Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PARASITE (ver. 46)

Act 2: Sahabat, Batu, dan Keberuntungan

Oh, annyeonghaseyo, namaku adalah Ki-jung, Kim Ki-jung. Kalian mungkin sudah mengenalku dari cerita Oppa-ku sebelumnya. Ya, aku anak bungsu sekaligus adik tercinta dari Oppa-ku, Kim Ki-woo. Hmm, walau dia sering ngintipin aku waktu mandi, atau grepe-grepe pas lagi tidur... Well, nggak masalah, dia tetep aja Oppa-ku yang tahu batas, dan sayang pada adiknya, ya aku ini. Walau mungkin, kadang-kadang aku juga sih yang iseng ngegodain Oppa ampe dia kelihatan horny dan ngaceng. Hihihihi.

Apa? Kalian mau tahu mengenai penampakanku? Hmm, aku cantik, rambut lurus sepunggung dengan mata sipit dan raut muka khas Korea. Tinggi, ya sedang-sedang sajalah, semampai enggak, bantet juga enggak. Toket, hmm, sekitar 32C, pokoknya pas segenggaman dan lebih gede daripada toket bosnya si Oppa. Hehehe. Perawan atau enggak, udah enggak sih, tapi aku nggak mau cerita kapan atau gimana. Biarin itu rahasiaku sendiri saja. Bukan, bukan sama Oppa atau Abeoji, pokoknya bukan sama orang di rumah kami.

Karena keluarga kami miskin, maka sejak kecil, selain belajar di sekolah, kami juga mulai sedikit-sedikit mikirin buat cari uang. Seringnya sih aku sama Oppa cari uang buat jajan kami sendiri, syukur-syukur kalau dapat agak banyakan bisa kami pakai buat ngebantuin Eomma dan Abeoji.

Oppa biasanya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti bantu nyebarin pamflet, atau nyuci piring di restoran, atau buang sampah atau apa lah itu. Aku udah sering ngelihat gimana Oppa kalau kerja, karena itu juga aku berani rekomendasiin Oppa sama Bu Jung. Eh, jangan salah ya, kami sekeluarga memang agak oportunis soal nyari duit, tapi sekali udah dapat pekerjaan, kami bekerja dengan jujur dan giat. Tapi ya begitulah, nasib keluarga macam kami, dapat pekerjaan pun seringnya yang serabutan, jadi benar-benar nggak ada pegangan, makanya aku sama Oppa lebih milih nggak kuliah dan ngebantu Eomma sama Abeoji buat nyari duit.

Aku sendiri? Aku bukan orang yang sekuat atau setabah Oppa atau Abeoji atau Eomma, karena itu dalam mencari uang aku lebih sering ngandelin otak... Yah, otak ama parasku yang oleh banyak orang sering dianggap cantik ini. Hehehe.

Eit, jangan mikir macem-macem dulu, maksudnya bukan jadi PSK ya, walau kalau duitnya cocok sih ayuk aja. Aku lebih sering disewa orang sebagai jasa, katakan saja, pacar sewaan. Yah, kalau ada cowok jomblo yang kudu datang ke nikahan keluarga atau malah mungkin mantan, atau bisa juga orang yang mau datang ke pesta reuni SMA dan nggak mau kelihatan single, maka akulah yang bertugas sebagai pacar sewaannya.

Di luar dugaan, walau banyak wanita cantik di Korea, sebenernya populasi jomblo cukup banyak juga, karena kebanyakan cewek Korea emang lebih ngejar karier daripada asmara. Di situlah peran dari orang-orang macam kami, untuk membantu para jomblo ini dari pandangan sinis orang-orang tua yang masih konservatif, atau malah teman-temannya yang sudah berpasangan. Aku pun menjalankan tugas itu dengan amat bagus, karena aku selalu mempelajari latar belakang klienku, dan memberi sebuah jalan cerita untuk kami ikuti. Ditambah lagi saat situasi menjadi tidak terduga, aku bisa berpikir dengan cepat untuk memecahkannya tanpa harus membongkar kedok si jomblo.

Salah satu orderan terbesarku adalah saat aku harus berpura-pura menjadi pacar seorang klien pria yang tinggal apartemen mewah di Insa-dong, dan harus menginap seminggu di apartemennya, karena memang saat itu ibu klienku ini sedang mengunjungi anaknya, dan si klien tidak ingin ibunya tahu bahwa dia masih jomblo. Agak berat, karena aku harus dituntut supaya terlihat bisa mengurus si klien ini di mata ibunya yang bawelnya minta ampun. Kami bahkan harus sampai mandi bersama, tidur bersama, bahkan sampai harus "berhubungan seks" (tidak asli tentu saja, atau asli? You'll never know, xixixi) supaya si Ibu tidak curiga. Tentu untuk ini aku mengenakan biaya yang cukup besar, namun yang penting adalah si klien puas dengan layananku.

Nah, kembali pada cerita.

Malam ini Oppa pulang cukup awal, waktu hari masih agak sore. Tumben sekali, padahal biasanya dia pulang larut malam. Dia membawa dua bungkus pizza ukuran besar. Wajahnya tampak senang, namun matanya juga mengungkap ketidakpastian, dan aku bisa menebak apa yang terjadi.

"Sudah selesai ya?" tanyaku kepada Oppa yang masih agak gontai.

Oppa hanya mengangguk lemah saja. Aku pun dengan senyum langsung merangkul pundaknya untuk menghiburnya.

"Gwaenchana, Oppa, nanti pasti ada pekerjaan lagi. Omong-omong, dapat berapa?"

Oppa kembali tidak menjawab, namun mengambil uang dari dompetnya dan memberikannya padaku. Aku jelas terkejut, karena jumlahnya amat besar bila dibandingkan dengan upah harian yang biasa dia bawa.

"Wah, apa-apaan ini, koq banyak banget??"
"Kata Yeon-hee... Maksudku Bu Jung, ini bonus dari kerja kerasku hingga lembur selama ini"
"Mwo? Jinjja??"

Eomma dan Abeoji tiba-tiba muncul mendengar keterkejutanku. Aku pun memberikan uang dari Oppa kepada Eomma.

"Wah, banyak sekali ini, rupanya Bu Manajer itu baik hati juga, untunglah anak kita ini rajin sehingga berbuah manis" kata Eomma
"Jangan senang dulu, Eomma, karena pesanan besarnya sudah selesai, jadi aku mulai besok sudah nggak kerja lagi di sana." jawab Ki-woo Oppa
"Ah, sudahlah, nggak usah dipikir dahulu, kamu dapat berapa?" tanya Abeoji

Eomma langsung menghitung uang yang dibawa oleh Oppa. Kulihat matanya tampak berseri-seri.

Eomma langsung menghitung uang yang dibawa oleh Oppa. Kulihat matanya tampak berseri-seri.

"Ini cukup buat seminggu," kata Eomma, "bisa kita pakai untuk mengisi paket internet juga biaya untuk makan serta keperluan"
"Oh, bagus, kalau begitu, beli bir sana untuk merayakan?" kata [/i]Abeoji[/i]
"Apa? Abeoji bukankah Oppa..." protesku.
"Yang nanti biarlah dipikir nanti saja, yang penting kita ada uang malam ini, biarlah kita merayakannya walau kecil-kecilan," kata Abeoji "Yeobo, kalau kita pakai uangnya untuk beli bir dan camilan, apa masih ada sisanya?"

Eomma tampak agak cemberut mendengar kata-kata Abeoji tapi dia melakukannya juga.

"Seharusnya masih cukup, tapi harus irit selama seminggu ini"
"Tak masalah, ayo belilah bir, nggak usah banyak-banyak, secukupnya kita sekali minum saja"
"Arasseo"
"Baik, tapi kalau ada apa-apa, jatah jajanmu yang kupotong duluan" ancam Eomma

Pun Eomma akhirnya menuruti kata-kata Abeoji dan pergi ke minimarket. Benar, bagaimana pun kami sudah lama tak merayakan momen-momen semacam ini. Berbeda dengan Eomma yang lebih serius, Abeoji ini orangnya santai, dan lebih cuek pada sesuatu yang belum terjadi. Tapi saat ada apa-apa, baik aku, Oppa, atau Eomma, selalu berpaling pada Abeoji untuk memberikan jalan keluar.

"Aku mau mandi dulu" kata Oppa
"Ya, mandi sana, aku mau nyusul Eomma-mu soalnya ada yang kelupaan"

Oppa pun masuk ke kamar mandi sementara Abeoji menyusul Eomma ke minimarket. Aku berdiri sejenak. Eomma sengaja tak membawa semua uangnya, dan menyuruhku untuk menyimpannya di tempat penyimpanan uang kami. Setelah aku menyimpan uang yang berharga itu, aku langsung saja masuk ke dalam kamar mandi, yang memang tak ada kuncinya karena rusak. Oppa tampak terkejut karena aku masuk begitu saja.

"Jung-a, kenapa masuk-masuk gitu aja, sih??"

Aku agak geli melihatnya berusaha menutupi tititnya itu.

"Udah deh, nggak usah ditutupin, kayak aku belum pernah lihat aja"
"Iya, tapi aku kan lagi mandi, jangan masuk-masuk sembarangan dong!"

Oppa berjengkat mundur saat aku maju ke arahnya dan duduk pada tangga menuju kakus. Aku hanya tertawa kecil melihatnya salah tingkah begitu, dan titit itu walaupun masih mengempis, tapi kulihat agak seperempat tegang.

"Jangan dilihatin napa??" teriak Oppa
"Oppa, aku mau tanya sesuatu deh"
"Tanya apaan? Nggak bisa nunggu ampe aku selesai mandi apa??"
"Aku ama Bu Manajer itu seksian mana?"

Tiba-tiba Oppa tercekat mendengar perkataanku.

"M-Mwo? Kenapa nanyain itu?"
"Jangan pura-pura deh, tadi Oppa nyebut dia siapa? Yeon-hee? Bukan Bu Jung?"
"Y-Ya, i-itu kan namanya dia, Jung Yeon-hee, emangnya salah?"
"Anni, tapi aku masih bangun lho waktu Oppa pulang semalem... Pulang-pulang koq bisa bau meki semerbak gitu, untung Eomma ama Abeoji kalau tidur kayak kebo, jadi nggak tahu. Kamu habis ngentot habis-habisan ya, ama si Bu Manajer itu, siapa tadi, Yeon-hee..."

Aku hanya menikmati saja saat Oppa terlihat makin kebingungan.

"Wae, Wae! Emang urusan apa kamu kalau aku ngentot ama dia?? Aku kan udah dewasa, aku bisa ngentot ama siapa aja yang aku mau, kan?"
"Geurom, itu bener koq. Terserah koq kalau Oppa mau ngentot ama siapa aja. Aku kan cuman tanya, aku ama si Yeon-hee, seksian mana?"

Oppa tampak bingung dan tidak nyaman untuk menjawabnya, sehingga lupa kalau dia sedang mandi, dan lupa juga dia sedang bertelanjang di hadapan adiknya tercinta ini. Tapi entah kenapa, itu membuatku semakin bersemangat untuk menggodanya. Maka aku menyandarkan daguku pada tangan kiriku sementara telunjuk tanganku menjulur dan menunjuk ke kepala tititnya, yang karena hanya seperempat tegang maka kulit kulupnya terlihat tersingsing di setengah kepalanya. Kutoyor-toyor pelan kepalanya yang mirip cacing itu dengan ujung telunjukku, setengah memainkannya.

"Dongsaeng-i, karena tuanmu nggak mau jawab, sekarang kamu yang jawab, aku sama si Yeon-hee seksian mana?" aku berbicara pada titit Oppa

Aku hanya tersenyum saja melihat titit itu seperti mengangguk-angguk sementara Oppa bingung, terpaku dengan apa yang kulakukan.

"Wae? Molla? Kamu juga nggak tahu?" aku mengatur nada suaraku semanja mungkin.

Kurasa Oppa agak geli juga melihat tingkahku, tapi dia yang terpaku begitu justru membuatku gemas.

"Ne, mungkin kamu perlu pandangan lebih objektif, Arasseo"

Entah apa yang ada dalam pikiranku saat itu, karena ingin menggoda Oppa lebih lanjut, aku entah bagaimana langsung melepaskan kausku, padahal saat itu aku tak mengenakan beha di baliknya. Sontak saja Oppa amat terkejut melihatku sudah topless di depannya. Oh ya, baru pertama kali ini aku membuka bajuku dan topless dalam keadaan sadar di hadapan Oppa, karena biasanya Oppa hanya mengintipku, atau menggerayangiku, tapi tanpa membuka pakaianku.

"J-Jung-a, k-kamu mau ngapain?"
"Cuman nunjukin aja toketku ke kamu, gimana, cakep mana ama punya si Yeon-hee"

Oppa tampak panik, tapi matanya tak lepas dari gundukan toketku yang kalau orang bilang mirip seperti milik bintang AV Jepang, Sora Shiina. Sebagaimana toket Sora Shiina juga, walau tak begitu besar, namun enak untuk digenggam dengan puting dan areola berwarna, pink? Lebih baik kusebut saja dengan warna "terang", sehingga pinggiran areola-nya berasa nge-blur dengan kulit toketku, alih-alih membuat sebuah batas yang jelas. Walau Oppa terlihat gusar dan panik, tapi aku tahu kalau ini adalah hal yang dari dulu selalu ingin dilihat Oppa.

Aku lalu membusungkan dadaku sehingga toketku semakin menonjol, dan ternyata ini membuat Oppa semakin gusar.

"Kita kakak adik, Jung-a, kita nggak boleh... Heggh..."

Oppa langsung terdiam karena aku langsung menggenggam dan setengah membetot tititnya yang masih agak licin oleh sabun. Titit itu terlihat lucu, kulit putih namun kepalanya agak pink, seolah berusaha menggeliat keluar dari selubung kulupnya. Ini bukan titit pertama yang pernah kupegang, tapi entah kenapa punya Oppa ini terasa berbeda, terasa seperti sesuatu yang lucu dan memerlukan perawatan serta kasih sayang dari seorang wanita.

"Omo... Bayinya mau lahir rupanya"

Ya, memang bagiku kepala titit Oppa yang berusaha menyeruak keluar dari kulup selagi menegang seperti bayi yang berusaha untuk lahir dari kandungan, apalagi semakin menegang, warna kepalanya menjadi semakin memerah. Aku sudah tak lagi mendengarkan Oppa yang tengah protes, karena perhatianku sekarang berada pada titit imut yang tengah terbangun itu. Dalam genggamanku, si batang ini sudah tak lagi terasa seperti busa atau squishy, melainkan sudah seperti sebatang kayu. Yah, sebatang kayu yang berurat, karena dalam ereksinya, urat-urat pada titit Oppa langsung bermunculan seolah ingin menunjukkan kegaharannya.

Ah.. Annieyo... Seharusnya saat ini sudah tak bisa lagi kusebut sebagai titit. Ini adalah kontol, yah, kontol yang macho dan jantan, bukan lagi titit yang mungil, imut, dan lucu. Melihat ini, entah kenapa aku merasakan memekku berkedut, dan rahimku menghangat.

Apa yang Oppa katakan, aku sudah tak tahu lagi. Saat ini aku berada dalam keadaan trance, ya, trance karena kontol Oppa, orang yang telah tumbuh bersamaku dan menyayangiku dengan sepenuh hati sebagai seorang adik. Aku mengenal banyak pria, bahkan pernah bercumbu, atau malah bercinta dengan beberapa di antaranya, namun memberikan kepuasan bagi Oppa, hal itu tak terasa seperti nafsu birahi atau keterpaksaan, melainkan lebih sebagai bentuk pengabdian dan kasih sayang, ya, kasih sayangku sebagai adik kepada kakaknya.

Kontol Oppa kini tak lagi hanya kupegang dan kukocok, namun bibirku semakin mendekat. Seolah kepala pink mirip gaebul yang kini keluar sepenuhnya dari selimut putihnya memanggil-manggilku. Lubangnya yang berbentuk garis kulihat basah dan membuka-menutup seolah berkata...

"Jung-a, kemarikan bibirmu, cium aku, hisap aku, masukkan lidahmu dalam lubangku..."

Dan itulah yang kulakukan. Aku tak peduli apa yang terjadi, yang kutahu hanyalah Oppa seperti tengah berontak tidak karuan. Aku tak tahu apa yang dirasakan oleh Oppa hingga berontak sekeras itu, aku juga tidak peduli, karena aku seperti tengah mereguk cairan memabukkan dari kontol Oppa, dan entah apa ini hanya imajinasiku, tapi kurasakan kontol itu seperti membalas ciuman dan olah lidahku. Oppa sendiri walau berontak keras, tapi seolah tak mampu menyingkirkanku. Entah karena dia takut menyakitiku bila dia menggunakan segenap tenaganya, atau... Apakah dia juga menyukainya?

"J-Jung-a!!!"

Oppa berteriak cukup keras hingga aku tersadar dari trance-ku. Secara refleks aku pun menengadah ke arah Oppa, sebelum akhirnya aku sadar bahwa benda di genggamanku tengah membesar dan siap meledak...

CROOT! CROOT! CROOT!!

Aku berteriak tercekat, karena air mani dari kontol Oppa memancar ke wajahku, mengenai mata, rambut, dan sebagian masuk ke dalam mulutku yang membuka. Bau mani pun langsung menyeruak ke dalam hidungku, mata kiriku tak bisa dibuka karena air mani yang mengenai bulu mataku tiba-tiba serasa merekatkannya, dan mataku terasa pedih saat cairan itu menyentuh bola mata. Aku otomatis menarik napas dan langsung terasa seperti ada paku yang masuk dari lubang hidungku. Cairan mani itu rupanya masuk juga ke lubang hidungku, dan saat mengambil napas, aku menyedotnya hingga ke dalam, membuat kepalaku serasa dihantam oleh paku. Dan baunya... Baunya, menyeruak sekali, hingga aku pun terbersin, memuntahkan peju yang bercampur dengan ingusku. Menjijikkan sekali bila dilihat.

"Aaaaaaa!!!! Oppa!!! koq keluar nggak bilang-bilang, sih??!!"
"M-Mianhae... Habisnya, keenakan sih, kamu juga aku panggil-panggil dari tadi udah kayak orang kesurupan gitu..."
"Bodo amat! Jijik ini muka aku! Mana lengket, bau, iyuhhh...
"Gak apa-apa, anggep aja facial"
"Facial apaan!?? Lengket tahu!! Panas pula, mana ini ntar kalau kering keras banget lagi, kayak superglue dicampur mayones, tahu gak!? Kayaknya sekali-kali wajahmu perlu aku oles pakai peju deh, biar gak sembarangan ngomong facial facial"
"Ya udah, cepet cuci muka tuh, jangan sampai kering"

Dengan masih cemberut, aku pun menerima ketika Oppa mengucurkan air ke arahku. Kubasuh sebisa mungkin hingga tak lagi terasa lengket atau kering. Bau sekali, tapi entah kenapa bau itu sekaligus membuatku terangsang hebat.

"Udah?" tanyaku.
"Udah, udah bersih, tuh. Pakai baju sono, ntar Eomma sama Abeoji pulang lho"
"Biarin! Ntar aku laporin kalau kamu berani-beraninya mejuhin adik sendiri"

Oppa sedikit tersenyum, ketika aku berjalan sambil memakai kaus dan menutupi toketku.

"Jung-a"

Oppa memanggilku saat aku hampir sampai ke pintu. Aku hanya menoleh ke arahnya, yang masih mengguyur badannya.

"Gomapta, kamu sudah mengabulkan salah satu mimpiku"

Hampir saja aku mengamuk kembali. Mimpi?? Jadi dikocokin kontol oleh adik sendiri adalah mimpinya?? Tapi entah kenapa pikiran kemarahan itu tiba-tiba berhenti dan tidak sampai meledak, malahan mendengar kata-katanya yang lembut itu, aku hanya bisa tersenyum canggung sambil berkata...

"Ne, sama-sama, Oppa"

What?? Ki-jung, sadarlah! Kamu malah bilang "sama-sama" pada Oppa-mu yang baru saja menyemburkan maninya di mukanya!?? Dari semua jawaban, kenapa kamu malah menjawab begitu?? Babo banget sih, kamu! Itu tuh kesannya kamu juga menikmatinya, ngerti nggak??

"Ngerti, tapi aku emang ngerasa gitu kalau sama Oppa"
"Ne? Kamu bilang apa?" tanya Oppa kebingungan.

Aku terkejut. Rupanya mulutku benar-benar bersuara saat menjawab perdebatan di dalam kepalaku ini. Untunglah sepertinya Oppa sudah kembali sibuk mandi dan tak mendengarnya.

"Ah, anni, cuman ngedumel sendiri koq"
"Hei, jangan dibiasain ngomong sendiri, ntar dianggep sinting lho. Bingung ntar orang-orang, kamu cakep-cakep koq sinting"

Ih, aku dibilang cakep ama Oppa, seneng banget rasanya. Eh, lho, Ki-jung! Itu orang baru mejuhin kamu lho! Ah, biarin ah, dibilang cakep aja udah bahagia aku. Pokoknya semua-muanya nggak ada apa-apanya deh. Aaa... Johayo

"Eh, baru dibilangin jangan ngomong sendiri malah senyum-senyum sendiri. Beneran stres jangan-jangan ini anak"

Aku pun berhenti, kembali pada raut muka kesalku, menoleh ke arah Oppa, dan memeletkan lidahku, tapi kubuat supaya tetap terlihat kiyowo. Baru setelah itu aku pun keluar, dengan menyembunyikan senyumku yang tersungging.

"Jung-a?"

Aku berhenti dan terpana. Bukan Oppa yang memanggilku, tapi Eomma yang baru saja pulang dan masuk rumah bersama Abeoji.

"Kamu ngapain dari kamar mandi??" tanya Eomma
"Eng... Aku pipis tadi..." jawabku berbohong.
"Bukannya Oppa-mu lagi mandi?" tanya Abeoji

Eomma dan Abeoji lalu menatapku dengan pandangan mata curiga. Omo, eotteoke, bagaimana ini, Ki-jung? Apa kamu mau bilang aja bahwa kamu habis ngocokin kontolnya Oppa?? Ah, enggak-enggak, udah gila kamu ya? Kudu apa nih?

Aku langsung memasang raut muka kesal.

"Terus?? Wae, wae?? Emangnya kenapa? Aku juga sering nyelonong buat pipis biarpun Oppa masih mandi di dalam"
"Iya, tapi itu kan dulu, waktu kalian masih kecil. Kalau sekarang kan kalian udah pada gede, udah tahu..."

Eomma tak bisa melanjutkan perkataannya.

"Biarin aja sih, toh juga udah tahu juga Oppa kayak gimana. Lagian Oppa juga nggak bakal ngapa-ngapain aku"
"Bukan Oppa-mu sebenarnya yang mengkhawatirkan, tapi..." gumam Abeoji
"Tapi apa??" hardikku.

Abeoji langsung terdiam.

"Sudahlah, kami bawa bir nih, ayo, setelah Oppa kamu selesai mandi, kita makan dan minum-minum dulu sebentar" kata Abeoji
"Oke, tapi aku mau ganti baju dulu ya, gerah"
"Ya, jangan lama-lama... Eh, Jung-a, sebentar"

Jantungku tiba-tiba terasa berhenti berdetak. Abeoji berjalan mendekatiku, sejenak mengamati rambutku, kemudian mengusapnya dengan jari seolah ingin menyingkirkan sesuatu. Pada jarak ini, aku amat ketakutan bahwa bisa saja Abeoji mencium bau sperma Oppa yang mungkin saja masih tersisa. Dia lalu mengusap rambutku seolah ingin menyingkirkan sesuatu.

"Kamu jorok sekali kalau keramas, ampe kotorannya kering gini masih nempel"

Jdaaar!! Sial! Pasti ada tetesan mani Oppa yang nempel di rambut dan lupa kubersihkan. Aduh, jangan-jangan Abeoji tahu pula itu apaan. Aduh, yaaah... Mati deh kalau caranya gini.

"Ya udah, beliin shampo yang bagus napa, Abeoji" kataku sambil cemberut.

Shit! Apa yang kamu lakukan? Udah berapa kali kamu bohong buat nutupin kenyataan, Ki-jung?? Kulihat Abeoji hanya mengangguk-angguk saja.

"Oke, nanti kalau ada uang lagi kita beliin kamu shampo yang bagus, ya"
"Ne"

Abeoji menepuk pundakku, lalu aku pun dengan cepat beringsut masuk ke dalam kamar, dan menutup pintunya. Saat itulah aku merasakan jantungku berdebar kencang sekali, dan nafasku terasa terengah-engah seolah aku baru saja berlari jarak jauh. Eotteoke, Ki-jung, perasaan apa ini? Kenapa bisa seperti ini? Bila dipikirkan kembali, tak ada yang masuk akal, dari semenjak aku memutuskan menyelonong masuk ke kamar mandi hingga berbohong pada Abeoji soal mani Oppa di rambutku. Apakah ini...

Tidak, tidak. Aku menggeleng-gelengkan kepala sendiri, takut untuk mengucapkannya bahkan di dalam pikiranku sendiri. Aku lalu mengambil krim wajah, dan menggosek serta menepuk-nepukkannya ke pipiku. Bukan hanya untuk merawat wajah, melainkan juga untuk menyadarkanku dari pikiran gila yang terbersit tiba-tiba ini.

=====================


Lee Min-hyuk

Empat kaleng bir pun beradu bersama. Kami duduk mengitari meja kecil. Pizza yang diberikan oleh bos-nya Oppa sudah habis, lumayan lah untuk mengganjal perut, walau kami masih lapar. Abeoji tampak cukup bahagia dengan momen kedekatan keluarga kami. Senyumnya tersungging amat lebar.

"Nikmatnya bisa duduk bersama seperti ini. Apalagi telepon dan internet sudah tersambung, dan satu lagi, mari kita rayakan juga kembalinya WiFi" kata Abeoji

Ya, selain dari WiFi milik Coffee Nation yang masih bocor, aku pun kembali berhasil mengetahui password WiFi dari ahjumma yang tinggal di atas. Kini ada cadangan seandainya paket internet habis kembali. Untuk ini aku bisa sedikit menepuk dada. Siapa lagi yang bisa sejago ini dalam soal IT kalau bukan aku, Kim Ki-jung. Bahkan Oppa pun tak sejago diriku.

Yah, Oppa. Walau tak sejago diriku, tapi aku merasa rela membantunya dengan memberikan apa pun yang kubisa, seperti tadi. Kulihat Oppa lucu sekali tadi, sungguh manis, pantas saja dulu banyak cewek mau sama Oppa. Kalau aku bukan adiknya, pasti aku juga akan tertarik dan memacari Oppa. Ahh... Omo, apa sih yang kamu pikirkan, Ki-jung?? Kenapa kamu bisa berpikiran sekotor itu?? Apa ini gara-gara dulu teman sekelasmu, Shin Mi-ran, pernah curhat ke kamu kalau dia pernah ngentot ama oppa-nya?

Aku langsung meminum bir untuk meredakan suara dalam kepalaku ini.

"Jangan minum cepet-cepet, ntar sakit" kata Oppa dengan lembut
"Ne"

Aku hanya mengangguk, walau rasanya seperti ditonjok dari dalam. Paling enggak pikiran yang membingungkan itu sudah tak ada lagi.

"Ya ampun, si pemabuk menjengkelkan itu datang lagi" kata Abeoji dengan nada geram.

Kami melihat ke jendela kami yang sejajar dengan jalanan, ada seorang pria berjalan dengan sempoyongan ke arah rumah kami. Dia lalu bersandar pada tembok dekat tangga masuk ke rumah, kemudian muntah di sana.

"Kenapa sih dia selalu ke sini?? Belum juga gelap langitnya" kata Abeoji

Kami jelas tahu orang ini, meski tidak tahu siapa namanya. Setiap kali mabuk, dia pasti muntah dan kencing sembarangan, dan selalu di dekat rumah, membuat jalan masuk ke rumah menjadi kotor dan berbau pesing. Parahnya lagi, baunya yang bacin itu akan tercium hingga ke dalam rumah.

"Kenapa sih kamu nggak pasang tanda 'Dilarang Kencing' aja??" tanya Eomma pada Abeoji
"Apa gunanya? Orang mabuk gak bakalan baca kayak gituan"

Aku terhenyak saat melihat orang ini berjalan sempoyongan ke depan jendela kami. Karena panas, jendela ini memang kami buka, dan bila dia kencing, maka kencingnya akan masuk ke dalam rumah.

"Usir aja sih dia!" kataku.

Namun baik Abeoji maupun Oppa tidak beranjak. Aku tahu Oppa mungkin ingin menghajarnya, tapi dia tak bisa apa-apa kalau Abeoji tidak bertindak. Satu-satunya yang dilakukan oleh Abeoji hanyalah bergumam, "Jangan kencing, jangan kencing..." seolah itu akan bisa menghentikannya. Dia malah semakin mendekati jendela, bahkan bersiap membuka retsletingnya dengan tangannya yang gemetaran. Kami hanya bisa melihatnya dengan tegang.

Saat itulah, suara sebuah motor mendekat. Aku rasanya tak perlu melihat untuk tahu siapa yang datang. Aku sudah sangat akrab dengan suara motor itu, dan jujur saja, aku selalu menantikan ketika suara itu datang.

Motor berwarna putih mutiara, membuat pengendara yang menaikinya terlihat seperti kesatria tampan berkuda putih, atau setidaknya begitulah dia di mataku. Dengan helm putih, jaket suede warna cokelat, dan celana jins skinny yang modis, ketiga melihatnya, aku merasakan waktu pun berhenti, dan pandanganku berbunga-bunga. Lalu lagu "Good Day" dari IU pun tiba-tiba terngiang memberikan musik latar belakang.

Min-hyuk oppa. Dia adalah teman baik dari Oppa dari zaman mereka masih sekolah. Min-hyuk oppa juga sering sekali bermain ke rumah kami yang jelek ini, dan tak pernah mempermasalahkan apa-apa, dan boleh dibilang, Min-hyuk oppa pula cowok pertama yang kukenal, karena aku bersekolah di sekolah yang siswanya khusus perempuan. Mungkin karena itulah aku menyukainya, atau mungkin karena dia ganteng, tak kalah dengan Oppa. Apa pun itu, kedatangannya membuat jantungku berdetak lebih kencang. Cara dia berjalan, berdiri, gaya rambutnya, dadanya yang bidang... Aaaah, aigoo... Hanya melihatnya saja sudah membuat seluruh tubuhku terasa hangat, dan merinding... Apalagi kalau mengingat....

"Ahjussi! Jangan kencing di situ! Itu bukan toilet!" teriak Min-hyuk oppa

Oooh... Dia jantan sekali, juga pemberani, dengan gagah bagaikan pangeran menghardik si ahjussi penyamun itu, dan menyelamatkan si putri cantik... Aku.

"Kau bicara padaku, Bocah Ingusan!" hardik si ahjussi
"Ahjussi, kau itu sudah salah malah bicaranya nyolot gitu, mau nantangin ya?"
"Apa!? Sini kamu, Bocah Ingusan!"

Si Ahjussi dengan sempoyongan berjalan ke arah Min-hyuk oppa, isyarat tangannya seolah ingin mengajak berkelahi, walau untuk berdiri tegak saja si Ahjussi tampak kesusahan. Oppa bangkit, tangannya terkepal. Aku tahu, dia pasti akan merangsek keluar dan membantu kawannya itu. Namun kalau dilihat dari situasinya, sepertinya Oppa tak perlu turun tangan. Si Ahjussi itu bertubuh kecil, mabuk, sempoyongan, dan seolah akan jatuh kapan saja. Sementara Min-hyuk oppa, dia begitu tegap, kuat, gagah perkasa, satu kali pukulan saja dijamin si Ahjussi akan langsung terjengkang, apalagi kalau dipukul dengan kotak yang dibawanya itu...

Eh, iya ya, kayaknya Min-hyuk oppa lagi bawa kotak. Kotak warna merah lacquer dengan penutup warna keemasan seperti kotak-kotak berisi perhiasan pada era Joseon dulu.

"Sadar, woy, sadar!!!"

Min-hyuk oppa berteriak dengan amat kencang, amat tegas, dan sumpah demi apa pun, itu keren banget. Si Ahjussi saja sampai keder dan hampir terhuyung jatuh diteriakin seperti itu. Lalu pelan-pelan dia melipir menjauhi rumah kami.

"Temen kamu keren banget" kata Abeoji sambil menepuk lengan Oppa
"Emang ya, kalau mahasiswa asli auranya beda" timpal Eomma
"Nggak kayak kamu tuh, Oppa" aku menyindir Oppa

Oppa menatapku dengan pandangan mata memprotes. Tapi, entah kenapa ada yang berbeda dari pandangan mata Oppa yang biasanya. Yang ini kelihatan berapi-api... Apakah...

"Annyonghaseyo!" Min-hyuk oppa memberi salam dengan suaranya yang tegas dan berwibawa itu.
"Hyeong, koq tumben ke sini?" tanya Oppa
"Lho, aku kan tadi udah kasih tahu lewat chat, emang nggak nyampe?"

Oppa tak bisa menjawabnya. Memang baru tadi hape kami diisi paketnya, dan sepertinya belum ada dari kami yang mengecek pesan.

"Wah, kalian lagi makan ya, mengganggu nih" kata Min-hyuk oppa
"Nggak lagi makan koq, cuman nongkrong-nongkrong aja" kata Abeoji
"Jung-a apa kabar?"
"B-Baik, Min-hyuk oppa" jawabku.

Semoga saja dia tak melihatku tersipu malu, tapi saat dia bertanya seperti itu, entah kenapa jantungku berdebar kencang, dan hatiku serasa terbang melayang. Seolah itu adalah suara terindah di dunia.

"Emangnya kamu ngapain ke sini, Hyeong?"
"Biasa, mau ngajakin Ki-jung jalan-jalan. Tapi pas aku bilang mau ke rumah Ki-woo, Harabeoji malah nitipin ini nih"

Min-hyuk oppa meletakkan kotak kayu merah yang dari tadi dia bawa ke atas meja. Kami menyingkirkan terlebih dahulu bekas-bekas camilan serta kaleng bir supaya bisa muat ditempati kotak. Ketika Min-hyuk oppa membuka kuncinya, kami pun penasaran menerka-nerka apa isinya. Kuharap sih makanan, tapi kalau nggak semoga itu baju buat aku. Hihihi.

Kotak pun terbuka, dan kecewalah kami semua, karena isi dari kotak itu hanyalah sebuah batu yang telah dipajang di atas pedestal.

"Ini dasaran bonsai ya? Bentuk batunya abstrak sekali" kata Abeoji mengagumi batu itu.
"Sebenernya sih selama wajib militer, Harabeoji sering mengumpulkan batu-batu dengan bentuk aneh. Ada yang ditaruh di ruang tamu, ruang belajar... Pokoknya sampai di mana-mana ada batu" kata Min-hyuk oppa

Oppa kemudian mengangkat batu itu dan mengamatinya. Kuperhatikan ada sinar mata yang berbeda saat Oppa mengamati batu itu. Sinar mata yang menunjukkan bahwa batu itu datang sebagai sebuah takdir.

"Harabeoji bilang, batu ini bisa membawa rezeki dan keberuntungan." kata Min-hyuk oppa
"Min-hyuk, batu ini sungguh simbolis" kata Oppa dengan nada bicara seolah terhipnotis.

Aku sendiri tertegun, karena belum pernah selama ini Oppa menunjukkan sikap seperti itu.

"Benar, seperti juga saat ini. Tolong nanti sampaikan terima kasih pada kakekmu ya" kata Abeoji
"Hh.. Dia kan gak bawa makanan..." gerutu Eomma

Aku menenangkan Eomma. Iya sih, Min-hyuk oppa ternyata nggak bawa makanan, tapi dia juga nggak bawa gaun buat aku, dan aku biasa aja tuh. Hihihi... Hhh... Kenapa dia nggak bawa hadiah buat aku ya...

"Jung-a, jalan yuk"
"Eh, apa?"

Aku tiba-tiba saja terkejut saat Min-hyuk oppa mengajakku tiba-tiba. Ya ampun, aku masih jelek gini, belum dandan dll dll, udah diajakin kencan ama Min-hyuk oppa?? Eotteoke!

"Sudah, sana jalan saja," kata Abeoji, "anak muda ya harusnya jalan-jalan di luar"
"Tapi jangan malem-malem baliknya" timpal Eomma

Entah kenapa aku malah menatap mata Oppa, seolah penting supaya dia merestuiku untuk kencan dengan Min-hyuk oppa.

"Ngapain liatin aku gitu, ya udah jalan sana, ganti baju, biar cantik" kata Oppa agak ketus.

Aku tersenyum jahil pada Oppa. Aku yakin sebenarnya dia cemburu aku jalan bareng Min-hyuk oppa, tapi ya mau gimana lagi? Aku juga kangen sama Min-hyuk oppa, dan dia pun tak setiap hari datang ke sini, datang pun kadang tidak ngajakin aku jalan. Sementara aku ketemu sama Oppa tiap hari, jadi kenapa? Nggak boleh kalau aku sekarang gantian bersenang-senang ama Min-hyuk oppa?

"Makasih banyak, Oppa-nya Ki-jung yang baik hati!" kataku.

Oppa hanya mendengus saja. Tak ingin terlalu kentara bahwa dia kesal, namun juga tak ingin menyembunyikan kekesalannya itu. Aku pun langsung saja masuk kamar, berdandan yang cantik sebisaku, dan memakai pakaian terbaikku. Tak perlu lama-lama, karena aku memang tak punya banyak pakaian bagus. Sebuah baby doll warna putih polka-dot cukup lah. Lagi pula aku punya firasat bahwa ke mana Min-hyuk oppa membawaku, pakaian apa pun yang kukenakan tidaklah penting.

"Jangan pulang malam-malam" kata Oppa saat aku akan keluar dari pintu.
"Tenang aja, Oppa sayang, dongsaeng-mu ini tidak akan membuatmu menunggu terlalu malam"

Entah refleks atau bagaimana, aku tiba-tiba mengecup pipi Oppa. Untunglah tidak ada yang melihat, dan jangan tanya soal keterkejutan Oppa, karena aku sendiri pun terkejut bisa melakukan itu. Entahlah, bagaimana ya, rasanya seperti mencium suami saat pamit untuk pacaran dengan pria lain... Yah, kayak gitu lah pokoknya. Supaya tidak menambah kecanggungan, aku pun langsung saja keluar, di mana Min-hyuk oppa, pangeran tampanku, sudah menungguku di luar menaiki kuda putihnya.

"Udah?" tanya Min-hyuk oppa
"Udah, mau ke mana kita?"
"Biasa"

Min-hyuk oppa memberikan kedipan mata nakal, dan aku hanya menghela napas panjang. Sia-sia deh aku dandan cantik-cantik malem ini...

=====================

Sebuah love hotel, agak jauh dari kawasan tempat tinggalku. Kamar 301. Kamar yang sama, hotel yang sama, kenangan yang sama. Aku duduk di ranjang ini, dan kasurnya pun masih terasa sama, seolah baru kemarin aku mendudukinya. Bahkan rasa-rasanya, tak ada sudut dari kamar ini yang sudah berubah.

"Mianhae, berhubung aku masih mahasiswa, maka hanya bisa nyewa kamar ini" kata Min-hyuk oppa
"Oh.. gwaenchana, kamar ini juga nggak apa-apa"

Aku melihat saja saat Min-hyuk oppa melepas jaketnya hingga hanya memakai kaus putih ketatnya. Bisa kulihat bagaimana otot dada Min-hyuk oppa yang bidang, serta otot perutnya yang berbentuk, yang dulu sering sekali kupegang, hanya untuk merasakan betapa perkasanya, otot-otot yang keras bagaikan kawat, yang memberiku rasa aman saat menempel di pelukanku.

"Tidak ada yang berubah..." kataku sedikit bergumam.

Lampu pun meredup, kini hanya tinggal lampu meja yang menyala jingga temaram, menciptakan bayang-bayang yang menonjol pada tubuh Min-hyuk oppa. Dan aku pun menahan napasku saat tubuh perkasa itu akhirnya dibebaskan dari kungkungan kausnya. Dengan bertelanjang dada, hanya mengenakan jins skinny saja, Min-hyuk oppa berjalan mendekat. Setiap langkahnya seolah telah diatur sedemikian rupa, sehingga menyamai detak jantungku yang kini berdegup amat kencang bagai dihantam godam.

"Aku kangen sama kamu, Jung-a"

Min-hyuk oppa duduk di sebelahku, dan aku merasakan detak jantungku semakin tidak karuan. Aku semakin gelisah, tapi berusaha untuk tidak menunjukkannya, meskipun aku yakin dia pastilah tahu.

"Mwo? Bukannya baru 2 minggu kemarin kita ketemu ya?"

Nada bicaraku agak-agak putus-putus, semakin kencang jantungku berdebar, semakin aku susah mengontrol tempoku dalam berbicara.

Min-hyuk oppa memegang daguku, dan jantungku seakan berteriak kencang. Melambat, namun menghantam amat hebat. Lalu perlahan-lahan wajahnya mendekat, dan ketika aku merasakan hembusan napasnya pada bibirku, aku memejamkan mata, dan di saat bersamaan seolah bibirku maju sendiri dan bertemu dengan bibirnya.

Aku bernapas dalam, namun pelan, bibirnya serasa hangat yang menjalar dan menenangkan jantung yang berdetak tak karuan. Semakin lama, detak jantung ini mulai seirama dengan nada ciumannya, hangat, bernafsu, membakar gairah. Kurasakan benda kenyal yang hangat dan basah menyodok menggeliat, seolah berusaha untuk menggeliat membuka bibirku. Aku merasa geli, merinding, dan entah kenapa di bagian pusat tubuhku, serasa ada lonjakan listrik yang menyebar ke seluruh badan. Si kenyal hangat itu masih memberontak berusaha untuk masuk, dan aku memutuskan untuk menyerah.

Kubuka bibirku, dan bagaikan anak kecil yang menyerbu toko permen, benda kenyal itu langsung masuk dan menyapu seluruh rongga mulutku. Lidahku pun secara refleks langsung berusaha menggapai lidah Min-hyuk oppa, seolah dia menemukan seorang teman untuk diajak bermain. Kedua lidah kami saling mengait bagai berpelukan, hangat, basah, dengan napas kami yang lembap saling mendengus, mendesah, berderu terengah-engah. Tanganku berkeliaran di belakang, mengacak-acak rambut, mengelus-elus punggung tebal, mencengkeram leher Min-hyuk oppa, apa pun itu, karena seolah ada sesuatu yang meluap dari dalam diriku, lonjakan-lonjakan listrik yang menyatu menjadi sebuah gelombang birahi raksasa, sebuah tsunami kenikmatan!

Min-hyuk oppa melepaskan ciumannya. Aku menarik napas panjang sambil mataku terpusat pada Min-hyuk oppa yang kini terlihat menjulang di atasku bagai menggagahiku. Tsunami itu sedikit mereda, dan aku menemukan diriku sudah terbaring di kasur. Entah kenapa aku bisa tak sadar sudah ada di kasur? Dan... Eotteoke, kenapa baby doll-ku sudah merosot sampai ke perut??

Aku langsung saja menutup dadaku, yang kini tinggal memakai beha warna tosca. Aku tak tahu apa yang kini kurasakan, bagiku kini Min-hyuk oppa terlihat menggairahkan, namun sekaligus mengerikan. Aku terpaku. Tatapan mata Min-hyuk oppa bagai menusukku dan memancangku di ranjang. Beku, tak bisa bergerak, namun di dalam bagaikan lautan yang bergelora.

Dengan gerakan yang lugas, Min-hyuk oppa membuka celananya, sementara aku hanya diam terpaku, menyaksikan saat celana itu pelan-pelan meluncur turun dari kakinya yang kokoh bagai tiang. Tenggorokanku tercekat, aku menelan ludah, dan pergolakan batin pun timbul. Andwe... Ki-jung, tutup mata... Tutup mata, Ki-jung! Anni... Jangan tutup mata, Ki-jung, kamu menginginkan ini... Kamu mencari ini, kamu mendambakan ini, bukan?

Bagaikan seekor monster, kontol Min-hyuk oppa yang sudah menegang terlontar keluar dari sarangnya. Aku melotot, setengah terkejut, setengah takut, namun juga diselimuti rasa penasaran. Berbeda dari kontol Oppa yang terlihat hangat, ramah, menyenangkan, membuatku selalu ingin memainkannya, bagai piaraan menggemaskan yang memikat siapa saja yang melihatnya; kontol Min-hyuk oppa terlihat lebih gelap, dewasa, ganas, dan lugas, bagaikan ular yang menghipnotis mangsanya sebelum menelannya, begitulah kontol itu berefek padaku. Membuatku terpaku dan pasrah, seolah melawan adalah sia-sia, dan patuh adalah keniscayaan.

Ki-jung... Suara itu tiba-tiba terngiang. Kau ingat aku, bukan? Kau menyukaiku, bukan? Kau ingat bagaimana aku menjelajahi tubuhmu, dan minum dari darah suci keperawananmu? Kini aku kembali, Ki-jung, bukalah cawanmu, berikan aku intisari kebirahianmu... Yah, iya, Oppa, Ki-jung akan patuh, Ki-jung akan jadi anak yang baik.

Seluruh tubuhku mendadak serasa kaku, seolah ada yang mengendalikan, dan aku tak kuasa bergerak. Napasku memburu karena gairah yang terus menerus bergelora, dan aku tak melawan saat Min-hyuk oppa menarik lepas baby doll-ku dan membuangnya entah ke mana, sehingga aku hanya tinggal memakai beha dan CD sama, tergolek di hadapannya.

"Oppa..."

Aku hanya bisa berbisik lemah ketika Min-hyuk oppa menyingkirkan tanganku, yang hanya bisa melawan dengan lemah dan enggan. Kontol itu, yah, kontol itu sudah menghipnotisku... Membuatku meledak-ledak di dalam dan tak kuasa melawan. Kini yang kupikirkan hanyalah bagaimana cara memuaskan api birahi yang terus membara ini. Gelombang tsunami yang menyapu hingga ke seluruh relung tubuh, panas, meledak-ledak, dan bergairah membara.

Dalam sekali renggut, behaku pun terlepas, dan kini Min-hyuk oppa bisa melihat kedua buah dadaku, dengan puting dan areola yang berwarna terang, yang baru tadi aku perlihatkan pada Oppa. Aku menarik napas panjang dan menahannya amat keras ketika Min-hyuk oppa, dengan sekali lahap memasukkan payudaraku ke dalam mulutnya. Aku tak bisa mengeluarkan napas, juga tak bisa bicara, hanya bisa merasakan sedotan mulutnya yang dengan kuat menyedot dadaku, namun pada saat bersamaan, lidahnya pun menggelitik dan melilit putingku, mengirimkan sengatan-sengatan listrik yang bergerak bagaikan kilat, dari putingku menuju ke seluruh sudut-sudut tubuhku.

"Aaaaaahhhhh...."

Min-hyuk oppa mengendurkan hisapannya pada dadaku, dan aku pun mulai bernapas pendek-pendek dan kencang. Lidahnya bermain di puting kiriku, sementara puting kananku dijepit oleh jari jempol dan telunjuknya. Kedua-duanya bermain secara sinkron, membuatku kelojotan, seolah kini seluruh saraf otonomku mengambil alih. Otakku serasa mati, banjir oleh serotonin, tak mampu berpikir apa-apa, hanya untuk memuaskan dahaga birahi ini; tak mampu mendengar apa-apa selain kecipak mulut Min-hyuk oppa yang memainkan putingku; tak mampu melihat apa-apa, hanya bayangan Min-hyuk oppa dan kontolnya yang membius.

Tanganku pun bergerak sendiri, dan mengusap serta mengelus-elus, terkadang mencakar punggung Min-hyuk oppa yang kini lengket, basah oleh keringat. Ooh... Mengapa bau keringat ini membuatku semakin bergairah? Feromon... Semakin menusuk, semakin membuatku terbakar... Tubuhku semakin basah, semakin lengket, dan keringat kami berdua pun menyatu. Aku sudah semakin kesetanan, tak lagi bisa membedakan apa pun. Kuciumi dan kujilati tubuh Min-hyuk oppa yang kekar, keras, perkasa, dan tetesan-tetesan keringatnya yang asin, gurih, bagaikan air surgawi, membuatku semakin menginginkannya, seperti unta yang kehausan di padang pasir, aku semakin menggebu. Kuambil air dari setiap jengkal tubuh Min-hyuk oppa yang bisa kuraih. Leher, dada, pundak, perut, aku tak peduli.

Aku haus... Aku dahaga... Ciumanku terus bergerak menjelajahi semua bagian depan tubuh Min-hyuk oppa. Aku suka ototnya yang basah dan lengket serta keras menempel pada wajahku, menempel pada tubuhku, menempel pada dadaku yang bulat. Kuciumi semuanya seolah tak ingin lepas, hingga akhirnya hidungku mencium sebuah aroma yang tak asing. Aroma yang berbeda dari aroma keringat biasa. Dan kontol itu terbaring di sana seolah meledekku, di atas ranjang tipis bulu kemaluan yang hitam.

Aku berdiri sejenak, menatap sasaran utamaku. Ulat besar yang berurat, yang lubang segarisnya seolah meledekku. Kulepas satu-satunya kain yang masih tersisa di atas tubuhku, CD-ku, yang kini pasti sudah amat basah. Kini lengkaplah sudah kami bertelanjang berdua, bagai orang zaman dahulu yang hendak memberi persembahan pada dewa. Aku berjingkat dan membaringkan diri secara terbalik pada badan Min-hyuk oppa, sehingga aku tepat langsung menghadap pada kontolnya. Soal apakah memekku juga tepat berada di hadapannya, aku tak tahu. Sejujurnya, aku bahkan tak peduli. Kini di mataku hanya ada kontol ini, yang telah menantangku untuk memberinya kepuasan.

Tepat ketika kuraih kontol itu dalam genggamanku, aku juga merasakan pahaku dibuka sehingga bibir pada memekku pun terasa ikut pula melebar. Min-hyuk oppa kini bisa melihat memekku yang seutuhnya. Aku merasa amat malu, pipiku pasti amat merona merah, dan anehnya, meski Min-hyuk oppa tak menahan pahaku dengan terlalu kuat, pahaku seolah menegang sendiri, mencegahnya untuk menutup, dan dengan itu memberikan Min-hyuk oppa sebuah akses tak terhalangi pada memekku.

Aku kemudian mulai mengocok kontol itu. Keras, tak seperti milik Oppa yang berawal dari lembek. Mungkin Min-hyuk oppa sudah sangat terangsang sewaktu mulai. Kulihat saat dilepas dari sarangnya tadi, kontolnya sempat memantul seperti pegas. Kulupnya sudah terbuka sepenuhnya, dan tak bisa lagi kubuat menutupi kepalanya yang besar. Genggamanku pun berasa penuh dengan kontol ini, dan urat-uratnya pun terasa seperti guratan pada genggamanku.

"Aiiiihhh..."

Konsentrasiku pada kontol itu terpecah karena memekku merasakan sengatan dingin yang tajam serta geli, menyebar ke penjuru selangkanganku. Min-hyuk oppa rupanya sedang meniup memekku. Aku semakin malu, dan bisa kurasakan ada sesuatu yang mengalir dari lubangku, membasahi hingga ke klitoris dan bergerak turun ke area pubisku...

"Heighhh..."

Aku tersentak saat sesuatu yang basah tiba-tiba menyapu dari sisi atas ke bawah memekku (pada posisi ini bagian atas dan bawah terbalik) dan seperti mengepel cairan yang merembes dari sana. Belum sempat aku mengatur napas, ujung benda kenyal itu kini bermain-main, menyapu-nyapu dan menotol-notol bagian dari kedua labia, gerbang memek, dan... Aaaah... itilku.

"Kyaaaaa..."

Kali ini rasanya seperti ada vacuum cleaner yang menutup dan menyedot permukaan memekku, lalu benda kenyal, basah, memainkan seluruh bagiannya. Dari luar ke dalam, dalam ke luar, sedot, tarik, nikmatnya, ngilunya berasa hingga seolah otakku ditarik dari arah memek. Aku mencoba berontak, tapi kini Min-hyuk oppa menahan kedua pangkal pahaku hingga tak bisa bergerak, bahkan tangannya pun menahan supaya pantatku tetap tersibak, kalau dari atas pastilah aku mirip seperti kodok. Kodok berkulit putih mulus yang basah berkilauan. Aku berteriak tertahan, mendeking, memekik, tapi aku tak bisa apa-apa... Aku berpegangan pada kontol Min-hyuk oppa seolah itu akan membantu, namun malah membuatku semakin melayang. Kontol itu pun kini terasa berkedut-kedut dan semakin mengeras. Ujungnya basah oleh cairan mazi yang kini mengalir bagai air. Dan entah kenapa, kepala kontol yang berkilatan oleh cairan mazi itu, berkilauan di tengah cahaya temaram, terlihat amat menggoda. Terlihat amat menyenangkan... Aku bagai anak kecil yang kini memegang lolipop, dan dalam otakku, hanya ada satu yang harus dilakukan...

"Haaappp...Hmmpffh... Hmmphhh..."

Kontol itu kini memenuhi mulutku. Kujilat-jilat dengan mulut terbuka menaungi kepalanya, kucicipi dan kusapu semua cairan mazinya. Enak, gurih, asin, aaaah, rasa apa ini?? Kenapa setiap tetesannya jauh lebih nikmat dari keringat Min-hyuk oppa tadi? Kini kuemut kontol itu, kucium, kujilati dari pangkal ke ujung, pangkal ke ujung, kuremas pelan kantung jimatnya, lalu kumasukkan kontol itu ke dalam mulut hingga ujung kepalanya menyentuh anak tekakku. Tenggorokanku tertutup, dan memicu rasa ingin muntah, tidak nyaman, tapi entah kenapa aku tak bisa berhenti. Kumasukkan, tahan, keluarkan, hingga tenggorokan dan lambungku beberapa kali berontak. Ini seperti orang yang menyiksa diri, tapi entah kenapa aku tak bisa berhenti.

Kuusap kepala kontol itu dengan lidahku, kucium dan sesekali kusedot mazinya, bagai lebah yang menyedot madu dari bunga. Setiap kali kusedot, kurasakan sentakan dari memekku, dan Min-hyuk oppa serasa menyedot balik dengan kuat dan tajam. Kurasakan bibir dan memekku dikenyot-kenyot, ditarik oleh bibir Min-hyuk oppa yang tebal dan hangat, lalu lidahnya menekan itilku dengan kuat, mengirimkan sensasi sengatan yang terasa hingga ke ubun-ubun. Kedua tangan kekar Min-hyuk oppa mencengkeram pantatku erat-erat, membuatku geli pada bagian selangkangan seputar memekku.

Kombinasi ini... Sungguh tak bisa diceritakan dengan kata-kata. Aku mulai tidak konsen dengan seponganku pada kontol Min-hyuk oppa, hanya kukeluar masukkan sembarangan saja, sekadar menjaganya supaya tidak kempes. Mataku terpejam erat, karena apa yang ada di dalam diri ini susah untuk kutahan, bagai balon yang terus dipompa dan siap untuk meledak. Gelombang-gelombang birahi kini terasa meluap-luap, dan semua seolah-olah berlomba-lomba menuju ke satu titik... Titik yang saat ini dengan telaten digarap oleh mulut dan lidah Min-hyuk oppa. Setiap aku menahannya, dorongannya hanya seolah menjadi semakin kuat dan semakin kuat. Bola mataku kini terbalik, kontol Min-hyuk oppa hanya kupegang asal, rasa ini sungguh luar biasa, aku sudah tidak kuat lagi... Aku...

"AAAAAAAHHHHHHHHH!!!!!!!!"

Semua terasa gelap, aku tak bisa melihat atau mendengar apa-apa... Telingaku serasa penuh dengungan, dan aku merasa tekanan yang memenuhi seluruh tubuhku meluncur keluar dengan hebat, dari ubun-ubun, memancar keluar dari memekku. Entah berapa lama, tapi terasa seperti selamanya, tubuhku gemetar dan mengejang hingga amat hebat. Aku sudah kehilangan pikiran, kehilangan rasa, hanya bagai boneka kertas mengikuti saja ke mana birahi ini melanda. Lalu segala sesuatu menjadi seperti mimpi bagiku.

Bagaikan berada di awang-awang, aku hanya diam saja saat tubuhku dibalikkan dan ditaruh perlahan di atas kasur. Pengelihatanku masih setengah kabur, setengah berbayang, bagaikan berada di bawah air, namun aku tetap bernapas. Kulihat Min-hyuk oppa membuka tangan dan kakiku. Perlahan-lahan aku mulai bisa merasakan: tubuhku yang lengket oleh keringat, bau anyir asam menyeruak, kamar yang terasa gerah, memek yang basah mengalir, lalu Min-hyuk oppa berdiri di hadapanku, dengan kontolnya yang tampak jelas sekali di mataku.

"O-Oppa..."
"Saranghae, Jung-a..."

Min-hyuk oppa merebahkan diri di atasku, lalu aku merasakan bibir hangatnya di atas bibirku, mulutnya yang terbuka seolah meniupkan napas kehidupan. Dengungan di telingaku perlahan menghilang, dan dunia pun seolah kembali. Min-hyuk oppa lalu berbisik kembali di telingaku, "saranghae", kemudian mengulum daun telingaku, membuatku kegelian. Aaah, Min-hyuk oppa benar-benar tahu kelemahanku...

Deg!

Sebuah benda keras tapi kenyal tiba-tiba menekan bibir memekku. Itu membuatku tersadar seketika. Aku tahu apa itu, bahkan tanpa perlu melihatnya. Min-hyuk oppa berdiri, kemudian memegang kedua kakiku, mengangkatnya ke atas, lalu kontolnya digerak-gerakkan menyentil-nyentil dan mengusap-usap bibir memekku. Jantungku yang tadi sudah mulai tenang mendadak kembali berdetak kencang.

Dalam setiap usapan, kontol itu ditekan semakin kencang, semakin membuka jalan untuk memasuki memekku yang memang sudah basah ini. Pertama kurasakan kepala kontol itu menyumpal bagian luar memekku, lalu bagaikan ular, kontol itu menyeruak makin ke dalam. Aku seolah berhenti bernapas. Memekku terasa penuh, dan rasanya sakit saat jalan kecil itu dipaksa untuk membuka selebar itu. Aku bernapas terengah-engah, pendek dan cepat, keluar dari mulut, seluruh syaraf dalam tubuhku serasa menegang, dan aku berusaha menolak, namun Min-hyuk oppa lebih kuat dalam menahanku. Keringat dingin kembali bercucuran, dan aku merasa panas dingin, saat kontol itu dengan goyangannya yang luwes melata semakin dalam, membuka gua menuju ke rahimku lebih jauh lagi.

"Ki-jung-a..."

Aku menatap ke arah Min-hyuk oppa yang memanggilku. Mata kami bertatapan, dan sejenak aku menemukan secercah sinar teduh yang memancar, mengurangi rasa sakit yang kini menjalar ke seluruh tubuh. Min-hyuk oppa memegang pipiku, kemudian wajahnya mendekat padaku, sementara ular kecil itu kurasakan berdenyut-denyut di dalam memekku. Dia menciumku dengan hangat, dan sejenak semua rasa sakit pun terlupakan. Lidah kami saling berpagut, dan aku memeluk erat Min-hyuk oppa, mencari perlindungan darinya, hingga...

"Hmmmmmhhhhh...."

Teriakanku tertahan saat Min-hyuk oppa tiba-tiba mendorong kontolnya hingga masuk seluruhnya. Rasanya sakit sekali, walau ini bukan kali pertamaku. Aku mengatupkan mulut dan menutup erat mataku, sambil mengatur napas, berusaha untuk beradaptasi dengan adanya batang di dalam tubuhku, yang kurasakan seolah ukurannya berkali-kali lipat dari yang sebenarnya. Ototku mengejan, menegang, dan aku yakin dia akan merasakan kontolnya dicengkeram dengan amat erat oleh memekku, seolah ingin menghancurkan benda asing ini.

Namun kembali Min-hyuk oppa menciumi bibirku, melakukan french kiss, bahkan mencupang leherku. Tangannya dengan aktif meremas lembut toketku, memainkan putingnya, hingga aku pun semakin menikmati, semakin tenang, lalu kurasakan batang asing itu kini seolah tak lagi mengancam, dan otot-otot memekku pun mengendur hingga menjadi semacam cengkeraman hangat.

Pinggul Min-hyuk oppa bergerak dengan amat lembut dan perlahan, mengirimkan jutaan sengatan listrik ke seluruh tubuhku. Sakit, sekaligus juga nikmat, karena Min-hyuk oppa juga memainkan kedua toketku dengan lembut. Perlahan-lahan, kurasakan gua yang tadinya mencengkeram erat kini semakin lembap, dan gerakan kontol Min-hyuk oppa pun makin lama semakin lancar. Sengatan yang tadinya pelan itu menjadi semakin cepat dan menjalar, mengirimkan gelombang kenikmatan yang seolah melanda dari memekku ke seluruh tubuhku. Pada saat ini, aku sudah tidak tahu lagi apa yang terjadi pada diriku, atau apa yang kulakukan. Aku hanya membiarkan nafsuku mendikteku, mendikte apa yang harus kulakukan untuk membalas Min-hyuk oppa

Di kamar ini, pada pertempuran birahi ini, ketika tubuh kami bersatu, kami sudah tak lagi peduli akan waktu. Aku tak lagi menghitung berapa kali aku mengalami orgasme. Aku hanya tahu pastinya sudah berkali-kali, karena aku sudah dimabukkan oleh kenikmatan birahi. Semakin lama, aku semakin lemas dalam setiap gelombang birahi yang terlepas. Sementara Min-hyuk oppa masih sedemikian perkasa dengan kontolnya yang masih keras. Walau begitu aku tetap bertekad melayaninya meski tubuh ini sudah bagaikan boneka kertas.

"Min-hyuk oppa... Kamu masih lama?"
"Kamu sudah lelah, Ki-jung-a?"

Aku mengangguk lemah.

"Mianhae, sabar ya, sebentar lagi aku keluar"
"Ne..."

Pada saat ini aku sudah tak lagi memegang kendali akan tubuhku, hanya nafsu saja yang masih bertekad untuk mengimbangi Min-hyuk oppa, walau tenagaku semakin terkuras. Pelan-pelan, kurasakan kontol Min-hyuk oppa terasa berbeda. Kali ini terasa menggembung, terasa penuh, dan... berdenyut-denyut. Min-hyuk oppa mempercepat gerakannya. Ah, ini dia, yang ditunggu-tunggu...

"SRRRRR!!"

Orgasmeku yang kesekian pun kembali meledak, walau tak seheboh sebelumnya, lalu kurasakan juga dari balik cairan cintaku, kontol itu semakin menghangat dan membesar. Min-hyuk oppa dengan cepat mencabut kontolnya, lalu mengocoknya tepat di dadaku.

"CROOT! CROOT! CROOT!"

Air mani pun memancar di atas dada dan perutku. Untuk kedua kalinya dalam hari ini, tubuhku kembali bermandikan oleh peju, bercampur dengan keringat dan minyak yang keluar. Min-hyuk oppa langsung roboh di sebelahku begitu seluruh maninya sudah terperah habis. Aku diam sejenak, mengatur napasku, sebelum akhirnya memeluk Min-hyuk oppa.

"Gomapta, Oppa"

Min-hyuk oppa hanya mengangguk lemas, kemudian dia menarikku, dan kami pun tidur berpelukan.

=====================

Aku tak tahu berapa lama kami tidur, tapi pastinya tidak lama. Udara sudah tak lagi gerah, dan bau anyir asam menyengat pun sudah tak lagi tercium. Namun lampu masih diatur supaya temaram, saat aku dan Min-hyuk oppa berpelukan dengan mesra.

"Kamu masih hebat seperti yang dulu, Jung-a" Min-hyuk oppa membuka percakapan.
"Jeongmal? Seperti yang kapan?" tanyaku.
"Yang pertama"
"Jeongmal?"
"Ne, kita ML tadi mengingatkanku sama waktu kita pertama kali ML; saat itu kita kucing-kucingan biar nggak ketahuan sama oppa kamu"
"Sia-sia aja, dia tahu koq"
"Jinjja?"

Aku mengangguk.

"Oppa saat itu tahu kalau kita di kamar, dan kamu lagi ada di atasku, dan kita berdua nggak pakai celana... Aku ngelihat dia ngintipin dari balik pintu"
"Koq kamu nggak bilang?"
"Apa gunanya? Oppa nggak bilang juga, kan?"

Min-hyuk oppa hanya mendengus saja.

"Terus gimana?"
"Ya mau gimana lagi? Dibahas pun nggak ada gunanya, kan? Untung aja soal itu buat Oppa dianggep nggak sepenting kayak hubungan persahabatan kalian. Kalau aku nggak salah, kamu juga beberapa kali ngebantuin Oppa biar dapet cewek kan, di sekolah?"
"Iya sih"

Min-hyuk oppa memelukku lebih erat lagi.

"Sahabat kayak Ki-woo itu bener-bener langka"
"Iya, jadi Min-hyuk oppa tolong jangan kecewakan dia"
"Enggak lah... Malahan ada yang pengen kuomongin ama oppa kamu"
"Soal apa?"
"Ada deh, pembicaraan antar cowok. Semoga aja oppa kamu setuju soal yang mau kuomongin"
"Penting banget ya?"
"Ya, gitu deh"

Aku hanya mengangguk saja, tidak mau mengungkit lagi. Kulihat jam pada hapeku, dan sepertinya sudah mendekati batas dari jam malam.

"Min-hyuk oppa, kayaknya kita kudu pulang deh, kamu juga mau ngobrol banyak ama Oppa, kan?"
"Iya, padahal aku masih kangen ama kamu"
"Kamu kan bisa berkunjung kapan aja"
"Kayaknya ke depannya bakal nggak bisa deh"
"Emang Min-hyuk oppa mau pergi jauh?"
"Iya, aku bakal ikut pertukaran pelajar ke Amerika"
"Hah? Serius??"
"Makanya, berat juga nih kudu ninggalin kalian, apalagi kamu"
"Halah, gombal, kamu pasti juga punya pacar lain kan? Aku kan cuman kamu anggep TTM aja"
"TTM juga tetep aja yang paling aku sayang"
"Bohong banget, udah ah, aku mau mandi, ntar dicariin ama Abeoji malem-malem belum balik"

Aku berontak dari pelukan Min-hyuk oppa, dan berjalan ke kamar mandi dengan sikap agak ketus. Ya, aku marah sekali saat ini kepada Min-hyuk oppa. Gimana enggak? Dia lama nggak datang, sekalinya datang ngajakin ngentot, udah selesai, puas, tiba-tiba ngomong kalau dia mau pergi jauh dan lama. Siapa yang nggak kesel, coba?? Emangnya aku ini apaan?? Tempat buang sperma dia doang?? Coli aja sekalian, nggak usah perlakuin aku kayak gitu, dasar babo!

Keran kubuka, dan air pun mengalir terjun dari shower, dan aku pun berteriak sambil memukul dinding. Aku masih kesal saat air shower membasahi seluruh tubuhku. Rasanya aku ingin segera menggosok dan mengenyahkan semua bekas-bekas persetubuhan ini dari tubuhku. Jijik rasanya ada bekas-bekas partikel dari si Baramdungi dari bekas kami bercinta. Muak aku. Sudah tak lagi bersisa nikmatnya persetubuhan kami, sekarang aku muak, aku marah, aku jijik, aku...

Pikiranku mendadak terdiam saat kurasakan ada yang memelukku dari belakang.

"Mianhae, Jung-a"

Tiba-tiba saja semua pemikiran kemarahan itu luruh. Aku berbalik dan Min-hyuk oppa ada di sana, merengkuhku dalam pelukannya. Aku menatap matanya, dan entah kenapa tiba-tiba aku menangis. Aku membenamkan wajahku di dadanya dan menangis sejadi-jadinya di bawah kucuran air shower. Aku memukul-mukul dada Min-hyuk oppa pelan, dan dia pun merengkuhku semakin erat. Kemudian, hanya ada keheningan di balik suara air yang mengucur.

================================
Daftar Istilah dalam Bahasa Korea
================================


  • Yeobo = Diucapkan oleh pasangan suami istri untuk menyebut pasangannya. Sering diartikan sebagai "sayang"
  • Arasseo = "Baiklah", "Mengerti", "Paham"
  • Mwo = Ekspresi keterkejutan, sering diartikan sebagai "Apa!?"
  • Geurom = "Tentu saja"
  • Dongsaeng = Kata umum untuk menyebut "adik". Berbeda dengan penyebutan untuk kakak, "Dongsaeng" berlaku secara umum untuk menyebut adik laki-laki atau perempuan, diucapkan oleh kakak laki-laki atau perempuan
  • Gaebul = Urechis unicinctus, sejenis spesies cacing sendok laut yang disebut sebagai "ikan penis" karena kemiripannya dengan penis pria. Dianggap sebagai salah satu makanan lezat di Korea
  • Gomapta = "Terima kasih" (versi agak sopan)
  • Babo = "Bodoh"
  • Johayo = "Suka"
  • Kiyowo = "Cantik", "Imut", "Manis"
  • Omo = Ekspresi keterkejutan, seperti kata "Wow" atau "Astaga"
  • Aigoo = Ekspresi keterkejutan, memiliki arti sama seperti "omo", tetapi lebih kuat
  • Ahjussi = Secara literal berarti "paman", namun sering digunakan sebagai sebutan kepada laki-laki yang lebih tua meski bukan keluarga
  • Hyeong = Cara laki-laki menyebut "kakak laki-laki" atau laki-laki yang sepantaran namun berusia lebih tua darinya
  • Harabeoji = "Kakek", juga untuk menyebut laki-laki yang jauh lebih tua atau sudah sepuh
  • Mianhae = "Maaf"
  • Andwe = "Jangan"
  • Saranghae = "Aku mencintaimu"
  • Jeongmal = "Sungguh", dalam konteks di atas dijadikan kata tanya sehingga berarti "Benarkah?"
  • Jinjja = Memiliki arti sama dengan "jeongmal", tetapi lebih kuat
  • Baramdungi = "Playboy"

================================
 
ane nonton filmnya dulu om..baru balik lagi buat baca biar ngarti alurnya..
 
Mantul bangetttt, plis jgn ada Milfnya. Orang tua jgn dikasi sex scene gua jamin meledak pembacanya :D
 
Bimabet
Hmm, bagus juga..
Menyisipkan adegan mesum & seks di antara adegan di film sebenarnya..
Ditunggu cerita selanjutnya hu..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd