Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Ceritanya cair banget, kaya liat realita sekitar aja.....
Tapi kapan mau lanjut nih...
 
:mantap: ni biasanya klu apdet abis buka puasa

Ada ss nya kah?

Ada ya hu..ada ya....

Plis...
 
asikkk...hari ini ma kmaren byk yg pd apdet....dr thread2 yg lama ga apdet...haha...
 
Bimabet
Tiba-tiba saja sekelebat sosok tubuh langsung memeluk dan merangkul tubuhku erat. Membuatku sulit untuk bergerak dan melepaskan pukulan lagi. Aku coba berontak untuk melepaskan diri, tapi pelukan itu terlalu kencang. Semakin aku berontak, semakin kencang dia merangkulku.

"udah.. udah Gilang.. cukup.. Istighfar..hiks hiks" bisiknya ditelingaku.

Entah karena pelukannya, entah karena bisikannya atau karena tenagaku yang mulai habis. Aku menghentikan rontaanku dan secara perlahan kesadaranku kembali datang. Agak cukup lama aku mengatur nafas dan menenangkan emosi diriku, sampai aku menyadari siapa sosok yang memeluk dan menenangkanku. Sosok yang sangat aku kenal, Mala. Merasa aku sudah tenang dan bisa dikendalikan, perlahan Mala mengangkat wajahnya memandangku. Tampak air mata yang sudah membasahi kedua pipinya. Bibirnya yang merah merekah tampak terbuka dan bergetar.

"Istighfar.. Istighfar.. " ucapnya sambil membelai wajahku.

Mala kemudian bangun dan membantuku untuk bangkit. Saat berdiri aku merasakan begitu sakit di rusuk kiriku. Arrgh manteb juga tendangan anak itu. Agak susah payah aku bangkit sambil menahan sakit, Aku lalu melihat keadaan sekitar, tampak beberapa orang warga yang menyaksikan kejadian ini dan memperhatikan kami. Termasuk juga keempat anak buah lainnya yang tadi kulumpuhkan.

"ayo ikut saya" ucap Mala sambil menarik tanganku. Aku hanya menurut dan mengikuti Mala berjalan. Saat lewat didekat keempat si anak buah, aku berkata dengan lantang,

"lu ingetin neh muka gua ya! Kalo lu orang masih gak terima, cariin gua!" bentakku yang tidak dijawab oleh mereka. Mendengar perkataanku itu, Mala makin mempercepat langkahnya dan menarik tanganku pergi menjauh darisana.

"kamu bawain motor itu ya dek" ucap Mala entah kepada siapa.

"ayo naek" ucap Mala kepadaku, memintaku untuk segera naik keboncengan sepeda motornya. Aku hanya menurut saja dan diam, tanpa tahu kemana Mala akan membawaku. Mudah-mudahan bukan ke kantor polisi. Posisiku yang di bonceng oleh Mala otomatis membuat seluruh rongga pernafasanku dipenuhi aroma parfumnya. Aku bahkan tidak berusaha menghindar dari terpaan rambutnya yang tertiup oleh angin di wajahku. Rambutnya harum sih.

"mau kemana kita?" tanyaku memecah kebisuan. Mala hanya diam tak menjawab.

"motor Bonar tadi gimana?" tanyaku lagi tak lama kemudian. Mala masih tetap diam. Aku jadi ikutan diam.

"awas masuk angin. Naek motor pake rok begini" gumamku pelan. Mengomentari rok bahan jeans selututnya.

"iihh.. Sempet-sempetnya!" hardik Mala marah lalu mempercepat laju sepeda motornya menjadi 40 km/jam. Itu udah kebut banget menurut dia.

Setelah itu tak ada obrolan atau pembicaraan diantara kami selama perjalanan. Sekitar lima menit perjalanan, Mala membelokkan motornya kesebuah rumah yang cukup besar.

"ini rumah tante saya, ayok masuk" ucap Mala. Aku kembali hanya mengikutinya dari belakang. Aku kemudian masuk dan duduk diruang tamu rumah tersebut, sementara Mala langsung masuk kedalam. Tak berapa lama kemudian datang seseorang yang mengendarai sepeda motor Bonar. Dari usianya aku memperkirakan dia lebih muda 2 atau 3 tahun dari kami. Dari kaos AC Milan yang dipakai, aku menduga dia adalah adik Mala.

"ini kak kontaknya" ucap anak itu sambil meletakkan kontak motor Bonar diatas meja lalu duduk didekatku

"iya, makasih ya"

"lama amat dek" ucap Mala yang keluar dari dalam.

"nelpon ayah dulu" jawabnya

"ini adek saya, Raka" Mala mengenalkan adiknya

"ini mbak minumnya" ucap seorang gadis yang muncul dari dalam, sepertinya sebaya dengan adik Mala.

"iya makasih ya Wik. Nah kalo yang ini Wiwik, sepupu saya" Mala kembali mengenalkan.

"minum dulu" lanjut Mala kepadaku sambil menyodorkan gelas air putih itu. Langsung kuambil dan habis kuminum.

"minumnya lagi gak kak Gilang" tanya Wiwik

"gak usah, makasih ya" jawabku

"kok kamu udah kenal Wik?" tanya Mala heran mengetahui sepupunya tau namaku.

"kenal lah. Tau aja sih, gak kenal hehehe"

"pada kemana kok rumah sepi?" tanya Mala lagi sambil menyiapkan baskom dan air es.

"pergi semua, kondangan. Saya ditinggal sendirian"

"sini saya kompres, biar gak bengkak" lanjut Mala sambil memeras handuk kecil didalam baskom berisi air es. Mala lalu mengompres wajahku, tampak matanya yang sembab karena habis menangis.

"mbak kok gak cerita kalo pacaran sama kak Gilang" ucap Raka yang mengejutkan kami.

"beneran?" tanya Wiwik antusias dan duduk di dekat Raka. Aku dan Mala hanya diam tak menjawab pertanyaan mereka. Mau jawab apa coba?

"yah.. Kirain masih jomblo, gak taunya ama mbak Mala" gumam Wiwik. Yang membuatku dan Mala otomatis memandang heran kearahnya. Merasa dipandangi seperti itu, Wiwik lalu melanjutkan,

"hehe gak, maksud saya ada kawan saya yang ngefans sama kak Gilang. Kalo saya kasih tau kak Gilang ada disini, dia pasti langsung kesini"

"masa' sih? Kenapa?" tanya Mala

“gara-gara liat kak Galang tanding bola. Keren mbak.." jawab Wiwik

"iya. Kapan-kapan maen sama saya ya kak. Kalo ada kompetisi, mau kan" tanya Raka padaku

"iya gampang" jawabku

"biasanya kalo maen di pinjem gitu, dibayar berapa kak" tanyanya lagi

"dibayar pake nasi bungkus, hehe" jawabku

"hihi kak Gilang lucu deh. eh kak kak, kawan saya, saya suruh kesini aja ya. Kasih tau kalo kak Gilang disini" ucap Wiwik sambil mengambil hape dari saku celananya.

"yaudah gak papa" jawabku

"gak usah! Mau ngapain sih" sahut Mala cepat

"kawan saya itu kan..."

"gak usah! Udah sana kalian masuk kedalem aja. Ngapain sih nimbrung disini" sergah Mala

"kamu kenapa sih, kok.." ucapku tidak selesai karena langsung dipotong Mala

"udah kamu diem aja. Buka kancing baju kamu. Kompres sekalian rusuk kamu itu, daritadi kamu pegangin terus. Sakit kan?" ucap Mala

"kalian nungguin apa? Masuk!" perintah Mala pada mereka berdua. Raka dan Wiwik seperti keberatan dan memandang kearahku

"udah, biar disini aja kenapa sih. Ngobrol-ngobrol bareng" aku coba membela. Raka dan Wiwik manggut-manggut.

"kamu, buka kancing bajunya! Kalian, masuk kedalem" perintah Mala pada kami.

"emang begini ya?" tanyaku pada Raka dan Wiwik. Menanyakan tentang Mala, yang dijawab dengan anggukan kepala oleh mereka berdua. Mala malah melototi mereka berdua.

"otoriter" gerutu Raka sambil masuk kedalam

"diktator" Wiwik berkomentar dan menyusul Raka masuk kedalam.

"imut" aku juga ikut berkomentar

"gak usah ngegombal! masih belum dibuka juga?" ucap Mala melihat aku belum membuka kancing bajuku.

"bukain..." ucapku manja

"ish.. Buka sendiri lah"

"yaudah kalo gak mau bukain"

"yaudah"

"yaudah"

"yaudah"

"pulanglah..." ucapku pura-pura berdiri

"eh iya iya" cegah Mala sambil menahan tanganku

Aku lalu kembali duduk bersandar di sofa ruang tamu itu dengan senyum kemenangan. Awalnya Mala tampak ragu-ragu, lalu mulai menggerakkan tangannya perlahan menyentuh kancing bajuku sebelah atas. Dengan seksama dia mulai membuka kancing bajuku. Raut wajahnya yang tampak sangat kikuk. Mala melirik sebentar kepadaku, merasa sedang diperhatikan dia melanjutkan membuka kancing bajuku lainnya sambil menunduk. Moment yang sangat spesial dan berlangsung perlahan membuat semuanya terekam indah dikepalaku. Aku merasa layaknya seorang suami yang baru pulang kerja dan dibukakan baju oleh istri. Ah ngelantur kan.

Setelah selesai membuka seluruh kancing bajuku, Mala mengangkat kaos dalam merk Hings ukuran 32 yang kupakai. Sehingga menampilkan kondisi rusuk kiriku yang lebam merah kebiruan. Dengan perlahan Mala menyentuh rusuk ku, mengusap dan membelainya lembut. Mala lalu mengangkat wajahnya, memandangku dengan tatapan khawatir yang sendu. Aku hanya tersenyum, berusaha menghapus rasa khawatir di wajahnya.

Saat kuperhatikan wajahnya, tiba-tiba saja mata itu kembali memerah dan berkaca-kaca. Kemudian tanpa bisa dicegah, tumpahlah air mata itu membasahi pipinya. Mala lalu mengompres rusukku tanpa memperdulikan air matanya yang jatuh dan mengalir deras.

Dengan perlahan aku membelai dan mengusap pipinya, menghapus linangan air matanya. Aku kemudian meraih dagunya, mengarahkan agar wajahnya menghadap dan menatap mataku. Aku menatap dalam-dalam mata itu, berusaha mencari jawaban atas penyebab tangisannya itu.

"jangan nangis. Jangan buang air mata kamu untuk orang kayak saya. Saya gak pantes untuk kamu tangisin" ucapku lembut.

'hiks hiks.. hiks hiks.. Ini semua gara-gara saya kan? Gara-gara saya kamu jadi.. huu huu huu.." bukannya berhenti menangis, Mala yang awalnya berusaha sekuat mungkin untuk meredam tangis pada akhirnya tak kuasa menahannya lebih lama lagi. Meledaklah suara tangis dan kucuran air matanya pun semakin deras. Aku paling tidak bisa melihat wanita menangis, apalagi wanita seperti Mala. Bawaannya pengen meluk sama nyium aja.

Seakan tak kuasa menahan kesedihannya, Mala lalu memeluk erat tubuhku dan menyembunyikan wajahnya didadaku. Badannya terasa terguncang karena tangisannya. Tapi menurutku, menangis adalah salah satu cara alami untuk melepaskan kegundahan hati dan meluapkan emosi saat ini. Setelah menangis nanti, aku yakin dia pasti akan merasa lebih baik. Sambil menunggu tangisnya reda, Aku membelai dan mengusap rambut indahnya dengan lembut, berusaha untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan padanya.

"cup cup cup cup.." aku menciumi kepala Mala yang tepat berada dibawah mulutku. Niatnya cuma sekali tapi karena rambutnya wangi, kuberi bonus tiga kecupan lagi.

Cukup lama Mala menangis di dadaku, sementara aku masih tetap mengusap rambutnya sambil sesekali menciumi rambutnya. Setelah agak lama, badannya sudah tidak berguncang lagi menandakan tangisannya yang mereda. Mala mengangkat wajahnya menatapku, tanpa melepaskan pelukannya. Wajahnya yang menengadah berjarak sangat dekat dengan wajahku.

Kembali kuusap linangan air matanya, kembali kubelai rambutnya. Dan kukecup keningnya dengan lembut. Mala hanya diam dan terpejam ketika aku mencium keningnya. Ciumanku lalu turun kebawah, mengecup bergantian kedua matanya yang telah banyak mengeluarkan air mata. Lalu turun lagi mengecup hidung bangirnya yang juga memerah karena menangis. Mala hanya diam dengan semua perlakuanku, bahkan seolah meresapinya. Kupandangi indah bibirnya, bibir merah merekah yang sedikit terbuka. Kuturunkan kepalaku lebih rendah, mengarahkan bibirku menggapai bibirnya. Mala malah sedikit memajukan kepalanya untuk menyambut kedatangan bibirku.

Ketika kedua bibir kami bersentuhan, Mala memejamkan matanya. Seolah menikmati dan menghayati pertemuan kedua bibir kami. Tak ada hisapan disana, tak ada kecupan dan tak ada jilatan. Hanya sekedar menempelkan dan menikmati sensasi ini. Menikmati lembut bibirnya, harum nafasnya, dan detakan dadanya yang menekan dadaku. Perlahan Mala membuka matanya menatap mataku. Bola mata indahnya begitu dekat dengan mataku, sehingga aku bisa melihat pantulan mataku di bola matanya.

Aku menggerakkan perlahan bibirku, menggapai bibir bawahnya dan mengecupnya lembut. Mala kembali memejamkan matanya. Bibir mungil nan lembutnya seolah membuatku semakin ketagihan. Aku mulai menggerakkan kepalaku, miring ke kiri dan kekanan untuk lebih menjelajahi bibirnya. Mala mulai merespon dan mulai menggerakkan bibirnya, mengecup bibirku dan menghisapnya. Melihat dan merasakan gerakan bibirnya yang kaku membuatku menduga ini adalah pengalaman pertama baginya. Sehingga membuatku tidak terburu-buru dan berusaha tetap bersikap lembut agar tidak mengagetkannya.

Sekitar dua menitan saling mengecup dan menghisap bibir. Aku mulai meningkatkan tempo ke tingkat berikutnya, menerobos rongga mulutnya dengan lidahku. Mala tampak sedikit kaget dan tidak bereaksi saat lidahku mulai menelusuri rongga mulutnya. Berusaha membelai dan menjilat lidah hangatnya. Aku menjulurkan kedua tanganku membelai dan mengusap lembut punggungnya, berusaha memberi rasa rileks dan nyaman. Mala lalu mendekap pinggangku erat dan kembali mulai berusaha mengimbangiku. Dengan sedikit demi sedikit menggerakkan lidahnya menyambut lidahku. Membelai, mengusap dan mengait lidahku.

Karena mulai terbawa suasana, aku lalu makin semangat mengeksplorasi dengan lidahku. Mengusap langit-langit mulutnya dan menghisap dengan gemas lidahnya. Mala hanya merintih dan beberapa kali menggelinjang geli.

"hmmpp.. mmm ahh.." desahan yang keluar dari mulutnya.

Semakin gencar seranganku, semakin gencar juga Mala berusaha mengimbangi dan membalas gerakanku. Membuatku menghentikan usapan pada punggungnya dan menggantinya dengan pelukan erat yang membuat kami semakin rapat. Entah sudah berapa banyak kami saling bertukar air liur, entah sudah berapa kali gigi kami beradu, entah berapa kali pula bibirnya gemas ku gigit.

Aku perlahan menurunkan tempoku dan menghentikan gerakanku sepenuhnya. Hanya berdiam dan pasrah menikmati serangan bibir dan lidah Mala. Aku membuka mataku dan memandangi wajah Mala yang terpejam dan terus melumat habis bibirku. Merasa tak ada respon dariku, Mala lalu menghentikan gerakannya dan membuka matanya. Menatap mataku yang sedang menatapnya. Aku tersenyum dan membelai rambutnya, dan kembali mengecup bibirnya memulai kembali permainan kami. Mala pun balas tersenyum dan kembali meladeni permainan bibirku.

Telelelet... Telelet.. Telelet.. Suara hapeku mengagetkan kami berdua. Kami sejenak menghentikan aktifitas kami, tapi kemudian melanjutkannya kembali dan tidak menghiraukan suara dering hapeku.

Telelelet... Telelet.. Telelet.. Kembali suara hapeku berdering dengan nyaring dan mengganggu aktivitas kami. Merasa jengah dan terganggu kami melepaskan tautan bibir kami. Mala masih belum melepaskan pelukannya saat aku dengan bersusah payah mengambil hape dan melihat siapa yang menghubungiku.

"MayJen" nama yang muncul dilayar hapeku. Aku hanya memandangi layar hape sambil berpikir apa yang harus aku lakukan. Apalagi Mala juga pasti melihat nama yang tertera disana, sebuah nama seperti pangkat tentara yang jika dibaca bisa mempunyai bunyi dan makna yang berbeda. Belum sempat aku mengambil keputusan, hapeku sudah berhenti berdering. Aku kemudian memasukannya kembali kedalam kantong celanaku. Baru saja aku masukkan, hapeku kembali berdering. Dengan terpaksa aku mengeluarkannya lagi dan menerima panggilannya.

"halo.."

"suaranya gak usah di lemes-lemesin! lama amat sih ngangkatnya! Masa iya daritadi gak kedengeran! Kamu dimanalah!" cerocos Jenni diseberang sana.

"oh ini, anu apa.. " jawabku gugup sambil berusaha bangun dan keluar rumah agar bebas berbicara tanpa didengar oleh Mala. Mengetahui gelagat dan niatku, Mala makin mempererat pelukannya dan tak membiarkanku keluar, bahkan untuk merubah posisi sedikitpun.

"anu anu apa! Mau bohong kamu kan! Pasti lagi mikir mau cari alesan! Dimana kamu!?" berondong Jenni

"iya.. Saya.. " jawabku lemah sambil menatap Mala yang memperhatikanku.

"iya apa! Saya apa! Kerumah sekarang, saya tunggu! Gak pake lama!"

"iya iya.. aw!" jawabku kaget karena Mala mengencangkan pelukannya seolah tak ingin melepaskanku, sehingga membuat rusukku yang memar merasa sakit.

"kamu kenapa sih! Kamu dimana!? Kamu dengerin saya gak sih, daritadi iya iya aja"

"iya.. hhmp.. cup.. aww.. " jawabku gelagapan karena tiba-tiba saja Mala meraih bibirku, melumatnya, mengecup dan lalu menggigit bibirku.

"hihihi.." Mala tertawa pelan melihat reaksiku atas perbuatannya.

"kamu dimana.. Cepet kesini.." ucap Jenni lirih.

Aku hanya tertegun melihat senyuman Mala, apa maksudnya melakukan itu semua? dan akupun seketika menjadi gundah ketika mendengar suara Jenni yang tiba-tiba menjadi lirih. Apakah Jenni mendengar perbuatan dari Mala tadi? Apakah Jenni sudah bisa menduga dimana aku berada dan dengan siapa aku saat ini?

"kamu dimana..." suara Jenni kembali terdengar seolah menyayat hatiku. Entah karena tidak kuasa mendengar suara lirih Jenni, atau karena aku tak tau harus berkata apa. Aku lalu menekan tombol merah di hapeku, memutuskan sambungan telpon dengan Jenni.

"apa itu tadi? Kenapa kamu begitu? Apa kamu harus begitu?" tanyaku pada Mala

"mungkin" jawabnya singkat

"Gimana kalo tadi dia denger?"

"biarin aja. Emang sengaja" jawab Mala sambil tersenyum

"apa tujuan kamu? Gak seharusnya kamu bagitu"

"saya gak suka kalo kamu mulai pake bahasa baku ke saya. Kalo kamu udah pake bahasa baku, kamu pasti..." ucap Mala yang tidak selesai karena ku potong

"saya juga gak suka perbuatan kamu tadi" potongku

"kok kamu jadi marah? Cuma karena satu panggilan telpon itu aja, kamu jadi berubah 180 derajat ke saya"

"huft.. Udahlah, saya lagi males adu argumen" ucapku sambil melepaskan pelukannya lalu bangkit dan mengancingkan bajuku.

"kamu mau kemana" tanya Mala

"udah sore. Saya mau pulang. Udah terlalu lama saya disini" ucapku lalu mengambil kontak motor Bonar diatas meja

"jangan pergi dulu, nanti" ucap Mala yang langsung berdiri dan memelukku erat. Ouch, sakit lagi neh rusuk.

"maaf.. maafin saya.. " ucapnya dalam pelukanku

"saya gak tau kenapa saya begitu. Itu semua spontanitas. Saya.. Saya.. Saya ngerasa cemburu, saya gak rela, gak bisa ngeliat kamu di telpon dia" lanjutnya

"jangan pergi, jangan tinggalin saya dengan kemarahan. Saya gak mau kamu pergi dengan rasa marah. Saya minta maaf, saya ngaku salah. Saya bener-bener minta maaf.." ucapnya dengan mata berkaca dan menatapku tulus.

"kamu mau kan maafin saya? Gak marah kan sama saya?" tanyanya sambil melepaskan pelukannya dan menggenggam erat kedua tanganku. Melihat ketulusan ucapan dan tatapan matanya, membuatku luluh dan menganggukkan kepala.

Mala lalu tersenyum, masih dengan menggenggam kedua tanganku Mala berjinjit dan mengecup bibirku.

"muach.. Makasih ya" ucapnya dengan senyuman manisnya yang seolah membuatku terhipnotis dan kembali mengangguk.

Aku lalu membelai rambut indahnya, membelai halus pipinya dan mengecup lembut keningnya, membuat senyuman dibibirnya semakin merekah indah. Dasar cowok plin plan!

***

Dengan menahan sakit pada rusuk, aku berjalan pelan sambil menikmati batang terakhir dari rokok ku. Aku memutuskan untuk tidak membawa motor Bonar pulang kerumah dan memilih untuk berjalan kaki. Sepeda motor Bonar sudah ku titipkan kerumah salah satu temanku yang berada di pinggir jalan. Aku melakukan semua itu untuk mengantisipasi jika saja lawanku tadi atau keluarganya melaporkan ku ke polisi. Siapa tau saat ini ada polisi atau keluarganya yang sedang menungguku atau mengintai rumahku. Aku menghindari jalan utama dan mengambil jalan alternatif. Sebuah jalan yang sepi dan jarang dilewati orang karena berupa kebun jati dan semak belukar. Disamping itu kondisi jalannya yang rusak dan becek semakin membuatnya jarang dilalui orang.

Setengah perjalanan, aku merasakan ingin buang air kecil. Dengan mengendap layaknya tentara di film Combat kesukaanku, aku masuk ke arah semak belukar yang rimbun bermaksud untuk buang air kecil disana.

"mbah.. numpang mbah.. Maaf mbah, udah gak tahan. Jangan dibikin ilang ya mbah, dibikin tambah besar dan panjang aja mbah" ucapku numpang-numpang, meminta ijin pada yang punya wilayah untuk buang air kecil.

Saat sedang buang air kecil dan merinding-rinding saat mengeluarkan tetes terakhir, aku melihat kearah jalan. Ternyata ada sebuah sepeda motor yang akan melintas. Motor itu dikendarai oleh seorang lelaki yang tidak aku kenal. Tapi aku mengenal siapa yang duduk di boncengan belakang, dia adalah bulek Nita. Sementara dibagian paling depan duduk anak semata wayangnya, Eko. Aku memperhatikan mereka yang tampak sangat dekat dan akrab. Bulek Nita tampak memeluk erat si lelaki dan menempelkan dadanya rapat-rapat ke punggungnya. Sedangkan si lelaki menurunkan tangan kirinya, membelai dan mengelus betis dan paha bulek Nita. Sementara Eko yang duduk didepan tidak mengetahui kejadian dibelakang antara ibunya dan si lelaki.

Saat melewati jalan didepan tempatku bersemayam, tepat di jalan yang rusak dan becek. Entah disengaja atau karena jalan yang rusak, tangan bulek Nita turun dan berhenti tepat di selangkangan si lelaki. Sepintas aku melihat, bulek Nita mengusap dan meremas disana. Sementara si lelaki hanya tersenyum penuh makna. Membuat muncul pertanyaan dalam benakku. Siapa lelaki itu? Mengapa mereka tampak sangat akrab dan dekat sekali? Sejauh apa hubungan mereka?

Karena rasa penasaran yang tinggi dan hobi mencampuri urusan orang lain, aku langsung menuju ke rumah Bulek Nita untuk mencari tau siapa sebenarnya si lelaki tersebut. Sesampainya disana aku melihat rumah bulek Nita tampak sepi dan tertutup rapat. Aku lalu kesamping rumahnya dan melihat dari kejauhan ada beberapa orang tukang bangunan dan Om Haryono disana. Mereka tampak sedang sibuk membangun sesuatu. Tampak juga Eko yang sedang antusias memberi makan beberapa ekor sapi yang terikat disana.

"wuih lagi sibuk om, mau bikin apa?" tanyaku pada om Haryono

"eh kamu Lang. Ini mau buat kandang sapi. Rencananya mau ternak sapi. Buat kesibukan dirumah" jawabnya

"sapinya udah dateng tapi kandangnya belum jadi om"

"iya neh, makanya buru-buru bikinnya. Harus cepet selesai"

"wah prospek bagus ini om, ternak sapi. Pasti bakalan maju. Berapa satunya om?"

"kalo kamu minat, boleh lah nitip disini. Nanti sekalian diurusin. Hasilnya bagi dua aja, kayak umumnya yang lain"

"ini nanti om Haryono semua yang urus?"

"dibantu sama adek. Sebenernya modalnya juga berdua sama dia"

"adeknya om Haryono?"

"iya, adek kandung namanya Hartono. Dari kampung, baru tiga hari ini nyampe. Kita mau buka usaha ini bareng, karna prospeknya bagus disini. Kalo dikampung udah banyak saingan"

"iya bener itu om. Lah adeknya yang mana om?" tanyaku celingukan memperhatikan beberapa tukang disana.

"ada didalem rumah. Tadi abis dari pasar sama Eko cari paku. Mungkin lagi makan atau istirahat" jawabnya. Hmm berarti kemungkinan lelaki yang kulihat tadi adalah adiknya om Haryono yang sudah tiga hari ini disini. Berarti cukup lama juga dia sudah disini, pantas saja sudah sangat dekat sekali dengan bulek Nita. Besar kemungkinan hubungan mereka sudah sangat jauh melihat kemesraan mereka tadi.

"berarti adeknya mau tinggal disini juga om?" tanyaku kepo kalo kata anak sekarang.

"iya, rencananya mau cari rumah disini. Deket-deket sini juga. Tapi sementara ini ya tinggal dirumah dulu"

"wah banyak duit adeknya om"

"tabungan. Itu uang tabungan hasil kiriman istrinya si Tono yang kerja diluar negri. Makanya mau buat usaha sama beli rumah. Jadi nanti kalo istrinya pulang kan enak, udah ada rumah, ada usaha"

"oh gitu. Maulah saya om nitip kalo ada uang nanti. Saya cari sapi ya"

"iya iya, gak papa. Cari yang biasa aja. Kita nanti khusus penggemukan aja. Kita gemukin, kalo dah gemuk kita jual. Nanti hasilnya setelah dipotong biaya makannya sama lain-lain, baru kita bagi dua"

"iyalah atur aja om gimana baiknya. Masalahnya tangan halus saya gak biasa kalo harus nyari rumput"

"hehe.. Iya. Ini kamu baru pulang? Udah makan belum?"

"iya om, kalo makan sih belum om. Hehe"

"yaudah sana kerumah, ada bulek mu. Makan dulu sana. Kita tadi udah makan semua. Bulek mu masak banyak itu"

"wah jadi enak ini om" ucapku semangat. Ini dia alasanku untuk kerumahnya dan bertemu dengan bulek Nita. Sekalian ketemu dan berkenalan dengan adiknya om Haryono, si Hartono itu. Mentang-mentang kakak beradik kan gak harus mirip sih sebenernya namanya. Mungkin kalo punya saudara perempuan pasti namanya adalah Haryani atau Hartini. Orang tuanya gak kreatif!

"alah kayak apa aja. Udah sana kerumah, ada Tono juga kok. Om mau cepet nyelesain ini"

"iya om. Ko Eko, temenin om kerumah yok" ucapku memanggil Eko. Basa-basi sih sebenernya, berharap Eko gak mau.

"gak ah om. Mau main sama sapi" jawabnya

"ah awas kamu ya, gak CS lagi kita ya" ucapku yang tidak ditanggapi oleh Eko. Aku lalu berjalan menuju rumah bulek Nita. Sementara itu om Haryono kembali sibuk dengan aktifitasnya.

Dengan rasa penasaran dan rindu pada bulek Nita, aku menuju samping rumah bulek Nita. Tapi sesampainya disana ternyata pintunya terkunci rapat. Aku lalu berjalan kebelakang rumahnya, yang ternyata terkunci juga. Seketika mulai muncul rasa curiga ku mengetahui semua pintu terkunci rapat. Aku lalu berjalan memutar kearah depan rumahnya, berharap disana tidak dikunci dan aku bisa masuk. Aku berjalan perlahan dan tidak memanggil dengan tujuan agar kehadiranku tidak diketahui mereka dari dalam rumah.

Sampai disana aku kembali kecewa karena mengetahui pintu depan juga terlunci rapat. Tapi berkat film MacGyver yang sering kutonton, aku lalu membuka kaca nako depan dan memasukkan tanganku kedalam untuk memutar anak kunci dari dalam rumah. Clek! Aku berhasil memutar kuncinya dan membuka pintu depan. Setelah mengunci kembali pintu rumah, Aku lalu secara perlahan dan sedikit mengendap masuk kedalam rumah. Berharap mendengar suara erangan dan desahan dari dalam rumah seperti cerita-cerita stensil yang pernah dibawa Bonar.

Kondisi rumah sangat hening dan sepi. Aku langsung masuk kebelakang sampai dapur mencari keberadaan bulek Nita, tapi nihil. Begitu juga dengan si Tono yang tidak terlihat keberadaannya. Aku langsung berjalan menuju kamar bulek Nita, menduga dia pasti ada disana. Sampai didepan pintuk kamar bulek Nita yang terbuka sedikit sekitar satu jengkal, aku melongokkan kepala melihat kedalam. Ternyata dugaanku benar adanya. Bulek Nita ada disana dan tampak sedang sibuk.

Aku melihat Bulek Nita tampak sedang sibuk dan telaten dengan kegiatannya. Bulek Nita tampak dengan semangat tinggi sedang menghisap dan mengulum sebatang kontol lelaki. Mulutnya tampak penuh dan kepalanya turun naik memaksimalkan potensinya. Posisi mereka saat ini adalah 69, dengan bulek Nita diatas dan si lelaki dibawah. Bulek Nita menghadap kearah pintu dan si lelaki tidak terlihat wajahnya karena tertutup tubuh bulek Nita.

Mungkin merasa diperhatikan atau menyadari keberadaanku, bulek Nita lalu melirik kearah pintu dan beradu pandang denganku, semua itu dilakukan tanpa menghentikan aktifitasnya. Bukanya terkejut atau malu, mengetahui keberadaanku dibalik pintu justru membuat bulek Nita seolah makin bersemangat.

Sambil tersenyum dan menatapku binal, bulek Nita makin mempercepat kocokan dan hisapannya pada batang kontol yang kuduga milik Tono. Ludahnya semakin banyak membasahi batang tersebut, suara berdecak mulutnya dan erangannya makin terdengar keras dan jelas.

"clok clok clok... " suara batang kontol yang menghujam dalam tenggorokan bulek Nita.

"slruup ah.. clok clok clok.." bulek Nita makin bersemangat dan tetap menatapku, seolah memamerkan kebolehan service mulutnya kepadaku. Aku masih berdiri tertegun menyaksikan itu semua, segala macam perasaan campur aduk dalam hatiku. Antara cemburu, marah, terangsang, terpukau dan sebagainya. Perlahan lahan kontolku mulai menggeliat dan memperbesar ukurannya.

"slruupp ah.. " bulek Nita menjilati seluruh batang kontol yang mengkilat karena ludahnya itu. Lalu mengangkat tubuhnya dan memposisikan tubuhnya mengangkangi batang kontol tersebut. Dengan tangan kanan Bulek Nita menggesekkan kepala kontol itu di sekitar lubang memeknya. Lalu sambil menggigit bibirnya, tangan kirinya meremas kuat dadanya dan perlahan menurunkan tubuhnya. Membuat batang kontol itu habis, hilang tertelan kedalam memeknya. Yang membuatku semakin panas dingin adalah, semua proses tersebut dilakukan sambil tetap menatap mataku dan tersenyum binal. Membuatku semakin terangsang dan mengeluarkan kontolku dari sekapan celana dalamku.

"oh.. Memek mbak enak mbak.. Rapet, keset.. oh" erang Tono

"ach.. Iyaah.. kontol kamu juga enak. Keras, panjang... Kerasa mentok di memek mbaak.." ucap bulek Nita sambil menatapku dan menggoyangkan pinggulnya. Aku menatap lekat bagaimana memek indahnya melumat dan menggempur kontol didalamnya. Aku menyaksikan itu semua sambil mengurut dan mengocok batang kontolku yang sudah menegang sempurna.

"hmmpp.. ohh nakal kamu Ton. Memek istri mas mu kok di entot terus" ucap Bulek Nita

"aahh iya mbaaakk, gak bosen saya mbak.. Memek mbak enak banget mbak. Gak kayak memek lonte-lonte mbak.." sahut si Tono

"mmhh.. Nakal kamu Ton. Ach.. Ternyata kamu sering maen lonte. Ohh ahh.. Masa memek istri mas mu, kamu bandingin sama memek lonte. Ahh ahh Berarti kalo gitu, seandainya mbak jadi lonte, pasri bayarannya lebih mahal ya ton.. Kan memek mbak lebih enak..."

"aacchh iya mbak, pasti mahal mbak.. Pasti jadi rebutan mbak, memek kayak mbak ini..."

"oaahh sodok yang cepet ton, mbak mau keluar mbak mau ngecrit.. Memek lonte mbak udah gak tahan... " ucap bulek Nita semakin mempercepat goyangannya, tangannya meremas keras dadanya dan menggosok cepat itilnya.

" iya mbak.. "

"och och ach ach.. Keluar.. Keluar Ton.. Memek lonte ini keluaaarrrr.." teriak bulek Nita sambil mengangkat pantatnya, membuat batang kontol Tono tercabut dan masih dengan menggosok itilnya, memek itu pun menyemburkan cairan orgasmenya dengan deras. Memancur dan menembak kearahku, membuat sebagian cairan itu membasahi lantai didepanku.

"ahh.. ahh.. ah.. " bulek Nita terengah engah dan menggelinjang. Pantatnya beberapa kali berkedut dan bergetar. Memeknya tambah merekah merah serasa ingin langsung kutancapkan kontolku disana.

"ach.. masih gatel Ton. Memek lonte ini masih gatel.." ucap bulek Nita sambil kembali meraih batang kontol Tono dan langsung dengan sekali hujam langsung masuk tertelan memeknya.

"kontolmu hebat ton.. Gak kayak kontol mas mu. Kontolmu perkasa, hebat.." oceh bulek Nita sambil semakin liar menggoyangkan pinggulnya. Kata-katanya yang memuji lelaki lain didepanku membuatku merasa terbakar rasa iri dan cemburu. Tapi mendengar itu justru membuatku semakin mempercepat kocokanku.

"mbak.. keluar mbak.. mau keluar mbak.. " erang Tono

"iyahh bareeng ajah.. Mbak juga mau keluaar laggii.. " sahut bulek Nita mempercepat goyangannya

" ohh keluar dimana mbak..." tanya si Tono

"didalem ajah.. Mbak lagi amaann.. Keluarin yang banyak.. Penuhin memek istri mas mu ini dengan pejuh mu ton.. Penuhin toon.. Keluarin semua pejuhmu toon..... Aaahhhh..!!" berbarengan dengan teriakan mereka berdua yang mencapai klimaks, bulek Nita menekan memeknya ke bawah kuat-kuat, sementara Tono menancapkan kontolnya tinggi-tinggi keatas. Berusaha mendapatkan puncak kenikmatan yang sempurna.

Dengan tubuh bergetar, Bulek Nita lalu ambruk kebelakang dan membuat kontol si Tono terlepas dari cengkraman memeknya. Tampak cairan kental putih mengalir dari dalam memek bulek Nita. Aku masih mengocok kontolku dan memperhatikan lekuk tubuh indah bulek Nita. Sementara itu mereka berdua tampak terengah dan coba mengatur nafas. Bulek Nita tampak memejamkan matanya menikmati sisa orgasmenya. Sedangkan si Tono masih belum terlihat wajahnya karena tertutup tubuh berkeringat bulek Nita.

"mbak saya keluar dulu ya. Gak enak takut dicariin mas Haryono" ucap Tono tak lama kemudian. Mendengar itu aku langsung menjauh dan bersembunyi dibalik sofa agar tidak terlihat. Sambil bersembunyi aku memasang telinga mendengarkan gerakan-gerakan dari Tono yang keluar dari kamar, membuka pintu samping dan menutupnya kembali. Setelah kepergian Tono, aku masih menunggu agak lama dikarenakan takut dia akan kembali lagi atau memastikan dia benar-benar sudah pergi. Setelah yakin aku lalu keluar dari persembunyian dan menuju kamar bulek Nita.

Aku melihat bulek Nita tampak masih pada posisi semula dan terpejam. Melihat tubuhnya yang tergeletak tak berdaya dan gairah yang masih menderaku. Aku lalu menutup rapat pintu kamar dan menguncinya, kemudian membuka dan melepaskan celana beserta celana dalamku. Mengocok kontolku agar kembali menegang sempurna sambil memandangi tubuh bulek Nita.

Setelah kontolku menegang, masih dengan perasaan cemburu dan gairah menggebu, aku naik keatas ranjang dan menempelkan kontolku kemulut bulek Nita. Menggesek dan mengusap bibirnya. Perlahan bulek Nita membuka matanya, memandang kepadaku lalu kearah kontolku dan tersenyum. Bulek Nita lalu mengecup dan menjilat kepala kontolku. Dengan sedikit kasar aku menjambak rambut belakangnya dan membenamkan kontolku kedalam mulutnya. Bulek Nita tampak kelabakan menerima serangan kasar dan mendadak dari ku. Tapi karena bulek Nita adalah tipe wanita yang menyukai permainan kasar, maka dia langsung meladeni dan menerima perlakuanku kepadanya.

"clok clok clok" suara kontolku yang menghujam dalam mulutnya.

"heg heg.. Ohok ohok.. " bulek Nita sampai terbatuk dan mengeluarkan air mata karena tusukanku yang dalam.

Masih di kuasai rasa cemburu dan kesal, aku membalik tubuhnya dan memposisikan dirinya menungging. Aku tidak ingin mencium bibirnya, aku merasa malas mengingat mulut itu habis berciuman dengan Tono dan bekas mengulum kontol Tono. Aku memandangi memek bulek Nita yang tampak tembam dan sempit dengan posisi menungging seperti ini. Tampak memek itu masih basah mengkilat bekas sperma dari Tono. Melihat dan mengingat hal tersebut membuatku semakin cemburu dan marah.

Dengan kasar aku mencengkram bongkahan pantatnya, meremasnya kasar. Plak Plak Plak... Aku menampari bongkahan pantatnya hingga memerah.

"ohh.. iyahh terruuus.. " erang bulek Nita

"plak plak plak.. Hmm ini pantat lonte tadi!? Lonte yang udah ngentot sama adek ipar nya!? Plak plak plak" ucapku sambil terus menampar pantatnya

"aah.. ahh iyaah.. emh.." erang bukek Nita

Aku lalu mengambil sebuah botol hand and body lotion yang tergeletak diatas kasur dekatku. Bentuknya yang agak bulat dan panjang memberiku sebuah ide.

"ini memek gatel tadi!? Memek lonte yang jadi rebutan laki-laki!?" ucapku sambil mengorekkan botol itu di mulut memeknya.

"ohh.. emhh.." erang bulek Nita

Sedikit demi sedikit aku menekan masuk botol itu kedalam memeknya. Kondisi memeknya yang masih basah dan licin memudahkan proses masuknya botol tersebut

"heg.. aah.. " bulek Nita sampai meremas sprei kasur saat botol itu masuk kedalam memeknya. Sungguh pemandangan yang erotis melihat posisi bulek Nita yang menungging dengan sebuah botol lotion yang terbenam didalam memeknya.

Aku lalu memaju mundurkan botol tersebut, melakukan penetrasi pada memeknya menggunakan botol. Makin lama makin terasa basah dan licin memeknya. Membuatku semakin mempercepat kocokan botol tersebut.

"aah.. ahh.. iyaah teruus teruuss.." rintih bulek Nita

"dasar lonte, bener-bener lonte! Memek abis dientot tapi masih aja gatel" ucapku. Tampak dari memeknya kembali keluar cairan bekas permainannya tadi.

"hmm ennak.. Bener-bener gatel.. terruuss.." ucap bulek Nita sambil menggerakkan satu tangannya untuk menggosok itilnya.

"aaahhh teruus teruus cepetin.. Cepetin.. ahh" ucap bulek Nita menggerakkan pantatnya menyambut gerakan tanganku.

"mau keluar.. mau keluar.. " bulek Nita mempercepat gosokan itilnya.

"aaaaahhhh..." rintih bulek Nita saat akan mencapai klimaks. Ketika dia akan mencapai klimaksnya, aku langsung mencabut botol lotion itu. Dengan tujuan mencegahnya untuk mencapai klimaks.

"ouh.. kenapa dicabut? Kenapa berenti? Udah mau keluar tadi" protes bulek Nita

"plak plak plak..." aku tak menjawab tapi hanya menampari pantatnya kembali. Aku lalu membuka botol lotion itu dan menumpahkan cukup banyak isinya keatas pantatnya.

Aku mengambil sedikit lotion diatas pantatnya dan menggosokkannya kelubang pantat bulek Nita.

"hmm... aah.." bulek Nita menikmati gosokan pada lubang pantatnya. Melihat bulek Nita mulai menikmatinya, aku lalu kembali memasukkan botol lotion tadi ke dalam memeknya.

"ssshhh.. aahh.. shhh" bulek Nita menggerakkan pantatnya menyambut kocokan tanganku pada memeknya. Aku terus mengocok memeknya sambil tetap menggosok lubang pantatnya.

Sedikit demi sedikit aku menyusupkan jari telunjukku kedalam lubang pantatnya. Perlahan lahan mulai masuk makin dalam dan makin dalam. Sampai akhirnya jari telunjuk ku masuk semua kedalam lubang pantatnya. Aku menggerakkan jariku mengocok lubang pantatnya seiring dengan kocokan botol lotion didalam memeknya.

"aahh.. aah.. aah.. Pantat bulek kamu apain itu. Kamu apain lubang pantat bulek?"

"diem aja! Ini bukan lubang pantat bulek, ini lobang pantat lonte. Lonte gatel yang doyan ngentot" ucapku yang lalu mengorek ngorek dan memutar jariku didalam lubang pantatnya.

"aahh iyaah.. ituuhh iyaaah terruss. toloong.. terus.. mau keluar.. " rintih bulek Nita.

kembali seperti sebelumnya, beberapa saat lagi ketika bulek Nita akan mencapai klimaks, aku mencabut botol lotion dan jariku dari dalam dua lubang bulek Nita.

" ooh.. kenapa.. toloong Laang.. Tolong lonte ini keluar.. udah gak tahaan.." rengek bulek Nita

"oh mau keluar ya? Beneran mau keluar? Kita keluar bareng ya" ucapku yang dijawab dengan anggukan kepala oleh bulek Nita.

Kembali aku memasukan botol lotion itu kedalam memeknya, mengocoknya sejenak lalu membenamkannya dalam-dalam. Kemudian aku mengambil sedikit lotion diatas pantatnya dan mulai mencolokkan jariku kedalam lubang pantatnya. Saat bulek Nita mulai menikmati, aku membaluri kepala dan batang kontolku dengan sisa lotion yang ada.

Aku mencabut jariku, dan menempelkan kepala kontolku didepan lubang pantat bulek Nita. Secara perlahan aku menekan dan memasukkan kepala kontolku kedalam lubang pantatnya. Agak sulit dan sangat sempit.

"ahh apa itu.. Kok disitu.. " protes bulek Nita menyadari kepala kontolku berusaha menerobos lubang pantatnya.

"diem! Memek ini udah bekas orang. Masih ada pejuhnya. Saya gak mau kontol saya masuk kesana" ucapku sambil menjambak rambutnya sampai kepalanya menengadah dengan tujuan untuk semakin memantapkan posisiku.

Sedikit demi sedikit kepala kontolku mulai masuk kedalam. Saat baru kepalanya yang masuk, aku mendiamkannya dulu. Membiarkan lubang pantatnya berkontraksi dan menyesuaikan kehadiran kepala kontolku. Saat sudah kurasa cukup, aku mulai menekan sedikit demi sedikit lubang pantatnya yang terasa kembang kempis. Terasa sangat ketat dan sempit. Setelah masuk sampai setengah, aku lalu dengan sekali hentakan langsung menghujamkan kontolku dalam-dalam.

"hegg! aahh..!!" teriak bulek Nita.

Sungguh suatu pengalaman pertama dan luar biasa bagiku. Merasakan sensasi sempit dan ketat dari sebuah lubang pantat. Benar-benar kenikmatan yang tiada tara kurasakan. Aku bahkan menyadari bahwa tidak lama lagi aku akan mencapai klimaks karena efek menerima kenikmatan ini.

"ohh sakiit pediih.. " rintih bulek Nita

Aku lalu melepaskan jambakakanku dan mencengkram pinggulnya. Memantapkan posisiku dan mulai melakukan penetrasi, perlahan dan kemudian makin cepat dan cepat.

"aahh.. sakiittt.. sakiitt pedihh.." bulek Nita sampai menggigit sprei menahan sakitnya.

"oh.. enak.. Bulek.. Enak banget.. Begini ternyata rasanya lobang pantat.. Lobang pantat bahenol punya lonte" ucapku terus menyodok lubang pantatnya.

Plak Plak Plak.. suara benturan pantatnya pada pahaku. Aku melihat bulek Nita sudah tidak merintih kesakitan lagi, melainkan mulai mendesah dan menikmati permainan kami. Bahkan tubuhnya sudah bergerak menyambut setiap gerakanku.

"aaaaahhhh... " erangan ku dan bulek Nita saat aku mempercepat sodokanku.

" hmm enak bulek.. mau keluar.. bulek"

"keluar..! Keluar..!" teriakku saat mencapai klimaks dan menancapkan dalam-dalam kontolku.

Bulek Nita sampai menengadahkan kepalanya, mulutnya ternganga terbuka tanpa mengeluarkan suara. Kemudian dia ambruk dan meringkuk dengan tubuh lemasnya. Tubuhnya tampak sesekali bergetar dan merinding seperti orang terkena setrum. Matanya tertutup dengan mulut yang ternganga.

Aku lalu mencabut botol lotion yang masih menancap pada memeknya. Tampak langsung mengalir keluar cairan dari memeknya saat aku melakukannya. Menandakan bahwa bulek Nita juga mencapai klimaks sepertiku. Aku mengambil baju bulek Nita yang tergeletak untuk mengelap batang kontolku, setelah itu mencium kening bulek Nita dan pergi keluar kamar meninggalkannya.

***
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd