Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Pendekar Naga Mas

Keesokan harinya, setelah mengantar kepergian ketiga gadis itu, baru saja Cau-ji kembali ke ruang tengah, Tong San-kok sudah muncul sambil berbisik, "Tongcu, pagi tadi Liu-toaya telah
mengirim orang kemari, apakah kau bersedia menemui dirinya?"
"Ooh, si gendut ingin mencari kembali mukanya?"
"Tidak! Tak nanti ia punya nyali sebesar itu. Selama banyak tahun ia bisa hidup tenang di sini
sambil membuka usaha perjudian dan pelacuran, siapa lagi yang mendukung mereka secara diam-diam kalau bukan perkumpulan kita!"
"Oh, orang itu sudah pergi?"
"Belum, hamba segera akan mengundangnya masuk."

Beberapa saat kemudian Tong San-kok telah muncul kembali di hadapan Cau-ji sambil membawa seorang lelaki bertubuh kekar.
Begitu bertemu Cau-ji, lelaki itu segera memberi hormat seraya berkata, "Ho Thay-hay, Congkoan keluarga Liu menjumpai Kongcu!"

Cau-ji manggut-manggut, katanya dengan suara dalam, "Ada urusan apa sepagi ini sudah muncul di sini?"
"Tidak berani, hamba mendapat perintah Toaya untuk mengundang Kongcu berkunjung ke gedung keluarga Liu siang ini, entah apakah Kongcu bersedia memberi muka?"

Sambil berkata ia mengeluarkan selembar kartu undangan berwarna merah kekuning-kuningan dari sakunya.
Tong San-kok segera menerimanya, lalu dipersembahkan ke tangan Cau-ji.
Begitu dibuka, benar saja ternyata selembar kartu undangan. Maka Cau-ji pun menyahut, "Bila
Liu-toaya sudah menyatakan niatnya, masa Cayhe harus menampik?"

Sembari berkata ia serahkan kembali surat undangan itu ke tangan Tong San-kok.
"Kongcu harap menunggu sebentar, akan hamba siapkan hadiah sekedarnya."
Sambil berkata dia pun berteriak, "Siau-sian, Siau-tiam!"

Dua gadis cantik berbaju kuning segera muncul di hadapan Cau-ji sambil membawa tiga buah nampan.
Mau tak mau Cau-ji harus merasa kagum juga dengan cara kerja Tong San-kok yang berpengalaman, setelah mengangguk, diiringi Ho Thay-hay dia pun memasuki tandu indah yang
sudah menanti di depan pintu dan berangkat menuju gedung keluarga Liu.

Lebih kurang sepeminuman teh kemudian Cau-ji telah tiba di depan sebuah pintu gerbang bangunan mentereng.
Baru turun dari tandu, terdengar seseorang telah berseru sambil tertawa nyaring, "Hahaha, menyambut dengan gembira kedatangan Kongcu ke rumah kami."

Cau-ji memandang sekejap ke arah Liu-toaya yang telah berdiri menyambut di samping pintu, kemudian katanya sambil tertawa, "Mendapat undangan dari Liu-toaya, mana berani aku tidak
datang!"
"Hahaha, Liu Su-pin tidak berani, silakan masuk!"

Setelah memasuki halaman luar yang luas, indah dan berbau harum, Cau-ji memasuki ruangan
gedung utama. Begitu melangkah dia pun melihat ada enam perempuan cantik berusia antara
dua-tiga puluh tahun berdiri menyambut kedatangannya dengan senyum manis menghiasi bibirnya.

Cau-ji tahu keenam wanita itu sudah pasti para istri dan gundik Liu Su-pin, tak heran Tong Sankok menyediakan enam buah nampan kado.

Maka setelah kedua belah pihak saling memberi hormat, dia pun segera memberi tanda kepada Siau-sian dan Siau-tiam.
Kedua gadis itu tersenyum penuh arti, cepat mereka membagikan keenam nampan itu kepada keenam wanita itu, kemudian baru berdiri kembali di belakang Cau-ji.

Begitu keenam wanita itu membuka nampan yang diterima, serentak mereka menjerit kaget.

Agaknya Liu Su-pin pun sudah melihat benda yang berada dalam nampan itu, dengan gugup buru-buru serunya, "Kongcu, kadomu kelewat mahal dan berharga”
"Hahaha, orang bilang permata hanya cocok untuk wanita cantik, apa aku salah kalau menghadiahkan intan permata yang mahal harganya untuk keenam istrimu yang cantik molek bak bidadari dari kahyangan!"

Habis berkata dia melirik sekejap keenam wanita cantik itu satu per satu.
Dipandang seperti itu oleh Cau-ji, tak kuasa lagi keenam wanita cantik itu merasakan jantungnya berdebar keras, berdebar saking gembiranya.

Liu Su-pin sendiri pun merasa sangat kegirangan setelah melihat keenam bininya mendapat hadiah semahal itu, dengan perasaan girang buru-buru serunya, "Kui-hoa, cepat ambilkan pedang pendek itu!"

"Toaya, apakah kau akan menghadiahkan pedang To-liong-kiam itu untuk Yu-kongcu?" tanya
Toa-hujin Kui-hoa kegirangan.
"Hahaha, sejak dulu, pedang mestika hanya pantas untuk pendekar sejati. Bukankah Yu-kongcu telah memberi hadiah mahal untuk kalian, masa kita harus kikir terhadapnya?"

Selesai bicara, kembali ia tertawa terbahak-bahak.
Sambil tertawa girang Kui-hoa kembali ke kamarnya, tak lama kemudian ia muncul kembali sambil membawa sebilah pedang pendek yang bentuknya sangat antik, pedang itu segera diserahkan ke tangan Liu Su-pin.

Liu Su-pin pun menyerahkan pedang pendek itu ke tangan Cau-ji.
Dengan sekali gerakan Cau-ji mencabut pedang pendek itu dari sarungnya ... "Criiing!", diiringi dentingan nyaring, seluruh ruangan seketika terbungkus oleh hawa pedang yang dingin menggidikkan.

"Pedang bagus!" puji Cau-ji tanpa terasa, "Liu-toaya, aku merasa kurang pantas menerima hadiah pedang mestika yang begini berharga."
"Hahaha, To-liong-kiam sudah tiga generasi tersimpan dalam keluarga Liu kami tanpa mampu melakukan prestasi maupun reputasi apa pun, kali ini terpaksa aku minta bantuan Lote mencemerlangkan nama besar senjata ini... hahaha”

"Baiklah, kalau Toaya memang berkata begitu, biarlah Cayhe terima hadiah ini, terima kasih."
Sambil berkata ia masukkan kembali pedang itu ke dalam sarung.
Siau-sian pun segera menggantung senjata itu di pinggang kanannya.
Tak terkiranya rasa gembira Liu Su-pin melihat hadiahnya diterima sang tamu, cepat dia perintahkan orang menyiapkan perjamuan dan mengajak Cau-ji menuju ke halaman paling belakang.

Sementara itu Siau-sian dan Siau-tiam pun masing-masing memperoleh sebuah kado.
Setelah menghabiskan arak beberapa poci, suasana dalam ruangan mulai menjadi hangat.
Selama ini Liu Su-pin memang selalu menuruti perkataan Tong San-kok, begitu melihat orang she Tong itu begitu menaruh hormat dan jeri terhadap tamunya, ia segera tahu orang ini pasti
mempunyai asal-usul luar biasa, itulah sebabnya ia berusaha mencari kesempatan untuk mengambil hati pemuda ini.

Begitu melihat cara Cau-ji minum arak dan berbicara, dia segera tahu pemuda ini pasti senang juga mencari "hiburan", satu ingatan pun melintas dalam benaknya.
Cepat dia mengulap tangan kanannya, kawanan dayang yang hadir dalam ruangan pun segera mengundurkan diri dari tempat itu.

Agaknya Kui-hoa mengerti apa yang dipikir suaminya, sambil mengangkat cawan dia pun berseru manja, "Kongcu, mari kita bersulang satu cawan."
"Hahaha, tak nyana takaran minum Hujin luar biasa," sahut Cau-ji sambil menggeleng, "mana
boleh hanya secawan, mari, mari, kuhormati tiga cawan arak untukmu."
"Betul," sela Liu Su-pin pula, "kurang hormat kalau bukan tiga cawan, harus memakai cawan besar."
"Hahaha, bisa mabuk kalau tiga mangkuk besar," seru Kui-hoa sambil tertawa, meski berkata begitu sekaligus ia teguk habis tiga cawan besar arak wangi.

Begitu arak mengalir ke dalam perutnya, warna merah seketika melapisi kulit mukanya yang cantik, apalagi diimbangi kerlingan matanya-yang genit, sungguh membikin orang mendesah penuh napsu.

Jihujin Ciu-lian tak mau kalah, segera serunya manja, "Yu-kongcu, aku pun harus menghormatimu dengan tiga cawan arak!"
Cau-ji sengaja berseru kepada Liu Su-pin, "Toaya, kau mesti membantu aku menghabiskan isi cawan ini!"
"Tidak bisa begitu Kongcu ...." sela Ciu-lian semakin genit, "tadi kau layani Toaci dengan tiga cawan arak, masa kali ini kau tak mau melayani permintaanku, apakah tak pandang mata kepadaku?"

Liu Su-pin ikut tertawa tergelak.
"Hahaha, Lote, bukannya Loko tak mau membantu, tapi apa yang dia katakan masuk akal juga!"
"Hahaha, baik, baik, rasanya kali ini harus minum sampai mabuk. Ayo bersulang!"
Sekaligus dia menghabiskan lima belas mangkuk besar arak wangi.
"Sekarang tentunya Hujin sekalian merasa puas bukan?" seru Cau-ji kemudian.

Keenam perempuan cantik itu tidak menyangka kalau tamunya mempunyai takaran minum yang hebat, di tengah suara cekikikan ramai terdengar Kui-hoa berseru, "Kongcu, seharusnya kau pun minum beberapa cawan dengan Toaya kami!"

Cau-ji memandang wajah Liu Su-pin, lalu berlagak takut, serunya, "Wah, Siaute tak berani, coba lihat takaran minum Toaya, Siaute menyerah sajalah!"
Tak terkira rasa gembira Liu Su-pin, kontan ia tertawa terbahak-bahak.
"Tidak bisa begitu," Samhujin Giok-ho berseru pula manja, "Toaya, kau harus menghormati Kongcu dengan beberapa cawan arak!"
"Hahaha, betul, betul, sudah seharusnya, Lote, mari kita bersulang beberapa cawan arak."
"Hahaha, Toaya, tak kusangka kau bisa adil memimpin semua bini-binimu, ayo bersulang!"

Kawanan wanita itupun bertepuk tangan riuh rendah, memberi semangat kepada kedua pria itu.
Dalam waktu singkat kedua orang telah menghabiskan enam mangkuk arak, selesai itu mereka saling pandang sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kui-hoa," seru Liu Su-pin kemudian sambil tertawa, "kalian harus membuat acara yang menarik untuk menghibur tamu istimewa kita!"
"Hihihi, Toaya ingin acara apa?"
"Lote, kau saja yang sebut, ingin tampil acara seperti apa?"
"Hahaha, Hujin sekalian bukan cuma cantik bak bidadari, suaranya pun merdu bagai kicauan burung nuri, bagaimana kalau menyanyi sambil menari?"
"Hahaha, ternyata Lote memang tajam matanya, menari sambil bernyanyi memang keahlian kami, ayo dimulai!"
"Baik!"

Setelah keenam wanita itu berdiri, Kui-hoa bersandar di sisi Liu Su-pin sementara Ciu-lian bersandar di sisi Cau-ji. Kedua orang itu setelah saling pandang sambil tertawa, mulai bernyanyi:

"Kekasih, oh kekasih, tak terlupakan nyanyian mabuk di tengah malam itu. Kekasih, oh kekasih.
Bagaimana mungkin kulupakan ciuman mesra di tengah malam yang memabukkan.
Begitu banyak kupu-kupu mati karena bunga, begitu banyak kupu-kupu hidup karena bunga.
Tetapi aku mengorbankan nyawa demi kekasih hati.
Kekasih, oh kekasih, tak akan kulupakan ciuman hangatmu"

Keempat perempuan lainnya segera meliukkan pinggang sambil membusungkan dada, membawakan tarian erotik.
Diam-diam Liu Su-pin memberi kedipan mata kepada kawanan perempuan itu, kemudian sambil
merangkul Kui-hoa dia beranjak pergi dari dalam ruangan.

Sambil menyanyi Ciu-lian menempelkan tubuhnya semakin rapat di tubuh Cau-ji, sedang keempat wanita lainnya mulai melucuti pakaian sendiri satu per satu sebelum akhirnya benar-benar dalam keadaan bugil.

Menghadapi adegan seperti ini, kontan Cau-ji merasakan darah panas yang mengalir dalam tubuhnya mendidih, seluruh badan serasa dibakar api yang membara.

Dalam pada itu Ciu-lian sambil menyanyi, tangannya tak pernah berhenti, dia mulai melepas baju yang dikenakan Cau-ji satu per satu.
Tatkala semua baju sudah terlepas dan ia menemukan 'tombak panjang' milik Cau-ji berdiri tegak dengan gagah beraninya, kontan perempuan itu menjerit keras, nyanyiannya terhenti seketika.

Dengan penuh rasa ingin tahu keempat perempuan yang lain ikut datang melongok, begitu tahu apa yang terpampang di depan mata, kontan tubuh semua orang gemetar keras, gemetar
saking girangnya.

Tak selang beberapa saat kemudian kelima perempuan dan seorang lelaki itu sudah pulih kembali dalam keadaan zaman kuno, bugil tanpa sehelai benang pun.
Melihat mimik wajah kelima cewek yang mulai terbakar napsu birahi itu, Cau-ji pun bertanya sambil tersenyum, "Jangan-jangan Liu-toaya jarang sekali menyentuh kalian berlima? Kalau tidak, masa sikap kalian jadi begitu kelaparan?"

Merah jengah wajah kelima wanita itu, untuk sesaat mereka tak mampu berkata-kata.
Akhirnya Ciu-lian yang menanggapi, sahutnya lirih, "Toaya tak pernah kurang perhatian, apalagi sampai tak pernah menjamah kami. Hanya saja ... "barang" miliknya kelewat pendek dan kecil, tak tahan lama lagi, jadi kami...”

Bicara sampai di situ, wajahnya seperti memperlihatkan rasa sedih dan pilu yang mendalam.
Cau-ji tersenyum penuh arti.
"Sejak dulu hingga sekarang, kehidupan materi dan kehidupan seks memang selalu saling bertolak belakang, tak mungkin seseorang bisa mendapat keduanya sekaligus, jalan pikiran kalian harus lebih terbuka!"

Berubah hebat paras muka kelima perempuan itu mendengar ucapan itu.
"Kongcu, masa kau tega” seru Ciu-lian dengan suara gemetar.

Cau-ji tertawa terbahak-bahak, sambil memuntir puting susu sebelah kanannya dia berkata, "Kita bisa bersua berarti memang punya jodoh, selewat hari ini entah sampai kapan kita baru bisa berkumpul kembali. Tentu saja Siaute berharap kalian bisa memainkan peran sebagai nyonya Liu dengan baik."

Kelima wanita itu menghembuskan napas lega, mereka pun mengangguk tanda mengiakan.
Sambil berdiri, kembali Cau-ji berkata, "Waktu sangat berharga, kita akan bermain dengan cara apa?"
Ciu-lian melirik keempat rekannya sekejap, kemudian katanya, "Kongcu, sampai hari ini kami lima bersaudara belum pernah melihat barang sebesar itu, bagaimana kalau kau membiarkan kami mencicipi dulu kehebatan barangmu satu per satu?"

"Hahaha, bagus, bagus, semua mendapat bagian yang sama. Sana, persiapkan diri lebih dulu!" Dengan kegirangan kelima perempuan itu masing-masing mencari tempat dan memasang gaya sendiri untuk bersiap menyambut kedatangan sang kenikmatan.
Cau-ji berjalan menghampiri pembaringan, ia lihat Cun-tho dan Tong-bwe sudah berbaring di atas ranjang sambil mengangkat kedua kakinya lebar-lebar, mereka membiarkan lubang surganya menonjol begitu jelas di hadapan pemuda itu.

Mula-mula Cau-ji mengangkat dulu sepasang kaki Cun-tho, lalu tubuhnya langsung ditekan ke bawah, sang tombak panjang pun langsung menusuk masuk ke dalam liangnya yang sempit dan kencang.
"Aduuh ...!" terdengar perempuan itu mengaduh.
"Aneh, kenapa punyamu masih begitu rapat?" tanya Cau-ji keheranan.

Agak tersipu-sipu sahut Cun-tho, "Ah, sejak selaput perawanku dimakan Toaya, selama tujuh delapan tahun terakhir belum pernah bersentuhan lagi dengan si ular berbulu, tentu saja kepunyaanku masih rapat dan kencang!"
"Hahaha, rupanya begitu. Ah betul, masa kau belum pernah melahirkan?"
"Belum pernah, kami enam bersaudara tak pernah ada yang melahirkan!"

Cau-ji tahu masalahnya pasti muncul dari tubuh Liu Su-pin, bisa jadi lantaran dia kelewat banyak meniduri perempuan hingga Thian menghukumnya dengan tidak diberi keturunan.

Dalam waktu singkat ia sudah menghujamkan senjatanya berulang kali dalam lubang Cun-tho, kemudian ia cabut tombaknya dan berganti menusuk lubang milik Tong-bwe.

Keadaan Tong-bwe tak ubahnya seperti bayi yang sedang kelaparan, tanpa peduli lubangnya terasa perih dan sakit, dengan sekuat tenaga dia memutar dan menggoyang tubuhnya, berusaha mengimbangi tusukan lawan untuk mencapai orgasme.

Ketika Cau-ji mulai memutar tombaknya dengan menindih tubuh Soat-kiok yang sedang bersandar di tepi bangku, perempuan itu seakan kehilangan sukma, untuk sesaat dia hanya bisa termangu-mangu.

Sampai Cau-ji sudah merondai sekujur badannya satu putaran, pemuda itu baru menyadari kalau perempuan yang sedang dinaiki berada dalam keadaan kebingungan, maka sekali lagi dia tusukkan tombak panjangnya ke dalam liang itu dan membenamkan dalam-dalam.

Saat itulah Soat-kiok baru seolah tersadar kembali, saking girangnya dia menangis.
Tak tega melihat keadaan perempuan itu, dengan penuh kasih sayang Cau-ji mulai menggenjot badannya naik turun berulang kali, bahkan setiap kali tombaknya terbenam, dia selalu menggesekkan kepala tombaknya di dasar lubang perempuan itu, Soat-kiok saking nikmatnya
sampai seluruh badan gemetar keras.

Bagaikan orang kalap perempuan itu mulai memutar dan menggoyang badannya ke sana kemari....
Tak selang beberapa saat kemudian akhirnya dia mencapai puncak orgasme. Puncak kenikmatan yang luar biasa, seolah bendungan air yang dijebol oleh air bah.

Saking girangnya sambil melelehkan air mata, ia bergumam dan menyebut 'Kongcu, Kongcu" tiada hentinya.
Cau-ji mencabut tombaknya dan kali ini dia menghampiri Cun-tho, mula-mula sepasang kaki perempuan itu dinaikkan dulu ke atas bahunya, kemudian setelah menarik napas panjang ia hujamkan senjatanya ke dalam liang perempuan itu dan mulai melancarkan serangkaian tusukan berantai.

Ratusan kali tusukan kemudian, Cun-tho mulai terangsang hebat, jeritnya berulang kali, "Ooh
... ooh ... Kongcu ... Kongcu ... aduh ... Kongcu sayangku ... aduh ... nikmatnya ... mati aku”
Tak tahan dia mulai menggoyang badannya secara jalang dan liar...
Akhirnya diiringi jeritan lengking, dia pun mencapai puncak kenikmatan.

Dengan penuh kelembutan Cau-ji membaringkan badannya ke atas ranjang, kemudian dia rangkul pinggang Soat-kiok, dengan jurus Li-san-ki-hwe (membelah bukit menyulut api) senjatanya ditusukkan ke dalam liang perempuan itu dan menghujamnya berulang kali.

Bunyi gesekan bergema tiada putusnya, suara cairan kental yang bergesek dengan cairan ... sementara lelehan cairan putih menggenangi lantai.
Di saat seluruh permukaan mulai basah kuyup oleh cairan, dia pun mulai mengerang kenikmatan ... mengerang karena mencapai puncaknya ....

Kini giliran Giok-ho yang memilih bersandar di atas bangku, tatkala tombak panjang Cau-ji mulai menusuk liang surganya, dengan cepat pinggulnya menjepit kuat-kuat senjata lawan kemudian sekuat tenaga menggeseknya ke atas bawah.
"Plok ... plok’ bunyi nyaring bergema dalam ruangan.

Cau-ji sendiri nampaknya mulai bernapsu, dengan cepat tangannya mulai meremas sepasang payudara yang putih kencang, sementara tombaknya ditusukkan semakin ganas.
Ratusan kali tusukan kemudian Giok-ho mulai merintih keras, mengerang karena nikmat.

Ciu-lian yang menyaksikan kejadian itu kegirangan setengah mati, cepat ia tidur telentang, sepasang kakinya dipentang lebar-lebar, pintu gerbang sudah dibuka siap menanti kedatangan
sang tamu agung.

Ternyata memang tidak membuatnya kecewa, selang beberapa saat kemudian Cau-ji telah berhasil menombak Giok-ho di atas bangkunya, bahkan dengan satu gerakan cepat pemuda itu
sudah mencabut senjatanya dan berganti menusuk liang Ciu-lian.

"Aduuh mak! Nikmat... nyaman” jerit Ciu-lian penuh rangsangan.
Sepasang kakinya langsung saja melingkar dan menjepit pinggang Cau-ji, kemudian dengan gerakan penuh napsu dia menggeser badannya mengimbangi gerak tusukan lawannya.

Di saat itulah tiba-tiba pintu kamar dibuka orang, dengan satu gerakan cepat Kui-hoa telah menyelinap masuk ke dalam ruangan.

Begitu berhasil membuat keok Liu Su-pin, menggunakan kesempatan di kala lelaki itu tertidur pulas, diam-diam ia mengeluyur balik ke ruang sebelah, rencananya mau ikut mencicipi kado istimewa itu.

Apalagi ketika ia selesai memeriksa Tong-bwe berempat dan menyaksikan tubuh bagian bawah mereka basah oleh cairan lendir pekat bahkan tertidur dengan senyum dikulum, hatinya semakin tegang.
Mengapa ia jadi tegang?

Ternyata setelah Kui-hoa menyaksikan rekan-rekannya tertidur dengan penuh kepuasan, dia mulai kuatir, takut kalau Cau-ji keburu tak mampu menahan diri dan terlepas duluan, bukankah
kalau sampai begitu dia bakal kecewa berat dan hanya bisa mengisap jari sendiri?

Oleh sebab itu dengan gerakan paling cepat dia lucuti semua pakaian yang dikenakan, kemudian dengan was-was mengawasi pertempuran yang sedang berlangsung antara Cau-ji melawan Ciu-lian.

Tatkala sorot matanya tertumbuk pada tombak panjang Cau-ji yang begitu panjang, besar dan kasar, detak jantungnya kontan berdebar sangat kuat, begitu kuatnya nyaris mau melompat keluar, liang milik sendiri pun mulai terasa gatal dan linu, gatal yang tak tertahankan.

Dalam keadaan begini, terpaksa ia gunakan jari tangan sendiri untuk menghibur liangnya yang gatal, menghibur diri sambil menunggu giliran.
Dengan susah payah akhirnya tiba juga saat Ciu-lian takluk, saat itulah dengan agak tersipu ia berteriak, "Kongcu, masih ada aku yang belum dapat giliran!"

Sambil berseru ia mulai membaringkan diri sambil memasang gaya.
Di saat tombak Cau-ji mulai menerjang masuk ke dalam liangnya, seketika itu juga ia merasakan liangnya begitu bengkak dan sakit, tak tahan jeritnya, "Aduuh mak, besar amat!"
"Hahaha, ketakutan?"
"Hihihi, siapa takut? Makin besar makin mantap!"

Maka pertempuran sengit pun kembali berkobar.
Bagaikan lupa diri Cau-ji mulai menyerang, menusuk dan memutar dengan ganasnya ....
Sampai akhirnya Kui-hoa menjerit karena nikmat, Cau-ji baru bangkit berdiri, mengambil selembar handuk dan mulai membersihkan peralatannya.

Kemudian setelah mengenakan kembali pakaiannya, dengan menggembol pedang To-liongkiam ia tinggalkan gedung milik keluarga Liu.
 
yeay.. update :)
dr awal ampe skrg si CauJi dpt kepuasan sex trus nih dgn bbrp wanita.
 
tapi kasihan cau ji.dpt :kentang: wlw sm 6 cw...
suto mana suto......:ngacir:
 
suhu... masih tahun baruan????
Cau Ji...cepetan muncul....
:beer::beer:
 
cau ji msh liburan ya .. , ikut antri menunggu ap det , ayo tetap semangat ap det suhu ..
 
Bimabet
wah .. , blm ada ap det ya .. , ikut antri menunggu ap det nya suhu Fran ..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd