dasar Kyoko-chan” tawa Marie yang lantas menggandeng Kyoko dan mereka melesat, berjalan menuju Harajuku.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

800-mi10.jpg

“Ini pertama kalinya Taniguchi-san dan Mitsugi-San ke sini berarti ya?” tanya Miyoshi Kaede di balik counter, tersenyum ke arah Marie yang memakai yukata berwarna cerah dan Kana yang tidak memakai Yukata sore itu. Sekarang sudah liburan musim panas, dan sebelum pulang ke Chiba, Marie ingin datang ke festival kembang api bersama Kyoko.

“Iya Obasan… Kyoko sudah sering cerita, akhirnya aku bisa menikmati kopi yang enak ini” senyumnya balik. Dia sedang menunggu Kyoko yang masih sedang berdandan, memakai yukata di kamarnya. Sedangkan Kana hanya mengangguk-ngangguk sambil menikmati kopi khas café keluarga Kaede.

Mereka akan pergi ke Showa Kinen Park, Tachikawa, untuk melihat festival kembang api. Mereka tidak akan melihat dari dekat langsung, karena kalau mau seperti itu, harus bayar sejumlah uang yang nilainya tak sedikit. Mereka lebih memilih melihat dari kejauhan, tentunya sambil menyambangi lapak-lapak jajanan ataupun games yang ada di sekelilingnya.

“Permisi…..” mendadak ada suara yang familiar untuk keluarga Kaede, masuk ke dalam café.
“Ah, Tanabe”
“Ah, Obasan, maaf lagi-lagi mengganggu….”

“Akhirnya kamu datang juga” Marie menunjuk ke arah Hiroshi yang sedang permisi masuk ke dalam.

“Duduk di sini, Tanabe…” Miyoshi mempersilakan Hiroshi Tanabe duduk di sebelah Marie. Sore itu pakaiannya santai saja, T-shirt dengan celana jeans, serta sandal. Kyoko akhirnya mengirim mail ke Hiroshi sehari setelah dia dan Marie memutuskan untuk pergi. Dan untunglah Hiroshi tidak pulang kampung ke Ibaraki musim panas ini.

“Kamu kok tidak pakai Yukata, Hiro-Tan?” tanya Marie ketika Hiroshi sudah duduk di sampingnya.
“Kenapa aku harus pakai Yukata? Mitsugi-san saja tidak”
“Memang tidak harus pakai Yukata kan? Lagipula repot kalau tidak biasa pakai Yukata….. Apalagi di tengah keramaian” jawab Kana dengan muka cuek.

“Ini kan festival musim panas….. Mana semangat musim panas kalian?” sambung Marie lagi.

“Terus aku harus mengambil Yukataku yang ada di Ibaraki?” bingung Hiroshi.
“Kenapa kamu tidak bawa ke Tokyo saja?”
“Karena aku ke Tokyo buat belajar, bukan untuk datang ke setiap festival di musim apapun”
“Dan apakah harus kuulang lagi kalau orang tidak biasa pakai Yukata itu malah akan merepotkan?” sambung Kana.

“Ngomong-ngomong Kyoko kok lama ya?” tanya sang Ibu. “Sekarang sudah jam lima sore… Sebentar lagi jam 6, mulainya setengah delapan kan kembang apinya?”

“Iya…” jawab Marie.
“Sebentar, aku lihat dulu ke atas…..”

Miyoshi lalu berjalan ke arah rumah, dan naik ke lantai atas, ke kamar Kyoko. Dia lantas mengetuk pintu kamar anak bungsunya itu.

“Kyoko..”
“Hai…”
“Sedang apa kamu?”
“Sedang siap-siap”

“Kok lama sekali, kasihan teman-temanmu menunggu di bawah….”
“Chotto matte nee…..”
“Kok kenapa? Apa kerepotan memakai Yukatanya? Masa lupa cara pakai Yukata? Aku masuk ya…”

“Jangan Okasan tunggu…..”

Tapi terlambat. Ibunya masuk ke dalam, dan menemukan Kyoko yang sudah memakai Yukata berwarna kalem itu sedang di depan cermin.

“Kamu… Sedang apa?”
“Ano……”

Dia melihat Kyoko di depan cermin, seperti bingung ingin melakukan apa. Make up berjejer di depannya, tapi mukanya belum dipoles sama sekali. Entah apa yang dia lalukan, diam di depan cermin seperti itu.

“Hei, kamu sedang apa?” sang Ibu masuk ke dalam, lalu duduk di bawah, di sebelah Kyoko, sambil menatap ke arah cermin yang memantulkan wajah cantik anaknya.

“Ano aku…”
“Kamu kenapa?”
“Aku bingung….”
“Bingung kenapa?”
“Bingung berdandan seperti apa……..”

“Kenapa mesti bingung, kamu tinggal berdandan seperti sehari-hari saja, ini kan bukan seperti mau pergi ke interview kerja kan?” bingung sang ibu.
“Ano… Tapi aku bingung, haruskah rambutku diikat? Pakai jepit rambut? Atau harus berdandan lebih dari biasanya karena…”

“Karena apa?”
“Tidak tahu….”
“Gara-gara Tanabe?”

“Eh… Okasan… Apa-apaan itu…..”
“Aku dan kakakmu sering melihat kalau kalian belajar memasak, tatapan dia ke kamu dan kamu ke dia, haha… lucu sekali seperti sedang menonton dorama, tapi kan kamu sudah sering sekali bertemu dia, bahkan setiap hari….”

“Nggg…”

“Ahaha, aku paham, kamu ingin terlihat menarik di hadapan dia malam ini kan?” tawa Miyoshi.
“Okasaannn…..”

“Sudah, jangan berlama-lama, kamu kan anaknya Okasan, berdandan seperti biasa sudah cantik sekali….” Miyoshi Kaede memegang dagu Kyoko dan mengangkatnya. “Kalau Otosan masih ada, dia akan bangga karena anaknya tumbuh dengan sebegitu cantik dan menariknya seperti ini…..”

“Okasan bicara apa sih…” Kyoko bersemu merah, dan dia berusaha melepas tangan ibunya dari dagunya.
“Jadi kamu berdandan seperti biasa, dan turun ke bawah, karena semuanya sudah menunggu”
“Ngg…”
“Cepat, jangan lama-lama ya”
“Iya”

Sang ibu tersenyum melihat tingkah anaknya dan dia lalu berdiri, keluar kamar Kyoko dan kembali ke café.

“Sebentar lagi dia akan turun kok, cuma sedang berdandan saja”
“Tidak apa-apa kok, kami menunggu di sini, suasananya di sini nyaman sekali….” jawab Marie.
“Iya, buat apa diburu-buru” sambung Kana sambil menyeruput kopi yang disediakan Okasan-nya Kyoko untuk mereka.

“Iya, lagian Kaede-san kan butuh waktu pasti untuk berdandan, kita tunggu saja” sambung Hiroshi.
“Kalimat penuh pengertian seperti itu memang cuma bisa keluar dari mulut Hiro-Tan ya” tawa Marie.

“Eh?”
“Kalau orang lain pasti tidak mau kamu tunggu untuk berdandan kan?” ledek Marie.
“Maksud kamu apa, Taniguchi….”

“Haha… Senang sekali melihat anak-anak muda seperti kalian….. Waktu kakaknya Kyoko seumur kalian, kalau ada temannya main ke rumah, paling hanya musisi atau anak-anak cowok yang terlalu cepat dewasa seperti kakaknya….” tawa Miyoshi Kaede.

“Maaf menunggu lama” Kyoko mendadak muncul. Yukatanya berwarna kalem, dan dia tampil dengan make up seperti biasa. Tidak ada yang berlebihan dan dia tersenyum-senyum malu ke arah teman-temannya.

dark-b10.jpg

“Nah benar kan, kalau Kyoko-chan pakai Yukata, cantik sekali!!” teriak Marie.
“Berlebihan kamu…” bisik Kyoko sambil berjalan, duduk di kursi bersama ketiga orang itu.
“Dia cantik tidak, Hiro-Tan?” tanya Marie sambil menendang kaki Hiroshi.
“Hahaha… Jangan pakai tendang-tendang begitu” jawab Hiroshi dengan senyum kecilnya.

“Jawab dulu”

“Yuk, mari berangkat saja….” Kyoko meringis malu-malu, sambil berharap Hiroshi tidak menjawab pertanyaan Marie.
“Iya, berangkat sekarang, kalau ditunda-tunda nanti jadi lebih ramai dan tidak ketemu tempat yang enak buat menonton” sambung ibunya.

“Baiklah, kami akan segera berangkat”
“Hati-hati ya di jalan”

------------------------------

japan-11.jpg

Matahari sudah turun. Mereka berempat sedang ada di tengah desak-desakan pengunjung yang memiliki tujuan sama dengan mereka. Es serut ada di tangan Marie dan Kyoko. Sementar Hiroshi tampak tidak tertarik dengan jajanan yang ada di sekitar dia, padahal dia belum makan malam. Sedangkan Kana tadi sudah jajan, sekarang dia tampak kerepotan membawa bekas jajanannya. Agak sulit menemukan tempat sampah di keramaian itu.

“Kamu tidak makan, Tanabe?” tanya Kyoko di tendah lautan manusia. Hiroshi hanya menggeleng sambil tersenyum.
“Nanti sakit lho...” sambung Marie sambil menikmati es serut di malam yang hangat itu.
“Kita sebaiknya lihat dari mana ya, sudah pasti tidak bisa dekat-dekat karena kita tidak mungkin bayar” tawa Hiroshi, mengabaikan pertanyaan soal makan.

“Yang pasti tidak bisa dari sekitar sini, terlalu ramai... Itulah mengapa aku kurang suka festival musim panas” Kana Mitsugi ikut berkomentar.
“Terus kenapa ikut?” ledek Marie.
“Karena kamu terus-terusan membombardirku dengan telepon dan mail. Aku ikut supaya kamu diam saja” kesal Kana.

“Hehe… Mungkin kita agak minggir ke trotoar nanti, lalu lihat dari tanah yang agak tinggi, musim panas lalu aku lihat dari sana bersama dengan teman-teman SMA ku…” memotong ribut-ribut lucu antara Kana dan Marie.

“Mereka sudah di sini?”
“Sepertinya sudah…. Mereka katanya akan menunggu di tempat yang tadi aku bicarakan” senyum Kyoko.

“Tapi sepertinya festival kembang api di pantai lebih asyik ya” Marie berkomentar, dan mereka berempat berjalan perlahan, mengikuti arus manusia.
“Di Ibaraki sih di pantai” komentar Hiroshi.
“Kayaknya lebih asik begitu, lagian aku bingung sih, kalau aku kan lusa bakal pulang ke Chiba, Hiro-Tan kenapa tidak pulang ke Ibaraki liburan ini?” tanya Marie.

“Aku banyak jadwal part-time liburan ini… Lagipula, rasanya sayang, apartemen sudah dibayar untuk setengah tahun, lalu ditinggal sebulan… Haha” tawa Hiroshi.
“Oh, kusangka kamu ingin menghabiskan musim panas dengan Kyoko….” goda Marie.
“Apa-apaan kamu….” balas Hiroshi dengan memutarkan matanya ke atas.

“Kamu terlalu ikut campur urusan orang lain, Taniguchi” komentar Kana.
“Suka-suka aku dong, Kana-chan”
“Sudah kubilang jangan panggil aku dengan nama depanku......”

Kyoko hanya tersenyum kecil mendengarnya. Lucu sekali, dari mulai kenal karena mereka berdua ditarik untuk makan siang bersama dengan Marie, lalu ke kejadian peminjaman seragam koki, sampai ke belajar masak selama berbulan-bulan, dia sudah sangat dekat dengan Hiroshi sebenarnya. Tapi, kenapa untuk mengirim mail yang mengajak ke festival kembang api saja dirinya merasa canggung dan gugup?

Apakah dia tertarik dengan Tanabe Hiroshi? Atau apa? Yang pasti, menghabiskan waktu bersama Hiroshi menyenangkan untuk Kyoko. Dan dia merasa bingung karena mereka berempat, tapi kenapa dia sedikit-sedikit memikirkan soal Hiroshi terus ya?

“Eh, minggir dulu, aku butuh ke kamar kecil” mendadak Marie berjalan menghindari lautan manusia yang berputar, entah ke pojok mana. “Tunggu di sana ya” dia menunjuk ke arah spot kosong di sebelah stand makanan.

“Hmm... Sepertinya aku juga butuh ikut… Sampah-sampah di tanganku ini mengganggu…” Tak lama kemudian, Marie dan Kana menghilang untuk ke kamar kecil dan membuang sampah.

Kyoko dan Hiroshi memutuskan untuk menunggu di sana.

“Ramai ya” mendadak Hiroshi berbasa-basi.
“Ramai sekali, aku sampai pusing” tawa Kyoko.
“Tempat yang kamu bilang enak itu, masih agak jauh dari sini?” tanya Hiroshi.
“Ya, lumayan, tapi di sana agak sepi dan enak untuk menikmati kembang apinya dari kejauhan”

“Dan nanti kita akan ketemu dengan teman-teman SMA kamu ya…”

“Iya”
“Seperti apa teman-teman SMA Kaede-san ya? Haha” lanjut Hiroshi Tanabe, berbasa-basi.
“Mungkin nanti ada yang kamu bakal suka hahaha” tawa Kyoko, dan dia merasa bodoh, entah kenapa dia bicara seperti itu.

“Maksudnya?” Hiroshi tersenyum geli.
“Ah tidak”
“Memang kamu pikir, tipe perempuan seperti apa yang aku sukai?” tanya Hiroshi di tengah keramaian.
“Entah, tidak tahu, kamu kan tidak pernah cerita” senyum Kyoko, tapi entah kenapa dia merasa gugup mengatakannya.

“Ngomong-ngomong, lama-lama lapar juga” bisik Hiroshi.
“Makanya aku heran kenapa kamu tidak jajan dari tadi”
“Entah, baru terasa lapar sekarang, mungkin karena tadi aku banyak pikiran” senyum Hiroshi Tanabe.
“Liburan musim panas dan kamu banyak pikiran?”

“Haha, jalan sebentar ke sana? Nanti kembali ke sini lagi untuk menunggu Taniguchi dan Mitsugi….” Hiroshi menunjuk sebuah stand makanan dan Kyoko mengangguk. Dalam hati, Kyoko berpikir, kenapa tidak makan di stand yang ini, yang di sebelah mereka. Tapi tak apa, Kyoko tak keberatan jalan sedikit menenami Hiroshi Tanabe.

Mereka lantas berjalan ke arah yang ditunjuk Hiroshi tadi, perlahan mencoba masuk ke dalam arus lautan manusia lagi. Tapi, walaupun berhati-hati, pasti ada situasi-situasi yang tak terduga.

“Ah… Abunai!” teriak Hiroshi saat dia melihat beberapa anak kecil berlari-lari di tengah kerumunan manusia dan salah satu dari mereka menubruk Kyoko.

“Ah!” Kyoko jatuh terjengkang, di tengah lautan manusia. Secara refleks Hiroshi meraih tangan Kyoko dan dia menarik agar Kyoko tak terjatuh. Hiroshi lalu menggandeng dan menuntun Kyoko ke tempat mereka berasal.

Kyoko menarik napas lega, dan dia menatap Hiroshi dengan tatapan kesal. Tentunya kesal karena anak-anak kecil yang berlarian menabraknya. Sudah begitu, tidak minta maaf pula, tapi langsung kabur entah ke mana. Dan rasanya kaki yang ditabrak tadi sakit.

“Sakit…”
“Apanya yang sakit…”
“Kakiku…”
“Eh?”

“Kenapa?”
“Itu tali Geta kamu lepas….”
“Oh ya?”

“Ini bisa sih diikat lagi, sebentar”

Hiroshi berjongkok dan Kyoko menyingkirkan kakinya dari sandal jepangnya yang talinya copot itu. Dengan refleks, Kyoko memegang bahu Hiroshi agar berdirinya seimbang. Hiroshi dengan telaten berusaha mengikat kembali tali yang putus itu.

Kyoko tersenyum malu sambil menatap Hiroshi Tanabe yang sedang berjongkok di depannya.

“Nah, harusnya ini baik-baik saja”
“Wah, terimakasih, Tanabe”
“Sama-sama”

Tanpa sadar, Hiroshi memakaikan geta tersebut ke kaki Kyoko. Kyoko pun memakainya dengan senyum puas, karena getanya bisa diperbaiki.

“Ano… Ngomong-ngomong” mendadak Marie dan Kana ada di dekat mereka.

“Eh?”

“Kalian lucu sekali tadi, seperti pangeran yang sedang memakaikan sepatu kaca ke cinderella, hahahaha” tawa Marie.

“………” senyum Kyoko lalu menghilang, dan dia menunduk dengan muka yang memerah karena malu.
“Haha…” Hiroshi lalu bangkit dan dia menggaruk-garuk kepalanya sendiri.

“Benar kan… Seperti di film disney?”
“Sudah, kita jalan saja ke tempat aku janjian dengan teman-teman SMA-ku, Ayo….”

Kyoko lalu menarik tangan Marie kembali ke tengah lautan manusia dan Kana mengikuti langkah mereka dari belakang.

Hiroshi melihat mereke bertiga sambil tersenyum kecil, dan dia menatap punggung Kyoko yang ada di depannya. Lucu sekali, pangeran dan cinderella. Tapi, setahu Hiroshi, cinderella yang ini tidak punya kewajiban harus pulang sebelum jam 12 malam. Sihir ibu peri supaya cinderella yang ini tetap cantik, tentu tidak akan pudar.

Setidaknya, Hiroshi setuju dengan pendapat Marie tadi sore.

Kyoko benar-benar terlihat cantik dalam Yukata.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
CAST PART 9

Haruko's Timeline:


- Haruko Aya Rahmania (15) anak semata wayang Arya dan Kyoko, tokoh utama MDT
- Kyoko Kaede (47) Sang Ibu, Istri dari Arya
- Ai / Aisyah Ariadi Gunawan (44) Tantenya Haruko, Adiknya Arya, dan Istrinya Zul
- Zul (47) teman kuliah Arya yang memiliki usaha coffee shop bersama Kyoko, Suaminya Ai

Kyoko's Timeline:

- Kyoko Kaede (18)
- Marie Taniguchi (18)
- Kana Mitsugi (18)
- Hiroshi Tanabe (18)
- Miyoshi Kaede (48)

Glossary :

Yukata
: Kimono tipis yang casual
Obasan : Bibi / Tante
Abunai : Bahaya
Geta : Sendal khas Jepang
Okasan : Ibu
Otosan : Ayah
Senmon Gakkou : Sekolah Kejuruan (setingkat diploma)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd