Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
SIDE STORY: DITA

1

Dita, sosok perempuan asal Bandung yang berwajah manis. Khas wajah perempuan Sunda. Saat ini ia baru memasuki dunia perkuliahan setelah 3 tahun di masa SMA-nya. Di masa sekolahnya, sejak SD sampai SMA selalu menjadi siswi yang ambisius. Ia merupakan orang yang harus mempunyai target di dalam hidupnya. Baginya kehidupan harus diperjuangkan. Entah bagaimanapun caranya, ia selalu ingin menjadi yang terbaik. Anak semata wayang yang dibesarkan dengan didikan ekstra ketat.

Ia memiliki karakter yang manja, dan sensitif perasaannya. Ketika ia bercerita kepadaku ia memberikan penjelasan mengapa ia seperti itu karena ia Pisces, alasan remaja zaman sekarang yang mengiriskan sikap dan tingkah laku dengan astrologi. Namun tetap aku menghargainya. Setiap zaman yang di alami oleh tiap remaja beda-beda. Kita tak sewajarnya memukul rata dengan perkembangan zaman yang sudah berbeda.

Sejak dari dulu ia sangat memimpikan untuk melanjutkan kuliah di kampusnya saat ini. Ia rela menghabiskan waktunya hanya untuk belajar dan belajar. Ia meninggalkan segala aktivitas yang bisa mengganggunya. Bahkan, ia rela untuk membatasi jadwal nonton drakornya untuk menghafalkan rumus-rumus kimia dan fisika.

Selain itu, orang tuanya juga sangat mendukung. Ibunya memberikan fasilitas belajar yang memadai. Hampir setiap hari ia menghabiskan waktu di tempat les. Bisa dibilang keluarga Dita menengah ke atas. Ayah dan Ibunya pegawai BUMN terkenal di negeri ini. Selain itu, ayahnya memiliki bisnis di bidang furniture yang sudah terkenal di daerahku. Jangan salah, meskipun Dita terlahir dari keluarga yang berada. Namun, ia sama sekali tak memiliki sifat yang sombong dengan harta keluarga yang dimilikinya. Didikan orang tuanya menurutku terbilang sukses sampai saat ini karena sudah menjadikan Dita perempuan yang bertanggung jawab dengan apa yang sudah diputuskannya.

Ia tumbuh dengan lingkungan dan pendidikan yang kental. Keluarganya pun mempunyai latar belakang yang alim dan terpandang di daerahnya. Bagi sebagian orang yang baru mengenalinya mungkin ia terlihat judes, dan berwibawa sekali meskipun seorang perempuan. Bagaimana tidak, ia beberapa kali menjuarai dan mewakili provinsi dalam kejuaraan pencak silat. Ya! Dita seorang atlet pencak silat, juga atlet bola voli. Dita ini langka, jenis manusia yang mampu menyeimbangkan prestasi akademik dan atletiknya secara bersamaan. Jika ditanya Dita lebih menonjol ke mana, maka jawabannya adalah bokong dan payudaranya hehe karena ia perempuan. Engga-engga, ia sama-sama menonjol baik di akademik maupun atletiknya. Namun untuk sekarang menurutku ia lebih condong ke akademik. Sesuai dengan motto hidup Dita “Jika menurutmu layak untuk diperjuangkan, kejar! Jika tidak, tinggalkan”.

Sungguh, aku sempat terkesima dengan optimisme dan konsistensi yang Dita jaga. Terlihat dari sorot matanya ia seorang remaja yang mantap untuk menyambut masa depannya dengan usaha yang terbaik. Jika kau memandangnya maka ia mampu meluluhlantahkan keniscayaanmu tanpa berkata-kata, karena aura positif yang terpancar dalam dirinya. Dirimu kan yang terpancar aura negatifnya hehe canda negatif. Yang jelas negatif terkadang menjadi kabar baik ketimbang positif hahahaha.

2

Meskipun demikian, kiranya aku tak terlalu berlebihan dalam mendeskripsikan sosok Dita. Semoga saja tepat. Ia hanya remaja biasa yang sama dengan umumnya yang mengalami pengalaman di usianya. Jiwa keingintahuan dan penasaran terhadap hal-hal baru menggebu-gebu.

Sebelum menjadi terbentuk seperti sekarang, ia sempat labil dengan hal-hal prinsipil yang sedang ia bangun. Bagaikan membangun pondasi, kadang kala ada bagian-bagian yang rapuh yang harus kembali diperbaiki dan mengulanginya dari awal dengan yang lebih kuat.

Ia sama saja merasakan hal yang paling indah di masa sekolahnya yaitu merajut kasih dan bercengkrama bersama seorang yang diingini. Semua itu karena terbuai alur yang menghanyutkan.

Dita memiliki kakak sepupu laki-laki yang usianya beda 2 tahun. A Ican, begitu Dita memanggilnya. Ican adalah anak kakaknya ayah Dita yang semenjak masuk SMA tinggal serumah bersama keluarga Dita. Perekonomian kakaknya ayah Dita saat itu sedang acak-acakkan karena usahanya yang dirintis sejak lama terpaksa guling tikar gegara Covid-19.

Untuk membantu memulihkan perekonomiannya, ayah dan ibu Dita bersepakat untuk meminjamkannya uang dan segera lagi membangun usaha yang baru. Tak sampai di sana, Ican pun dititipkan. Dengan dalih agar bisa bantu-bantu rumah. Karena merasa bertanggung jawab dan hukumnya wajib menolong saudara maka ayah Dita pun mempersilahkan Ican untuk tinggal serumah dengan mereka.

Hingga sampai saat Dita di tahun kedua SMA-nya. Ada kakak kelas yang mendekatinya dan merupakan kawan futsal Ican. Redy, ketua OSIS yang ngebet sekali dengan Dita. Ia sangat merasa percaya diri untuk mendekatinya. Karena satu hal dan lainnya, selain itu pun hanya Rendy lah satu-satunya siswa yang mampu mendekati prestasi Dita baik secara akademik maupun atletik. Sebenarnya banyak yang naksir dengan Dita, tapi karena wibawa dan citranya yang melekat banyak juga yang akhirnya merasa dibuat mundur sendiri. Padahal, Dita sama sekali tak mempermasalahkan status dirinya ke siapapun. Sifat rendah hati yang dimiliki orangtuanya menurun dengan baik ke Dita.

Kejadiannya bermula saat pulang sekolah, waktu itu Dita sedang menunggu jemputan Ican di pos sekolah. Namun, setelah 1 jam menunggu Ican tak ada mengabari. Padahal Dita sudah meleponnya berkali-kali.

“Duh, A Ican ke mana sih, lama banget,” ucap Dita ngomel sendiri.

“Belum ada, Neng, A Ican nya?,” tanya Pak Sapri, satpam sekolah.

“Iya, Pak. Gatau ke mana Aa nya nih,” balas Dita sembari menelepon Ican yang ke berapa kalinya.

“Halo, Neng? Gimana?” ucap Ican yang baru mengangkat teleponnya.

“Jadi jemput ngga? Dari tadi nungguin,” balasnya.

“Eh anjir heeh lupa, Neng. Aa otw sekarang atuh, tungguin yah.”

Ican langsung memacu supermotonya menuju sekolah Dita, ia baru saja selesai rapat di kampusnya dan lupa menjemput adik bungsunya.

“Eh ka mana maneh rarusuh kitu goblog?” tanya Yudi, teman sekampusnya.

“Jemput heula adi aing euy, poho jadah teh,” balasnya terburu-buru.

Tak berselang lama Ican sampai ke sekolah Dita dan langsung memasukan motornya ke gerbang. Sebagian siswa yang sedang berkumpul di parkiran tertuju kepada Ican karena suara knalpot racingnya. Dita langsung menghampiri, seraya memukul kepalanya.

“Lama! Pacaran ya? Bilangin siah ke ayah!” ucap Dita.

“Naon riweuh, baru beres rapat, Neng,” balasnya.

“Ah gandeng! Hayu ah balik!” kata Dita seraya naik nyempong.

“Meni tinggi atuda ah motornya, ganti gera!” lanjutnya

Ican sudah biasa menghadapi perilaku Dita yang seperti itu, baginya ia harus segenap jiwa menjaga keluarga Dita yang selama ini banyak membantunya. Ia tak pernah mengeluh apabila banyak membantu pekerjaan rumah atau mengantar jemput Dita dan ibunya. Bahkan, Ican sudah dianggap anak sendiri oleh ibu dan ayahnya Dita. Singkat kata, Ican adalah orang yang tidak lupa oleh siapa dia dihidupi dan disayangi, jiwanya begitu luas.

3

Singkat cerita, Dita awalnya merasa risih karena didekati oleh Rendy. Namun, Dita sungkan dan hanya menganggapnya kakak senior saja di sekolah. Karena reputasi sebagai ketua OSIS membuat Dita mau tak mau harus bersikap sok menghargainya. Hampir setiap malam Dita ditelepon oleh Rendy, menanyakan kabar dan segala macam bualan.

Hingga suatu malam Dita sedang me time di kamarnya menonton serial Money Hush kesayangannya. Tiba-tiba Rendy meneleponnya.

“Hallo, Dita…,” kata Rendy.

“Iya kak, hallo.”

“Lagi apa nih, Dit?”

“Lagi ngedip kak.”

“Ah kamu mah kebiasaan jawabannya teh ngawur mulu.”

“Ngga, Kak. Emang lagi ngedip.”

“Oh iya, besok mau ngga pulang sekolah kita ngobrol, bahas masa orientasi.”

“Siapa aja kak?”

“Kita aja berdua, urgent banget soalnya ini mah.”

Dita awalnya menolak halus, namun Rendy berusaha tetap meyakinkannya hingga Dita pun luluh.

“Iya deh, kak. “

“Okeyyy…, sampai ketemu besok Dita cantik hehe,” ucap Rendy menutup telepon.

“Heleehhh…, kalo aja bukan ketua OSIS udah ditendang da,” ucap Dita kesal.

Seperti biasa, Dita diantarkan sekolah oleh Ican. Setelah sampai Dita meraih tangan Ican untuk salim. Ican tersenyum seraya mengelus kepalanya.

“A pulangnya ga usah dijemput, Neng mau kumpulan OSIS dulu,” ucap Dita.

“Jam berapa pulangnya?” tanya Ican.

“Paling sore, A,”

“Sebelum maghrib udah nyampe rumah,” ucap Ican.

“Heem, dadahhh…,” ucap Dita melambaikan tangan seraya melangkahkan kaki menuju gerbang.

Setelah sampai di kelasnya, Dita pun menanyakan perihal masa orientasi kepada Rani, sahabatnya, yang juga anggota OSIS.

“Ran, emang masa orientasi udah ada schedule rapat?” tanya Dita.

“Iya, Dit. Udah ada, kata Kak Rendy sih lusa mulai rapat.”

“Oh gitu ya? Iya atuh.”

Dita sedikit menurunkan curiga kenapa Rendy mengajaknya ketemu berdua, karena memang benar OSIS akan membahas itu meskipun lusa.

Setelah jam istirahat, Dita pergi ke kantin bersama gengnya, Rani, Feni, dan Cika. Mereka selalu menjadi pusat perhatian apabila berempat. Seperti barbie berjalan kalau kata Bu Ayu, guru seni tari.

Di kantin mereka berbincang sembari haha-hihi tak jarang mereka menjadi pusat perhatian. Lesung pipit yang dimiliki oleh Dita seakan menjadi daya tarik dibandingkan yang lainnya.

“Dit, gimana aa?” ucap Rani menanyakan Ican.

“Ngga ga ga ga, udah sold out,” jawab Dita seraya melempar tisu ke arah Rani.

“Hahaha, gapapa kali jadi ipar kamu.”

“Aneh anjir, ga ah.”

“Doain ya!”

“Apa doain?”

“Bissmillah A Ican, hahaha,” kata Rani ngibrit ke kelas terlebih dahulu.

Dita hanya menggeleng-gelengkan kepala ke arah sahabatnya. Rani badannya cukup berisi dengan tinggi badan 169 cm berat badannya kira-kira 60 kg. Yang menjadi daya tariknya selain wajahnya yang mirip Reemar, ia memiliki payudara dan pantat yang semok.

Setelah bubar sekolah, Rendy sudah menunggu di depan kelas Dita. Sontak itu membuat yang lainnya riuh.

“Ehmmm…, Pak Ketos mau ke mana nih sama Dita?” ucap Feni.

“Ya mau ngedate lah sama Dita, yakan Dit?” sambung Cika seraya mencolek-colek pipi Dita.

“Hahaha engga, ini mau ngebahas anggaran masa orientasi bareng Dita,” jawab Rendy.

Dita diam saja tak ikut menimbrung, namun temannya terus saja menggoda. Dita terlihat salting, ia hanya memainkan ujung kerudung dengan jarinya.

“Yuk, Dit!” ajak Rendy.

“Iya, Kak.”

“Ran, Cik. Duluan yaaa…,” ucap Dita melambaikam tangan pada mereka.

“Dit! Salamin ke aa,” ucap Rani.

Dita menoleh seraya mengepalkan tangannya ke arah Rani yang disambut oleh tawa. Dita dan Rendy berjalan menuju parkiran.

“Kamu tunggu di sini aja, Dit,” ucap Rendy yang hendak menghampiri Kawasaki Ninja nya yang terparkir.

“Iya, Kak.”

Setelah menghampiri Dita di pos satpam, Rendy menurunkan step belakangnya dan menyerahkan helm ke Dita. Perlahan Dita menaiki motornya dengan memegangi pundak Rendy.

“A, punten ya,” ucap Dita saat akan menaiki motornya dengan menyamping.

“Iya, Dit. Sok ga apa-apa,” jawab Rendy dengan tersenyum.

Perlahan mereka berjalan menyusuri jalanan yang tak terlalu padat. Terkadang mereka mengobrol di tengah bisingnya jalanan. Sehingga sesekali Dita harus mendekatkan wajahnya untuk mendengar ucapan Rendy. Mau tak mau payudara Dita tipis-tipis menempel di punggung Rendy saat memajukan wajahnya. Hal itu membuat Dita serba salah, antara mengabaikan dan pura-pura tak mendengar ucapan Rendy atau merasa tak enak jika tak menimpali ucapan Rendy.

Seakan sengaja, Rendy terus mengajak ngobrol Dita di sepanjang jalan. Terkadang juga ia rem mendadak saat di lampu merah. Dita mulai jengah dan aneh. Ada sensasi baru yang baru pertama kali ia rasakan setelah waktu itu ia minta dikerok oleh kakaknya, Ican.

Dita bimbang, harus bagaimana menghadapi situasi seperti itu. Hingga pada akhirnya mobil angkot yang ada di depan Rendy tiba-tiba berhenti. Sontak Rendy dengan reflek menginjak rem belakang. Namun, bukannya berhenti, bannya malah slip. Hanya beberapa meter lagi ban depan motor mengenai bumper belakang angkot.

“Ckiiiiittttt…,” suara ban yang direm berdecit di aspal.

“Aaahhhh…,” ucap Dita reflek antara kaget dan merasakan sensasi aneh di payudaranya yang menempel dengan punggung Rendy.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd