Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
Baru nyimak cerita ini dan langsung maraton dan langsung suka banget. Lanjutin terus suhuu
 
4

Malam Rabu, cuacanya agak dingin tapi lumayan hangat, hangat karena kebersamaan kita pada waktu itu di rumah Inne. Seperti janji sebelumnya kepada Dita, kami mengadakan acara bakar-bakaran. Kebetulan waktu itu, anak-anak magang di kantorku diajak sekalian oleh Inne karena akan menyetorkan laporan sekaligus bimbingan katanya.

Sebelumnya memang pas di kantor anak-anak magang itu mengkonfirmasi kepadaku.

Tyas, Carolina, Nana, Ridwan dan Deri semuanya hadir. Tak lupa, yang punya hajat pun hadir pada saat itu, Dita dan pacarnya.

“Iya A, dulu sih sering nongkrong di sana, ya sama anak-anak custom juga hehe,” ucap Atar.

Sosok anak muda yang menurutku cukup fashionable lah, ala-ala oppa korea dengan potongan rambutnya yang comma hair serta warna kulitnya yang putih. Sedari tadi kami berbincang cukup lama, membahas ini itu, sepanjang perbincangan dia nampaknya selalu berinisiatif untuk terus menyambung perbincangan. Kuakui memang pada saat itu aku tak sesupel biasanya, entah kenapa haha.

Aku mulai menyalakan rokok sembari melihat sekeliling, Tyas CS sedang sibuk dengan grill dan menata makanan yang akan dibakar, diselingi dengan candaan-candaan. Dita pun di sana, ia langsung bergabung bersama Tyas sejak aku dan Atar berbincang.

Dita memang sudah pernah bertemu beberapa kali dengan mereka saat di kantor, sesekali Dita pun suka ikut ngantor denganku jika ia tidak ada kegiatan.

“Iiihhh… diem Ridwan! lu gak bisa diem ya! Gua gampar lu!” ucap Tyas misuh-misuh karena pipinya diolesi mayonnaise oleh Ridwan.

“Hahaha bangsat lu kelakuan, bisa-bisanya gangguin singa gurun,” celetuk Deri.

“Heh! Punya otak tu dipake napa! Emang di gurun ada singa? Jangan ngadi-ngadi lu spion beat karbu!” ucap Tyas menggetok kepala Deri.

“Duh Tyas tangannya ringan banget hahaha!” ucap Nana yang melihatnya.

“Tau nih, lagian ada-ada aja oscar oasis…” jawab Tyas lempeng.

“Wah love languangenya pshycal attack ya Tyas, hahaha,” ucap Dita nimbrung.

Sontak semuanya tertawa terbahak-bahak.

“Lah giliran Mbak Dita yang ngecengin lu malah nyengir Ty…” ucap Deri.

“Kalo si Mbak Dita bukan adeknya Pak Yassar udah gua makan dari tadi, greget gua, gemas!” jawab Tyas.

“Hehehe… Pak…” sambungnya ke arahku dengan mengangguk.

Kelakuannya yang misuh-misuh membuat tawa menjadi pecah seketika, termasuk aku yang tak tahan karena melihat gesturnya.

“Adeknya Bu Inne Mbak Dita mah ege!” celetuk Ridwan.

“Eh iya ya?” ucap Nana menimpali.

Mendengar itu Dita malah tertawa-tawa sendiri, melihat mereka memperdebatkan dirinya adik dari siapa.

Karena tawa pun tak henti-henti, sampai membuat Inne dan Carolina nongol ke luar melihat keadaan.

“Hey… ada apa sih? Rame banget kayaknya…” ucap Inne.

“Ini nih, Bu. Si Tyas kumat, abis obat biasa…” Kata Ridwan.

“Eh! Elu Ya!” Jawab Tyas.

“Hehe nggak, Bu, ini biasa Nana kesurupan setan bawang…” sambung Tyas.

“Lah?” kata Nana dengan wajah polos.

“Kasian ege si Nana sampe melongo gitu… hahaha…” ucap Carolina.

Inne waktu itu berada di ruang tengah yang sedang melayani bimbingan laporan Carolina, memang waktu itu yang lain sudah mendapatkan gilirannya, dan waktu itu tinggal giliran Carolina.

Kulihat Inne dari kaca samping begitu cantik saat menjelaskan sesuatu, itu menambah kekagumanku padanya. Selain cantik dan mempunyai body yang bagus, ia pun memiliki kecerdasan yang mumpuni. Sungguh maruk Inne ini, kataku dalam hati.

Tak lama dari itu, Dita berjalan menghampiriku dan Atar seraya menenteng dua sosis bakar di tangannya.

Kulihat dari kejauhan, anak ini memang sudah beranjak dewasa, yang membuatku tertegun adalah makin lama mukanya semakin mirip dengan Inne. Yang kuingat, waktu pertama kali bertemu dengan Dita ia tak begitu mirip dengan Inne.

Dari mulai gesturnya, sampai dengan ekspresi mukanya di setiap gerak-geriknya.

Mungkin itu alasan kenapa aku tidak begitu supel saat berbincang dengan Atar, pacarnya.

Kadangkala tak rela, mungkin karena sudah merasa begitu dekat, dan rasa melindungi yang terlalu dalam, mungkin inilah hasilnya ketika melihat adik sendiri sudah menemukan pilihannya.

“A! Aa… heh malah bengong…” ucap Dita menyadarkanku.

“Eh iya apa, Neng?” jawabku.

“Ini… dari tadi nawarin sosis,” jawabnya

“Oh iya-iya haha, maaf-maaf lagi ngalamunin thanos tadi…” ucapku ngawur.

“Dasarrr…” balasnya.

“Teteh belum beres A?” sambungnya.

“Belum keknya, masih ngobrol sama Carol tuh…” ucapku seraya menoleh ke arah Inne.

“Cantik ya A Teteh…” Ucap Dita.

“Mirip kamu tau Neng…” jawabku.

“Hah? Emang iya sih kalo lagi jalan sama Teteh suka sering dibilang adek kakak.” Balas Dita.

“Tapi emang aku semirip itu sama Teteh, Bub?” tanya Dita ke Attar.

“Iya, bener kata Aa mirip banget, kayak kembar ya, A,” jawab Attar meminta persetujuanku.

“Betul, padahal kamu lahirnya di Bandung, Teteh di Jogja,” kataku.

“Kan katanya yang mirip sama kita tu ada 7, nah salahsatunya Teteh berarti haha…” jawab Dita.

“Ada satu lagi…” ucapku.

“Siapa?” tanya Dita.

“Mbaknya Teteh…”

“Wah, mirip juga A? tanya Atar.

“Iya mirip, tapi ga semirip Inne dan Dita sih,” jawabku.

“Oh iya… iya… aku waktu itu pernah vc, siapa sih A, Namanya teh?” tanya Dita sembari mengerutkan Dahi.

“Mbak Asri…” ucapku.

“Nah iyaaa… Mbak Asri…”

“Tapi kata Neng mah, Mbak Asri agak sipit ya A matanya, yang lainnya bibir, alis, idung, pipi, bentuk muka, emang nyeplak banget persis Teteh,” sambung Dita.

“Iya bener…”

“Oh iya… ada satu lagi…”

“Siapa?”
“Ibunya Mbak Asri…” kataku.

“Ya iya atuh itu mah pastiii… ih!” jawab Dita seraya memukul-mukul tanganku.

“Anjir pak! Kekerasan! Butuh bantuan nggak?” teriak Ridwan yang melihat kami.

“Hahahaha… iya nih, aku disiksa… takutttt…” jawabku berteriak.

“Oke siap, Pak! Ini saya bantuin…” jawabnya seraya memeragakan memegang senjata dan mengarahkannya ke Dita.

“Saya tembak, Pak!”

Mbak Dita nya…!!!” ucap Ridwan.

“Mulut! Tu mulut…!!!” ucap Tyas seraya mengeplak kepala Ridwan menggunakan capitan makanan.

“Hahahahahaha…” semuanya tertawa melihat tingkah konyol Ridwan dan Tyas.

5

“Gaeeessss… kumpul-kumpul ini syudah bereeess…” ucap Carolina yang ternyata sudah ada di situ.

Tak lama kemudian Inne muncul dari rumah menggunakan cardigan warna krem menghampiriku yang sedang berbincang dengan Atar juga Dita.

Seperti biasa saat Inne tiba, Dita langsung merangkul pinggang Inne sembari duduk.

“Cukur yang ah… udah panjang gini rambut…” ucap Inne yang masih berdiri seraya menyeka-nyeka rambutku.

“Apasiii yang lagi pacaran peluk-peluk…” sambungnya pada Dita.

“Ih Teteh mah…” rengek Dita.

“Sana peluk pacarnya,” jawab Inne seraya melingkarkan kedua lengannya ke leherku.

Wajah Dita jadi memerah karenanya.

“Hahaha, liat yang, muka si Neng merah liat, hahaha…” ucap Inne.

“Ah tau ah Teteh mah, gitu…” jawab Dita.

“Ututututuuuu… jangan gitu atuh ah malu tuh sama Atar…” kata Inne.

“Iya ih ogoan wae udah punya pacar ge ih…” kataku menimpali.

“Aa gandeng! Diem!” jawab Dita yang masih merangkul pinggang Inne.

“Waduh,” jawabku.

“Hahaha puas dimarahin si Neng,” ledek Inne padaku.

“Gaesss ini kita jadi kambing conge aja tah?” teriak Carolina.

“Aaaaaa bapeeerrrr…” ucap Ridwan yang berusaha memeluk Deri.

“Diem lu bangsat! Ngapain sih babi! Najis hih!” kata Deri menghindari pelukan maut dari Ridwan.

Kami pun tertawa seraya menghampiri mereka yang sedang ribut menghakimi Ridwan.

“Yuk ke sana yuk…” ajakku seraya menarik tangan Inne yang masih melingkar di leherku.

“Yuk, Bub,” ucap Dita pada Atar.

“Hayu Tar…” ajakku.

“Iya gabung dulu yuk makan-makan dulu Bub,” ucap Inne.

“Iya-iya boleh…” jawab Atar.

6

Keseruan malam itu sungguh meriah, kita nyanyi-nyanyi bareng diiringi oleh Ridwan yang jago main gitar, gitaris tongkrongan yang hampir hafal setiap lagu trending di toktok dan sejuta lagu galau lainnya. Kadang ia juga bergantian bermain gitar dengan Deri.

“Sini-sini aku pengen ngegitar…” ucap Inne pada Deri yang sedang memegang gitar.

“Wihhh… wih… duet maut nih…” kata Nana sambil melihat ke arahku.

“Apa yang lagu apa yang?” tanya Inne padaku.

“Still into you dong…” jawabku.

“Wanjir paramore nih guys…” ucap Tyas sumringah.

“Tau lagunya, Ty?” tanya Inne.

“Tau dong, Bu… gasss…” jawabnya.

Inne mengiringinya dengan versi akustik tapi tetap terasa versi aslinya. Kami bernyanyi bersama-sama dengan gembira dan terbawa suasana, hanyut di dalam perasaan sendu malam itu.

“Pak Yassar dong gantian…” celetuk Ridwan.

“NIh, yang, ayo yang…” ucap Inne memberikan gitar padaku.

“Eh Mas, bagi rokok dong, Mas,” kata Ridwan pada Atar.

“Saya gak ngerokok, Mas, hehe,” jawab Atar.

Dita senyum menoleh ke Atar seraya mengelus tangannya. Posisinya waktu itu Dita duduk di depan Atar yang kakinya ditekuk. Hingga tangannya menjulur ke depan melewati bahu Dita.

“Nih, Wan, tangkep…” kataku melemparkan bungkus rokok pada Ridwan.

“Beli ege! Minta mulu bisanya, heran gua!” ucap Tyas.

“Ty udah, Ty, nyebut-nyebut, anak orang digas mulu…” ucap Nana.

“Anak setan dia mah…” jawab Tyas.

“Diem lu pentul korek!” ucap Ridwan.

“Bu, capek, Bu, liat mereka gitu terus, gak di kampus, gak di kantor, gak di sini, capek bat capek…” kata Carolina kepada Inne.

“Tau lu! Ribut mulu, ribet! Sini bagi rokok!” ucap Deri sengit.

“Dih enak, minta orang mah mintaaaa…” jawab Ridwan.

“Pak bagi ya, Pak! Hehe…” ucap Deri padaku.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum melihat tingkah mereka.

“Iya sok aja buat kalian sok gak papa…” kata Inne tersenyum.

“Udah sih, ribut mulu, lagian dibolehin tuh sama Aa, Teteh juga…” Dita menimpali dengan nahan ketawa.

“Anjay Aa Teteh… Eh! Hehe…” ucap Tyas nyeplos.

“Okey… karena kondisi sudah kondusif, mari lanjutkan, Pak!” ucap Nana.

“Nyanyiin Bu Inne, Pak. Hahaha…” celetuk Ridwan.

“Oke baiklah ini lagu untuk dosen kaliah nih…”

Ini memang sudah kurencanakan dari sebulan yang lalu. Mungkin inilah momen tepatnya, kataku dalam hati. Perlahan kumainkan petikan-petikan halus sembari mengumpulkan mental.

“It's a beautiful night, we're looking for something dumb to do

Hey baby, I think I wanna marry you

Is it the look in your eyes or is it this dancing juice?

Who cares, baby, I think I wanna marry you…”
suaraku mulai mengalun mengikuti chord yang kumainkan.

“Uhuuuyyy…” mereka riuh saat aku menyanyikan lagu itu.

Aku menyanyikan bagian itu seraya melihat ke arah Inne, berharap ia gantian menyanyikan bagian selanjutnya.

Aku anggukan kepala sebagai tanda untuk Inne melanjutkan nyanyi.

“Well, I know this little chapel on the boulevard we can go

No one will know, oh, come on girl

Who cares if we're trashed, got a pocket full of cash we can blow

Shots of patron and it's on, girl…”
suara Inne begitu merdu menyatu dengan alunan gitar yang aku iringi.

Kami berpandangan seakan sudah tahu bahwa bagian selanjutnya harus dinyanyikan bersamaan.

“Don't say no, no, no, no, no

I say yeah, yeah, yeah, yeah, yeah

And we'll go, go, go, go, go

If you're ready, like I'm ready…”


Suasana menjadi penuh dengan teriakan histeris yang terbawa suasana ketika Inne dengan sengaja mengubah lirik yang harusnya “Just say yaaa… yaaa… yaaa… menjadi I say yaaa… yaaa… yaaa…

Aku pun ikut terharu saat dengan lancang Inne merubah lirik itu. Hatiku tak menentu dag dig dug tapi harus tetap melanjutkan momen ini jangan sampai merusak suasana yang tengah hangat ini.

“'Cause it's a beautiful night, we're looking for something dumb to do

Hey baby, I think I wanna marry you

Is it the look in your eyes or is it this dancing juice?

Who cares, baby, I think I wanna marry you…”
aku melanjutkan menyanyi walau kutahu ekspresi mukaku saat itu tak bisa kutahan saking kencangnya jantungku berpacu.

“I say I do

Tell me right now, baby

Tell me right now, baby, baby…”
Inne melanjutkan lagu itu.

Beberapa orang kulihat mengabadikan momen ini dengan merekam video, termasuk Dita yang saat itu tersenyum Bahagia menatap ke arahku.

Kututup lagu itu dengan manis dan Inne menyenderkan kepalanya ke bahuku seraya tersenyum manis sekali.

“Aaaahhh momen terpecah abad ini… gak bisa ini terlalu my dream…” ucap Carolina yang memeluk Nana.

“Iya bener, gak bisa gak bisa, ini terlalu lucu anjay… hwaaaa…” kata Tyas.

“Dih… lu bisa mleyot juga yak ternyata…” kata Ridwan.

“Gua manusia Waaannn… aaaa baper sekali inii…” balas Tyas yang masih mode mleyot.

“Bangsat lah… gua tersentuh gini…” celetuk Deri seraya menghembuskan asap rokok dengan mata yang sembab.

“Anjing lu nangis…” kata Ridwan.

“Hahahaha…” semuanya tertawa karena itu.

Inne kini melingkarkan lengannya di tanganku seraya tertawa-tawa tipis.

“Makasih sayang… aku seneng banget…” bisik Inne padaku.

Aku mengangguk padanya seraya tersenyum.

Tiba-tiba aku berdiri seakan ingin menyampaikan sesuatu.

“Ehm oke guys. Pertama-tama makasih banget ya udah nyempetin waktu kalian di malam yang tidak weekend ini. Semoga kita semua bisa tetap menjalin komunikasi dan silaturahmi seperti ini. Aku harap dengan adanya momen seperti ini, ini bisa dijadikan sebagai kesempatan untuk menjadi lebih tahu satu sama lain. Ya meskipun kelihatannya Tyas dan Ridwan ribut mulu ya? Hahaha…” ucapku dengan tenang dan sedikit becanda.

“Iya nih, Pak, ribut mulu, wkwk…”

“Lanjut… lanjuttt…” kata Deri.

“Semoga kalian bisa jadi keluarga yang terus begini, bukan hanya sekedar teman, posisikan sebagai saudara yang siap siaga selalu membantu dalam keadaan apapun. Nah untuk itu, kalian jangan merasa sungkan lagi sama Aku dan Bu Inne, juga Dita adik dari kami yang sangat kami sayangi,” ucapku seraya menoleh ke arah Dita.

Dita meresponsku dengan love sign tangannya.

“Untuk selanjutnya, karena sebagai laki-laki itu yang dipegang adalah ucapannya. Meksipun tadi nyanyi, tapi itu tetap terucap kan ya?” tanyaku pada semua.

“Betuuullll…” jawab mereka.

“Nah maka dari itu, hehe. Saya ingin memberikan contoh kepada kalian semua para laki-laki. Ridwan, Deri, dan Atar yah, ucapakan kalian akan selalu diuji oleh wanita, jangan bermain-main dengan ucapan kepada wanita, ya pasti kalian juga udah tau sih ya haha…” ucapku mendadak ngeblank.

“Apa si, Pak, apaaa…???” ucap Carolina seperti terlihat gemas.

Aku melirik ke arah Inne yang menatapku dengan senyum yang ditutupi tangannya.

“Ya untuk itu, begini…” tanganku merogoh saku celana dan digenggam di tangan kananku.

Kuturunkan lututku sebelah menghadap Inne.

“Aaaaaaaa…”

“Hwaaaa……”

“Kuatkan hambamuu Tuhannn…”

Coletehan-celotehan konyol mulai terdengar saat mereka mulai menyadari ketika aku menurunkan lutut di depan Inne dan membukakan kotak cin-cin ke arah Inne.

Kulihat Inne shock, tersenyum, matanya berkaca-kaca.

“Aaaaa Teteeehhh…” Dita tak kuasa menahan suasana yang syahdu ini.

Inne menoleh ke arah Dita dan tersenyum begitu cantik.

“Inn, tadi apa?” kataku memecah keriuhan.

“Apaaa?” suara Inne keluar begitu lembut.

“Tadi pas nyanyi…” kataku seraya mengangkat alis.

“Ooohhh, hahaha ayaaangggg…” jawabnya malu-malu.

“I said yes…” kata Inne memberikan tangannya padaku.

“Yhaaaaaaaaa…”
“Haaaaa….”

“Aaaaaaa….”

Berbagai suara baper kudengar waktu itu dengan jelas.

Dengan perlahan aku mengambil cincin dari kotaknya dan memasangkan cincin di jari manis Inne.

Kemudian Inne memelukku dengan wajah yang sumringah.

Melihat aku dan Inne seperti itu, Ridwan berinisiatif mengambil gitar dan menyanyikan ulang lagu Marry You bersama-sama.

“Just say I do…

Tell me right now, baby

Tell me right now, baby, baby

Just say I do

Tell me right now, baby

Tell me right now, baby, baby, oh

It's a beautiful night, we're looking for something dumb to do

Hey baby, I think I wanna marry you Is it the look in your eyes or is it this dancing juice? Who cares, baby, I think I wanna marry you…”


Setelah lagu tersebut selesai dimainkan, Inne kembali memelukku dengan erat. Lalu mata kami saling bertatapan saling melempar senyum yang menggetarkan jiwa masing-masing.

Tak lama dari itu, Inne menciumku di bibir. Lalu Dita menghampiri kami untuk berpelukan.

Dan itu semakin membuat ribut suasana malam Rabu.

Kulihat semuanya bergembira, kami menghabiskan waktu malam yang panjang kala itu dengan banyak hal. Begitu manis dan romantis.
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd