Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjalanan Seorang Akhwat

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terakhir diubah:
lanjut aja hu, jelas2 lebih banyak yang nunggu kelanjutan cerita ini ketimbang yang nyinyir. itu tanda karya suhu lebih banyak yg suka ketimbang yang benci, gitu aja sih :Peace:
 
Gimana ya...
Menulis itu susah2 gampang, bagi yang suka menulis pasti merasakannya, tak jarang ingin berhenti di tengah jalan, banyak alasan kenapa penulis berhenti berkarya, bisa karena ide yg tiba2 mentok, atau merasa tulisan yang ia buat tidak sesuai yg dia harapkan, kesibukan yang padat.
Dan lebih banyak karena kecewa dengan respon yg ia terima.

Menulis itu memang hobi, n tidak ada yang memaksa penulis untuk menulis cerita. Tapi hobi itu akan terasa menyenangkan kalau di barengi dengan penghargaan dari yang membaca tulisannya. Tapi sebaliknya, akan sangat menyakitkan, ketika si penulis merasa tidak di hargai.

Jadi penulis itu juga serba salah, pengen nulis tapi takut respon pembacanya jelek, pengen berhenti, tapi jari ini terasa gatal untuk mengetik huruf demi huruf atau menari di atas keyboard.

Makanya banyak penulis yg cerita sebelumnya mati di tengah jalan, tiba-tiba kembali menulis, dan lagi-lagi terhenti di tengah jalan.

Bahkan tak jarang, si penulis membuat akun baru agar pembaca lupa kalau penulis lama kembali menulis.

Maaf kalau saya curcol, atau saya seperti orang yang baperan. Saya hanya menyampaikan apa yang rasakan, bukan hanya saya, mungkin penulis lainnya juga merasakan hal yg sama.


Habis magrib saya Up....

Terimakasih atas dukungannya.
 
Gimana ya...
Menulis itu susah2 gampang, bagi yang suka menulis pasti merasakannya, tak jarang ingin berhenti di tengah jalan, banyak alasan kenapa penulis berhenti berkarya, bisa karena ide yg tiba2 mentok, atau merasa tulisan yang ia buat tidak sesuai yg dia harapkan, kesibukan yang padat.
Dan lebih banyak karena kecewa dengan respon yg ia terima.

Menulis itu memang hobi, n tidak ada yang memaksa penulis untuk menulis cerita. Tapi hobi itu akan terasa menyenangkan kalau di barengi dengan penghargaan dari yang membaca tulisannya. Tapi sebaliknya, akan sangat menyakitkan, ketika si penulis merasa tidak di hargai.

Jadi penulis itu juga serba salah, pengen nulis tapi takut respon pembacanya jelek, pengen berhenti, tapi jari ini terasa gatal untuk mengetik huruf demi huruf atau menari di atas keyboard.

Makanya banyak penulis yg cerita sebelumnya mati di tengah jalan, tiba-tiba kembali menulis, dan lagi-lagi terhenti di tengah jalan.

Bahkan tak jarang, si penulis membuat akun baru agar pembaca lupa kalau penulis lama kembali menulis.

Maaf kalau saya curcol, atau saya seperti orang yang baperan. Saya hanya menyampaikan apa yang rasakan, bukan hanya saya, mungkin penulis lainnya juga merasakan hal yg sama.


Habis magrib saya Up....

Terimakasih atas dukungannya.
perasaan yg begitu manusiawi kok hu..
namanya jg forum, pasti banyak orang yang suka ngasih kritik tanpa solusi, lebih tepatnya suka ngata2in doang..
ambil yang baik2nya aja hu :beer:
 
Selamat menikmati Om...

Aisya masuk kedalam kamarnya, sembari membaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Perlahan ia memejamkan matanya, seiring dengan air matanya yang mengalir, membasahi kedua pipinya. Sejenak ia teringat kejadian beberapa tahun silam, yang telah merubah dirinya menjadi seperti ini.

Kedua tangan Aisya terkepal, dan tampak senyuman kecil menghiasi bibirnya indahnya.

"Kamu... harus merasakan apa yang kurasakan saat ini! Lebih baik aku berada di kerak neraka, dari pada melihatmu hidup bahagia." Gumam Aisya perlahan, di selingi dengan isak tangisnya.

Setelah tangisnya reda, ia segera kekamar mandi untuk membasuh tubuhnya. Selesai mandi ia mengganti pakaiannya dengan pakaian gamis berwarna ungu, tak lupa ia juga mempercantik diri dengan berias dan memakai wangi-wangian.

Tok... tok... tok...

"Iya masuk." Seruan Aisya.

Tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka, tampak seorang anak laki-laki berusia 15 tahun berdiri di depan pintu kamarnya. Ia tertunduk lesu dengan raut wajah yang tampak ketakutan.

Aisya memberi isyarat tangan agar anak remaja itu segera menghampiri dirinya. Anak remaja itu tetap berdiri mematung dengan wajah tertunduk.

Aisya tersenyum ramah kepadanya. "Sini duduk dekat saya." Suruhnya. "Jangan takut... saya gak galak kok!" Canda Aisya untuk mencairkan suasana agar sang anak bisa sedikit rileks.

"I... iya Tante." Katanya.

Lalu anak remaja itu memberanikan diri duduk di samping Aisya. Dengan jarak yang cukup dekat, anak remaja itu dapat mencium aroma tubuh Aisya yang wangi.

"Nama kamu siapa?" Tanya Aisya lembut.

Membuat anak remaja itu sedikit merasa nyaman. "Na... nama... saya Bu... Budi Tan." Jawab Budi gugup, ia sangat ketakutan.

Bukan tanpa alasan kenapa ia sangat ketakutan, selama tiga hari ia tinggal di pedepokan, ia selalu mengalami penyiksaan lahir dan batin, di hina dan di suruh melayani para pelacur yang sikapnya sangat angkuh, bahkan berulang kali ia di bentak dan di pukuli.

Sehingga wajar saja kalau saat ini ia sangat ketakutan, apa lagi Aisya adalah salah satu pemimpin pedepokan tempat ia tinggal saat ini.

"Nama yang bagus!" Ujar Aisya ramah. "Kamu kenapa bisa ada di sini?" Tanya Aisya lagi.

"Ke... kemarin lusa saya ketangkep satpol PP, la... lalu saya di titipkan di sini." Jawab Budi jujur apa adanya, kalau ia memang anak jalanan.

"Ooo gitu."

"Ma... maaf Tan, apa saya di panggil ke sini karena saya melakukan kesalahan?" Budi memberanikan diri dengan bibir gemetar. "Sa... saya sudah melakukan tugas saya dengan baik, kalau ada... kesalahan saya mohon maaf Tante." Lanjut Budi.

Aisya mengangkat salah satu alisnya. "Tidak ada yang salah kok, saya memanggil kamu ke sini hanya ingin mengajak kamu mengobrol." Jelas Aisya.

"Fuuh..." Budi mendesah ringan.

"Jangan takut, Tante gak sejahat mereka kok, yang suka marahin kamu." Kata Aisya, ia tersenyum sangat manis, membuat Budi merasa semakin nyaman berada di dekat Aisya.

"Terimakasih Tan..."

"Sama-sama." Jawab Aisya sembari mengucek rambut ikal Budi. "Oh iya, orang tua kamu sudah tau kalau kamu ada di sini?" Tanya Aisya.

Budi menggelengkan kepalanya. "Me... mereka sudah lama meninggal Tan... saya hidup sendirian." Jawab Budi dengan suara getir.

"Maaf... Tante tidak tau."

"Gak apa-apa kok Tan..." Jawab Budi, yang kini mulai bisa tersenyum. "Tante punya anak?" Tanya Budi, ia mulai terlihat lebih berani.

"Sudah... tapi ia lebih tua dari kamu." Jawab Aisya.

"Hhmm... anak Tante sangat beruntung ya, bisa punya Ibu sebaik Tante." Puji Budi, membuat Aisya tersenyum getir dengan kenyataan yang ia alami.

"Kamu bisa aja... kalau kamu mau, Tante mau kok jadi Ibunya kamu." Tawar Aisya, sembari memasang senyum terbaiknya.

"Serius Tan?"

"Kamu mau gak jadi anak Tante..."

"Ma... mau Tan." Jawab Budi cepat.

Aisya tertawa pelan, lalu merangkul Budi dan memeluknya dengan erat.

Seumur-umur baru kali ini ia di peluk oleh seorang wanita secantik Aisya, biasanya ia selalu saja menerima penghinaan dan cacian dari mereka kalangan atas seperti Aisya. Maklum saja, karena Budi dari kalangan kelas kebawah yang selalu di pandang rendah.

Tapi berbeda dengan Aisya, orang yang ia pikir sama seperti yang lainnya, malah memperlakukannya dengan sangat baik.

"Kalau gitu kamu harus jadi anak yang nurut." Jelas Aisya, dia membelai wajah Budi yang tampak kusut.

Budi menganggukkan kepalanya. "Iya Tan, terimakasih sudah mau menganggap Budi sebagai anak Tante." Jelas Budi senang.

"Mulai sekarang kamu harus memanggil Tante dengan sebutan Umi." Suruh Aisya.

"Iya Tan... Eh... Umi." Ralat Budi.

Aisya semakin mempererat pelukannya, sehingga wajah Budi terbenam diantara kedua gunung kembar kebanggaannya.

Sebagai anak remaja yang mulai tumbuh dewasa, tentu saja Budi mulai merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan selama ini, sebuah sensasi yang membuatnya melambung tinggi.

Seumur hidupnya, baru kali ini ia merasakan kekenyalan payudara seorang wanita dewasa, yang membuat adik juniornya mulai memberontak.

"Mau nenen?" Tawar Aisya.

Budi mengangkat wajahnya, tak yakin dengan apa yang ia dengar barusan. "Se... serius Umi?" Tanya Budi heran, Aisya menganggukkan kepalanya. "Emang boleh Mi?" Lanjut Budi.

"Boleh dong sayang, kamukan anak Umi." Jawab Aisya.

Lalu tanpa menunggu respon Budi, Umi Aisya dengan perlahan membuka kancing gamisnya, memperlihatkan kulit mulus belahan payudaranya dan bra berwarna putih susu.

Mata Budi berbinar ketika Aisya menarik kebawah cup bra yang di kenakan Aisya, hingga payudaranya menggantung bebas di hadapannya.

"Gleek..." Budi menelan air liurnya yang terasa hambar.

Aisya tersenyum senang melihat wajah polos Budi ketika melihat bentuk payudaranya yang berukuran 36b, dengan puting yang agak besar di bandingkan dengan ukuran normal. Ia membelai kepala Budi, lalu mendekatkan wajah Budi ke depan payudaranya.

Sebagai pemula, tentu Budi tidak tau apa yang harus ia lakukan saat ini.

"Kok cuman di liatin aja?" Tegur Aisya.

Budi mengangkat wajahnya. "Ha... harus gimana Umi?" Tanya Budi polos, membuat birahi Aisya semakin meledak-ledak.

Tapi ia harus sabar, karena di sinilah sensasi nikmatnya bercinta dengan anak remaja sepolos Budi. "Hisap payudara Umi, kayak anak bayi yang lagi mimik susu." Ujar Aisya memberi petunjuk kepada Budi.

"I... iya Mi." Jawab Budi gugup.

Dengan perlahan ia membuka mulutnya, melahap salah satu payudara Aisya. "Oughkk..." Desah Aisya, darahnya terasa mendidih saat ini juga.

"Sakit Mi?" Tanya Budi khawatir.

"Teruskan Sayang... Umi suka, hisap payudara Umi sayang." Pinta Aisya.

Budi menuruti permintaan Aisya, ia menghisap lembut payudara Aisya, menggigit kecil putingnya yang telah mengeras di dalam mulutnya.

Ada perasaan nyaman melihat wajah Budi yang polos sedang menghisap payudaranya.

Sembari membelai kepala Budi, Aisya melepas kaos yang di kenakan Rudi. Sejenak Budi melepas kulumannya, sembari mengangkat kedua tangannya, mempermudah Aisya melepas kaosnya. Lalu ia kembali menghisap payudara Aisya.

"Ssstt... Aahk..." Aisya berdesis nikmat.

Ia merasakan birahinya meletup-letup tatkala putingnya di gigit lembut oleh Budi.

Aisya tak mau tinggal diam, dia meminta Budi tiduran di pangkuannya, lalu sembari menyodorkan kembali payudaranya, Aisya membelai tonjolan penis Budi yang berada di balik celananya.

"Oughkk... enak Mi." Desah Budi.

Tangan lembut Aisya masuk kedalam celana Budi, lalu dia meraih penis Budi sembari mengocoknya dengan lembut, membuat Budi merem melek keenakan.

"Kamu suka Nak?"

"Su... suka sekali Mi!" Jawab Budi terbata.

Kemudian ia meminta Budi duduk di tepian tempat tidur, sementara Aisya berjongkok di depannya, dengan perlahan ia menarik turun celana yang di kenakan Budi, hingga tampak penisnya yang telah mengeras.

Kembali jemari lembutnya menggenggam penis Budi, lalu mengurutnya dengan perlahan.

Cup...
Aisya mengecup lembut kepala penis Budi yang berbentuk pion. Walaupun Budi masih remaja, tapi sang anak sudah memiliki penis yang cukup besar.

"Hups..." Aisya melahap penis Budi.

"Ohkk... Umi... Ahkk.." Erang Budi nikmat.

Sluuppss... Sluuuuppss... Sluuuppss... Sluuuppss... Sluuuupppsss.... Sluuuuupppss....

Aisya menghisap penis Budi sembari mengocoknya naik turun, membuat penis Budi yang hitam tampak kemerah-merahan, menandakan darahnya kini berkumpul di batang kemaluan Budi.

Semakin lama Aisya semakin kuat menghisap penis Budi, hingga masuk kedalam tenggorokannya.

"Puaah..." Aisya melepas hasapannya.

"Nikmat sekali Umi, rasanya seperti melayang." Puji Budi setinggi langit. Membuat Aisya tersanjung akan pujian dari seorang anak remaja.

"Sekarang giliran kamu Nak." Ujar Aisya.

Dia menanggalkan sisa gamisnya, lalu ia melepas bra dan celana dalamnya, hingga ia telanjang bulat di hadapan Budi yang tampak terperangah melihat keindahan tubuh Aisya yang nyaris sempurna.

Payudaranya yang berukuran 36B terlihat masih kencang, dengan pinggul yang seksi, di padu dengan perut mulusnya yang rata.

Tatapan Budi beralih kebagian bukit kecil yang di tumbuhi rimbunan rambut kemaluan Aisya yang cukup lebat tapi tertata rapi, sangat indah dan tidak membosankan untuk di pandang.

"Kamu suka?" Tanya Aisya, sembari menggosok vaginanya yang tembem.

Budi buru-buru mengganggukkan kepalanya. "Su... suka Umi, sangat suka... itunya Umi sangat indah sekali, baru kali ini saya melihat kelamin perempuan." Jelas Budi terkesima dengan keindahan vagina Aisya.

"Itu apa?"

"Itunya Umi, selangkangan Umi..."

Aisya tersenyum lembut. "Ini namanya memek sayang." Ujar Aisya sembari membelai vaginanya.

"Iya Memek Umi..."

"Kamu suka memek Umi nak?"

"Suka... Budi sangat suka memek Umi, memek Umi sangat indah sekali." Jawab Budi, sementara Penisnya semakin mengeras.

Aisya kembali naik keatas tempat tidurnya, berbaring di atas tempat tidur, sementara Budi bersimpuh di hadapannya, lalu Aisya membuka bibir kemaluannya, hingga terlihat bibir vaginanya yang kemerah-merahan, sungguh sangat menggoda.

Gleek...
Budi menelan air liurnya yang terasa hambar, tatkala matanya memandang lekat lobang kecil yang mengintip malu-malu di sela-sela bibir vagina Aisya.

"Budi sayang Umikan?" Tanya Aisya.

Budi kembali kembali menganggukan kepalanya. "Iya... Aku sangat sayang Umi..." Jawab Budi dengan gemuruh di dadanya.

"Budi maukan berbakti sama Umi."

"Iya Umi... Budi rela mati untuk Umi... apapun akan Budi lakukan asal Umi bahagia." Jawab Budi cepat, rasanya ia sudah tak sabar ingin merasakan betapa nikmatnya, kalau penisnya berada di sana.

"Kemarilah.... jilatin memeknya Umi." Suruh Aisya.

Budi merangkak, mendekat kearah selangkangan Aisya yang telah terbuka. Kemudian, dia mencium lembut kedua paha Aisya yang mulus, lidahnya bergerak menelusuri belahan vagina Aisya.

Walaupun ini adalah pengalaman pertama bagi Budi, tapi ia cukup lihai memainkan lidahnya.

"Ohkk... Nak, enaak sekali... Aahkk..." Erang Aisya.

Lidah Budi mengorek-ngorek liang kewanitaan Aisya hingga cairan cintanya keluar semakin banyak, menandakan kalau sang wanita berhijab kini tengah di landa birahi.

Kedua paha Aisya menjepit kepala Budi, sementara tangannya menjambak rambut Budi.

"Aahkk... Aahkk... terus Nak... Oohkk... anakku sayang, Umi sayang kamu Nak... Aahkk... Aahkk... terus Anakku, puaskan Ibumu." Erang Aisya, pantatnya yang berisi tampak tersentak-sentak.

Sluuuppss... Sluuuuppss... Sluuuppsss....

Cukup lama Budi menjilati vagina Aisya, hingga akhirnya Aisya berada di puncaknya, ia mengeram nikmat seiring dengan orgasme pertama yang ia dapatkan

"Aaarrt...." Lidah Aisya menjulur keluar ketika orgasme itu datang menghampirinya

Creeetrss... Creeetss... Creeettss... Creeetsss...

"Ohk... nikmat sekali sayang." Puji Aisya.

Nafas Aisya tampak tersengal-sengal, setelah orgasmenya dengan perlahan mulai merada.

Budi segera maju ke depan, ia berlutut di hadapan vagina Aisya, sembari menyodorkan penisnya yang telah berdiri tegak, meminta jatahnya. Budi menatap mata Aisya penuh harap agar di izinkan memasukan penisnya kedalam vagina Aisya.

"Kamu mau menyetubuhi Ibumu sayang?" Goda Aisya.

Budi terdiam sejenak, ia takut keinginannya di tolak. "Kalau Umi mengizinkan!" Jawab Budi penuh harap.

"Umi tidak mendengarnya sayang."

"A... aku mau menyetubuhi Umi... aku mau ngentot sama Umi Aisya... kontol aku mau memek Umi Aisya... boleh ya Mi..." Pinta Budi, kali ini dengan suara berapi-api seakan ia sangat menginginkannya.

"Boleh kok sayang..." Jawab Aisya lembut. "Sini, masuk ke memek Umi." Aisya menuntun penis Budi kearah bibir vaginanya. Lalu dengan perlahan penisnya menembus memek Aisya.

"Oughkkk..." Erang Budi.

Inci demi inci penis Budi masuk kedalam vagina Aisya, ia dapat merasakan kehangatan dan jepitan dinding vagina Aisya, Ibu angkatnya.

Perlahan Budi mulai menggerakkan pjnggulnya maju mundur menyodok vagina Aisya.

"Aahkk... Aahkk... Aahkk...."

"Terus Nak... terus... Oohkk... tusuk lebih keras sayang... Aahkk... kamu suka memek Umikan Nak." Erangan Aisya kini berubah menjadi teriakan histeris membuat Budi makin bersemangat.

Plooookkss... Plooookkks... Plooookks.... Plooookkss... Ploookkss.... Ploookkss....

Plooookkss... Plooookkks... Plooookks.... Plooookkss... Ploookkss.... Ploookkss....

Semakin lama Budi semakin cepat menyodok vagina Aisya, ia terlihat begitu benafsu, membuat sensasi tersendiri bagi Aisya yang memang menyukai anak remaja seperti Budi.

Tubuh sintal Aisya, tampak tersentak-sentak, sementara peluh mereka mulai bercucuran, bahkan jilbab yang di kenakan Aisya kini tak lagi rapi, terlihat berantakan, tapi pemandangan yang ada di hadapannya, membuat Budi semakin bergairah.

"Enaak Mi... Aahkk..."

"Oh... Anakku sayang, terus Nak... Setubuhi Umi anakku, Aahkkk... Aahkk..." Tubuh Aisya menggelepar sanking enaknya.

Budi mengakat kaki jenjang Aisya keatas pundaknya, sehingga penisnya semakin dalam menembus liang peranakan Aisya, sehingga penisnya semakin terasa di dalam vagina Aisya.

Sembari menatap Budi, Aisya menggigit bibirnya, memandangnya dengan tatapan menggoda.

Tak butuh waktu lama, hingga akhirnya mereka berdua sama-sama mencapai puncaknya. Budi melepas keperjakaannya dengan menyemburkan lahar panasnya kedalam rahim Aisya. Sementara Aisya mendapatkan squirtnya, yang terasa sangat lama ia rasakan.

----------

"Maafiiiiin Abiiiii.... Umi... jangan.... tinggalkan..... Abi...." Teriakan histeris Furqon, tubuhnya tampak terguncang hebat, dan air matanya mengalir deras.

Teriakan Furqon yang cukup keras membangunkan Dewi dari tidurnya. Ia tersentak kaget mendengar teriakan Suaminya. Segera ia mengguncang tubuh Suaminya, agar segera bangun.

"Bi... Abi...." Pangil Dewi.

Perlahan Furqon membuka matanya, nafasnya memburu, dan tampak dadanya turun naik. "Abi kenapa? Mimpi buruk ya?" Tanya Dewi.

"Astagfirullah..." Desah Furqon lemas.

Dewi segera mengambil segelas air putih. "Minum dulu Bi..." Ujar Dewi.

Segera Furqon meminumnya, hingga nafasnya dengan perlahan mulai teratur. Tetapi entah kenapa, ia merasa mimpi itu begitu nyata.

Furqon mengusap wajahnya yang tampak tegang, ia tidak menyangka akan bermimpi buruk.

"Abi kenapa?"

"Gak apa-apa Mi, hanya saja akhir-akhir ini Abi sering mimpi buruk." Jelas Furqon, ia tersenyum kecut, mengingat mimpi itu terus saja datang menghantuinya, membuat hidupnya semakin tidak tenang.

"Itu hanya mimpi Bi, jangan terlalu di pikirkan." Ujar Dewi tenang.

Furqon menegakan wajahnya, ia menatap diam dinding kamar hotelnya. "Ada yang ingin Abi katakan ke Umi, yang seharusnya Abi katakan sejak dulu." Jelas Furqon getir, pada akhirnya ia tidak mampu menyembunyikan rahasia besarnya.

"Apa Bi?"

"Nanti saja ya, sebentar lagi mau subuh, habis subuh Abi akan ceritakan semuanya." Jelas Furqon.

"Iya Bi..." Jawab Dewi seraya tersenyum.

--------
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd